Anda di halaman 1dari 6

Nama Peserta: dr.

Akmaliyah Sholiha Salsabila


Nama Wahana: RSUD Lasinrang Pinrang
Topik: Sindrom Nefrotik
Tanggal (Kasus): 20 April 2016
Nama Pasien: Tn. Ridwan
No. RM: 18 97 89
Tanggal Presentasi:
Pendamping: dr. H. Agus Salim /
dr. H. Rifai, MARS
Tempat Presentasi: RSUD Lasinrang Pinrang
Objek Presentasi:
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan
pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatu Bayi
Anak
Remaj Dewas Lansia Bumil
s
a
a
Deskripsi: Laki-laki, 25 tahun, masuk rumah sakit dengan bengkak seluruh badan
sejak 1 bulan yang lalu, sesak kadang, perut kembung ada, mual dan muntah tidak
ada. batuk tidak ada, demam tidak ada. Tampak kuning seluruh badan. Riwayat
minum alkohol tidak ada. Riwayat HT tidak ada. Baru pertama kali dirasakan.
Tujuan: Menegakkan diagnosis sindrom nefrotik dan penatalaksanannya
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
Bahasan:
pustaka
Cara
Diskusi
Presentasi
e-mail
Pos
Membahas:
dan diskusi
Data Pasien: Nama: Tn. Ridwan
No. Registrasi: 18 97 89
Nama Klinik: RSUD Lasinrang Pinrang
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Seorang laki-laki umur 25 tahun MRS dengan keluhan bengkak seluruh badan
dialami sejak satu bulan yang lalu. Awalnya bengkak dirasakan muncul pertama
kali pada kaki kemudian menjalar ke perut, lengan dan wajah. Bengkak di
wajah dirasakan terutama dirasakan pada pagi hari dan berkurang pada siang
hari. Hal ini baru pertama kali dirasakan. Mual, muntah dan NUH tidak ada.
Sesak terkadang. Tidak ada demam, riwayat demam tidak ada, sakit kepala
tidak ada, batuk tidak ada.
BAK : lancar, warna kuning pekat
BAB : biasa
2. Riwayat Pengobatan: (-)
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit Sebelumnya:
HT (-), DM(-), Penyakit ginjal (-), Kolesterol (-), Riwayat BAK berdarah (-),
berpasir (-), nanah (-)
4. Riwayat Keluarga:
Keluhan sama dalam keluarga (-)
5. Riwayat Pekerjaan/Kebiasaan:
Merokok (-)
6. Lain-lain:
Hasil Lab
Daftar Pustaka:
1. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Hal. 547-9
2. Rauf S. Sindrom Nefrotik. Dalam: Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Makassar:
Bagian
Ilmu
Kesehatan
Aak
FKUH.
Hal.
21-30
3. Cohen EP. Nephrotic Syndrome. [online] 20 December 2010 [cited 23 April
2016]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview
4. Soewanto, Yogiantoro M., Paranawa, Mahoni CI, Mardiana N, Thaha M,
Aditiwardana, Widodo. Sindrom Glomerular. Dalam: Pedoman Diagnostik dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. Surabaya: Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo; 2008. Hal. 237-43
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi Sindrom Nefrotik
2. Klasifikasi Sindrom Nefrotik
3. Etiologi Sindrom Nefrotik
4. Gambaran Klinis Sindrom Nefrotik
5. Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Seorang laki-laki umur 25 tahun MRS dengan keluhan bengkak seluruh badan dialami
sejak satu bulan yang lalu. Awalnya bengkak dirasakan muncul pertama kali pada kaki
kemudian menjalar ke perut, lengan dan wajah. Bengkak di wajah dirasakan terutama
dirasakan pada pagi hari dan berkurang pada siang hari. Hal ini baru pertama kali
dirasakan. Mual, muntah dan NUH tidak ada. Sesak terkadang. Tidak ada demam, riwayat
demam tidak ada, sakit kepala tidak ada, batuk tidak ada. Tidak ada riwayat hipertensi,
tidak ada riwayat kolesterol sebelumnya.
2. Objektif
Pemeriksaan Fisik
Status Internus
SP: SS/GC/CM,
GCS = 15
T = 170/100 mmHg, N = 88 x/menit, P = 20 x/menit, S = 36,80C
Kepala: kelainan (-)
Mata: Anemis (-), Iketus (+)
Thorax
- Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri = kanan,
Palpasi
: Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkus
: Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/- Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi
: Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada
Abdomen
Inspeksi : cembung, ikut gerak napas, distendedpada regio suprapubic
Palpasi
: Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan Normal
3. Assessment
Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang
ditandai dengan edema anasarka, proteinuria massif 3,5 g/hari, hipoalbuminemua < 3,5
g/dl, hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk
menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria massif
merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum
rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi
terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia
dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan
metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN.
Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang
menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan

menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat
berkembang menjadi kronik.1,2
KLASIFIKASI
I.
Histologik1,2
International Collaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
telah menyususn klasifikasi histopatologik Sindrom Nefrotik Idiopatik (SNI) atau
disebut juga SN primer sebagai berikut:
1. Minimal change = sindrom nefrotik kelainan minimal
2. Glomerulosklerosis fokal
3. Glomerulonefritis proliferatif yang dapat bersifat:
- Difus eksudatif
- Fokal
- Pembentukan crescent (bulan sabit)
- Mesangial
- Membrano proliferative
4. Nefropati membranosa
5. Glomerulonefritis Kronik
Dari kelima bentuk kelainan histologik SNI ini maka sindrom nefrotik kelainan
minimal merupakan kelainan histologik yang paling sering dijumpai (80%).
II.

Penyebab1,2
1. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas SNI dengan kelainan
histologik menurut pembagian ISKDC.
2. Penyebab Sekunder, dari penyakit/kelainan:
- Sistemik:
o Penyakit kolagen seperti Systemic Lupus Erythematous, ScholeinHenoch Syndrome
o Penyakit perdarahan: Hemolytic Uremic Syndrome
o Penyakit keganasan: Hodgkins Disease, Leukemia
- Infeksi
- Malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis,
Cytomegalic Inclusion Disease.
- Metabolik:
Diabetes Mellitus, Amyloidosis

III.

Terjadinya2
1. SN Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia sehingga disebut juga SN tipe Finlandia.
Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature
(90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala
asfiksia dijumpai pada 75% kasus.
Gejala utama berupa edema, asites biasanya tampak pada waktu lahir atau
dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
hipoproteinemia, proteinuria massif dan hiperkolesterolemia.
Gejala klinik yang lain berupa kelainan kongenital pada muka seperti hidung
kecil, jarak kedua mata melebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal.
Prognosis jelek dan meninggal karena infeksi sekunder atau kegagalan ginjal.
Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini ialah

pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya meninggi.
2. SN yang didapat:
Termasuk di sini SN primer yang idiopatik dan sekunder.
ETIOLOGI
Seperti telah dijelaskan pada klasifikasi, sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN
primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung
(connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.1,2
Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik
Glomerulonefritis primer:
- GN lesi minimal
- Glomerulosklerosis fokal
- GN membranosa
- GN membrano proliferatif
- GN proliferatif lain
Glomerulonefritis Sekunder:
Infeksi:
- HIV, hepatitis virus B dan C
- Sifilis, malaria, skistosoma
- Tuberculosis, lepra
Keganasan:
- Adenosarkoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, myeloma multiple
dan karsinoma ginjal.
- Penyakit jaringan penghubung:
Lupus eritematosus sistemik, arthrtitis rheumatoid, MCTD (mixed
connective tissue disease)
- Efek obat dan toksin:
Obat antiinflamasi non steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air
raksa, kaptopril, heroin
- Lain-lain:
Diabetes Mellitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks
vesikoureter, atau sengatan lebah. Glomerulonefritis primer atau idiopatik
merupakan penyebab SN yang paling sering. Dalam kelompok GN primer,
GN lesi minimal, glomerulosklerosis fokal segmental, GN membranosa, GN
membranoproliferatif merupakan kelainan histopatologik yang sering
ditemukan.1,2
GAMBARAN KLINIS
Gejala SN adalah urin berbuih (proteinuria), kaki berat dan bengkak, dingin dan
tidak rasa, penderita merasa lemah dan mudah lelah (keseimbangan nitrogen negatif),
anoreksia, diare. Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai
berat (anasarka) dan merupakan gejala satu-satunya yang nampak. Edema mula-mula
Nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat atau
anasarka sering disertai edema pada genitalia eksterna. Selain itu edema anasarka ini
dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Hernia
umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rektum, dan sesak napas dapat pula terjadi akibat

edema anasarka ini.2,3,4


Tanda dari SN adalah edema yang dapat timbul di daerah periorbita, konjungtiva,
dinding perut, sendi lutut, efusi pleura, ascites. Selain itu juga hilangnya massa otot
rangka, kuku memperlihatkan pita-pita putih melintang (Muerchkes Band) akibat
hipoalbuminemia, hipertensi.3,4
4. Plan
Diagnosis
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisis serta lab penunjang, diagnosis pasien tersebut adalah
Sindrom Nefrotik.
Penatalaksanaan
Untuk mengatasi keluhan bengkak diberikan furosemid 40mg/12jam/iv, serta pemberian
spironolakton 25 mg 0-II-0 sebagai anti diuretik. Pemberian methylprednisoslon 3 x1
sebagai imunosupressan karena pada pasien ini diduga disebabkan oleh proses autoimun.
Pendidikan:
Edukasi pada pasien tentang diet rendah garam untuk mengurangi terjadinya retensi cairan
natrium yang juga berperan dalam terjadinya edema. Diet cukup protein 0,8 gr/dl oleh
karena pemberian protein yang tinggi walaupun dapat meningkatkan sintesis hati namun
dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Diet rendah kolesterol <600
mg/hari karena terjadinya hiperlipidemia.
Konsultasi:
Dijelaskan perlunya untuk berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Interna jika terjadi
komplikasi.
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Prognosis:
Pinrang,
Peserta,

dr. Akmaliyah Sholiha Salsabila

Pendamping,

dr. H. Agus Salim

dr. H. Rifai, MARS

Anda mungkin juga menyukai