Perkembangan Teknologi
Alat Bantu Dengar (Hearing Aid)
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Oleh
Nama
NIM
: Reza Hesti
: 1507606
Daftar Isi
ABSTRAK..
BAB I Pendahuluan........
12
Kesimpulan.
31
Rekomendasi..
31
Implikasi....
31
Daftar Pustaka
32
Abstrak
Gangguan pendengaran akan mengakibatkan ketidakmampuan untuk mendengar, mulai
dari tingkat yang ringan hingga yang sangat berat akibatnya orang yang mengalami
gangguan pendengaran akan mengalami hambatan dalam menerima dan memproses
informasi Bahasa. Ada beberapa jenis gangguan pendengaran yaitu konduktif,
sensorineural, dan campuran antara konduktif dengan sensorineural. Gangguan
pendengaran konduktif disebabkan oleh gangguan dari saluran pendengaran, gendang
telinga, otosklerosis (pertumbuhan abnormal tulang di telinga tengah) atau infeksi.
Gangguan pendengaran jenis sensorineural dapat terjadi akibat penuaan, paparan
kebisingan dan infeksi, namun gangguan pendengaran sensorineural juga dapat terjadi
akibat kongenital yang sebagian besar disebabkan oleh trauma kelahiran, virus dan
faktor genetik. Untuk orang yang memiliki kecenderungan genetik, paparan kebisingan
dapat meningkatkan terjadinya gangguan pendengaran. Sementara gangguan
pendengaran sensorineural pada orang muda biasanya disebabkan oleh paparan
kebisingan dan musik yang keras. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengetahui
adanya gangguan pendengaran terutama gangguan yang terjadi pada bayi dan anakanak. Intervensi sangat dibutuhkan setelah mengetahui adanya gangguan seperti
memberikan alat bantu dengar dan beberapa macam terapi yang harus dilakukan.
Kondisi ketunarunguan telah menarik perhatian untuk diatasi dari sejak zaman dahulu
hingga sekarang, sehingga perkembangan teknologi alat bantu dengar (ABD) terus
mengalami kemajuan. Dimulai dari ditemukannya Alat Bantu Dengar Akustik atau
Non-Electric Hearing Aids (<1.640 - ~ 1990), ABD Karbon (1898 - 1939), ABD tabung
vakum, ABD transistor, dan ABD Teknologi Digital.
BAB I
Pendahuluan
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pada organ
pendengarannya sehingga mengakibatkan ketidakmampuan untuk mendengar, mulai
dari
tingkatan yang ringan sampai yang berat sekali yang diklasifikasikan kedalam tuli
(deaf)
dan kurang dengar (hard of hearing). Hallahan & Kauffman (1991:266) dan Hardman,
et
al (1990:276) dalam (Hernawati, 2007) mengemukakan bahwa orang yang tuli (a deaf
person) adalah orang yang mengalami ketidakmampuan mendengar, sehingga
mengalami hambatan dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya
dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aid), sedangkan orang yang
kurang dengar (a hard of hearing person) adalah seseorang yang biasanya
menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan untuk
keberhasilan memproses informasi bahasa, artinya apabila orang yang kurang dengar
tersebut menggunakan hearing aid, ia masih dapat menangkap pembicaraan melalui
pendengarannya.
Sumber : 4dailylearning.blogspot.com
Gambar 1. Bagian-bagian organ pendengaran
A. Proses Mendengar pada Manusia
Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut (NURAHMI
RINALTI A, n.d.): gelombang suara mencapai membran tympani, membran
tympani bergetar menyebabkan tulang-tulang pendengaran bergetar. Tulang stapes
yang bergetar masuk-keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilymph
di scala vestibuli. Karena luas permukaan membran tympani 22 x lebih besar dari
luas tingkap oval, maka terjadi penguatan 15-22 x pada tingkap oval. Membran
basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar
bila ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar
yang pendek dan tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang
bernada tinggi pada perilymp skala vestibuli akan melintasi membrana vestibularis
yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah akan menggetarkan
bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian akan turun ke
perilymp scala tympani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke telinga tengah
untuk diredam. Sewaktu membrana basilaris bergetar, rambut-rambut pada sel-sel
rambut bergetar terhadap membrana tectoria, hal ini menimbulkan suatu potensial
aksi yang akan berubah menjadi impuls. Impuls dijalarkan melalui saraf otak
statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla oblongata kemudian ke colliculus
Persepsi auditif terjadi setelah proses sensori atau sensasi auditif. Sensori auditif
diaktifkan oleh adanya rangsang bunyi atau suara. Persepsi auditif berkaitan
dengan kemampuan otak untuk memproses dan menginterpretasikan berbagai
bunyi atau suara yang didengar oleh telinga. Kemampuan persepsi auditif yang
baik memungkinkan seorang anak dapat membedakan berbagai bunyi dengan
sumber, ritme, volume, dan pitch yang berbeda. Kemampuan ini sangat berguna
dalam proses belajar membaca.
Sumber: www.berbagimanfaat.com
Gambar 2. Proses Mendengar
B. Jenis-jenis Gangguan Pendengaran
Dalam dunia medis (Mourtou and Meis, 2012), jenis gangguan pendengaran
dibedakan menurut tempat dimana kerusakan dalam sistem pendengaran itu berada.
Jenis gangguan yang paling sering terjadi adalah jenis tuna rungu sensorineural,
dimana kerusakan terjadi pada koklea dan khususnya di sel-sel rambut koklea
(sensorik) atau dalam pendengaran saraf (neural). Jenis gangguan berikutnya adalah
gangguan 'konduktif' atau kehilangan 'pusat' pendengaran, gangguan terjadi pada
telinga luar atau tengah sehingga suara tidak dapat diproses dengan baik. Jenis
gangguan yang ketiga adalah gangguan pendengaran campuran, baik konduktif
maupun sensorineural, dengan kerusakan dalam satu atau lebih pada daerah telinga
dan juga pada saraf pendengarannya.
Gangguan pendengaran berdasarkan lama tidaknya gangguan dibagi menjadi
dua (Frangulov et al., 2004) yaitu gangguan pendengaran sementara dan permanen.
Gangguan pendengaran sementara biasanya karena gangguan konduktif, sementara
gangguan pendengaran permanen biasanya kerena sensorineural dan terkadang juga
konduktif yang kerusakannya bersifat permanen.
Sumber: www.hearingsavers.com.au
Gambar 4. Letak gangguan pendengaran Konduktif dan Sensorineural
D. Tingkat Gangguan Pendengaran
Orang normal dapat menangkap suara atau bunyi pada kisaran 0-25 dB, lebih
dari kisaran tersebut maka orang tersebut dapat dikategorikan mempunyai
gangguan pendengaran. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingat gangguan
pendengaran adalah (Mourtou and Meis, 2012):
1. Gangguan pendengaran sangat ringan atau mild hearing lost (27-40 dB) dan
gangguan pendengaran ringan atau moderate hearing lost (41-55 dB)
Orang dengan gangguan pendengaran ringan dapat mendengar dan mengulang
kata-kata diucapkan pada tingkat suara yang normal pada jarak sekitar 4 kaki.
Orang yang terkena biasanya memiliki beberapa masalah pendengaran, tetapi
mampu mengikuti percakapan jika tidak ada latar belakang kebisingan.
Beberapa suara lembut dapat terdengar, seperti burung berkicau atau pidato
samar dan jauh mungkin terdengar namun tidak jelas. Alat bantu dengar (ABD)
dapat membantu karena ABD memperkuat sinyal rendah. Bahkan anak-anak
dengan kehilangan pendengaran ringan dapat mencapai akuisisi bahasa yang
normal jika gangguan ini didiagnosis secara dini dan diobati dengan tepat.
2. Gangguan pendengaran ringan atau moderate hearing lost (41-55 dB) dan
gangguan pendengaran sedang atau moderate or severe hearing lost (56-70 dB)
Orang yang mengalami gangguan pendengaran sedang memerlukan kesulitan
yang lebih besar dalam mendengar pidato. Beberapa suara yang keras untuk
orang dengan pendengaran normal dapat terdengar dengan sangat lembut dan
beberapa suara tidak terdengar sama sekali. Pidato hanya dapat dipahami jika
keras. Istilah cocktail party effect menjadi tantangan besar, yaitu ketika orang
dengan gangguan pendengaran ini berada dalam situasi kelompok dengan di
latar belakangi kebisingan, mendengar bisa jadi sangat terhambat. Sebuah alat
bantu dengar akan sangat membantu dengan kebanyakan orang dengan
gangguan pendengaran ini. Jika anak-anak dengan gangguan pendengaran
moderat tidak disertakan dengan alat bantu dengar, kesalahan dalam mendengar
pidato dapat terjadi, bahkan sebagaian anak-anak tidak akan dapat memantau
pidato mereka sendiri. Hal ini terjadi karena ada keterbatasan dalam pemahaman
bahasa dan penggunaannya akibat keterbatasan dalam penambahan kosakata
anak, sehingga dibutuhkan bantuan terapis wicara dalam mendampinginya.
3. Gangguan pendengaran berat atau severe hearing lost (71-90 dB)
Dengan gangguan pendengaran yang berat, percakapan normal hampir tidak
terdengar lagi. Bahkan orang tersebut juga tidak dapat mendengar suaranya
sendiri. Suara yang sangat keras untuk orang pendengaran normal, dapat
didengar dengan sangat lembut atau tidak dapat didengar sama sekali.
Pemahaman terhadap pembicaraan dapat dicapai dengan bantuan
membaca bibir dan dikombinasi dengan bantuan alat bantu dengar yang
dikenakan. Anak-anak dengan gangguan pendengaran yang parah perlu
akomodasi dengan sekolah-sekolah khusus dan bantuan terapis wicara.
4. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli atau profound hearing lost (di atas 91 dB)
Penderita gangguan pendengaran ekstrim atau tuli, hanya suara sangat keras bisa
disadari penderita melalui getaran yang dihasilkan. Alat bantu dengar sangat
sedikit membantu atau tidak sama sekali. Pada kasus seperti ini di luar negeri,
anak-anak yang terlahir tuli akan menerima implan koklea.
Sumber: http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-00201-ds
%20bab%202.pdf
Gambar 5. Tingkat Gangguan Pendengaran
E. Deteksi Gangguan Pendengaran
Berbagai macam cara dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguang
pendengaran diantaranya (Shemesh Ph.D, 2010) yaitu:
1. Otoacoustic emissions (OAE)
OAE adalah tingkat rendah suara yang dihasilkan oleh sel-sel rambut sensorik
koklea (terutama sel-sel rambut luar dari telinga bagian dalam) sebagai bagian
dari proses pendengaran normal. Sel-sel rambut yang biasanya berfungsi
memancarkan energi akustik dapat direkam dengan menempatkan
Probe kecil (mengandung mikrofon) yang melekat pada ujung telinga yang
lembut pada pembukaan saluran telinga eksternal. Earphone ini memberikan
sinyal uji ke dalam liang telinga yang membangkitkan respon akustik
dari sel-sel rambut dan tanggapan sebagai hasilnya dicatat oleh mikrofon kedua
di probe. Tanggapan ini disebut Emisi Otoacoustic Evoked (OAE).
2. Auditory Brainstem Response (ABR)
Tes ini dapat memperkirakan kepekaan pendengaran di ambang batas dan
menentukan integritas jalur pendengaran dari koklea ke tingkat batang otak.
Disk elektroda kecil disisipkan pada kulit kepala dan menagkap rangsangan
berulang yang disampaikan oleh earphone. Potensi pendengaran (listrik /
aktivitas saraf yang dihasilkan oleh pendengaran saraf dan otak) yang
ditimbulkan oleh rangsangan berulang kemudian direkam oleh komputer.
3. Middle ear muscle reflexes (ransangan pada telinga tengah) berupa refleks otot
untuk suara, biasanya ditimbulkan oleh nada atau suara yang cukup keras,
dicatat.
4. Timpanometri
Prosedur ini digunakan untuk menilai fungsi telinga tengah dengan
menempatkan probe kecil melekat pada telinga, tip plastik lembut pada
pembukaan saluran telinga dan berbagai tekanan udara dilepaskan ke saluran
telinga, namun timpanometri bukan tes pendengaran.
5. Pengujian Audiometri Perilaku
Tujuan dari pengujian audiometri perilaku adalah untuk mendapatkan ukuran
valid pendengaran sensitivitas ambang batas untuk masing-masing telinga dalam
rentang frekuensi percakapan, idealnya dari 250 melalui 8.000 Hz. Hasil
penilaian audiometri ditampilkan pada audiogram. Tes audiometri perilaku
digunakan untuk:
a. Menentukan apakah pasien memiliki gangguan pendengaran.
b. Menentukan derajat, konfigurasi, dan jenis gangguan pendengaran.
c. Memantau pendengaran pasien dari waktu ke waktu.
d. Memberikan informasi untuk pemasangan alat bantu dengar atau perangkat
sensorik lainnya.
e. Membantu menentukan manfaat fungsional dari alat bantu dengar atau
perangkat sensorik lainnya.
Untuk anak-anak, metode uji audiometri perilaku yang dipilih harus sesuai
untuk usia perkembangannya, maka tes dapat dibagi menjadi dua kategori
umum: prosedur tanggap perilaku bersyarat dan dikondisikan.
6. Behavior Observation Audiometry (BOA) merupakan respon berupa perilaku
bersyarat dengan prosedur di mana pengamatan dilakukan bermula dari
kesadaran umum suara yang ditangkap (misalnya, suara ibu, suara lingkungan
dan musik).
7. Visual Reinforcement Audiometry (VRA) adalah respon perilaku yang
dikondisikan dari prosedur yang digunakan untuk menentukan kepekaan pada
bayi mulai sekitar usia enam bulan. Sebuah respon anggukan kepala dengan
penyajian stimulus berupa tes audiometri yang ditanggapi dengan pencahayaan
dan aktivasi dari menarik mainan animasi.
8. Conditioned Play Audiometry (CPA) adalah prosedur respon perilaku yang
dikondisikan dan digunakan untuk menentukan sensitivitas ambang batas pada
anak-anak dimulai sekitar dua tahun. Sebuah respon bermain (blok-drop, cincin
stack) sebagai respon dari stimulus tes audiometri.
9. Speech Audiometry digunakan untuk menilai kemampuan mendengar dalam
mendeteksi, membedakan, mengidentifikasi, dan memahami pembicaraan.
Beberapa prosedur pengujian digunakan untuk speech audiometry pada bayi dan
anak-anak, termasuk suara pembicaraan (suku kata), kata-kata, frasa, dan
kalimat. Tes dapat dilakukan dengan menggunakan earphone di telinga masingmasing atau melalui pengeras suara. Pada anak-anak yang masih kecil,
identifikasi kemampuan menangkap pembicaraan ditentukan pada tingkat
mendengar yang nyaman bagi anak. Biasanya, anak-anak diminta untuk
mengidentifikasi bagian-bagian tubuh (misalnya, "Di mana Anda hidung? ")
atau benda asing (misalnya," bola, "" sendok ") dengan menunjuk atau
mengambil objek. Pada anak-anak yang lebih tua mungkin akan diminta untuk
mengulangi kata-kata stimulus atau titik untuk gambar untuk menentukan
kemampuan identifikasi bicara mereka. Keterbatasan Audiometri Pembicaraan
adalah bahwa tes ini mengharuskan item stimulus berada dalam kosakata
reseptif anak. Hasil tes Audiometri dapat berguna dalam menentukan tujuan
intervensi, dalam memantau pengembangan keterampilan pendengaran, dan
memeriksa manfaat fungsional dari alat bantu dengar atau teknologi bantu
lainnya.
Deteksi gangguan pendengaran untuk bayi dan anak-anak dengan gangguan
pendengaran sangat berguna, diantaranya bertujuan sebagai berikut:
1. Mencegah atau mengurangi masalah komunikasi yang biasanya menyertai
penderita gangguan pendengaran.
2. Meningkatkan kemampuan anak untuk mendengar.
3. Memfasilitasi dukungan keluarga dan kepercayaan orangtua terhadap anak
dengan gangguan pendengaran.
F. Intervensi Deteksi Gangguan Pendengaran
Setelah dilakukan deteksi gangguan, orang tua harus membuat keputusan
awal tentang pendekatan komunikasi yang akan dipilih segera setelah anak mereka
telah didiagnosis dengan gangguan pendengaran. Orang tua juga harus memilih
sarana untuk meningkatkan akses anak mereka dalam mendengar. Alat bantu yang
10
paling umum digunakan untuk memperkuat suara adalah Alat Bantu Dengar atau
ABD (hearing aids) dan alat bantu lainnya misalnya perangkat sistem FM dan alat
bantu pendukung lainnya. Beberapa anak dengan gangguan pendengaran berat
sampai sangat berat memperoleh sedikit manfaat dari alat bantu dengar konvensional
maka biasanya akan dianjurkan untuk menerima implan koklea yaitu pemasangan
perangkat elektronik melalui pembedahan dan ditempatkan di telinga bagian dalam.
Konsultasi rehabilitasi sangat dibutuhkan untuk menentukan jenis alat bantu dengar
yang akan dipakai dan paduan terapi yang harus dilakukan dalam rangka membentuk
akses komunikasi terhadap penderita gangguan pendengaran bayi atau anak-anak.
Saat ini, selain dari teknologi perangkat elektronika berupa ABD terdapat
kemajuan dalam bidang kedokteran dalam mengatasi penderita gangguan
pendengaran mulai dari penderita lahir yaitu dengan terapi gen. Gangguan
pendengaran atau tuli bawaan sejak lahir adalah salah satu gangguan sensorik yang
paling umum. Ini seringkali disebabkan oleh cacat genetik yang mempengaruhi
fungsi sel-sel rambut di telinga bagian dalam. Sel-sel rambut itu, yang bergerak
sebagai respon dari getaran suara, mengirimkan sinyal pendengaran ke otak. Para
pakar meyakini mungkin ada sekitar 100 mutasi gen yang dapat menyebabkan
gangguan pendengaran.
Para peneliti membuat eksperimen dengan model tikus yang mengidap tuli
bawaan pada manusia, dengan mengembangbiakkan tikus yang kekurangan gen yang
membuat glutamat vesikuler transporter-3, atau disingkat VGLUT3,yakni protein
penting yang memungkinkan sel-sel rambut di telinga menerima dan mengirim
sinyal pendengaran. Orang yang mengalami kerusakan gen-3 VGLUT lambat laun
akan menderita gangguan pendengaran. Karena tikus-tikus eksperimen sama sekali
tidak memiliki gen itu, ketulian mereka sangat parah.
Lawrence Lustig, dokter THT di Universitas California, San Francisco,
mengatakan, para peneliti menggunakan virus yang tidak menyebabkan penyakit
pada manusia untuk membawa salinan gen VGLUT3 yang telah diperbaiki ke dalam
kanal telinga tikus tuli itu. Kemudian, mereka menutup lubang kecil yang mereka
buat di membran dalam bagian dalam telinga tikus untuk menyuntikkan virus, lalu
menunggu. Lustig mengatakan dalam waktu seminggu, tikus-tikus itu menunjukkan
tanda-tanda pertama bahwa mereka bisa mendengar. Pada minggu kedua,
pendengaran tikus-tikus itu pada dasarnya normal, yang diukur dengan tes stimulasi
di mana para peneliti membunyikan suara dan kemudian memantau respon otak tikus
terhadap suara itu. Para peneliti mengobati tikus yang baru lahir dan yang dewasa
dengan terapi itu. Pendengaran bertahan selama satu setengah tahun pada tikus
dewasa dan sedikitnya sembilan bulan pada anak tikus. Tikus biasanya hidup selama
dua tahun.
Metode sekarang ini untuk mengobati tuli bawaan termasuk amplifikasi
pendengaran atau alat bantu dengar dan alat bantu dengar yang ditanam di dalam
kepala lewat pembedahan. Tetapi, perangkat itu seringkali menghasilkan distorsi
suara atau volume suara yang terlalu rendah. Jika ketulian disebabkan oleh gen yang
rusak, Lustig mengatakan, terapi gen seperti yang ditunjukkan oleh percobaan
11
12
BAB II
Perkembangan Teknologi Alat Bantu Dengar (Hearing Aids)
A. Pengertian Alat Bantu Dengar (Hearing Aids)
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancer (Gwinner, n.d.). Alat bantu dengar terdiri dari:
1. Microphone, merubah suara menjadi signal elektronik, signal elektronik ini
kemudian diperkeras oleh amplifier.
2. Amplifier, berfungsi untuk memperkeras elektronik signal dari mikrofon
menjadi signal yang lebih besar.
3. Receiver atau loudspeaker, merubah elektronik signal yang sudah diperkeras
menjadi suara.
4. Baterai, sebagai sumber tegangan untuk menyalakan ABD
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan
apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah
seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya
gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu proses
pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi
pendengaran. Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis
biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Kemampuan mendengar penderita
2. Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
3. Keterbatasan fisik
4. Keadaan medis
5. Penampilan
6. Harga.
B. Beberapa Jenis ABD
Hearing aid atau alat bantu pendengaran pada saat ini tersedia dalam beberapa
jenis. Tipe yang terbaik untuk dipilih tergantung pada tingkat kehilangan pendengaran,
bentuk telinga, gaya hidup dan kebutuhan akan pendengaran. Setelah mengevaluasi
tingkat pendengaran, seorang ahli THT dapat menolong kita untuk menentukan pilihan
yang tepat. Berikut beberapa jenis alat bantu pendengaran berdasarkan pada tempat
penggunaannya:
1. Behind The Ear (BTE)
Jenis alat bantu pendengaran ini diletakkan di belakang telinga dan dikaitkan
di bagian atas daun telinga. Alat ini ditahan oleh bentuk telinga sesuai dengan kanal
telinga sehingga suara dari alat bantu pendengaran ini diteruskan ke gendang telinga.
13
Jenis ini mudah untuk dimanipulasi dan segala tipe rangkaian dapat sesuai dengan
model ini. Seluruh hearing aid, tanpa memperhatikan jenisnya, dibuat dengan bagian
dasar yang sama. Pada Hearing Aid jenis BTE,seperti yang ditunjukkan dibawah ini,
anda dapat mengamati mikrofon, tone hook, volume control, saklar on/off,dan
baterai.
Mikrofon mengambil suara - suara dari sekitarnya dan mengirimnya ke
prosessor yang memperkuat sinyal tersebut. Hearing Aid akan memperkuat
beberapa frekuensi dari suara yang masuk lebih dari berbagai ketergantungan atas
kehilangan pendengaran anak anda. Ahli suara anda menggunakan hearing aid's tone
controls untuk menghasilkan penguatan suara yang sesuai untuk kehilangan
pendengaran pada anak anda.
Setelah suara tersebut diperkuat, kemudian suara tersebut diarahkan melalui
hearing aid tone hook ke sebuah earmold yang mana dibuat berdasarkan kebiasaan
untuk setiap anak. Tone hook adalah sebuah lempengan plastic kecil yang terkait
diatas dan belakang telinga bagian luar pada anak (pinna). Earmold mempengaruhi
hearing aid dalam telinga anak dan mengarahkan suara dari hearing aid ke dalam
kanal telinga. Earmolds terbuat dari bahan materi lunak setelah sebuah cetakan
diambil dari telinga anak anda. Earmolds dibuat tersendiri untuk setiap anak dan
dipaskan dengan sempit dalam kanal telinga. Selama seorang bayi tumbuh, earmolds
perlu untuk diganti sesuai pada bentuk dasar.
14
15
16
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga
dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.
17
18
ini banyak membantu para penyandang gangguan dengar bisa mendengar dengan
normal tanpa terganggu dengan kabel-kabel yang membelit dan ukuran yang kecil
tentu menambah percaya diri si pengguna tanpa terlihat dari jauh. Sebelum adanya
digital, abd masih berbentuk konvensional dan berukuran besar yang tentu merasa
aneh bagi yang menggunakan dan melihatnya.
Gangguan pendengaran telah ada sejak zaman kuno. Sayangnya, asal-usul
dan desain dari mereka awal alat bantu dengar sebagian besar telah hilang. Di Eropa,
kepedulian orang pada orang tunarungu agar dapat mendengar lebih baik telah ada
sejak zaman kegelapan, abad pertengahan, zaman Renaissance, di zaman Revolusi
Industri, dan hingga saat ini orang terus mengembangkan teknologi modern alat
bantu dengar (ABD). Dengan demikian, kita dapat membagi tahapan perkembangan
alat bantu dengar menjadi lima kelas berdasarkan teknologi yang diterapkan yaitu
ABD akustik (Non-listrik), ABD karbon, ABD tabung vakum, ABD transistor, dan
ABD Teknologi Digital (Bauman, phD, 2014).
Berikut ini merupakan tahapan perkembangan Teknologi ABD:
1. Alat Bantu Dengar Akustik atau Non-Electric Hearing Aids (<1.640 - ~ 1990)
Alat bantu dengar punya sejarah panjang yang membawa kita kembali ke
abad 17. Menurut sejarah penemuan, di masa ini sebenarnya alat bantu dengar
sudah mulai diciptakan dan digunakan. Adalah Marcus Banzer, seorang pria
berkebangsaan Jerman yang dicatat sebagai penemu yang memulai penciptaan
alat bantu dengar. Banzer membuat alatnya dengan menyambungkan kandung
kemih babi ke pipa yang terbuat dari kuku rusa untuk membuat gendang telinga
buatan.
Dari ide inilah, menyusul penciptaan Audiophone dan Ordentiphone. Terbuat dari
kertas kardus, Audiophone dibentuk seperti kipas yang ujungnya dipegang di
antara gigi dan dibengkokkan menuju ke arah suara berasal. Getaran suara yang
ditangkap oleh kipas lalu dibawa ke gigi, tulang rahang, kepala dan akhirnya ke
saraf suara, tempat suara dapat didengar.
Akustik atau non-listrik alat bantu dengar adalah satu-satunya
alat bantu dengar tersedia sebelum munculnya listrik. Mereka amplifikasi
tergantung pada karakteristik akustik dan bentuk dari bahan yang digunakan.
Beberapa bekerja sangat baik, dan lain-lain yang pada dasarnya tidak berguna.
alat bantu dengar akustik termasuk segala macam terompet telinga, tabung
percakapan,
auricles, dan sisipan telinga (Bauman, phD, 2014).
a. Ear Trumpet (Terompet Telinga)
19
Sumber:
https://pusatalatbantudengarmelawai.wordpress.com/2011/06/28/sejarahalat-bantu-dengar-%E2%80%93-perjalanan-untuk-mendengar/
Gambar 14. Terompet telinga
Terompet telinga terdiri dari tabung runcing yang dikompresi (diperkuat)
untuk menangkap suara dan pada saat yang sama, disalurkan ke telinga
pendengar, kemudian ditambahkan mangkuk resonansi, untuk meningkatkan
amplifikasi. Terompet telinga pertama adalah perangkat yang cukup besar.
Biasanya panjangnya berkisar pada 38-66 cm (15-26 ") dan memiliki
diameter bukaan (lonceng) dari 13-18 cm (5-7").
20
Seiring waktu berlalu, terompet telinga terus menyusut hingga pada tahun
1890 terompet telinga berukuran sekitar 25 cm (12 "). Panjang
keseluruhannya adalah 15-18 cm (6-7 ") atau cukup kecil untuk dibawa
dalam saku atau tas.
21
Tidak ada yang tahu bahwa itu adalah alat bantu dengar. Dengan tangan Anda
di atas, itu tampak hanya seperti setiap tongkat lain. Jika Anda ingin
berbicara dengan seseorang, Anda hanya mengangkatnya ke telinga Anda dan
mengayunkan tabung telinga agar telinga Anda ingin mendengar sesuatu.
Setelah selesai berbicara, Anda mengayunkan tabung telinga lurus dan
melanjutkan perjalanan Anda, menggunakan alat bantu dengar Anda sebagai
tongkat lagi.
b. Tabung percakapan
Tabung percakapan memiliki panjang yang berbeda dengan terompet telinga.
Tidak seperti terompet telinga yang bisa mengambil suara dari beberapa
jarak, tabung percakapan dirancang untuk memilih suara langsung dari mulut
pembicara. Dengan demikian, Anda memiliki jarak yang dekat dengan orang
yang diajak bicara. Pada dasarnya semua tabung percakapan bekerja pada
prinsip yang sama dengan terompet telinga. Sistem kerja Speaking tubes
sebagai alat bantu dengar mengarahkan lebih fokus pada sumber suara yang
akan melalui jalur yang sempit di dalam tabung dan langsung mengarahkan
pada telinga manusia. Tabung ini bekerja, dimulai dari pembicara berbicara
langsung ke corong di salah satu ujung tabung dan pendengar memegang
ujung kecil di ujung lainnya di telinganya.
22
23
Sumber:
http://alatbantudengartangerang.blogspot.co.id/2013/03/ear-waxmuseum-sejarah-alat-bantu-dengar.html
Gambar 25. Kursi Tempat Menysipkan ABD
Frederick C. Rein mengembangkan kursi khusus untuk Raja Portugal, John
VI tahun 1819. Kursi dengan ukiran kepala singa dengan mulut terbuka yang
berfungsi sebagai corong akustik yang berperan penerima suara yang disalurkan
melalui tabung menuju telinga sang raja. Menjelang akhir abad ke-19, alat bantu
dengar yang tersembunyi menjadi semakin populer. Rein memelopori banyak
desain terkenal, termasuk 'ikat kepala akustik', di mana alat bantu dengar
tersembunyi dalam rambut atau tutup kepala. Telepon Aurolese Rein adalah ikat
kepala, dibuat dalam berbagai bentuk, yang menggabungkan penerima suara di
dekat telinga yang akan memperkuat akustik. Alat bantu dengar juga tersembunyi
di sofa, pakaian, dan aksesoris. Perangkat tersembunyi ini semakin meningkat
seiring banyaknya individu-individu yang ingin menyembunyikan kecacatan dari
pandangan masyarakat dan serta membantu individu mengatasi masalah
pendengarangan.
2. ABD Karbon (1898 - 1939)
Pada tahun 1870 dan 1880 ditandai dengan penemuan telepon dan
mikrofon oleh Alexander Graham Bell. Teknologi dalam telepon meningkat
bagaimana sinyal akustik bisa diubah. Telepon mampu mengontrol kenyaringan,
frekuensi, dan distorsi suara. Kemampuan inilah digunakan dalam pembuatan alat
bantu dengar. Berkat penemuan telepon dan mikrofon inilah muncul alat bantu
dengar listrik pertama, yang disebut Akouphone, diciptakan oleh Miller Reese
Hutchison pada tahun 1898, alat yang ia namakan Telephone-Transmitter dijual
kepada Akouphone Company di Alabama seharga 400 dollar AS.
Pemancar karbon dulu digunakan untuk memancar suara dengan
mengambil sinyal lemah dan menggunakan arus listrik untuk memperkuat sinyal.
Pada akhirnya alat bantu dengar elektronik bisa menyusut menjadi ukuran kecil.
Salah satu produsen pertama alat bantu dengar elektronik adalah perusahaan
Siemens pada tahun 1913. Alat bantu dengar mereka yang besar dan tidak mudah
portabel yaitu ukuran "kotak cerutu tinggi" dan memiliki speaker yang akan
cocok di telinga.
Ada dua hal yang sangat menarik tentang alat bantu dengar Karbon, salah
satunya adalah bahwa anda tidak bisa meletakkan mikrofon karbon
secara datar. Jika Anda melakukannya, karbon ditembak atau debu karbon dalam
mikrofon hanya menyentuh kontak yang lebih rendah dan akhirnya suara tidak
dapat terdengar. Ketika ABD diletakkan pada sudut atau vertikal, tembakan
karbon atau debu menyentuh kedua konduktor belakang dan diafragma (depan
konduktor) pada waktu yang sama, maka suara pun terdengar. Hal kedua tentang
alat bantu dengar karbon adalah dibutuhkan cara agar volume ABD meningkat
yaitu dengan meningkatkan aliran arus. Menurut hukum Ohm, Anda dapat
melakukan ini dengan mengurangi resistensi dari sirkuit, atau dengan
meningkatkan tegangan. Mereka biasanya memilih untuk mengurangi panjang
kabel beberapa mikrofon secara paralel. ABD jenis ini biasanya memerlukan
baterai sebesar 3 atau 4,5 volt.
24
a. Top table
25
26
27
28
Alat
bantu
dengar
saat
ini
tidak
lagi
hanya
menggunakan tiga transistor, namun menggunakan jutaan transistor di
prosesor dual-core.
c. Di Dalam Telinga (ITE)
Pada tahun 1965, Telex Model 23 ITE dibuat dan lensa kacamata bantu
pendengaran adalah Otarion ini L10 "Pendengar" pada bulan Desember 1954
yang dikeluarkan oleh perusahaan CROS (Contralateral Routing of Signal).
Mikrofonnya terletak di satu sisi dan penerimanya di sisi lainnya.
29
30
komputer mini yang terdiri dari pemancar dan penerima radio FM. Radio
membentuk hubungan antara pemancar dalam tubuh radio di atas komputer dan
dihubungkan melalui kawat menuju mikrofon telinga dan penerima.Meskipun ini
adalah sebuah terobosan besar dalam penciptaan alat bantu dengar, masih ada
beberapa masalah. Salah satunya adalah ketika alat bantu dengar bekerja itu
sangat berat dan hampir mustahil untuk bergerak.
Kemudian muncul alat bantu dengar bernama Oticon menggunakan
perangkat nirkabel Bluetooth. Alat bantu dengar digital komersial pertama
diciptakan pada tahun 1987 oleh Nicolet Corporation. Alat bantu dengar berisi
prosesor yang dikenakan di tubuh memiliki koneksi hardwire dengan transduser
dalam telinga. Sementara alat bantu dengar Nicolet Corporation tidak berhasil
mempublikasikan dan gulung tikar. Hal itu memulai persaingan antar perusahaan
untuk membuat alat bantu dengar yang lebih efektif. Dua tahun kemudian, pada
tahun 1989, alat bantu dengar digital model behind-the-ear (BTE) diluncurkan.
Selain Nicolet Corporation, Bell Laboratories memperluas bisnis dengan
mengembangkan alat bantu dengar digital-analog hybrid. Alat bantu dengar
menggunakan sirkuit digital untuk menangani kompresi amplifier dua channel.
Penelitian awal alat bantu dengar ini berhasil, AT&T, sebuah perusahaan induk
untuk Bell Laboratories, menarik diri dari pemasaran alat bantu dengar dan hak
cipta dijual kepada Resound Corporation tahun 1987.
Setelah keberhasilan Resound Corporation, perusahaan alat bantu dengar
lainnya mulai mengembangkan alat bantu dengar hybrid yang termasuk amplifier
analog, filter, dan pembatas yang dikelola secara digital. Ada banyak manfaat
model ini termasuk menyimpan pengaturan parameter, memiliki kemampuan
untuk pengujian pasangan dan bandingan, memiliki pengaturan akustik untuk
lingkungan berbeda, dan metode sinyal canggih termasuk kompresi multichannel.
Perusahaan Oticon yang mengembangkan alat bantu dengar digital pertama tahun
1995, tetapi itu hanya dibagikan kepada pusat-pusat penelitian audiologi untuk
penelitian teknologi digital di bidang amplifikasi akustik. Hingga saat ini, alat
bantu dengar digital sekarang telah diprogram yang memungkinkan alat bantu
dengar mampu mengatur suara mereka sendiri tanpa menggunakan kontrol
terpisah. Alat bantu dengar sekarang dapat menyesuaikan diri tergantung pada
lingkungan itu dan seringkali bahkan tidak memerlukan tombol kontrol volume
fisik.
31
Sumber: devicelink.com
Gambar 43. ABD Berbentuk Chip
Salah satu chip digital pertama diciptakan oleh Daniel Graupe. Chip
digital yang disebut sebagai Zeta Noise Blocker yang mampu menyesuaikan
tingkatan (gain) di kanal frekuensi untuk membantu mengontrol kadar tinggi
kebisingan.
Pada tahun 1980-an sebuah chip tersebut terintegrasi di sejumlah alat bantu
dengar. Selain Zeta Noise Blocker, ada pengembangan chip digital yang
dikhususkan untuk kecepatan tinggi dalam pemrosesan sinyal digital atau Digital
Signal Processing (DSP). Chip DSP menjadi tersedia pada tahun 1982 dan
diimplementasikan ke alat bantu dengar. Salah satu kontribusi besar dari chip
adalah kemampuan untuk memproses kedua percakapan dan jenis-jenis suara
secara real time. Salah satu kelemahan dari chip ini adalah membutuhkan daya
yang besar dan menggunakan banyak baterai sehingga hampir tidak mungkin
untuk
dikenakan.
32
BAB III
Kesimpulan
Gangguan pendengaran menjadi kejadian yang hampir jamak ada di sekitar kita
mulai dari zaman dahulu hingga sekarang, sehingga para peneliti terus mengembangkan
teknologi alat bantu dengar. Perkembangan ditemukannya sumber tegangan dan
kompenen-komponen elektronika membuat ukuran alat bantu dengar mengalami
transformasi yang cukup signifikan, mulai dari ukuran yang sangat besar hingga cukup
kecil saat ini. Hal tersebut terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan
kenyamanan pemakainya. Selain dari bentuk dan ukuran, kualitas suara yang dihasilkan
alat bantu dengar juga mengalami perkembangan kemajuan yang sangat baik. Kualitas
suara tersebut meliputi volume dan kejernihan suara.
Rekomendasi
Perkembangan teknologi ABD sangat membantu penderita gangguan
pendengaran. Akibat dari gangguan pendengaran seperti keterbatasan dalam
memperoleh informasi menjadi dapat dikurangi. Terlebih lagi anak-anak dan bayi yang
mengalami gangguan pendengaran sejak dini tidak hanya menjadi tuna rungu saja tapi
juga tuna wicara, namun dengan adanya ABD kemampuan mendengar dapat dicapai
walaupun tidak sepenuhnya sehingga saat ini anak yang tuna rungu belum tentu tuna
wicara. Akan tetapi kemampuan mendengar anak tuna rungu dengan menggunakan
ABD harus disertai dengan pemilihan ABD yang tepat dan rangkaian terapi wicara
sedini mungkin. Kepedulian orang-orang di sekitarnya juga sangat mempengaruhi
perkembangan kemampuan bicara anak tuna rungu, perlakuan selayaknya anak normal
yang mendengar harus diberikan pada anak tuna rungu, seperti berbicara dua arah
dengan intonasi dan kosa kata yang tidak dikurangi akan memberikan pengaruh baik
bagi perkembangan berbicara anak tuna rungu. Pemilihan ABD yang tepat memerlukan
tenaga audiologis yang kompeten, konsultasi dan pengecekan ABD secara berkala
sangat dibutuhkan sehingga kualitas suara dari ABD yang dihasilkan selalu dalam
kondisi baik.
Implikasi
Terus berkembangnya teknologi Alat Bantu Dengar memberikan pengaruh yang
sangat signifikan terhadap penderita gangguan pendegaran. Karya tulis ini dibuat
dengan harapan agar teknologi ABD khususnya dan teknologi lainnya pada umumnya
terus menjadi perhatian kita semua.
33
Daftar Pustaka
Bauman, phD, N., 2014. the Hearing Aids of Yesteryear A Brief HiStOrY Of HeAriNg
AiDS frOM tHeN tO NOW. Allied Hear. Health Mag.
Frangulov, A., Rehm, H., Margaret, K., 2004. Common Causes of Hearing Loss, for
Parents and Families. Harv. Med. Sch. Cent. Hered. Deaf.
Gwinner, N., n.d. Your VA Hearing Aid.
Hernawati, T., 2007. PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA DAN
BERBICARA ANAK TUNARUNGU. Jassi Anakku 7, 101110.
Mourtou, E., Meis, M., 2012. Hearing Aids Communication Integrating Social
Interaction, Audiology and User Centered Design to Improve Communication
with Hearing Loss and Hearing Technologies, Introduction to audiology: Some
basics about hearing loss, hearing technologies and barriers to hearing aid use.
Verl. Fr Gesprchsforschung.
NURAHMI RINALTI A, R., n.d. Fisiologi Pendengaran.
Shemesh Ph.D, R., 2010. Hearing Impairment: Definitions, Assessment and
Management. Cent. Int. Rehabil. Res. Inf. Exch. CIRRIE.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-00201-ds%20bab%202.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196912052001121SETYO_WAHYU_WIBOWO/Ketulianx.pdf
http://www.voaindonesia.com/content/tim-peneliti-as-tuli-bawaan-bisa-diatasi-denganterapi-gen/1452543.html
http://dimas-am.blogspot.co.id/2015/01/mengenal-sejarah-alat-bantu-dengar_4.html
https://pusatalatbantudengarmelawai.wordpress.com/2011/06/28/sejarah-alat-bantudengar-%E2%80%93-perjalanan-untuk-mendengar/
http://alatbantudengartangerang.blogspot.co.id/2013/03/ear-wax-museum-sejarah-alatbantu-dengar.html