Anda di halaman 1dari 39

Makalah Sistem Muskuloskeletal

ASUHAN KEPERAWATAN
RHEUMATOID ARTHRITIS
O
L
E
H
KELOMPOK 2
1. Frangki Suleman
2. Anisa Antu

3. Rekawandri Hermanto
4. Eka Fukun Hasan

5. Tiansi Oktaviani Usman


6. Novita Zakaria
KELAS C
SEMESTER 5

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS OLAHRAGA KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya serta kemudahan yang telah diberikan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Penyakit
Rheumatoid Arthritis.
Mengingat bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari berbagai
pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini, baik langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu kami.
Kami menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan perbaikan makalah selanjutnya.
Demikian harapan kami, semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.

Gorontalo,

September 2016

Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR
................................................................................................................
i
DAFTAR
ISI
................................................................................................................
ii
BAB I : PENDAHULUAN
A

Latar
Belakang
................................................................................................

1
Rumusan
Masalah
................................................................................................

2
Tujuan
................................................................................................
3

BAB II : KONSEP MEDIS


A. Pengertian
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
4
B. Etiologi
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
5
C. Manifestasi
Klinis
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
6
D. Patofisiologi
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
7
E. Komplikasi
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
11
F. Pemeriksaan
Diagnostik
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
12
G. Penatalaksanaan
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
13

BAB III : KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
16
B. Diagnosa
Keperawatan
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
20
C. Rencana
Asuhan
Keperawatan
Rheumatoid
Arthritis
........................................................................................................
21
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan
........................................................................................................
34
B. Saran
........................................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia
lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.Keadaan demikian itu tampak pula
pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan
kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan
penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan
muskuloskeletal

terutama

adalah

osteoartritis

(American

College

of

Rheumatology, 2012).
Kejadian

penyakit

tersebut

akan

makin

meningkat

sejalan

dengan

meningkatnya usia manusia. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot,


hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak
dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua
fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami
atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai
sekarang

belum

sepenuhnya

dapat

dimengerti

(American

College

of

Rheumatology, 2012).
Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan nyeri,
kekakuan, pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak sendi.
Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil di
tangan dan kaki cenderung paling sering terlibat. Pada rheumatoidarthritis
kekakuan paling sering terburuk di pagi hari. Hal ini dapat berlangsung satu
sampai dua jam atau bahkan sepanjang hari. Kekakuan untuk waktu yang lama di
pagi hari tersebut merupakan petunjuk bahwa seseorang mungkin memiliki
rheumatoid arthritis, karena sedikit penyakit arthritis lainnya berperilaku seperti
ini. Misalnya, osteoarthritis paling sering tidak menyebabkan kekakuan pagi yang
berkepanjangan (American College of Rheumatology, 2012).
1

Penyakit arthritis bukan penyakit yang mendapat sorotan seperti penyakit


hipertensi, diabetes atau AIDS, namun penyakit ini menjadi masalah kesehatan
yang cukup mengganggu dan terjadi dimana-mana. Rheumatoid arthritis adalah
bentuk paling umum dari arthritis autoimun, yangmempengaruhi lebih dari 1,3
juta orang Amerika. Dari jumlah tersebut, sekitar 75% adalah perempuan. Bahkan,
1-3% wanita mungkin mengalami rheumatoid arthritis dalam hidupnya. Penyakit
ini paling sering dimulai antaradekade keempat dan keenam dari kehidupan.
Namun, rheumatoid arthritisdapat mulai pada usia berapa pun (American College
of Rheumatology, 2012).
Gangguan yang terjadi pada pasien rheumatoid arthritis lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien.
Kebanyakan penyakit rheumatoid arthritis berlangsung kronis yaitu sembuh dan
kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi
secara menetap. Rheumatoid arthritis dapat mengancam jiwa pasien atau hanya
menimbulkan gangguan kenyamanan. Masalah yang disebabkan oleh penyakit
rheumatoid arthritis tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada
mobilitas dan aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas
yang dapat menimbulkan kegagalan organ. Rheumatoid arthritis dapat
mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra
diri serta gangguan tidur. Dengan demikian hal yang paling buruk pada penderita
rheumatoid arthritis adalah pengaruh negatifnya terhadap kualitas hidup. Bahkan
kasus rheumatoid arthritis yang tidak begitu parah pun dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kemampuan seseorang untuk produktif dan melakukan kegiatan
fungsional sepenuhnya. Rheumatoid arthritis dapat mengakibatkan tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari seutuhnya (Gordon, 2010).
B. Rumusan Masalah
1) Apa definisi dan klasifikasi dari Rheumatoid Arthritis ?
2) Apa etiologi dari Rheumatoid Arthritis ?
3) Apa sajaa klsifikasi pada penyakit Rheumatoid Arthritis ?
4) Bagaimana manifestasi klinis dari Rheumatoid Arthritis ?
5) Bagaimana patofisiologi dari Rheumatoid Arthritis ?
6) Bagaimana komplikasi dari Rheumatoid Arthritis ?

7) Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Rheumatoid Arthritis ?


8) Bagaimana penatalaksanaan dari Rheumatoid Arthritis ?
9) Apa saaja yang haarus dikaji pada penderita Rheumatoid Arthritis ?
10) Apa saja diagnosa keperwatan yang muncul pada penyakit Rheumatoid
Arthritis?
11) Bagaimana rencana asuhan keperawatan pada penderita Rheumatoid
Arthritis ?
C. Tujuan
1) Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari Rheumatoid Arthritis
2) Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari Rheumatoid Arthritis
3) Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis dari Rheumatoid
Arthritis
4) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari Rheumatoid Arthritis
5) Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari Rheumatoid Arthritis
6) Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang dari Rheumatoid
Arthritis
7) Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari Rheumatoid
Arthritis
8) Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian pada pendrita Rheumatoid
Arthritis
9) Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa keperawatan yang muncul pada
penyakit Rheumatoid Arthritis
10) Mahasiswa mampu menjelaskan rencana asuhan keperawatan pada
penderita Rheumatoid Arthritis

BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang
berartisendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti

radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun


dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2010).
ReumatoidArtritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun (penyakit yang
terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang
mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini
menyerang persendian dan anggota gerak. Penyakit ini menimbulkan rasa nyeri
dan kaku pada sistem muskuloskeletal yang terdiri dari sendi, tulang, otot, dan
jaringan ikat. RA dapat menyerang hampir semua sendi, tetapi yang paling sering
adalah sendi di pergelangan tangan, buku-buku jari, lutut, dan engkel kaki. Sendisendi lain yang mungkin diserang termasuk sendi di tulang belakang, pinggul,
leher, bahu, rahang, dan bahkan sambungan antar tulang sangat kecil di telinga
bagian dalam (Price & Wilson, 2014).
Meskipun sangat jarang terjadi, namun pada kasus tertentu RA juga dapat
menimbulkan kematian jika tidak ada upaya dalam mengobati terutama jika
penderita telah mengidap rematik hingga berbulan-bulan atau sampai bertahuntahun. Satu hal yang perlu diwaspadai yaitu jika rematik tidak segera diobati
dengan baik dan benar, maka akan berisiko menimbulkan kecacatan seperti
kerusakan sendi dan yang lebih parah dapat menimbulkan kelumpuhan (Smeltzer
& Bare, 2013)

B. Etiologi
Penyebab pasti rheumatoid arthritis tidak diketahui, diperkirakan merupakan
kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi.
Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma
dan virus. ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang
menderita rheumatoid arthritis yaitu :
1. Faktor genetik

Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya


rheumatoid arthritis sangat terkait dengan faktor genetik. Delapan puluh
persen

orang

kulit

putih

yang

menderita

rheumatoid

arthritis

mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 pada MHC yang terdapat di


permukaan sel T. Pasien yang mengekspresikan antigen HLA-DR4 3,5 kali
lebih rentan terhadap rheumatoid arthritis.
2. Usia dan jenis kelamin
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita daripada
laki-laki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini diasumsikan karena
pengaruh dari hormon namun data ini masih dalam penelitian. Wanita
memiliki hormon estrogen sehingga dapat memicu sistem imun. Onset
rheumatoid arthritis terjadi pada orang-orang usia sekitar 50 tahun.
3. Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah
terinfeksi secara genetik. Virus merupakan agen yang potensial memicu
rheumatoid arthritis seperti parvovirus, rubella, EBV, borellia burgdorferi.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu rheumatoid arthritis
seperti merokok. Ada beberapa teori penyebab rheumatoid arthritis antara
lain infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus,
endokrin, autoimun, metabolik dan faktor genetik serta faktor pemicu
lainnya. Pada saat ini, rheumatoid arthritis diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor
infeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup
difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi
penderita(Price & Wilson, 2014).
C. Manifestasi Klinis
Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat
peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika
jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara
spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan
atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya
merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali.

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi,
kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan.
Kekakuanotot dan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga
manifestasi

klinis

rheumatoid

arthritis

sangat

bervariasi

dan

biasanya

mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan,


panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik
untuk rheumatoid arthritis. Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah
capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia.(Smeltzer & Bare,
2013).
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah mulai pada persendian
kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian,
lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat
teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30
menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika ditinjau dari
stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,
bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap (Nurarif & Kusuma, 2015).
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit
yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi
yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak,
tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melindungi sendi
tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat

menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas


dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang
tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare,
2013).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi
pada lanjut usia yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan
kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada
jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa
hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat
menyebabkan demam, dapat terjadi berulang (Smeltzer & Bare, 2013).
D. Patofisiologi
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan
komponen self dan non-self. Kasus rheumatoid arthritis sistem imun tidak mampu
lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan sinovial serta jaringan
penyokong lain. Inflamasi berlebihan merupakan manifestasi utama yang tampak
pada kasus rheumatoid arthritis. Inflamasi terjadi karena adanya paparan antigen.
Antigen dapat berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen
endogen. Paparan antigen akan memicu pembentukan antibodi oleh sel B.
Pada pasien rheumatoid arthritis ditemukan antibodi yang dikenal dengan
Rheumatoid Factor (RF). Rheumatoid Factor mengaktifkan komplemen kemudian
memicu kemotaksis, fagositosis dan pelepasan sitokin oleh sel mononuklear
sehingga dapat mempresentasikan antigen kepada sel T CD4 + . Sitokin yang
dilepaskan merupakan sitokin proinflamasi dan kunci terjadinya inflamasi pada
rheumatoid arthritis seperti TNF-, IL-1 dan IL-6. Aktivasi sel T CD4 + akan
memicu sel-sel inflamasi datang ke area yang mengalami inflamasi. Makrofag
akan melepaskan prostaglandin dan sitotoksin yang akan memperparah inflamasi.
Protein vasoaktif seperti histamin dan kinin juga dilepaskan yang menyebabkan
edema, eritema, nyeri dan terasa panas. Selain itu, aktivasi makrofag, limfosit dan
fibroblas juga dapat menstimulasi angiogenesis (pembentukan pembuluh darah

baru) sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada sinovial


penderita RA.
Inflamasi kronis yang dialami pasien rheumatoid arthritis menyebabkan
membran sinovial mengalami proliferasi berlebih yang dikenal dengan pannus.
Pannus akan menginvasi kartilago dan permukaan tulang yang menyebabkan erosi
tulang dan akhirnya kerusakan sendi.
Proses awalnya, antigen (bakteri, mikroplasma atau virus) menginfeksi sendi
akibatnya terjadi kerusakan lapisan sendi yaitu pada membran sinovial dan terjadi
peradangan yang berlangsung terus-menerus. Peradangan ini akan menyebar ke
tulang rawan, kapsul fibroma sendi, ligamen dan tendon. Kemudian terjadi
penimbunan sel darah putih dan pembentukan pada jaringan parut sehingga
membran sinovium menjadi hipertrofi dan menebal. Terjadinya hipertrofi dan
penebalan ini menyebabkan aliran darah yang masuk ke dalam sendi menjadi
terhambat. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan terjadinya nekrosis (rusaknya
jaringan sendi), nyeri hebat dan deformitas (Price & Wilson, 2014).

Pathway

Autoimun

Terjadi proses fagositosis


oleh magrofag

Histamin dan kirin,

Menstimulasi
angiogenesis
(pembentukan
pembuluh darah
baru)

Prostaglandin
sitotoksin

Reaksi
Inflamasi

Proliferasi membran
sinofial yang
berlebihan (Panus)

Ansietas

Edema,
Eritema
,Nyeri,Panus
Nyeri
Akut

Peningkatan
vaskulalisasi pada
membran sinofial

Menginvasi
kartilago dan
permukaan
tulang

Nodul

Gangguan
Citra Tubuh
Menyebabka
n erosi tulang

Kerusakan
sendi

Tendon dan ligamen


melemah

Menyebabkan
kerusakan kartilago
dan tulang

Hambatan mobilitas
fisik

Hilangnya kekkuatan
otot

Resiko jatuh

10

E. Komplikasi
Rheumatoid arthritis adalah sebagai penyakit sistemik, peradangan dapat
mempengaruhi organ dan bagian tubuh selain sendi, meliputi:
a. Peradangan kelenjar mata dan mulut dapat menyebabkan kekeringan pada
daerah-daerah dan disebut sebagai sindrom Sjgren. Kekeringan mata
dapat menyebabkan abrasi kornea.
b. Peradangan bagian putih mata (sklera yang) disebut sebagai scleritis dan
bisa sangat berbahaya bagi mata.
c. Peradangan arthritis pada selaput paru-paru (pleuritis) menyebabkan nyeri
dada dengan pernapasan dalam, sesak napas , atau batuk . Jaringan paruparu itu sendiri juga dapat menjadi meradang, bekas luka, dan kadangkadang nodul peradangan (nodul rematik) berkembang dalam paru-paru.
d. Peradangan jaringan (perikardium) yang mengelilingi jantung, yang
disebut pericarditis , dapat menyebabkan nyeri dada yang biasanya terjadi
ketika berbaring atau bersandar ke depan. Rheumatoid arthritis dikaitkan
dengan risiko peningkatan untuk serangan jantung .
e. Penyakit rematik dapat mengurangi jumlah sel darah merah ( anemia ) dan
sel darah putih. Penurunan sel darah putih dapat dikaitkan dengan
pembesaran limpa (disebut sebagai sindrom Felty ) dan dapat
meningkatkan risiko infeksi.
f. Risiko kelenjar getah bening kanker (limfoma) lebih tinggi pada pasien
dengan rheumatoid arthritis, terutama pada mereka dengan peradangan
sendi aktif berkelanjutan. Benjolan perusahaan di bawah kulit ( nodul
rematik ) dapat terjadi sekitar siku dan jari-jari di mana ada tekanan sering.
Meskipun nodul ini biasanya tidak menimbulkan gejala, kadang-kadang

11

mereka bisa menjadi terinfeksi. Saraf dapat menjadi terjepit di pergelangan


tangan menyebabkan sindrom carpal tunnel.
g. Komplikasi serius yang jarang terjadi adalah peradangan pembuluh darah (
vaskulitis ). Vaskulitis dapat mengganggu suplai darah ke jaringan dan
menyebabkan kematian jaringan ( nekrosis ). Hal ini paling sering awalnya
terlihat sebagai area hitam kecil di sekitar tempat tidur kuku atau sebagai
borok di kaki (Longo, 2012).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis
reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal
sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama
globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi,
lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid,
penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu,
tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk
menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga
menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus
eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis.
Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang
positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya
usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat
memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang
bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100
mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah
dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat
menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya
pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan

12

anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali
juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat
untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons
terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning
muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid
cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih
meningkat mencapai 15.000 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan
menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan
biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus
untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya : gambaran
immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta RoseWahler test.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi
mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi
karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan
penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara
radiologik

didapati

adanya

tanda-tanda

dekalsifikasi

(sekurang-

kurangnya) pada sendi yang terkena (Nurarif & Kusuma, 2015)


G.

Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
a. Farmakologi
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin
untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk
mengurangi

inflamasi,

pemberian

corticosteroid

sistemik

untuk

memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk


menghambat proses autoimun.
2. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah
mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis

13

untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk


mengganti sendi
b. Non Farmakologi
1. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan
hal penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang
terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu
dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus
diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot
dan pergerakan sendi.
2. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek
analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih
efektive daripada kompres dingin.
3. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur
dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat
dalam minyak ikan.Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk
pengganti daging, memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam
urat

dan

mengurangi

inflamasi.Hindari

makanan

yang

banyak

mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol, ikan anchovy,


sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur,
bayam, asparagus, dan kembangkol karena dapat menyebabkan
penimbunan asam urat dipersendian.
4. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang
5.

terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi.


Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai
dan mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi
peradangan pada sendi. Adapun syaratsyarat diet atritis rheumatoid
adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan
disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Ratarata
asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 2 L/hari, karbohidrat dapat

14

diberikan lebih banyak yaitu 65 75% dari kebutuhan energi total.


(Nurarif & Kusuma, 2015).

15

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Penyakit sistem muskuloskeletal bisa bermanifestasi sebagai nyeri (khususnya pada
sendi), deformitas, pembengkakan, mobilitas berkurang, fungsi menurun (misalnya tak dapat
berjalan), gambaran sistemik seperti ruam atau demam.
1. Riwayat penyakit

a. Riwayat penyakit dahulu


Adakah riwayat kelainan sendi atau tulang sebelumya?
Pernahkah pasien menjalani operasi seperti penggantian sendi?
b. Penyelidikan fungsional
1) tinggi badan, berat badan, postur tubuh, dan gaya berjalan memberikan data
dasar yang dapat mengindikasikan adanya kerusakan otot, obesitas atau edema.
2) Aktivitas dan pola istirahat, dulu dan sekarang, harus dicatat. Seseorang yang
tidak pernah berolahraga atau diikutsertakan dalam aktivitas mungkin memiliki
kesukaran dalam memulai suatu program latihan di usia lanjut, terutama jika
aktivitas tersebut sulit atau menyakitkan.
3) Pengkajian diet termasuk asupan kalsium dan vitamin D. Obesitas dan
malnutrisi dapat mempengaruhi mobilitas dan kekuatan otot. Obesitas menjadi
faktor predisposisi bagi lansia untuk mengalami ketidakstabilan ligament,
terutama pada daerah punggung bagian bawah dan sendi-sendi lain yang
menahan berat tubuh.
4) Kombinasi mobilitas, kekuatan, dan keseimbangan menentukan kemampuan
fungsional klien tersebut. Pengkajian mobilitas mengikutsertakan beberapa
aspek mobilitas dan kemampuan fungsional.
5) Cedera pada masa lalu misalnya fraktur tulang pinggul) dapat mengindikasikan
adanya suatu kondisi osteoporosis. Riwayat nyeri sendi dan kekakuan,
kelemahan, atau keletihan sering dihubungkan dengan adanya osteoarthritis dan
arthritis rematoid. Nyeri punggung dan parestesia atau rasa kesemutan pada
ekstremitas bawah mungkin merupakan gejala degenerasi diskus vertebral atau
intervertebral pada daerah lumbal.
Daftar cedera-cedera ringan atau berat pada sistem musculoskeletal harus
termasuk kondisi-kondisi yang dihungbungkan dengan cedera, evaluasi,
diagnostik, metode dan jangka waktu pengobatan, status cedera saat ini,

16

kebutuhan untuk alat bantu, dan setiap hal yang mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari.
6) Pertanyaan spesifik tentang

praktik

keamanan

klien

ketika

mereka

berhubungan dengan lingkungan pekerjaan, pengaturan tempat tinggal,


keamanan dari berbagai bahaya dan alat bantu untuk menjamin keamanaan
dirumah, rekreasi, dan olah raga harus diminta pada klien untuk
mengidentifikasi masalah dan mengarahkan pendidikan kesehatan klien.
c. Obat-obatan
Tanyakan pada pasien mengenai analgesic, OAINS, kortikosteroid, imunosupresan
lain, penisilamin, dan klorokuin
d. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi
apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia
merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan
sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep
diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

17

2. Pengkajian Fisik
a. Aktifitas /istirahat
Gejala : nyeri sendi karena pergerakan , nyeri tekan, yang memburuk dengan stress
pada sendi kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan
simetri. Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktifitas
istirahat, dan pekerjaan
Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan hebat
Tanda : malaise, keterbatasan rentang gerak, artrofi otot, kulit, kontraktur/ kelainan
pada sendi dan otot
b. Kardiovaskuler
Gejala : fenomena raynaud jari tangan/kaki, misal pucat intermitten, sianotik
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal
c. Integritas ego
Gejala : faktor faktor stress akut/ kronis, misalnya finansial, pekerjaan, ketidak
mampuan, keputusasaan dan ketidak berdayan
d. Makanaan / cairan
Gejala : ketidak mampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makan/ cairan
adekuat, mual, anoreksia, dan kesulitan untukmengunyah.
Tanda : penurunan berat badan, dan membran mukosa kering
e. Higiene :
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktifitas perawatan pribadi secara
mandiri , ketergsntungan pada orang lain
f. Neurosensori
Gejala : kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensai pada jari tangan
Tanda : pembengkakan sendi simetris
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jaringan lunak pada
sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari)
h. Kenyamanan
Gejala : kulit mengilat, tegang: nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan
dalam menangani tugas / pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap,
kekerigan pada mata, dan membran mukosa.

18

i. Interaksi sosial
Gejalan : kerusakan interaksi dengan keluarga / orang lain , perubahan peran, isolasi

3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial

Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)

Catat bila ada krepitasi

Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan

c. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral

Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang

Ukur kekuatan otot

d. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya


e. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Faktor reumatoid : positif pada 80%-95% kasus
b. Fiksasi lateks : positif pada 75% dari kasus-kasus khas
c. Reaksi-reaksi aglutinasi : positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas
d. LED : umumnya meningkat pesat (80-100mm/h). Mungkin kmbali normal sewaktu
e.
f.
g.
h.

gejala-gejala meningkat.
Protein C-reaktif : positif selama masa eksaserbasi
SDP : meningkat pada waktu timbul proses inflamasi
JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang
Ig (IgM dan IgG) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai

penyebab AR
i. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal)
berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan
j. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium.
k. Atroskopi langsung : visualisasi dari area yang menunjukkan iregularitas/degenerasi
tulang pada sendi.
l. Aspirasi cairan sinovial : mumkin mnunjukkan volume yang lebih besar dari
normal; buram;berkabut; munculnya warna kuning; (respon inflamasi, perdarahan,

19

produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi SDP dan laukosit, penurunan


viskositas dan komplemen (C3 dan C4)
m. Biopsi membran sinoval : menunjukkan perubahan inflamasi dan berkembang panas
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut (00132) Domain 12 : kenyamanan, kelas 1 : kenyamanan fisik
2. Hambatan mobilitas fisik (00085) Domain 4 : aktivitas istirahat, kelas 2 :
aktivitas/olahraga
3. Resiko jatuh (00155) Domain 11 : keamanan/perlindungan, kelas 2 : cedera fisik
4. Gangguan citra tubuh (00118) Domain 6 : persepsi diri, kelas 3 : citra tubuh
5. Ansietas (00146) Domain 9 : koping/toleransi stres, kelas 2 : respons koping

20

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


6.
N

7. DIAGNOSA

8. TUJUAN DAN

KEPERAWATAN

11.

12. Nyeri Akut (00132)

13. Domain

12

KRITERIA HASIL

1. Tingkat Kenyamanan
2. Pengendalian Nyeri
14. Kelas
1: 3. Tingkat Nyeri
24.
(Kenyamanan Fisik)
25. Tujuan
:
setelah
15. Definisi :
dilakukan
intervensi
16. Pengalaman sensori
keperawatan
selama
dan emosional yang
.x 24 jam diharapkan
tidak menyenangkan
nyeri
pasien
yang muncul akibat
berkurang/hilang
kerusakan jaringan
26.
yang actual atau
27. Krieria hasil :
28. Pasien akan:
potensial
atau
29. -Melaporkan
nyeri
digambarkan dalam
hilang/ terkontrol
hal
kerusakan
(International

rupa

30. -Menunjukkan
penggunaan

10. RASIONAL

KEPERAWATAN

23. NOC

(Kenyamanan)

sedemikian

9. INTERVENSI

31. Obervasi
1. lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kwalitas dan factor
presifitasi
2. observasi reaksi nonverbal
dari ketidak nyamanan
3. gunakan tehnik komunikasi

39.
Observasi
1.Untuk mengetahui
pengkajian nyeri secara
komprehensif pada lokasi
yang terdapat nyeri
2.Mengamati reaksi klien
secara tidak langsung
untuk megetahui ketidak
nyaman pasien
3.Menanyakan apakah nyeri
pasien itu nyeri berat atau

terapeutik untuk mengetahui

nyeri ringan
4.Menanyakan
kembali apa
pengamalaman nyeri pasien
4. kaji kultur yang
ada perubahan nyeri
mempengaruhi respon nyeri
tersebut
5. evaluasi bersama pasien dan 5.Untuk membantu pasien dan
tim kesehatan lain tentang
keluarganya untuk
ketidak efektifan control
nyeri masa lampau
6. kontrol lingkungan yang
21

mendapatkan dukungan
untuk mengatasi nyeri

Association For The

ketrampilan

Study

dan aktivitas hiburan

of

Pain);

relaksasi

dapat meempengaruhi nyeri


seperti suhu ruangan,

awitan yang tiba-tiba

pencahayan, dan kebisingan

atau

32.

lambat

intensitas

dari
ringan

33. Mandiri

hingga berat dengan

1. lakukan kompres panas atau

akhir yang dapat di

dingin.
2. Lakukan pengkajian nyeri

antisipasi

atau

prediksi

di
dan

berlangsung

secara komphrensif.
3. Gunakan sprei yang

<6

halus/katun; minyak kelapa;

bulan.
17.

minyak mandi(alpha keri)..


34.

18. Batasan

35. Health Education

Karakteristik :
1. Mengepresikan perilaku

1. Ajarkan teknik relaksasi


2. Intruksikan pasien untuk
menginformasikan kepada

(misalnya

gelisah,

merengek,

menangis,

waspada,

iritabilitas,

tidak dapat dicapai


3. Informasikan kepada pasien

mendesak).
2. Masker wajah (misalnya

tentang prosedur yang dapat

perawat jika peredaan nyeri

meningkatkan nyeri dan

mata kurang bercahaya,

tawarkan strategi kopping

tampak kacau, gerakan

tersebut
6.menyediakan tempat atau
lingkungan yang nyaman
40.
41. Mandiri
1. melakukan pemberian
kompres panas dan
dingin, untuk
mengurangi rasa nyeri..
2. untuk mengetahui
apakah nyerinya
berkurang atau tidak.
3. Berikan sperei/katun,
minyak kelapa dll untuk
pasien
42.
43. Health Education
1. Berikan pengetahuan
tentang tehnik relaksasi
kepada pasien untuk
meredahkan nyeri.
2. Beritahukan kepada
pasien untuk
memberikan informasi

22

mata

berpencar

atau

yang disarankan
36.

tetap pada satu focus,

kepada perawat apabila


peredaaan nyeri belum

37. Kolaborasi

meringis)
3. Sikap melindungi area

1. Kolaborasi dengan dokter

nyeri
4. Indikasi nyeri yang dapat

dalam pemberian obat anti


nyeri.
2. Bantu apsien dan keluarga

diamati
5. Perubahan posisi untuk

untuk mencari dan

menghindari nyeri
6. Sikap tubuh melindungi
7. Melaporkan nyeri secara

38.

nyeri dan berikan

44.
45. Kolaborasi
1. Diskusikan dengan
dokter dalam

Berhubungan:

pemberianaan obat anti

21. Agens cedera (mis

nyeriMembantu pasien

biologis, zat kimia,

dan keluarga dalam

fisik, psikologis)
56. NOC

60. NIC

menemukan dukungan
46.
65. Observasi

Ambulasi
Keseimbangan
Performa
mekanik

61. Observasi

1. Agar

22.
48. Hambatan
mobilitas

fisik

(00085)
49. Domain

yang akan meningkatkan

pasien yang di sarankan.

20. Faktor yang

pasien tentang tindakan

strategi koping pada

menemukan dukungan.

verbal
19.

47.

teratasi
3. Beritahukan kepaa

aktivitas/ istirahat

1. Memonitoringvital
sebelum

tubuh

atau

sign

sesudah

latihan dan lihat respon


23

dapat

menentukan
intervensi yang aka
di berikan

50. Kelas 2 : aktivitas /


latihan
51. Definisi
52. Keterbatasan
pergerakan

pada
fisik

tubuh atau satu atau


lebih

ekstermitas

secara mandiri dan


terarah
53. Batasan
karakteristik
1. Kesulitan membolak
balik posisi.
2. Keterbatasan
kemampuan

Pergerakan

pasien saat latihan


2. Kaji kemampuan pasien

terkoordinasi
Peregerak sendi
Fungsi skeletal

dalam mobilitas

dilakukan

tindakan...x24
diharapkan
mobilitas

klien

menggunakan

jam

untuk
tongkat

saat berjalan dan cegah

hambatan

terhadap cidera

fisik dapat

1. Ajarkan
bagaimana

1. Klien meningkat dalam

posisi

aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari

bantuan jika diperlukan

dan

merubah
berikan

64. Kolaborasi :
1. Konsultasikan

perasaan

keterampilan

meningkatkan kekuatan

rencana ambulasi sesuai

dari

kebutuhan

melalukan
kemampuan

dalam
kemampuan

berpindah
4. Memperagakan

fisik

1. Untuk
mempertahankan
sendi

67. Health aducation


1. Meningkatkan
kepercayaan diri dan
mengurangi
kecemasan klien

dengam

melakukan
motorik halus
3. Keterbatasan

terapi

66. Mandiri

sesuai kemampauan.
pasien

59. Kriteria hasil

peningkatan mobilitas
3. Menverbalisasikan

melakukan

fleksibilitas

63. Health aducation:

diatasi

klien

aktifitas

1. Bantu

58. Setelah

kemampuan
dalam

62. Mandiri

57. Tujuan :

2. Mengetahui tingkat

tentang

68. Kolaborasi
1. Kemampuan
mobilisasi
ekstermitas

dapat

ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim

penggunaan alat

fisioterapi

melakukan
24

keterampilan
motorik kasar
4. Keterbatasan rentang
pergerakan sendi
5. Ketidakstabilan
postur
6. Pergerakan lambat.
54.
55. Factor

yang

berhubungan:
69.
3

1. Hambatan fisik.
70. Resiko jatuh
(00155)
71. Domain : 11

77. NOC

84. NIC

97. Rasional

Trauma risk for


Injury risk for

85. Fall prevention

98. Observasi :

86. Observasi

1. Untuk mengetahui

keamanan /

78. Kriteria hasil :

perlindungan

1. Keseimbangan :

1. Mengidentifikasi defisit
kognitif atau fisik pasien

72. Kelas 2 : cedera fisik

kemampuan untuk

yang dapat meningkatkan

73. Definisi :

mempertahankan

potensi jatuh dalam

peningkatan
kerentanan untuk
jatuh yang dapat
menyebabkan
bahaya fisik

ekuilibrium
2. Gerakan terkoordinasi :

lingkungan tertentu
2. Mengidentifikasi perilaku

kemampuan otot untuk


bekerja sama secara
volunter untuk

dan faktor yang


mempengaruhi resiko jatuh
3. Mengidentifikasi
karakteristik lingkungan

melakukan pergerakan
25

keadaan pasien dan


penyebab potensi
jatuh
2. Untuk
mengantisipasi agar
klien terhindardari
jatuh
3. Untuk
meminimalkan
keadaan lingkungan

74. Factor resiko


1. Dewasa
-

Usia 65 tahun atau


lebih

Riwayat jatuhh

Tinggal sendiri

Prosthesis
ekstermitas bawah

Penggunaan alat
bantu
(mis.,walker,tongkat
)

Penggunaan kursi
roda

2. Anak
-

Usia dua tahun atau


kurang

Tempat tidur yang


terletak didekat
jendela

Kurang pengawasan
orang tua

yang bertujuan
3. Perilaku pencegahan.
79. Jatuh : tindakan

meminimalkan faktor

yang menjadi

potensi untuk jatuh

penyebab resiko

(misalnya lantai yang licin

individu atau pemberi


asuhan untuk

yang dapat meningkatkan

dan terbuka)
87.
4. Memantau kemampuan

resiko yang dapat

untuk mentransfer pasien

meminimalkan faktor

dari tempat tidur ke kursi

resiko yang dapat

dan demikian pula

memicu jatuh

sebaliknya
88.

dilingkungan individu
4. Kejadian jatuh : tidak
ada kejadian jatuh
5. Pengetahuan :
pemahaman
pencegahan jatuh

89. Mandiri
5. Menandai ambang pintu dan
tepi langkah, sesuai
kebutuhan
6. Hapus dataran rendah

pengetahuan :
keselamatan anak fisik
6. Pengetahuan :
keamanan pribadi
7. Pelanggaran

perabotan yang
menimbulkan bahaya
tersandung
7. Anjurkan pasien untuk

perlindungan tingkat
kebingungan akut
8. Gerakan tekoordinasi

keadaan fisik pasien


99. Mandiri :
5. Agar pasien mudah
melakukan aktifitas
6. Agar klien mudah
melakukan aktifitas
dirumah tanpa
mengalami jatuh
7. agar pasien dapat
melihat dan sebagai
antisipasi
keselamatan
8. Untuk memudahkan
pasien dalam
melihat
9. Untuk memberikan

memakai kacamata, sesuai,

penerangan yang

ketika keluar dari tempat

lebih kecil dan

tidur
8. Memberikan pencahayaan
26

jatuh
4. Untuk mengetahui

mudah di jangkau
10. Agar pasien lebih

3. Kognitif
75.

Penurunan

status mental
4. Lingkungan
-

lingkungan yang
tidak terorganisir

Ruang yang
memiliki cahaya
redup

Tidak ada meteri ani

9. Kejadian terjun
10. Mengasuh keselamatan
fisik remaja
11. Mengasuh : bayi /
balita
80. Keselamatan fisik
12. Perilaku keselamatan

resiko
14. Pengendalian resiko
15. Pengendalian resiko :

Kondisi cuaca
(mis.,lantai basah,es)

5. Medikasi
-

Penggunaan alkohol
Inhibitor enzyme
pengubah
Agen anti ansietas

Agens anti
hipertensi

Deuretik

untuk meningkatkan
keselamatan
90.
91.

keparahan
20. Integritas jaringan :

dan sebagai
antisipasi
100.

Health

education :
11. Untuk
meningkatkan
pengetahuan supaya

92. Health Education :

pasien dan keluarga

11. Instruksikan keluarga pada


pentingnya pegangan untuk

matahari
16. Deteksi resiko
17. Lingkungan rumah

angiostensin
-

di samping tempat tidur


10. Sarankan adaptasi rumah

pencahayaan sinar

aman
18. Aman berkeliaran
19. Zat penarikan

tahu keadaan sekitar

meningkatkan visibilitas
9. Menyediakan lampu malam

pribadi
13. Keparahan cedera

slip di kamar mandi


-

yang memadai untuk

kamar mandi, tangga, dan


trotoar
93.
94.
95.
Kolaborasi
12. Lembaga program latihan
rutin fisik yang meliputi

kulit dan membran

berjalan
96.

mukosa
21. Perilaku kepatuhan visi
81.
82.
27

lebih kooperatif
101.

Kolaborasi :

12. Untuk
meningkatkan
pengetahuan dan
mengembalikan
kondisi fisik yang
baik
102.

Hipnotik

Narkotik

Obat penenang

Antidepresan

83.

trisiklik
6. Fisiologis
-

Sakit akut

Anemia

Penurunan kekuatan
ekstermitas bawah

Kesulitan gaya
berjalan

Gangguan
keseimbangan

Neuropati

Hipotensi ortostatisk

Kondisi
postoperative

103.

Penyakit vaskuler

Kesulitan melihat

76.
104.

Gannguan

114.

NOC

123.
28

. NIC :

128.

Rasional :

Citra Tubuh
(00118)
105.

Domain 6 :

persepsi/kognisi
106.

Kelas 3 :

124.
1. Boddy image
2. Self esstem
115.
116.

konfusi dalam

diharapkan gangguan

gambaran mental

citra tubuh dapat

tentang diri-fisik

teratasi

individu

118.

110.

Batasan

karakteristik :

Perilaku mengenali

tubuh individu
Mengungkapkan
perasaan yang

kelompok kecil
125.

keluarga dengan aktif


2. Berikan perawatan

Kriteria hasil :

Klien dapat

dengan cara yang tidak

mengidentifikasi

menghakimi, jaga privasi

kekuatan personal
Klien dapat mengenali

dan martabat klien


3. Hati-hati dengan ekspresi

perubahan actual pada

wajah anda ketika

penampilan tubuh
Klien dapat

merawat klien dengan

menunjukan

perubahan pandangan

penerimaan penampilan
Klien dapat

Mandiri :

1. Dengarkan klien dan

mencerminkan
tentang tubuh individu

verbal klien terhadap

individu lain dalam

117.

109.

nonverbal respon klien

perasaanya
3. Fasilitasi kontak dengan

selama .x 24 jam

Definisi :

Observasi :

1. Dapat melihat respon

mengungkapkan

intervensi keperawatan

107.
108.

Tujuan :

129.

1. Kaji secara verbal dan


terhadap tubuhnya
2. Dorong klien

setelah dilakukan

citra tubuh

Observasi :

cacat tubuh, pertahankan


ekspresi netral
4. Bantu pasien dan

bentuk tubuhnya.
2. Sifat saling terbuka
mempengaruhi citra
tubuh
3. Klien mudah
mendapatkan kelompok
untuk bersosialisasi
130.
131.

Mandiri :

1. Perawat menunjukan
sikap peduli
terhadap klien
2. Untuk
mengeksplorasi
perasaan klien
3. Agar klien tidak
merasa bersalah, dan
menyesal
4. Agar klientidak
minder
danmaudirawatolehs

29

Mengungkapkan

menggambarkan

keluarga bertahap

persepsi yang

perubhan actual pada

menjadi terbiasa dengan

mencerminkan

fungsi tubuh
Klien dapat bersikap

perubahan pada

perubahan individu

realistic mengenai

dalam penampilan.
111.
112.

Factor yang

berhubungan :
- Penyakit
- Psikososial
113.

tubuhnya
126.

hubungan antara tubuh


-

1. Rujuk klien untuk

dan lingkugan
Klien dapat mengambil

kepercayaan diri
klien dan keluarga
132.

kekuatan dan
fleksibilitas,

dipliner

perawatan diri
Klien dapat memelihara

127.

1. Ajarkan tentang cara

dekat dan hubungan

berpindah

Health

education :

interaksi social yang

tempat, dan
ambulasi.
2. Untuk klien yang
memiliki

merawat dan perawatan

personal.

kebutuhan

diri termasuk komplikasi

119.

kompleks

kondisi medis

120.

Kolaborasi :

1. Untuk latihan

mendapat terapi fisik


2. Rujuk ketiminter

tanggung jawan untuk


-

Kolaborasi :

eorangperawat
5. Untukmemulihkansi

misalnya

121.

komplikasi
bedahan

122.
133.

HE :

1. Agar klien dan


keluarga mampu
menangani
30

perawatan diri secara


134.
5

135.

Ansietas

143.

NOC

Tingkat ansietas
Pengendalian diri

/toleransi terhadap

terhadap ansietas
Konsentrasi
Koping

stess

144.

(00146)
136.
137.

138.

Domain : 9
Koping

Kelas 2 :

Respon koping

145.

Tujuan

146.

Setelah

139.

Definisi :

dilakukan tindakan

140.

Perasaan

tindakan keperawatan

tidak nyaman atau

selama x24 jam klien

khawatir yang samar

diharapkan ansietas

disertai respon

dapat teratasi

autonom (sumber

147.

sering kali tidak

Kriteria hasi :

Mengidentifikasi dan

spesifik atau tidak

mengungkapkan gejala

diketahui oleh

cemas
Mengidentifikasi,

individu ); perasaan

takut yang

mengungkapkan, dan

disebabkan oleh

menunjukkan tekhnik

148.

NIC

149.

Observasi

mandiri
156.
Rasional
157.

Observasi

1. Kaji dan dokumentasikan 1. Untuk mengetahui


tingkat kecemasan pasien
termasuk reaksi fisik
2. Gali bersama pasien
tentang teknik yng
berhasil dan tidak
berhasil
150.
151.

tingkat kecemasan
pasien
2. Untuk mengetahui mana
teknik yang berhasil
dilakukan
158. Mandiri
1. Agar tidak membuat
trauma atau lebih

Mandiri

memicu ansietas
1. Bimbing antisipasi
2. Agar tingkat ansietas
2. Penurunan ansietas
pasien tidak tinggi
3. Teknik menenangkan diri
3. Agar pasien tidak terlalu
4. Dukungan emosi
152.
memikirkan hal yang
153. HE.
memicu ansietas
1. Informasikan tentang
4. Agar pasien merasa
ansietas
nyaman
2. Ajarkan anggota
159. HE
keluarga bagaimana
1. Agar pasien atau

31

membedakan antara

keluarga bisa

serangan panik dan

mengetahui lebih

antisipasi terhadap

untuk mengontrol

bahaya. Peraasaan
ini merupakan
isyarat kewaspadaan
yang

cemas
Vital sign dalam batas

normal
Postur tubuh, ekspresi

gejalah penyakit fisik.


154.
155. Kolaborasi :
1. Penurunan Ansietas
Berikan

wajah, bahasa tubuh,

memperingatkan
bahaya yang akan
terjadi dan
memampukan

jauh tentang apa itu

obat

meniurunkan

dan tingkat aktivitas

jika perlu

menunjukkan

ansietas sebenarnya
2. Agar pasien dan
:

untuk
ansietas,

keluarga bisa
membedakan mana
panik dan gejala
penyakit fisik
160.
161.
Kolaborasi :
162.
1. Untuk menurunkan

berkurangnya
kecemasan.

individu melakukan

tingkat ansietas.

tindakan untuk
menghadapi

163.

ancaman.

164.

141.

Batasan

karakteristik :
1. Nyeri dan
peningkatan
ketidakberdayaan
yang tersisten
2. Gangguan tidur
3. Kelemahan
4. Kesemutan pada
ekstremitas
32

5. Gelisah
6. Resah
142.

33

165.

BAB IV

166.

PENUTUP

A. Kesimpulan
167.

Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit autoimun (penyakit yang

terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan
peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian dan anggota
gerak. Penyakit ini menimbulkan rasa nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal yang
terdiri dari sendi, tulang, otot, dan jaringan ikat. AR dapat menyerang hampir semua sendi,
tetapi yang paling sering adalah sendi di pergelangan tangan, buku-buku jari, lutut, dan
engkel kaki
168.

Penyebab pasti rheumatoid arthritis tidak diketahui, diperkirakan merupakan

kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun
faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus.
169.

Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain (1)

pemberian terapi,seperti pemberian aspirin untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi,
NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk
memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses
autoimun, (2) pengaturan aktivitas dan istirahat, (3) Kompres panas dan dingin, (4) Diet,
(5) Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam
darah sehingga tidak tertimbun di sendi, (6) Pemenuhan gizi, dan (7) Pembedahan.
B. Saran
170.

Kami sadar tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran dan kritik

sangat kami harapkan dan kami pun akan menerima kritik dan sarannya dengan senang hati
untuk perbaikan pada makalah berikutnya.
171.

Dan Sebaiknya kita menjaga aktivitas, pola tidur, diet dan yang lainnya agar

seimbang, untuk menghindari RA menyerang pada sistem imun kita.

172.

Daftar Pustaka

173.

34

174.

ACR. 2002. Guidelines For The Management of Rheumatoid Arthritis. Arthritis &
Rheumatism Vol. 46, No. 2, February 2002, pp 328346 DOI 10.1002/art.10148.
Wiley-Liss, Inc

175.

Gordon, N. F. 2010. Radang Sendi. Jakarta: PT Raja Grafindo.

176.

Longo, Dan L. MD., Kasper, Dennis L. MD., et al. 2012. Harrisons Principle of
Internal Medicine ed.18 Chapter 231: Rheumatoid Arthritis. McGraw-Hill
Companies, Inc. USA

177.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc. Jogjakarta : Mediaction.

178.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2014). Patofisiologi Volume 2 Edisi 6 . Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran : EGC .

179.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

180.

Suarjana, I Nyoman.2009. Artritis Reumatoid Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, Idrus, et al. Interna Publishing. Jakarta

181.

T. Heather Herdman, P. R., & Shigemi Kamitsuru, P. R. (2015). Diagnosis


Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi Edisi 10. Jakarta: EGC.

182.

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta : EGC

183.
184.
185.

35

Anda mungkin juga menyukai