Anda di halaman 1dari 11

BIOFARMAKOLOGI

Riview Jurnal
RESISTENSI ANTIBIOTIK

DISUSUN OLEH:
DEWI ARISANDY (15-106)
DOSEN:
PROF. ERNA SINAGA

JURUSAN BIOMEDIK
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
2016

A. Pendahuluan
Antibiotik, yang pertama kali ditemukan oleh Paul Eclrich pada tahun
1910, sampai saat ini masih menjadi obat pilihan dalam penanganan kasuskasus penyakit infeksi. Antibiotik ditemukan sekitar delapan dekade lalu dan
sejak itu telah terjadi revolusi dalam manajemen, pengobatan dan hasil
penyakit menular. Oleh karena itu, obat antibiotik adalah salah satu yang
paling sering diresepkan, dijual dan digunakan di seluruh dunia. Penggunaan
antibiotik, yang sesuai atau tidak sesuai, telah dijelaskan sebagai pendorong
utama bagi munculnya, peningkatan dan penyebaran resistan antibiotik.
Menurut International Journal of Infection Control, (2013) dalam banyak
negera berkembang, antibiotik tersedia tanpa resep sehingga individu
menggunakan antibiotik dengan sewenang-wenang. Antibiotik digunakan
dengan dosis yang tidak tepat, tidak tepat indikasi, cara pemberian dengan
interval waktu yang tidak tepat, dan lama pemakaian yang tidak tepat.
Munculnya resistensi antibiotik telah menjadi masalah global kesehatan
masyarakat dalam beberapa dekade terakhir. Studi di Eropa menunjukkan
bahwa

resisten

terhadap

antibiotik

meningkat

dengan

peningkatan

konsumsinya, yang dapat didorong oleh penggunaan antibiotik yang tidak


rasional dan pendidikan yang tidak memadai.
Masyarakat memainkan peranan penting dalam penyebaran resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Sebagai upaya untuk mengurangi resistensi
antibiotik adalah dengan mendidik masyarakat tentang penggunaan antibiotik.
Beberapa negara telah melakukan kampanye nasional untuk memodifikasi
kesalahpahaman

masyarakat

mengenai

efektivitas

mempromosikan

penggunaan

antibiotik

yang

tepat

antibiotik,
dan

untuk

mencegah

perkembangan resistensi antibiotik.


Salah satu bidang utama dalam pengendalian resistensi antibiotik adalah
perubahan dalam perilaku pengguna dan penyedia antibiotik. Strategi
pengendalian resistensi utama karena itu merekomendasikan pendidikan
masyarakat untuk mempromosikan penggunaan antibiotik yang sesuai.
sejumlah studi menunjukkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran

masyarakat tentang antibiotik adalah salah satu penyebab terjadinya resistensi


antibiotik. Penggunaan obat antibiotik yang tidak rasional adalah alasan utama
untuk peningkatan dan penyebaran resistensi antibiotik.
B. Antibiotik dan Resistensi
Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme,
yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan
mikroorganisme lain. Resistensi antibiotik adalah kondisi ketika suatu strain
bakteri dalam tubuh manusia menjadi resisten (kebal) terhadap antibiotik.
Resistensi ini berkembang secara alami melalui mutasi evolusi acak dan juga
bisa direkayasa oleh pemakaian obat antibiotik yang tidak tepat. Setelah gen
resisten dihasilkan, bakteri kemudian dapat mentransfer informasi genetik
secara horisontal (antar individu) dengan pertukaran plasmid. Mereka
kemudian akan mewariskan sifat itu kepada keturunannya, yang akan menjadi
generasi resisten. Bakteri bisa memiliki beberapa gen resistensi, sehingga
disebut bakteri multiresisten atau superbug.
Resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di
seluruh dunia. Ketika terinfeksi bakteri yang resisten antibiotik, pengobatan
untuk menjadi lebih sulit dan harus menggunakan obat yang lebih kuat dan
lebih mahal dengan lebih banyak efek samping. Contoh bakteri yang telah
menjadi resisten terhadap antibiotik termasuk spesies yang menyebabkan
infeksi kulit, meningitis, penyakit menular seksual, tuberkulosis, dan infeksi
saluran pernapasan seperti pneumonia.

C. Mekanisme kerja Antibiotik


Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit
infeksi, antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus
satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotik
berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desinfektan membunuh

kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk
hidup.
Mekanisme kerja antibiotik yaitu:
1. Menghambat metabolisme sel, seperti sulfonamide dan trimethoprim.
2. Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding sel tidak
sempurna dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma, akhirnya
sel akan seperti fenicillin, vankomisin, dan sefalosporin.
3. Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari membran sel
dikacaukan pembentukannya hingga bersifat permeabel akibatnya zat-zat
penting dari isi sel keluar, seperti polimiksin.
4. Menghambat sintesa protein sel dengan melekatkan diri ke ribosom
akibatnya

sel

terbentuknya

tidak

sempurna,

seperti

tetrasiklin,

kloramfenikol, streptomosin, dan aminoglikosida.


5. Menghambat pembentukan asam-asam inti (DNA dan RNA ) akibatnya sel
tidak dapat berkembang seperti rifampisin.
Antibiotik memiliki cara kerja sebagai bakterisidal (membunuh bakteri
secara langsung) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Pada
kondisi bakteriostasis, mekanisme pertahanan tubuh inang seperti fagositosis
dan produksi antibodi biasanya akan merusak mikroorganisme. Ada beberapa
cara kerja antibiotik terhadap bakteri sebagai targetnya, yaitu menghambat
sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma,
menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat sintesis metabolit
esensial.
D. Penggolongan Antibiotik
Ada banyak penggolongan antibiotik, setidaknya ada 3 golongan antibiotik
yang perlu kita ketahui yaitu :
1. Penggolongan berdasarkan daya bunuh terhadap bakteri.
a. Bakterisid, antibiotik yang bakterisid secara aktif membasmi kuman.
b. Bakteriostatik, antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau
menghambat pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya sehingga pembasmian
kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh.

2. Penggolongan berdasarkan spektrum kerja antibiotik.


a. Spektrum luas (broad spectrum), Antibiotik yang besifat aktif terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif. Membunuh semua jenis bakteri
didalam tubuh. Dianjurkan untuk menghindari mengkonsumsi antibiotik
jenis ini karena akan membunuh jenis bakteri lainnya yang sngat berguna
untuk tubuh kita. Antibiotik yang termasuk kategori ini adalah
cephalosporin.
b. Spektrum sempit (narrow spectrum), Antibiotik yang bersifat aktif hanya
terhadap bakteri gram positif atau gram negatif saja. Contoh : Penisilin G,
streptomisin.
3. Penggolongan berdasarkan cara kerjanya.
Antibiotik golongan ini dibedakan berdasarkan sasaran kerja senyawa
tersebut dan susunan kimianya. Ada enam kelompok antibiotik dilihat dari
a.
b.
c.
d.
e.
f.

target atau sasaran kerjanya.


Inhibitor sintesis dinding sel bakteri.
Inhibitor transkripsi dan replikasi.
Inhibitor sintesis protein.
Inhibitor fungsi membran sel.
Inhibitor fungsi sel lainnya.
Antimetabolit.

Kelompok Antibiotik:
1.

Golongan -laktam
a. Penisilin
contoh: amoksisilin dan ampisilin.
Efek samping: reaksi alergi syok anafilaksis kematian, gangguan
lambunng danusus. Pada dosis amat tinggi dapat menimbulkan reaksi
nefrotoksik dan neurotoksik.
b. Monobaktam
Dihasilkan oleh chromobacterium violaceum bersifat bakterisid, dengan
mekanisme yang sama dengan golongan -laktam lainnya. Bekerja
khusus pada kuman gram negatif aerob misal Pseudomonas, H. Influenza
yang resisten terhadap penisilinase contoh: aztreonam

2.

Sefalosporin

Dihasilkan oleh jamur Cephalosporium acremonium. Spektrum


kerjanya luas meliputi bakteri gram positif dan negatif termasuk E. Coli,
klebsiella dan proteus.
3. Aminoglikosid
Dihasilkan oleh fungi Streptomyces dan micromonospora. Mekanisme
kerjanya: bekterisid, berpenetrasi pada dinding bakteri dan mengikatkan
diri pada ribosom dalam sel. Contoh: streptomicin, kanamicin,
gentamicin, amikasin, neomisin.
4. Tetrasiklin
Diperoleh dari streptomyces aureofaciens dan streptomyces rimosus
meliputi: tetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin dan minosiklin (long
acting).
5.

Sulfonamida
Merupakan antibiotik spektrum luas terhadap bakteri gram positif dan
negatif .Bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerja: mencegah sintesis asam
folat dalam bekteri yang dibutuhkan oleh bakteri untuk membentuk DNA
dan RNA bakteri. Kombinasi sulfonamida antara lain trisulfa (sulfadiazin,
sulfamerazin

dann

sulfamezatin

dengan

perbandingan

sama),

kotrimoksazol (sulfametaksazol + trimetoprim dengan perbandingan 5:1),


sulfadoksin + pirimetamin.
6.

Quinolon
Berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman dengan
menghambat enzim DNA gyrase bakteri sehingga menghambat sintesa
DNA..

7.

Makrolida
Meliputi:

eritromisin,

klaritomisin,

roxitromisin,

azitromisin,

diritromisin serta spiramisin. Bersifat bakteriostatik, mekanisme kerja:


pengikatan reversible pada ribosom kuman, sehingga mengganggu
sintesis protein. Penggunaan: merupakan pilihan pertama pada infeksi
paru-paru.
8.

Linkomisin

Dihasilkan oleh streptomyces lincolnensis. Sifatnya: bakteriostatis


meliputi: linkomisin dan klindamisin. Spektrum kerjanya lebih sempit
dari makrolida terutama terhadap gram positif dan anaerob. Penggunaan:
aktif terhadap propionibacter acnes sehingga digunakan secara topikal
pada acne.
9.

Polipeptida
Berasal dari Bacillus polymixa.Bersifat bakterisid berdasarkan
kemampuannya melekatkan diri pada membran sel bakteri sehingga
permeabilitas meningkat dan akhirnya sel meletus. Meliputi: polimiksin
B dan polimiksin E (colistin), basitrasin dan gramisidin.

10. Antibiotik lainnya

Kloramfenikol
Vankomisin

E. Penggunaan Antibiotik yang Rasional


Kunci untuk mengontrol penyebaran bakteri yang resisten adalah dengan
menggunakan antibiotika secara tepat dan rasional. Pengobatan rasional
dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan pengobatan sesuai dengan
kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang tepat bagi kebutuhan individunya,
untuk waktu yang cukup dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi diri
dan komunitasnya. WHO menyatakan bahwa lebih dari setengah penggunaan
obat diberikan secara tidak rasional/ Menurut WHO, kriteria pemakaian obat
yang rasional, antara lain :
1. Sesuai dengan indikasi penyakit Pengobatan didasarkan atas keluhan
individual dan hasil pemeriksaan fisik.
2. Diberikan dengan dosis yang tepat Pemberian obat memperhitungkan umur,
berat badan dan kronologis penyakit.
3. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat. Jarak minum
obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan.
4. Lama pemberian yang tepat. Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat
dalam jangka waktu tertentu.

5. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin. Hindari pemberian
obat yang kedaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan penyakit.
6. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Jenis obat mudah
didapatkan dengan harganya relatif murah.
7. Meminimalkan efek samping dan alergi obat
F. Penyebab Resistensi Antibiotik
Penggunaan yang tidak tepat dan penyalahgunaan antibiotik adalah
penyebab umum resistensi antibiotik, di antaranya:
1. Penggunaan antibiotik untuk infeksi virus.
Banyak pasien berharap atau meminta dokter untuk meresepkan antibiotik
ketika terkena flu dan pilek. Padahal, antibiotik hanya untuk mengobati
infeksi bakteri, bukan infeksi virus. Antibiotik hanya diperlukan bila flu dan
pilek sudah ditumpangi infeksi sekunder oleh bakteri. Sebagian besar flu dan
pilek tidak memerlukan antiobiotik.
2. Putus obat.
Dosis antibiotik harus dihabiskan secara penuh, bila berhenti meminum
antibiotik di tengah jalan maka beberapa bakteri yang masih hidup akan
menjadi resisten terhada Ketika seseorang mengambil antibiotik, bakteri yang
sensitif akan terbunuh namun bakteri yang resisten bisa terus tumbuh dan
berkembang biak.

Selain itu berdasarkan sumber yang lain. penyebab resistensi antibiotik


dapat di sebebkan oleh dua hal. Diantaranya sebab non genetik dan genetik :

1.

Sebab-sebab non genetik

Hampir semua obat antibiotika bekerja baik pada masa aktif


pembelahan kuman, dengan demikian, populasi kuman yang tidak berada
pada fase pembelahan aktif pada umumnya relatif resisten terhadap obat.
Misalnya kuman TBC yang tinggal didalam jaringan dan tidak membelah
aktif karena adanya mekanisme pertahanan badan, maka pada kondisi ini
obat anti TBC tidak dapat membunuh kuman TBC tersebut.
2.

Sebab-sebab genetik
Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika umumnya terjadi
karena perubahan genetik. Perubahan genetik bisa terjadi secara
kromosomal maupun ekstra kromosomal dan perubahan genetik tersebut
dapat ditransfer dari satu spesies kuman kepada spesies kuman lain
melalui berbagai mekanisme,yaitu :

a. Resistensi kromosomal
b. Resistensi ekstra kromosomal
c. Resistensi silang
G. Mekanisme Resistensi Antibiotik
Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi kuman
mejadi resisten terhadap antibiotika, mekanisme itu antara lain :
1.

Mikroorganisme memproduksi enzim yang merusak daya kerja


obat, contohnya adalah stafilokokus yang resisten terhadap penisilin
disebabkan karena stafilokokus memproduksi enzym beta laktam yang
memecah cincin beta laktam dari penisilin sehingga penisilin tidak aktif

lagi bekerja.
2.
Terjadinya perubahan permeabilitas kuman terhadap obat tertentu,
contohnya adalah streptokokus yang mempunyai barier alami terhadap
obat golongan aminoglikosida.
Terjadinya perubahan pada tempat tertentu dalam sel sekelompok

3.

mikroorganisme yang menjadi target obat, misalnya obat golongan


aminoglikosida yang memecah atau membunuh kuman karena obat ini
merusak sistem ribosom sub unit 30S. Bila oleh suatu hal,tempat/lokus
kerja obat pada ribosom sub unit 30S berubah, maka kuman tidak lagi
sensitif terhadap golongan obat ini.

4.

Terjadinya perubahan pada metabolic pathway yang menjadi target


obat,misalnya kuman yang resisten terhadap obat golongan sulfonamida,
tidak memerlukan PABA dari luar sel, tapi dapat menggunakan asam folat,
sehingga sulfonamida yang berkompetisi dengan PABA tidak berpengaruh

pada metabolisme sel.


5.
Terjadi perubahan enzymatik sehingga kuman meskipun masih
dapat hidup dengan baik, tapi kurang sensitif terhadap antibiotik,
contohnya adalah kuman yang sensitif terhadap sulfonamida yang
mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap sulfonamida dibandingkan
dengan PABA sehingga kuman akan mati.
H. Penanganan Resistensi Antibiotik
Penanganan Resistensi antibiotik dapat dilakukan dengan beberapa cara
berikut:
1. Gunakan antibiotik hanya bila benar-benar diperlukan.
2. Tanyakan petugas kesehatan apakah antibiotik akan bermanfaat bagi
penyakit yang sedang dialami.
3. Hindari mengonsumsi antibiotik untuk infeksi virus seperti pilek atau flu.
4. Hindari menyimpan antibiotik untuk digunakan lagi saat Anda kembali
sakit. Singkirkan semua sisa obat dan antibiotik setelah menyelesaikan
program pengobatan yang harus Anda jalani.
5. Minum antibiotik sesuai resep yang diberikan. Jangan sampai melewatkan
waktu pemberian antibiotik. Tetap selesaikan program pengobatan yang
telah ditentukan meskipun Anda merasa sudah lebih baik. Jika Anda
menghentikan pengobatan terlalu cepat, beberapa bakteri dapat bertahan
hidup dan bisa menginfeksi kembali.

6. Hindari minum antibiotik yang diresepkan untuk orang lain karena bisa
jadi antibiotik tersebut tidak sesuai untuk penyakit Anda.
7. Jika petugas kesehatan yakin bahwa Anda tidak mengalami infeksi bakteri,
minta saran tentang cara meringankan gejala yang sedang dialami. Jangan
memaksa petugas kesehatan untuk meresepkan antibiotik.

I. Kesimpulan
Masalah antibiotika dan resistensinya menjadi perhatian seluruh dunia.
Penanganan masalah ini memerlukan partisipasi dari banyak pihak.Dokter
sebagai klinisi, masyarakat luas sebagai pengguna, pemerintah sebagai
pemegang regulasi, farmasi sebagai distributor, bahkan calon tenaga kesehatan
bisa berperan serta dalam menangani masalah resistensi ini. Antibiotika
adalah zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki
khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman. Resistensi adalah
mekanisme tubuh yang secara keseluruhan membuat rintangan untuk
berkembangnya penyerangan atau pembiakan agent menular atau kerusakan
oleh racun yang dihasilkannya. Resistensi antibiotika timbul bila suatu
antibiotika kehilangan kemampuannya untuk secara efektif mengendalikan
atau membasmi pertumbuhan bakteri; dengan kata lain bakteri mengalami
resistensi dan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotika
dalam jumlah yang cukup untuk pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai