Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, ditopang
dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus,
dan Peyers patch. Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid
dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan
demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini biasanya disebabkan oleh spesies
Salmonella enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam tifoid maupun
demam paratifoid.
Istilah typhoid berasal dari kata Yunani typhos. Terminologi ini dipakai pada
penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang terganggu. Penyakit ini juga
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang
buruk

serta

standar

Badan

Kesehatan

higiene

Dunia

industri

(WHO)

pengolahan

memperkirakan

makanan
jumlah

yang

kasus

masih

rendah.

demam tifoid

di

seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap tahunnya. Demam
tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa.
Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun gejala yang dialami
anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir semua daerah endemik, insidensi demam tifoid
banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun.
ANAMNESIS
Anamnesis adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh dokter apabila berhadapan dengan
pasien. Bagi pasien yang pertama kali ke dokter, oertanyaan yang perlu diajukan adalah daa
pribadi pasien seperti: nama lengkap, tempat dan tanggal lahir pasien, umur, status perkawinan,
jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, pendidikan ], pekerjaan, riwayat penyakit dahulu
pasien dan riwayat keluarga (kakek, nenek, ayah, ibu, saudara kandung dan anak anak).
Penggalian informasi ebih lagi dengan menanyakan:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kapan mulai timbul demam?


Sudah berapa lama demam berlangsung?
Apakah demamnya timbul secara mendadak atau perlahan?
Apakah demamnya timbul di pagi hari, sore hari atau malam hari?
Apakah disertai menggigil dan berkeringat?
Apakah bapak/ibu pernah bepergian ke luar kota?
Apakah demamnya naik turun?
Apakah demamnya disertai pusing, nyeri perut, mual dan muntah serta mimisan?
Apakah sudah pernah berobat sebelumnya atau sudah pernah dirawat sebelumnya dengan

demam seperti ini?


10. Apakah ada gejala gejala lain yang menyertai demam?
11. Apakah demam juga disertai susah buang air besar?
12. Apakah punya kebiasaan makan makanan di pinggir jalan?
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik merupak suatu ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter
dalam mendukung diagnosanya terhadap suatu penyakit. Seorang dokter yang baik harus bisa
menentukan diagnosis yang tepat dengan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan lab, khususnya
untuk penyakit penyakit yang memang tidak memerlukan pemeriksaan lab. Pemeriksaan fisik
terdiri dari kesadaran, suhu, nadi, napas, tekanan darah, dan pemeriksaan abdomen pada demam
tifoid.
Apabila sutu penyakit merupakan demam tifoid, maka pada pemeriksaan fisik yang tampak
hanya suhu badan yang meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan lahan terutama
pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua gejala akan makin jelas berupa demam,
bradikardia relatif, lidah yang berselaput, hepatosplenomegali, dan meteorismus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leucopenia, dapat
pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa
disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju
endap darah pada tifoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan

kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
UJi widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antobodi terhadap kuman s.thypi. Pada uji widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman Salmonella thypi dengan antibodi yang disebut
agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : Aglutinin O (dari tubuh kuman),
aglutinin H (flagella kuman), dan c aglutinin Vi ( simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut
hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya
semakin besar kemungkinan terinfeksi.1
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selam
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul O, kemudian diikuti aglutinin H. pada orang
yang telah sembuh agglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan, sedang agglutinin H menetap
lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan
penyakit.1
Uji tubex
Merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk
di kerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-Styphi O9 pada serum pasien, dengan cara
menghambat ikatan antara IgM anti O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna
dengan lipopolisakarida s.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetic latex. Hasil positif uji
tubex ini menunjukkan terdapat infeksi salmonella serogroup D

walau tidak spesifik

menunjukkan pada S,typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan member hasil negative.1
Uji typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein
membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah

infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen s.typhi
seberat 50 KD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.1
Uji IgM dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap s.typhi pada specimen
serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung anti gen lipopolisakarida
(LPS) s.typhoid dan anti IgM (sebagai control).2
Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negative
tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin sisebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1)
telah mendapat terapi antibiotik, 2) volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5cc
darah), 3) riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibody dalam darah
pasien. Antibody (agglutinin) dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negative, 4)
saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat.2
DIAGNOSIS KERJA
Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi yang
menyerang bagian saluran pencernaan (Algerina, 2008). Penularan Salmonella typhi sebagian
besar melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman dan biasanya keluar bersama-sama dengan tinja. Transmisi juga dapat terjadi
secara transplasenta dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya
(Sudarno et al, 2008).3
DIAGNOSIS BANDING
Malaria
Demam
Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya
sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi).
4

Pada malaria vivaks dan ovale (tersiana) skizon setiap brood (kelompok) menjadi matang
setiap 48 jam sehingga periode demamnya bersifat tersian, pada malaria kuartana yang
disebabkan oleh plasmodium malariae, hal ini terjadi dalam 72 jam.3
Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal yaitu lesu, sakit
kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah. Serangan demam
yang khas terdiri atas beberapa stadium :
1. Stadium menggigil : dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil.
Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya menjadi biru, kulitnya kering
dan pucat. Kadang-kadang disertai dengan muntah.
2. Stadium puncak demam : dimulai pada saat perasaan dingin sekali perlahan berganti
menjadi panas sekali. Muka menjadi merah kulit kering dan terasa panas seperti terbakar,
skit kepala makin hebat, biasanya ada mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut makin
keras. Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 41C (106F) atau lebih. Stadium
ini berlangsung selama 2-6 jam.
3. Stadium berkeringat : dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat
tidurnya basah. Suhu turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah ambang
normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa lemah tetapi
sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.3
Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam.
Gejala infeksi yang ditimbulkan kembali setelah serangan pertama disebut relaps yang
bersifat:
1. Rekrudesensi (atau relaps jangka pendek), yang timbul karena parasit dalam darah (daur
eritrosit) menjadi banyak. Demam timbul lagi dalam waktu 8 minggu setelah serangan
pertama hilang.
2. Rekurens (atau relaps jangka panjang) yang timbul karena parasit daur eksoeitrosit (yang
dormant, hipnozoit) dari hati masuk dalam darah dan menjadi banyak, sehingga demam
timbul lagi dalam waktu 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang.
ah. Bila serangan malaria tidak menunjukkan gejala di antara serangan pertama dan
relaps, maka keadaan ini disebut periode laten klinis, walaupun mungkin ada parasitemia
dan gejala lain seperti splenomegali. Periode laten parasit terjadi bila parasit tidak dapat
5

ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan
hati.3
Splenomegali
Pembesaran limpa merupakan gejala khas terutama pada malaria yang menahun.
Perubahan limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah warna
menjadi hitam, karena pigmen yang ditimbun dalam eritsosit yang mengandung kapiler dan
sinusoid. Eritsoit yang tampaknya normal dan yang mengandung parasit dan butir-butir
hemozoin tampak dalam histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid. Pigmen tampak bebas atau
dalam sel fagosit raksasa. Hiperplasia, sinu smelebar dan kadang-kadang trombus dalam
kapiler dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria menahun jaringan ikat
bertambah tebal, sehingga limpa menjadi keras.
Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia
terutama tampak jelas pada malaria falsiparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan
hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan
normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara mendadak.
Anemia disebabkan beberapa faktor :
1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit
terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peran.
2. Reduced survival time, maksudnya eritrosit normal yang tidak mengandung parasit
tidak dapat hidup lama.
3. Diseritropoesis yakni gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis
dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dapat dilepaskan dalam peredaran darah perifer.
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
2 atau lebih menifestasi klinik sebagai berikut :
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro-orbital
6

3.
4.
5.
6.

Mialgia/artalgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji banding positif)
Leukopenia.3
Demam Berdarah Dengue (DBD), berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD

ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi :


1. Demam atau riwayat demam akut, 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
a. Uji bendung positif.
b. Petekie, ekimosis, atau purpura.
c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau pendarahan gusi), atau pendarahan
dari tempat lain
d. Hematemesis atau melena
e. Trombositopenia (trombosit<100.000)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
1. Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
2. Penurunan hematokrit>20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
3. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh jenis Salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang
lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi cendrung untuk menjadi lebih berat
daripada bentuk infeksi Salmonella yang lain. Salmonella merupakan bakteri batang gram
negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Sebagian besar strain
meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak
meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh
secara anaerob fakultatif. Sebagian besar spesies resisten terhadap agen fisik namun dapat
dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C selama 1 jam atau 60 C selama 15 menit.
Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan
dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan
7

bahan tinja. Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah
komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah
protein yang bersifat termolabil.4
EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara
insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 30 tahun 70
80 %, usia 31 40 tahun 10 20 %, usia > 40 tahun 5 10 %. Menurut penelitian
Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam tifoid pada
umur 3 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000
penduduk. Insiden rate pada umur 0 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk.
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di
Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk.6 Di
Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001,
insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi
1.426 per 100.000 penduduk.
PATOFISIOLOGI
Masuknya kuman Salmonella thypi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos ,asuk
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke
lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oelh sel-sel fagosit
terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam makrofag. Dan selanjutnya
di bawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama) yang asimtomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikulo endothelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembakbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya
dengan desertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.3,4
8

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif maka
saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi sistemik seperti
demam,malaise,mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan
koagulasi.
Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan
(s.thypi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan
dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel
mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembangbhingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di
reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.3,4
MANIFESTASI KLINIS
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa terapi yang tepat dan
meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini penting unutk membantu
mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu di butuhkan pemeriksaan tambahan untuk
membantu menegakkan diagnosis.
Masa tunas demam tifoid berlansung anara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang
khas disertai komplikasi hingga kematian.3
Gambaran klasik demam tifoid (Gejala Khas)
Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung ditegakkan.
Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut.
Minggu Pertama (awal terinfeksi)

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi
39c hingga 40c, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi
antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih
berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah
kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh
penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada
periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi
pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan
terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola)
berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada
penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok,
timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat
bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi
teraba dan abdomen mengalami distensi.3
Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu,
pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu
badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan
relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat
ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin
berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium, somnelon, stupor, koma
dan psikosis. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat.
Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering
yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut
kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika
berkomunikasi dan lain-lain.3
Minggu Ketiga
10

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan
berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya
jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas
berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan
nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai
oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus
sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab
umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
Minggu Keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai
adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
PENATALAKSANAAN
Samapai saat ini masih di anut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
Istirahat dan perawatan, dengan tirah baring dan perawatan profesinal bertujuan untuk
mencegah komplikasi. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perklengkapan pakaian yang di pakai.5
Diet dan terapi penunjang. Makanan yang kurang akan menurukan keadaan umum dan
gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Beberapa
peneliti menunjukkan dengan makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(menghindari sementara sayuran berserat) dapat di beri dengan aman pada pasien demam tifoid.5
Pemberian antimikroba. Obat-obat anti mikroba yang sering digunakan untuk
mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut
1. Kloramfenikol
2. Tiamfenikol
11

3.
4.
5.
6.

Kotrimoksazol
Ampisilin dan amoksilin
Golongan fluorokuinon
Azitromisin
Kombinasi obat anti mikroba atau lebih diindikasi hanya pada keadaan tertentu saja

antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septic, yang pernah terbukti
ditemukan 2 macam organism ddalam kultur darah selain kuman salmonella. Pada wanita hamil
obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksilin, dan sefriakson selainnya dikawatirkan dapat
terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine dan grey sindrom pada neonatus.5

PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain
Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
1. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang
sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita
hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.3,5
2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine
(Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk
dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2
dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu,
bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat
demam pada pemberian pertama.
3. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara
intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil,
menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak
mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan
petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan
pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci
12

tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa
menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak
awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi
lingkungan.
PROGNOSIS
Prognosis demam tifoid baik jika tergantung dari umur, keadaan umum, derajat
kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya pengobatan.

KESIMPULAN
Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia,
Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit
menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. Pemeriksaan penunjang yang
mudah untuk dilakukan adalah dengan uji widal. Obat utama yang dapat digunakan adalah
golongan antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Patrick RM, Ken SR, George SK, Michael AP, Medical microbiology.4th Ed, 2007, 273-4
2. Elliot T, Worthington T, Osman H, Oill M, Medical microbiology and infection, 4 th
Ed, 2007, 136-9.
3. Widodo D. Demam tifoid. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S,
editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FKUI; 2009. h. 2797-2806
4. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson et al. Salmonellosis. Harrisons
principle of internal medicine. USA: Mc Graw Hill;2008.p.956-9.
5. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, White RTM. Salmonella infections. Infectious
disease. 6th ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2004.p931-40.

13

Anda mungkin juga menyukai