Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara
mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma (pada lelaki).
Kontrasepsi mantap ( Kontap ) dikenal ada dua macam, yaitu Kontap Pria dan Kontap Wanita.
Kontap Wanita atau merupakan metode sterilisasi pada wanita dikenal dengan MOW atau
tubektomi.
MOW (Medis Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut dengan sterilisasi.
MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang
menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat
bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks
wanita tidak akan turun (BKKBN, 2006).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau kesuburan
perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin)
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum, jadi dasar dari MOW ini adalah
mengokulasi tuba fallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu.
B. Etiologi
Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang menghubungkan ovarium
dengan uterus. Pada saat ovulasi, sel telur dikeluarkan dari ovarium dan bergerak menuju uterus.
Bila ada sperma di tuba falopi, ovum akan terbuahi dan menjadi embrio yang kemudian melekat
di uterus. Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara. Tuba bisa ditutup
dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta dengan memotong atau mengikat. Metode
yang paling dipakai sekarang adalah dengan mempergunakan laparoskopi kemudian menjepit
kedua saluran tuba dengan klip atau dengan memasang ring.
Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba yaitu : laparoskopi,
mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio Cesarea (SC), mini-laparotomi

(operasi kecil), histereskopi (dengan memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat,
sehingga saluran tuba akan terblokir), dan pendekatan / teknik melalui vagina (sekarang tidak
dipakai lagi karena tingginya angka infeksi).
Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter dapat menggunakan
alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop berupa pipa kecil bercahaya
dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut untuk menentukan lokasi
tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk memasukkan alat pemotong tuba
falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian ditutup dengan jepitan. Cara yang
lebih tradisional yang disebut laparotomi tidak menggunakan teleskop dan membutuhkan sayatan
yang lebih besar.
C. Jenis-jenis
1. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyerdahanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan sayatan
kecil sekitar 3 cm baik pada perut bawah (suprapubik) maupun sub umbilical (pada lingkar perut
pusat). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan
oleh dokter yang diberi latihan khusus. Operasi ini aman dan efektif.
2. Laparoskopi
Prosedur ini memelukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang telah
dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada 6-8
minggu pasca persalinan atau setelah atau abortus (tanpa komplikasi). Laparoskopi sebaiknya
digunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya
pemeliharaannya cukup mahal.
D. Keuntungan dan Kerugian
1. Keuntungan tubektomi
a. Motivasi hanya dilakukan 1 kali saja, sehingga tidak
berulang-ulang
b. Efektivitas hampir 100%

diperlukan motivasi yang

c. Tidak mempengaruhi libido seksual


d. Kegagalan dari pihak pasien tidak ada
e. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
f. Tidak bergantung pada faktor senggama
g. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius
h. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
i. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
j. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium).
2. Kerugian Tubektomi
a. Rasa sakit/ketidak nyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
b. Ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan
c. Klien dapat menyesal dikemudian hari
d. Risiko komplikasi kecil (meningkat bila digunakan anestesi umum)
e. Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
f. Tidak melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual (IMS)
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan lokal pada bagian post operasi
2. Pucat
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca bedah.
G. Syarat-syarat Kontrasepsi Tubektomi
1. Harus sudah memiliki paritas > 2 anak terkecil berumur 2 tahun.
2. Umur ibu Menganjurkan rumus 100 artinya umur ibu dikalikan dijumlah anak setidaktidaknya mendekati angka 100/lebih, contoh : ibu yang berumur 30

tahun bila 12 berumur 25 dijumlah anak minimal adalah 4 (Santoso, 2006) dan menurut
Prawirohardjo (2003), usia ibu > 26 tahun.
3. Perkawinan stabil (Keluarga harmonis). Karena perceraian setelah kontap dapat membuat
penyesalan yang sangat sulit diatasi.
4. Konseling
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan
keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu
kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Klien diberi kesempatan untuk menilai
keuntungan, kerugian, akibat, prosedur dan alternatif lain dan tidak harus menentukan pilihannya
ada saat itu juga. Sangat penting karena penyesalan setelah kontap kebanyakan terjadi karena
konseling yang kurang adekuat. Konseling harus dilakukan pada saat calon klien (pasangan)
berada pada kondisi psikologis yang prima.
5. Informed consent
Pernyataan klien bahwa 12 menerima atau menyetujui sebuah tindakan medis (dalam hal
ini Tubektomi) secara sukarela dan menyadari sepenuhnya semua risiko dan akibatnya
H. Indikasi
Yang Dapat Menjalani Tubektomi :
1. Usia > 26 tahun.
2. Paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil > 2 thn.
3. Yakin telah mempunyai keluarga besar yang sesuai dengan kehendak
4. Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
5. Pascapersalinan.
6. Pascakeguguran.
7. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu :
1. Indikasi medis
Penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat 3 dan 4)
ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes
mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul
3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso, 2006).

2. Indikasi obsetri
Keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara medis tidak
menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia relatif lanjut
(grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
3. Indikasi genetik
Penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak seperti :
Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain- lain.
4. Indikasi kontrasepsi
Indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya pasangan
tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
5. Indikasi ekonomi
Pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga
menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga
I. Kontra Indikasi
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
1. Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai).
2. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi).
3. Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol).
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan.
6. Belum memberikan persetujuan tertulis.
J. Efek Samping
1. Reaksi alergi anestesi
Penanggulangan KIE:
Menjelaskan sebab terjadinya bahwa adanya reaksi hipersensitif atau alergi karena
masuknya larutan anestesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau pemberian anestesi lokal yang
melebihi dosis. Reaksi ini dapat terjadi pada saat dilakukan tindakan operasi baik operasi besar
atau kecil.

2. Infeksi atau abses pada luka


Penanggulangan KIE:
Menjelaskan sebab terjadinya karena tidak terpenuhinya standar sterilitasi alat operasi
dan pencegahan infeksi, atau kurang sempurnanya teknik perawatan luka pasca operasi.Gejala
ini umumnya terjadi karena kurang diperhatikannya strerilitas alat dan ruangan, kurang
sempurnanya persiapan operasi teknik dan perawatan luka pasca operasi
3. Perforasi rahim
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan elevator rahim didorong terlalu kuat kearah
yang salah, teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta keadaan
anatomi tubuh yang rumit (biasanya posisi rahim hiperretrofleksi, adanya perlengketan pada
rahim, pasca keguguran). Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi
tubuh manusia.
4. Perlukaan kandung kencing
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan tidak sempurnanya pengosongan kandung
kencing. Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia.
5. Perlukaan usus
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya karena tindakan yang tidak sesuai prosedur, teknik operasi
yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit.
Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia.
6. Perdarahan mesosalping
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya karena terpotongnya pembuluh darah di daerah
mesosalping.
K. Komplikasi
1. Komplikasi selama operasi
a. Perdarahan dan syok.
b. Sesak nafas (apnoe).

2. Komplikasi pasca bedah


a. Nyeri perut, perut kembung, nyeri dada.
b. Infeksi dan febris.
c. Disparenea karena pertumbuhan jaringan granulasi pada bekas luka kolpotomi.
L. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
Dilakukan pada tanggal
a. Identifikasi pasien dan penanggung jawab
b. Keluhan utama
Penderita datang pada tanggaljamingin menjadi akseptor KB kontap ( tubektomi )
c. Riwayat KB
Riwayat KB sebelumnya yang digunakan
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit keturunan, menular dan berat
e. Riwayat keluarga
Penyakit keturunan, menular, dan berat
f. Riwayat haid
Menarche, lama haid, siklus, banyaknya, dismenorhea, keputihan
g. Riwayat perkawinan
Umur waktu perkawinan, berapa kali, berapa lama
h. Riwayat psikososial
Ketidaktahuan ibu tentang kontrasepsi ( tubektomi )
i. Kebiasaan sehari hari
Nutrisi, eliminasi, PH, istirahat, tidur, spiritual
j. Pemeriksaan fisik
1) System kardiovaskular : untuk mengetahui tanda tanda vital, ada tidaknya distensi vena
jugularis, edema, dan kelainan bunyi jantung
2) System hematologi : untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan perdarahan, mimisan, splenomegali.
3) System urogenital : ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.

4) System musculoskeletal : untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakan, sakit
pada tulang sendi, dan terdapat fraktur atau tidak.
M. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak sekunder terhadap nyeri.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
4. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.
Kriteria hasil : Tampak rileks dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi :
1) Kaji skala nyeri, lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional : Mengetahui sejauh mana nyeri yang dirasakan klien

guna untuk menentukan

intervensi selanjutnya
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler dapat merelaksasikan otot-otot sehingga sensasi nyeri dapat
berkurang
3) Berikan aktivitas hiburan.
Rasional : Meningkatkan relaksasi.
4) Kolaborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
Rasional : Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
Tujuan : Toleransi aktivitas
Kriteria hasil : Klien dapat bergerak tanpa pembatasan, Tidak berhati-hati dalam bergerak.
Intervensi
1) Catat respon emosi terhadap mobilisasi.

Rasional : Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.


2) Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Untuk mengurangi beban klien.
3) Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
Rasional : Memperbaiki mekanika tubuh.
4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional : Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Intervensi :
1) Ukur tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mendeteksi adanya tanda infeksi.
2) Observasi tanda-tanda infeksi.
Rasional : Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah.
3) Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik.
Rasional : Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4) Observasi luka insisi.
Rasional : deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka
4. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
Tujuan : Mengurangi kecemasan.
Kriteria hasil : tidak terdapat tanda-tanda kecemasan.
Intervensi :
1) Dorong klien untuk mengekspresikan masalah dan rasa khawatir.
Rasional : Komunikasi terbuka, membantu mengembangkan hubungan saling percaya sehingga
mengurangi stress dan anxietas
2) Bantu klien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan anxietas.
Rasional : penurunan anxietas menurunkan sekresi asam klorida
3) Ajarkan strategi penatalaksanaan stress.

Rasional : Stressor diidentifikasi sebelum dapat diselesaikan

Daftar Pustaka
Bobak, 2005, Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC.
Prawirohardjo, S, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta, Yayasan Bina
Pustaka.
BKKBN, 2012, Pedoman Pelayanan Keluarga berencana Pasca Persalinan, Jakarta, BKKBN.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3. Jakarta : EGC.
Nanda. 2016. Diagnosis Keperawatan Nanda. Jakarta : Prima

Medika.

Anda mungkin juga menyukai