Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH CASE 8

BLOK GENITOURINARIA SYSTEM


GANGGUAN GINJAL AKUT

Kasus

: Gangguan ginjal akut

Disusun Oleh : TUTORIAL D2


Tutor

: Ibu yayu

HUDZA RABBANI
KELVIN MANDELA
SITI QOTHRIN
MITTA ARLINA S.
HENDRA LEOFIRSTA
AGUSTINA PERMATA S.
MENTARI
FITRIA RAHARDINI
RR. PRAMITA INES P
FATIA AYU RAMADHANA

1010211066
1010211003
1010211097
1010211147
1010211013
1010211146
1010211018
1010211149
1010211143
1010211155

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
(2012/2013)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang dengan izinnya maka
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah mengenai kasus ke delapan
di blok GUS.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada bu yayu atas segala pengarahan,
bimbingan, dan kasih sayang yang telah dicurahkan selama proses tutorial. Terima kasih juga
kepada kelompok tutorial D-2 atas kerjasamanya mulai dari proses pembahasan hingga
pembuatan makalah ini.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai laporan dan kesimpulan dari
diskusi yang telah kami lakukan dalam pembahasan kasus terakhir ini serta untuk menambah
pengetahuan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami
dapat lebih baik lagi untuk kedepannya.
Terima kasih atas segala perhatiannya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jakarta,Maret 2013

Tutorial D-2

Case
Page 1
Saat anda sedang bertugas di UGD RSPAD datang seorang laki laki berusia 25 tahun diantar
keluarganya dengan keluhan pasien tampak bingung sejak satu hari yang lalu. Dari
alloanamnesi diketahui pasien mengalami massif dan muntah sejak 3 hari yang lalu. Pasien
juga tampak sesak, lemah, tidak nafsu makan, minum sedikit air selama sakit dan BAK
sedikit

Page 2
Pada pemeriksaan fisik ditemukan
Kesadaran: kompos mentis
BB:60 kg
TB: 162 CM
TV: TD: 90/60, nadi kecil dan cepat 120 X/menit, nafas cepat dan dalam 34 X/ mneit suhu:
37,5 c
Kepala : konjungtiva anemis (-)
Jantung: reguler, takikardi, kardiomegali (-)
Paru: ronki (-)
Abdomen: datar, supel, turgor kembali lambat
Ekstremitas: penurunan turgor pada kulit dan kedua kaki

Page 3
Hasil laboratorium
Hb: 15,6g/dl

Ht: 50%
WBC: 10.000/mm3
Serum urea level: 180 mg/dl
Serum kreatinin level: 5,3 mg/dl
Serum potassium level: 7meq/L
Serum sodium level: 145 meq/L
Volume urine 24 jam 350 cc
AGD: PH: 7,245, PCO2:25mmHG, HCO3: 13 meq/L
Analisa urin sedimen (-), silinder (-), proteinuria (-)
Analisa feses eritrosit: (-) parasit (-), leukosit (+)
Ekg: gambaran T lancip dan tinggi, amplituso melebar komplek QRS memanjang

Page 4
Setelah didiagnosis dengan Acute Kidney Injury pasien diberikan kristaloid iv untuk fungsi
renal, koreksi hiperkalemi dan asidosis metabolik.

Keseimbangan asam-basa
Homeostasis cairan tubuh pada pH darah arteri normal, berkisar antara 7.35 7.45
Reaksi-reaksi kimia yang berlangsung dalam tubuh seseorang untuk mempertahankan
kehidupannya sangat tergantung dari homeostasis asam dan basa tubuh.
Terjadinya ketidakseimbangan asam dan
mempengaruhimetabolisme dan fungsi tubuh

basa

meskipun

sangat

minimal

akan

Keseimbangan asam dan basa dapat dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti infeksi,
trauma dan obat-obatan

Analisa gas darah (blood gas analysis)


test untuk mengukur keasaman (pH) darah, kadar O2 dan CO2 dalam darah
Terminologi asam-basa
Asam : substansi yang dapat memberikan ion [H+].
Basa /alkali : substansi yang dapat menerima ion [H+] .
Normal pH cairan tubuh :
Darah Arteri 7.4
Darah Vena dan cairan interstitial 7.35
Cairan Intrasel 7.0

Terminologi asam-basa (lanjutan)


pH = - log [H+]
untuk mengukur pH digunakan persamaan Henderson-Haselbalch :
[HCO3-]
pH = 6.1 + log ---------------pCO2 x 0.03

Terminologi asam basa (lanjutan)


Standard bikarbonat : kadar [HCO3-], pada [pCO2 ] 40 mmHg, [pO2 ] 100 mmHg,

suhu 37C, pH 7.40.


[pCO2]: Normal: 35 - 45 mmHg
Respiratory acidosis: > 45 mmHg
Respiratory alkalosis: <35 mmHg
[HCO3-] Normal: 22 - 26 mEq/L
Metabolic acidosis: <22 mEq/L
Metabolic alkalosis: > 26 mEq/L
Base excess : banyaknya asam kuat (mmol) yang harus ditambahkan pada 1 L darah arteri
pada suhu 37C dan pCO2 40 mmHg agar pH kembali ke normal

Asam
2 jenis asam : asam karbonat & asam non karbonat
Asam karbonat terbentuk terutama pada metabolisme karbohidrat dan lemak
Asam non karbonat terbentuk terutama pada metabolisme protein
Alkali (basa)
Berasal dari metabolisme asam amino anionik (glutamate, aspartate)
Oksidasi pada proses glukoneogenesis (citrate dan lactate)

Asidosis :
bila pH darah < 7.35. Pengaruh utama asidosis adalah depresi sistem saraf pusat
dengan menekan synaptic transmissions

Alkalosis :
bila pH darah > 7.45. Pengaruh utama alkalosis adalah overexcitability dari SSP
melalui fasilitasi synaptic transmission

Cara menginterpretasi hasil pemeriksaan gas darah

Asidosis dan Alkalosis Respiratorik


Akibat kegagalan sistem respirasi dalam menpertahankan pH pada nilai normal

Indikator paling penting pada respiratory inadequacy adalah pCO2


Kadar pCO2
Normal PCO2 berfluktuasi antara 35 and 45 mm Hg
Kadar di atas 45 mm Hg tanda adanya asidosis respiratorik
Kadar di bawah 35 mm Hg mengindikasikan adanya alkalosis respiratorik

Asidosis respiratorik akut


Terjadi peningkatan [p CO2 ] > normal akibat hipoventilasi disertai penurunan pH.

hipoventilasi penimbunan [CO2 ] [CO2] + [H2O] kadar [H2CO3] (asam


karbonat) meningkat. pH turun.

Asidosis respiratorik
Paling banyak sebagai penyebab ketidak seimbangan asam basa
Bila terjadi hipoventilasi pCO2 meningkat H2CO3 meningkat pH turun asidosis
Komponen utama berperan pada asidosis ini paru asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik kronik
Hipoventilasi kronik [pCO2] meningkat ginjal melakukan kompensasi [HCO3-]
meningkat.
Setelah 3-5 hari tercapai keseimbangan baru.
Untuk tiap kenaikan [pCO2] sebesar 10 mmHg, [HCO3-] meningkat 3.5 mEq/L .
Walaupun pH naik tetapi masih < 7.4 (asam)
Etiologi asidosis respiratorik kronik
Kelainan otot dada & bentuk
obesitas.
kelainan pertukaran gas : COPD
Lesi sistem saraf pusat (jarang)
Alkalosis respiratorik akut

thorax :Spinal cord injury, poliomielitis, kyphoskloliasis,

Keadaan dimana terjadi kehilangan [CO2] secara akut.


Hiperventilasi [pCO2] menurun pH meningkat alkalosis
Bila tekanan CO2 < 30 mmHg dan disertai perubahan/ peningkatan pH.
Mekanisme kompensasi ginjal belum terjadi seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan
CO2 dan perubahan ventilasi.
Bikarbonat dan base excess dalam batas normal
Sekresi ion bikarbonat pada alkalosis
Pada alkalosis, sel tubulus mensekresi ion bikarbonat dan membentuk ion [H + ] untuk
mengasamkan darah.
Mekanisme ini bertolak belakang dengan proses reabsorpsi ion bikarbonat.

Alkalosis respiratorik
Umumnya terjadi akibat hiperventilasi

Etiologi alkalosis respiratorik kronik


Hypoxemia :
Penyakit paru : pneumonia, edema, fibrosis interstitialis
Gagal jantung kongestif
Anemia berat
Rangsangan pusat pernafasan :
Psychogenic /voluntary hyperventilation
Keracunan salisilat , kelainan neurologik (tumor pontine, CVA), septicemia gram negatif
Alkalosis metabolik
Terjadi akibat kelebihan alkali terutama ion bikarbonat [HCO 3-] atau kehilangan asam (H+)
non karbonat
Penimbunan basa/ kehilangan asam non karbonat pH meningkat penekanan
kemoreseptor pernafasan hipoventilasi [pCO2] meningkat pH menurun sedikit
(masih alkalosis) .

MetabolicAlkalosis
Ventilasi paru melambat dan dangkal, sehingga memungkinkan
penimbunan [CO2] dalam darah Ginjal mensintesis [H +]
dan
mengeliminasi
bikarbonat
melalui
sekresi
di
urin
Etiologi alkalosis metabolik
Intake basa meningkat (NaHCO3)
Kehilangan ion [H+] :
Renal loss : diuretika (thiazide)
GI loss : muntah2 .
Perpindahan [H+] ke sel hipokalemia
Produksi bikarbonat berlebihan di ginjal
Asidosis metabolik
Penimbunan asam non karbonat atau kehilangan basa (alkali) pH turun menstimulasi
kemoreseptor pernafasan hiperventilasi [pCO2] turun pH agak meningkat (masih
asam/asidosis).

Sistem Buffer
Buffer adalah larutan yang dapat meminimalisasi perubahan pH, bila suatu basa
atau asam ditambahkan ke dalam larutan itu.
Buffer terdiri dari suatu asam lemah (yang melepaskan ion H+ ) / basa lemah (yang dapat
mengikat ion H+ ) dengan garamnya
Bila suatu larutan asam ditambahkan ke dalam larutan buffer, buffer akan mengikat ion H +
yang berlebihan sehingga pH dapat dipertahankan dalam kisaran
Bila larutan basa ditambahkan ke dalam larutan buffer, buffer akan melepaskan ion H + agar
pH dapat dipertahankan pada kisaran ( misal pH 10 12)
3 sistem buffer utama , yaitu:
I.

Sistem asam karbonat bikarbonat


Terdiri dari larutan air yang mengadung dua undur: (1) asam lemah H2CO3, dan
(2) garam bikarbonat seperti NaHCO3.
Komponen pertama, H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O
{CO2 + H2O H2CO3 } reaksi ini lambat dan sangat sedikit H2CO3 yang
terbentuk kecuali bila ada enzim karbonik anhidrase. Kemudian H 2CO3
berionisasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3- { H2CO3
H+ + HCO3-}

Komponen kedua, garam bikarbonat terdapat secara dominan sebagai natrium


bikarbonat (NaHCO3) dalam CES. NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap
untuk membentuk ion bikarbonat (HCO3-) dan ion-ion Na. { NaHCO3 Na+
+HCO3- }
Masukkan semua system bersama-sama. Namun, akibat lemahnya penguraian
H2CO3, konsentrasi H+ sangat kecil.
Bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan dapar bikarbonat,
peningkatan H+ {HCl H+ + Cl-} yang dilepaska dari asam didapar oleh H2CO3.
H+ + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O
Reaksi yang berlawanan terjadi bila ditambahkan basa kuat, seperti natrium
hidroksida ke dalam larutan dapar bikarbonat {NaOH + H 2CO3 NaHCO3 +
H2O} pada waktu bersamaan, konsentrasi H2CO3 menurun karena banyak yang
bereaksi dengan NaOH menyebabkan lebih banyak CO2 bergabung dengan H2O
untuk menggantikan H2CO3 { CO2 + H2O H2CO3 HCO3- + H+} oleh
Karena itu, hasil akhirnya adalah kecendrungan penurunan kadar CO 2 dalam

darah; tetapi penurunan CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan


menurunkan laju ekspirasi CO2. Peningkatan HCO3- yang terjadi dalam darah
dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3- oleh ginjal.
II.

Sistem buffer phosphate


Elemen utama dalam system dapar fosfat adalah H 2PO4- dan HPO4-. Bila suatu
asam kuat misal HCl ditambahkan ke dalam campuran kedua zat ini, hydrogen
diterima oleh basa HPO4- dan diubah menjadi H2PO4-. {HCl + Na2 HPO4- Na
H2PO4- + NaCl} hasil reaksi ini adalah asam kuat, yaitu HCl digantikan oleh
sejumlah asam lemah tambahan, Na H2PO4- dan penurunan pH menjadi minimal.
Bila suatu basa kuat, seperti NaOH ditambahkan ke dalam system dapar, OH didapar oleh H2PO4- untuk membentuk sejumlah HPO 4- + H2O tambahan {NaOH
+ Na H2PO4- Na2HPO4- + H2O } dalam keadaan ini, suatu basa kuat NaOH
ditukar dengan suatu basa lemah, NaHPO yang menyebabkan pH hanya
meningkat sedikit.
Dapar fosfat sangat penting dalam cairan tubulus ginjal untuk dua alasan berikut:
(1) fosfat biasanya menjadi sangat pekat dalam tubulus, sehingga meningkatkan
tenaga dapar system fosfat, dan (2) cairan tubulus biasanya mempunyai pH yang
lebih rendah daripada cairan ekstrasel, menyebabkan jangkauan kerja dapar lebih
mendekati pK 6,8 sistem.
System dapar fosfat juga penting dalam pendaparan cairan intrasel karena
konsentrasi fosfat dalam cairan ini beberapa kali lebih besar daripada dalam cairan
eksrasel. Juga pH cairan intrasel lebih rendah daripada cairan ekstrasel dan oleh
Karena itu biasanya lebih mendekati pK system dapar fosfat dibandingkan dengan
cairan ekstrasel.

III.

Sistem buffer protein (hemoglobin, a.amino, protein plasma)


Protein plasma dan protein intracellular merupakan buffer paling banyak dalam
tubuh dan kuat. Beberapa asam amino dari protein memiliki:
Gugus asam organik bebas (weak acids)
Gugus amin yang bereaksi basa lemah. (e.g., amino groups)
Amphoteric molecules merupakan molekul protein yang dapat berfungsi sebagai
asam lemah dan basa lemah.

PROTEINURIA
Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai
normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m 2.Dalam
keadaan normal, protein didalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap fungsional.
Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya diatas 200mg/hari.pada beberapa
kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda.Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika
protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit
diatas nilai normal.Dikatakan proteinuria massif bila terdapat protein di urin melebihi 3500
mg/hari dan biasanya mayoritas terdiri atas albumin.
Patofisiologi Proteinuria
Proteinuria dapat meningkatkan melalui salah satu cara dari ke-4 jalan yaitu:
1.Perubahan permeabilitas glumerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein
plasma normal terutama abumin.
2.Kegagalan tubulus mereabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi.
3.Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal,Low Molecular Weight Protein (LMWP) dalam
jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus.
4.Sekresi yang meningkat dari mekuloprotein uroepitel dan sekresi IgA dalam respon untuk
inflamasi.
Proteinuria Fisiologis
Proteinuria sebenarnya tidaklah selalu menunjukkan kelainan/penyakit ginjal.Beberapa
keadaan fisiologis pada individu sehat dapat menyebabkan proteinuria.Pada keadaan
fisiologis sering ditemukan proteinuria ringan yang jumlahnya kurang dari 200 mg/hari dan
bersifat sementara.Misalnya, pada keadaaan demam tinggi, gagal jantung, latihan fisik yang
kuat terutama lari maraton dapat mencapai lebih dari 1 gram/hari, pasien hematuria yang
ditemukan proteinuria masif, yang sebabnya bukan karena kebocoran protein dari glomerulus
tetapi karena banyaknya protein dari eritrosit yang pecah dalam urin akibat hematuri tersebut
(positif palsu proteinuria masif).
Proteinuria Patologis
Sebaliknya, tidak semua penyakit ginjal menunjukkan proteinuria, misalnya pada penyakit
ginjal polikistik, penyakit ginjla obstruksi, penyakit ginjal akibat obat-obatan analgestik dan
kelainan kongenital kista, sering tidak ditemukan proteinuria.Walaupun demikian proteinuria

adalah manifestasi besar penyakit ginjal dan merupakan indikator perburukan fungsi
ginjal.Baik pada penyakit ginjal diabetes maupun pada penyakit ginjal non diabetes.
Kita mengenal 3 macam proteinuria yang patologis: Proteinuria yang berat, sering kali
disebut masif, terutama pada keadaan nefrotik, yaitu protein didalam urin yang mengandung
lebih dari 3 gram/24 jam pada dewasa atau 40 mg/m 2/jam pada anak-anak, biasanya
berhubungan secara bermakna dengan lesi/kebocoran glomerulus.Sering pula dikatakan bila
protein di dalam urin melebihi 3,5 gram/24 jam.
Penyebab proteinuria masif sangat banyak, yang pasti keadaan diabetes melitus yang cukup
lama dengan retinopati dan penyakit glomerulus.Terdapat 3 jenis proteinuria patologis:
1.Proteinuria glomerulus, misalnya: mikroalbuminuria, proteinuria klinis.
2.Proteinuria tubular
3.Overflow proteinuria
Proteinuria Glomerulus
Dua faktor utama yang menyebabkan filtrasi glomerulus protein plasma meningkat: 1).
Ketika barier filtrasi diubah oleh penyakit yang dipengaruhi glomerulus, protein plasma,
terutama albumin, mengalami kebocoran pada filtrat glomerulus pada sejumlah kapasitas
tubulus yang berlebihan yang menyebabkan proteinuria. Pada penyakit glomerulus dikenal
penyakit perubahan minimal, albuminuria disebabkan kegagalan selularitas yang berubah. 2).
Faktor-faktor hemodinamik menyebabkan proteinuria glomerulus oleh tekanan difus yang
meningkat tanpa perubahan apapun pada permeabilitas intrinsik dinding kapiler glomerulus.
Proteinuria ini terjadi akibat kebocoran glomerulus yang behubungan dengan kenaikan
permeabilitas membran basal glomerulus terhadap protein.
1. Mikroalbuminuria
Pada keadaan normal albumin urin tidak melebihi 30mg/hari. Bila albumin di urin 30300mg/hari atau 30-350 mg/hari disebut mikroalbuminuria. Mikroalbuminuria merupakan
marker untuk proteinuria klinis yang disertai dengan penurunan faal ginjal LFG (laju filtrasi
glomerulus) dan penyakit kardiovaskular sistemik. Pada pasien diabetes mellitus tipe I dan II,
kontrol ketat gula darah, tekanan darah dan mikroalbuminuria sangat penting.

Proteinuria Tubular
Jenis proteinuria ini mempunyai berat molekul yang rendah antara 100-150 mg/hari, terdiri
atas -2 mikroglobulin dengan berat molekul 14000 dalton. Penyakit yang biasanya
menimbulkan proteinuria tubular adalah: renal tubular acidosis (RTA), sarkoidosis, sindrom
Faankoni, pielonefritis kronik dan akibat cangkok ginjal.
Overflow Proteinuria
Diskrasia sel plasma (pada mieloma multipel) berhubungan dengan sejumlah besar ekskresi
rantai pendek/protein berat molekul rendah (kurang dari 4000 dalton) berupa Light Chain
Imunoglobulin, yang tidak dapat di deteksi dengan pemeriksaan dipstik/ yang umumnya
mendeteksi albumin/ pemeriksaan rutin biasa , tetapi harus pemeriksaan khusus. Protein jenis
ini disebut protein Bence Jonespenyakit lain yang dapat menimbulkan protein Bence Jones
adalah amiloidosis dan makroglobulinemia.

Anuria.
Anuria dalam arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana tidak ada produksi
urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan dimana produksi
urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini menggambarkan gangguan fungsi ginjal
yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi secara pelan-pelan atau yang datang secara
mendadak.
Yang datang pelan-pelan umumnya menyertai gangguan ginjal kronik dan biasanya
menunjukkan gangguan yang sudah lanjut. Yang timbul mendadak sebagian besar disebabkan
gagal ginjal akut, yang secara klinis dipakai bersama-sama dengan keadaan yang disebut
oliguria, yaitu keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam antara 100 400 ml.
Faktor Penyebab Terjadinya Anuria.
Kegagalan fungsi ginjal, yang dapat memiliki penyebab ganda termasuk obat-obatan
atau racun (misalnya, antibeku), diabetes, tekanan darah tinggi. Batu atau tumor dalam
saluran kemih juga dapat menyebabkan obstruksi dengan menciptakan untuk aliran urin.
Kalsium darah yang tinggi, oksalat, atau asam urat, dapat berkontribusi terhadap risiko
pembentukan batu. Pada laki-laki, kelenjar prostat membesar adalah penyebab umum dari
anuria obstruktif.
Berdasarkan penyebab terjadinya, anuria dapat dikelompokkan dalam 3 golongan
yaitu : sebab-sebab pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab post-renal.
Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti akibat dehidrasi, combustio,
perdarahan, trauma yang massive atau sepsis. Anuria pre-renal ini dapat juga disebabkan oleh
obstruksi arteri renalis misalnya oleh akibat emboli (fibrilasi atrium), thrombus
(atherosclerosis), dan trauma arteri renalis bilateralis. Bendungan kedua vena renalis dapat
juga menyebabkan penurunan produksi urine, misalnya akibat kelainan koagulasi, atau
penyebaran tumor.
Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glumerulonefritis akut, dan pada beberapa
keadaan glumerulopati.
anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi urethra oleh karena striktura, pembesaran
prostat, sumbatan kedua ureter misalnya karena trauma atau laparatomi, proses keganasan
dalam rongga pelvis dan batu pada saluran kemih.
Gejala Anuria.
Anuria sendiri adalah gejala, bukan penyakit. Hal ini sering dikaitkan dengan gejala
lain dari kegagalan ginjal, seperti kurangnya nafsu makan, mual, lemah, dan muntah. Ini
adalah sebagian besar hasil dari penumpukan racun dalam darah yang biasanya akan
dikeluarkan oleh ginjal yang sehat.
Patofisiologi Terjadinya Anuria
Sebagai akibat terjadinya anuria maka akan timbul gangguan keseimbangan didalam
tubuh yaitu berupa penumpukan cairan, elektrolit, dan sisa-sisa metabolisme tubuh, yang
seharusnya keluar bersama-sama urine. Keadaan inilah yang akan memberikan gambaran
klinis daripada anuria pada gagal ginjal seperti edema, asidosis, uremia dsb.
Pada umumnya keadaan ini dengan mudah dapat dikenali, sehingga diagnosanya juga
tidak sulit. Tetapi untuk mencari etiologi dari anuria kadang-kadang sulit, maka didalam
gagal ginjal ini penanggulangan ditujukan kepada gagal ginjal akutnya tanpa memandang
etiologinya demi untuk menyelamatkan kegawatan si penderita yang kadang-kadang lifesaving. Dari sudut patofisiologi ini dapat jelas dilihat bahwa tindakan pencegahan adalah
sangat penting; misalnya pada keadaan yang kemungkinan terjadinya anuria tinggi,
pemberian cairan supaya renal blood flow terjamin harus selalu diusahakan, sebelum anuria
terjadi.

Diagnosa Anuria.
Pemeriksaan fisik dapat membantu untuk mengetahui apakah seseorang mengalami
anuria. Biasanya,jika seseorang terkena anuria maka dia akan mengalami depresi dan
dehidrasi. Palpasi abdomen akan mengungkapkan kandung kemih kosong. Ginjal mengalami
bengkak dan nyeri.
Anuria didiagnosa ketika tidak ada produksi urin. Menemukan penyebab gagal ginjal
akut mungkin sulit. Dalam rangka untuk mendiagnosa penyebab kegagalan ginjal akut, tes
darah, radiografi (sinar-x), USG, tes darah khusus atau biopsi mungkin diperlukan.
Dalam rangka untuk mengkonfirmasi kurangnya produksi urin, kateter urin
berdiamnya dapat ditempatkan dan produksi urin dipantau. Ketka urin tidak ada yang
dihasilkan, maka seseorang terdiagnosa anuria.

OLIGURIA
DEFINISI:
Oliguria didefinisikan sebagai keluaran urin kurang dari 1 mL/kg/jam pada bayi, kurang dari
0,5 mL/kg/jam pada anak, dan kurang dari 400 mL/hari pada dewasa.
PATOFISIOLOGI:
Oliguria dapat diakibatkan oleh 2 proses patofisiologik: mekanisme prerenal, intrinsik renal,
dan postrenal.
1. Insufisiensi prerenal bertanggung jawab atas kira-kira 70% kasus gagal ginjal akut (GGA)
di luar rumah sakit dan sampai 60% dari kasus-kasus GGA di rumah sakit. Insufisiensi
prerenal merupakan respons fungsional dari ginjal normal terhadap hipoperfusi. Fase dini dari
kompensasi ginjal untuk perfusi yang berkurang adalah autoregulasi laju filtrasi glomerulus,
melalui dilatasi arteriol aferen (yang diinduksi oleh respons miogenik, umpan balik
tubuloglomerulus, dan prostaglandin) dan via konstriksi arteriol eferen (diperantarai oleh
angiotensin II). Fase dini juga mencakup peningkatan reabsorpsi garam dan air (dirangsang
oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatis). Akan tetapi, hipoperfusi
ginjal yang berkepanjangan bisa mengakibatkan pergeseran dari kompensasi ke
dekompensasi.
2. Gagal ginjal intrinsik disertai oleh kerusakan struktur ginjal. Ini meliputi nekrosis tubulus
akut (akibat iskemia berkepanjangan, obat-obat dan toksin), penyakit glomerulus, atau lesi
pembuluh darah). Patofisiologi iskemia, nekrosis tubulus akut telah diketahui dengan baik.
Iskemia mengakibatkan perubahan metabolisme sel tubulus (deplesi ATP, pelepasan spesies
oksigen reaktif) dan kematian sel dengan akibat deskuamasi sel, pembentukan cast, obstruksi
intratubulus, tumpahnya cairan tubulus, (backleak), dan oliguria. Pada kebanyakan situasi
klinik, oliguria bisa pulih dan diikuti perbaikan dan regenerasi sel epitel tubulus.
3. Gagal postrenal merupakan akibat dari obstruksi mekanik atau fungsional terhadap aliran
urin. Bentuk oliguria dan insufisiensi ginjal ini biasanya memberi respons setelah obstruksi
dilepas.
4. Gagal ginjal tidak selalu disertai oliguria. gagal ginjal yang diakibatkan oleh cedera
nefrotoksik, nefritis interstisial dan asfiksia neonatorum sering memiliki jenis nonoligurik,
dengan cedera ginjal lebih sedikit dan memiliki prognosis lebih baik.
PEMERIKSAAN LAB:
Urinalisis
1. Pemeriksaan seksama dari urin segar adalah cara cepat dan murah untuk membedakan
gagal ginjal prerenal dari intrinsik renal.
2. Pada gagal prerenal, bisa terlihat beberapa silinder hialin dan granular dengan sedikit
protein, heme, atau sel darah merah. Urin heme-positif yang tidak disertai eritrosit memberi
kesan hemolisis atau rhabdomiolisis.

3. Pada gagal ginjal intrinsik, hematuria dan proteinuria menonjol. Silinder granular coklat
dan lebar khas dijumpai pada iskemia atau nekrosis tubulus akut dan sedimen eritrosit khas
terlihat pada glomerulonefritis akut. Urin pada nefritis interstisial akut memperlihatkan sel
darah putih, khususnya eosinofil dan sedimen sel darah putih.
Indeks urin
1. Pengukuran sekaligus dari natrium, kreatinin, osmolalitas serum maupun urin bisa
membantu membedakan azotemia prerenal atau gagal ginjal intrinsik. Pada azotemia
prerenal, kapasitas reabsorpsi dari sel tubulus dan daya konsentrasi ginjal masih baik atau
bahkan meningkat. Pada gagal ginjal intrinsik, fungsi-fungsi ini terganggu karena kerusakan
struktural.
2. Pada gagal prerenal, berat jenis urin tinggi (lebih dari 1020), rasio kreatinin urin: kreatinin
plasma tinggi (lebih dari 40), rasio osmolalitas urin:plasma tinggi (lebih besar daripada 1,5),
dan konsentrasi natrium urin rendah (kurang dari 20 mEq/L).
3. Temuan berlawanan didapatkan pada gagal ginjal intrinsik, di mana rasio kreatinin
urin:plasma kurang dari 20, rasio osmolalitas urin:plasma kurang dari 1.1, dan konsentrasi
natrium urin lebih besar daripada 40 mEq/L.
BUN dan kreatinin serum
1. Pada gagal prerenal ada peninggian mencolok dari BUN, dan rasio BUN/Cr lebih dari 20.
Ini mencerminkan peningkatan reabsorpsi urea di tubulus proksimal. GGA ditandai oleh
peningkatan kreatinin setiap hari (0,5-1,5 mg/dL/hari) dan). BUN (10-20 mg/dL/hari
2. Peninggian BUN bisa juga diakibatkan dari terapi steroid, nutrisi parenteral, perdarahan
gastrointestinal, dan status katabolisme. Peninggian palsu bisa dijumpai setelah penggunaan
obat yang mengganggu sekresi kreatinin oleh tubulus (trimetoprim, simetidin), atau obat-obat
yang menyediakan substrat khromogenik (sefalosporin), yang mengganggu reaksi Jaff untuk
pengukuran kreatinin serum.

Hiperkalemia
Keadaan dimana kadar kalium serum lebih atau sama dengan 5,5 mEq/l
Penyebab hiperkalemia
-

Ginjal tidak mampu mengeluarkan kalium dengan baik

Pemakaian obat yang menghambat pembuangan kalium (triamterene, spironalakton,


ace inhibitor)

sejumlah besar kalium tiba tiba dilepaska dalam keadaan

Terjadi luka bakar

Overdosis kokain

Tanda dan gejala


-neuromuskular
Kelemahan otot yang tidak begitu terlihat pada awal dan berjalan naik ke arah
paralisis

saluran cerna
Mual, muntah, diare
-ginjal
Oligouria---anuria
-kardivaskular
Disritmia jantung, blok jantung komplit, fibrilasi ventrikel

Penatalaksaan
Tujuan
Mengatasi penyebab dasar dan mengembalikan kadar kalium serum ke normal
-menurunkan masukan kalium-> diet rendah kalium
-Iv kalsium glukonat
untuk meniadakan efek neuromuskular dan jantung terhadap hiperkalemia
-

Bikarbonat natrium
Untuk memindahkan kalium ke dalam sel dan menurunkan kalsium serum

Gambaran ekg pada hiperkalemia


-gelombang T tinggi dan tajam
-pemanjanagan interval PR
-kadar kalium sangat tinggi dapat menyebabkan asistol >8mmol/l

Syok Hipovolemik
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik
ditandai dengan kegagalan sis.sirkuasi untukpertahankan perfusi yang adekuat ke oraganorgan vital tubuh
Syok hipovolemik
Definisi
Adalah terganggunya sistem sirkulasi akibatdari volume darah dalam pembuluh darah yang
kurang.
Etiologi

Perdarahan yang masif

Kehilangan plasma
Luka bakar

Kehilangan cairan ekstraselular


Muntah
Dehidrasi
Diare
Terapi diuretik yang sangat agresif

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, akan


menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
(1) Turunnya turgor jaringan
(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering
(3) Bola mata cekung.

Gejala Klinis

Hipovolemia penurunan curah jantung Penurunan TD

Vasokonstriksi kapiler pucat & dingin

Pertahankan curah jantung penurunan diuresis dan takikardi

Takipnea

Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh
metabolisme anaerob

Px.lab hematologi

pasien perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, hematokrit rendah.

Hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah
(diare, luka bakar, fistula) mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat
(konsentarted) dan kental, maka nilai hematokrit menjadi tinggi.

Klasifikasi
Menurut derajat vol sirkulasi yang hilang syok dibagi dalam :
Menurut buku nefrologi Basuki
Ringan (20% vol.darah)

Ekstremitas dingin

CR memanjang

Cemas

Hipovolemi sedang (20-40% vol.darah)

Sama, ditambah:

Takikardi

Takipnea

Oligouria

Hipotensi

Hipovolemi berat (40% vol.darah)

Sama, ditambah

Heodinamk tidak stabil

Perubahan kesadaran

Menurut buku Ilmu bedah djong


Parameter

Kelas
I

II

III

IV

Vol.darah
(ml)

hilang

<750

750-1500

1500-2000

>2000

Vol.darah
(%)

hilang

<15

15-30

30-40

>40

Nadi (x/meniit)

<100

>100

>120

>140

TD

Normal

Turun

Turun

Turun

RR (x/mnt)

14-20

20-30

30-40

>35

>30

20-30

5-15

Sangat kurang

Normal

Gelisah

Bingung

Tdak sadar

Produksi
(ml/jam)

urin

kesadran

Penatalaksanaan

Pemerian posisi trendelenberg


Meninggikan tugkai pasien 20, lutut diluruskan, kepala agak dinaikkan.
tujuan u/ meningkatkan aliran balik vena.

Resusitasi cairan dengan cepat


infus ringers laktat pemberian 2-4 L dalam 20-30

Pemasagan kateter urin

GANGGUAN GINJAL AKUT (GgGA)


Pendahuluan

5 7% pasien rawat inap

Morbiditas mortalitas 20 70% (ICU)

Berkaitan dengan penyakit dasar, pengobatan, prosedur diagnostik

+ Gagal ginjal akut death risk

Asimtomatik , reversibel

Kausa : prerenal, renal, postrenal

Batasan :
1. Konseptual
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan atau tanpa oligouri pada ginjal
yangsebelumnya berfungsi normal.
2. Operasional
Kenaikan kreatinin darah :
a. Minimal 0,5 mg/dl bila awalnya < 3 mg/dl
b. Minimal 1 mg/dl bila awalnya > 3 mg/dl
setiap hari, pada minimal 2 X pemeriksaan
Definisi

Sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi mendadak
(beberapa jam minggu) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (Ur,
Cr) dan non nitrogen, dengan/ tanpa disertai oliguria

Berdasarkan pemeriksaan lab

peningkatan mendadak kreatinin serum 0,5 mg% bila kreatinin awal < 2,5 mg
% atau

peningkatan > 20% bila kreatinin awal > 2,5 mg%

Berat , outcome klinis RIFLE

Pengaturan fungsi ginjal


Anatomical OutflowSirkulasi GinjalMekanisme intrarenal dalam pembentukan urin

Fungsi ginjal terganggu

Accute Renal failure

Etiologi

Prerenal
Penurunan perfusi ginjal

Deplesi volume intravaskuler

Cardiac output

Vasokonstriksi/obst pd renal

Agen farmakologis gg autoregulasi LFG

Renal
Gangguan struktur nefron

Gg pembuluh drh ginjal

Peny. glomerulus dan mikrovaskular ginjal

Peny. tubulus krn iskemia , toksin endogen/exogen, obst

Peny. tubulointerstitial akut

Postrenal
Obstruksi saluran kemih (urinary collection system) karena intrinsic atau
ekstrinsik

Obstruksi ureter bilateral

Obstruksi bladder neck, urethra

Patogenesis

Prerenal
Hipovolemia autoregulasi: vasodilatasi aferen konstriksi eferen lama,
berat gg autoregulasi : konstriksi aferen (hipovolemia baroreseptor
RAA, simpatis, vasopresin release)

Renal
Hipoperfusi lama,memberat; obat/bhn nefrotoksik nekrosis: NTA

Postrenal
Obstruksi awal: aliran drh tek pelvis ginjal 1,5-2 jam: aliran drh
ginjal kronis: aliran drh tek pelvis mjd normal mediator inflamasi,
growth faktor fibrosis interstitial

Kelainan histopatopatologi ginjal


Nefrotoksis

- Lesi nekrosis sel tubulus proksimal

tetapi membran basal tubulus masih

utuh
Pasca iskemik
- Lesi iskemik tersebar mengenai tub.proximal,tub.distal,collecting tubule
Diagnosis
Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Laboratorium : serum kreatinin, vol. urin, urinalisis, biomarker, DPL, kreatin


fosfokinase, hemostasis, FeNa , kimia urin

Pemeriksaan penunjang lain : USG , CT abdomen, RPG , sistoskopi

Biopsi pd dugaan kausa nefritik,SN, unexplain

Urilasisys

Etiologi dan Patogenesis


Gangguan ginjal akut apabila dilihat dari etiologinya dapat dibagi menjadi 3 yaitu
sebelum ginjal( pre renal ), di dalam ginjal( renal/ intrinsik ) dan setelah ginjal ( post renal ).
Pembagian ini berdasarkan lokasi terjadinya kelainan patofisiologi yang menimbulkan
GgGA.

Gambar 1. Patogenesis Gangguan Ginjal Akut


A. GgGA Pre renal
Penyebab GgGA pre renal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan oleh
hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GgGA pre renal
integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat lebih baik apabila
faktor penyebab dikoreksi. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil
maka akan timbul GgGA renal berupa nekrosis tubular akut (NTA) karena iskemia. Pada
kondisi ini fungsi otoregulasi ginjal akan berupaya mempertahankan tekanan perfusi,
melalui mekanisme vasodilatasi intra-renal. Dalam keadaan normal, aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus (LFG) relatif konstan karena diatur oleh suatu mekanisme
yang disebut otoregulasi.
Pada keadaan hipovolemia akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktifasi
baroreseptor kardiovaskuler yang selanjutnya mengaktifasi sistem syaraf simpatis, sistem
renin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-1 (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung
serta perfusi serebral. Pada keaadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal mempertahankan
aliran darah ginjal dan LFG dengan vasodilatasi arteriol aferen yang dipengaruhi oleh
refleks miogenik serta prostaglandin dan Nitric oxide (NO), serta vasokontriksi arterial
eferen yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II (A-II) dan ET-1. Mekanisme ini
bertujuan untuk mempertahankan homeostasis intra-renal.
Pada hipoperfusi ginjal yang berat ( tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg ) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut terganggu,
dimana arteriol aferen mengalami vasokontriksi, terjadi kontraksi mesangial dan
peningkatan reabsorsi Na+ dan air. Keadaan ini disebut pre renal atau GgGA fungsional,
dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. Penanganan terhadap penyebab
hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intra-renal menjadi normal kembali.
Beberapa jenis obat dapat menyebabkan GgGA pre renal, antara lain nonsteroidal anti
inflammatory drugs (NSAID) karena menghambat sintesis prostaglandin yang
mengakibatkan penurunan LFG, inhibitorACE karena menurunkan produksi angiotensinII sehingga terjadi vasodilatasi arterial eferen dengan akibat penurunan tekanan

hidrostatis glomerulus. Siklosporine dan taclimus dapat menyebabkan vasokontriksi


vaskuler sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal.

Tabel 1. Etiologi yang dapat menyebabkan gangguan ginjal pre-renal


N
o

Etiologi gangguan ginjal akut

Kehilangan volume cairan tubuh melalui

Dehirasi
: Apapun penyebabnya
Perdarahan
: Apapun penyebabnya
Gastro-intestinal : Diare, muntah, cairan NGT,dll
Ginjal
: Diuretik, osmotik diuretik, insufisiensi adrena, dll.
Kulit
: Drain pasca operasi
Penurunan volume efektif pembuluh darah

Infark miokard
Kardiomiopati
Pericarditis ( konstruktif atau tamponade jantung )
Aritmia
Disfungsi katub
Gagal jantung
Emboli paru
Hipertensi pulmonal
Penggunaan ventilator
Redistribusi cairan

Hipoalbuminemia ( sindroma nefrotik, sirosis hepatis, malnutrisi )


Syok vasodilator
Peritonitis
Pankreatitis
Rhabdomiolitis
Ascites
Obat- obat vasodilator
Obstruksi renovaskuler

Arteri renalis ( stenosis intravaskuler, embolus, laserasi trombus )


Vena renalis ( trombosis intravaskuler, infiltrasi tumor )

B. GgGA renal/ intrinsik

Penyebab utama GgGA Proses intrinsik yang mengakibatkan GgGA dikategorikan


sesuaidengan lokasi utama dimana terjadinya gangguan histologik pada komponen
struktural ginjal. Secara klasik GgGA intrinsik dapat dibagi menjadi :
1. Gangguan glomerulus akut
2. Gangguan intertitialis
3. Gangguan tubulus
Pada beberapa bentuk GgGA intrinsik tersebut, terdapat golongan yang tidak dapat
dikategorikan kedalam kategori yang klasik sehingga diusulkan untuk dapat memasukkan
dua kategori lainnya lagi yaitu: penyakit vaskuler akut dan GgGA sekunder terhadap
obstruksi intratubuler.
Perbedaaan utama dari suatu GgGA intrinsik dengan pre renal ataupun post renal adalah
pada GgGA intrinsik sudah terjadi gangguan struktural ginjal. Perbaikan yang dilakukan
terhadap penyakit yang menjadi etiologi GgGA intrinsik tersebut tidak selalu diikuti oleh
perbaikan struktural maupun fungsi ginjal dengan segera.
Penyebab utama GgGA intrinsik adalah nekrosis tubular akut (NTA) dengan etiologi
multifaktorial, dan biasanya terjadi pada keadaan - keadaan: penyakit akut dengan sepsis,
hipotensi dan penggunaan obat- abatan yang nefrotoksik. Gambar dibawah ini
menunjukkan mekanisme terjadinya nekrosis tubular akut.

Gambar 2. Mekanisme nekrosis tubular akut


Tabel 2. Etiologi yang dapat menyebabkan gangguan ginjal intrinsik(7)
No

Etiologi gangguan ginjal akut

Tubular nekrosis akut

Obat- obatan
Iskemia
Syok septik

: Aminoglikosida, cisplatin, ampphotericin B


: Apapun sebabnya
: Apapun sebabnya
Obstruksi intratubular : Rhabdomiolisis, hemolisis,
multipel myeloma, asam urat, kalsium oksalat
Toksin
: Zat kontras radiologi,
karbon tetraklorid, etilen glikol, logam berat

Nefritis intertitialis akut

Obat- obatan
: Penisilin, NSAID, inhibitor
ACE, allopurinol, Cimetidin, H2 blokers, proton
pump inhibitors
: Streptokokus, difteri, leptospirosis
: Hiperurikemia, nefrokalsinosis
: Etilene glikol, kalsium oksalat
: SLE, cryoglobulinemia

Pasca infeksi
: Streptokokus, bakteria,
hepatitis B, HIV, abses visceral
Vaskulitis sistemik
: SLE, Wegeners
granulomatous, poliarteritis nodusa, HenochSchonlein purpura, IgA nefritis, sindroma
goodpasture.

Infeksi
Metabolik
Toksin
Penyakit autoimun
Glomerulonefritis akut

Glemerulonefritis
membranoproliperative

Idiopatik
Oklusi Mikrokapiler

Nekrosis kortikal akut.

: Thrombotic thombocytopenic purpura, hemolitic


uremic syndrome, disseminated intravaskuler
coagulation, cryoglobulinemia, emboli kolesterol

C. GgGA post renal


GgGApost renal merupakan 10 % dari keseluruhan GgGA. GgGA post renal terjadi
akibat obstruksi pada saluran air kemih apapun etiologinya. Obstruksi akan meningkatkan
tekanan di dalam kapsula bowman dan menurunkan tekanan hidrostatik sehingga LFG
menurun. GgGA post renal dapat disebabkan oleh obstruksi yang terjadi di bawah

kandung kemih (uretra) atau pada kedua ureter yang akan menghambat aliran urin dari
kedua ginjal. Bila obstruksi hanya terjadi pada salah satu ureter maka GgGA post renal
baru akan berlangsung bila ginjal sebelahnya sudah tidak berfungsi akibat etiologi lain.
Bila etiologi penyebab obstruksi dihilangkan maka biasanya gangguan ginjal yang terjadi
cepat

membaik. Pada masa penyembuhan seringkali timbul keadaan poliuria pasca

obstruksi (> 4 liter/ hari). Poliuria terjadi karena obstruksi saluran kemih akan
menurunkan sensitifitas tubuli terhadap anti diuretik hormon (ADH), bila sumbatan
dihilangkan maka terjadi poliuria karena sensitivitas terhadap ADH belum pulih. Fase
poliuria biasanya terjadi singkat, beberapa hari sampai satu minggu. Pada fase poliuria
harus dijaga agar pasien tidak menjadi dehidrasi dan kekurangan elektrolit.
Tabel 3. Etiologi yang dapat menyebabkan gangguan ginjal post renal
N

Etiologi gangguan ginjal akut

o
1

Obstruksi ureter ( bilateral atau unilateral )

Ekstrinsik : Tumor, perdarahan/ fibrosis retroperitoneum

Intrinsik : Batu, bekuan darah, nekrosis papila ginjal, tumor.


Obstruksi kantung kemih atau uretra

Tumor atau hipertropi prostat

Tumor kantung kemih, neurogenic bladder

Prolaps uteri

Batu, bekuan darah, sloughed papillae

Obstruksi kateter foley

Diagnosis
Untuk mengatasi beragamnya konsep gagal ginjal akut kelompok pakar nefrologi dan
intensivis yang tergabung dalam Acute Dialysis Quality Initiative ( ADQI ) membuat
istilah, definisi baru dan konsensus pengelolaan yang lebih komprehensif berdasarkan
bukti- bukti klinis terpercaya. Pada pertemuan tahun 2002 dikemukakan istilah Acute
Kidney Injuri atau GgGA menggantikan acute renal failure. Kemudian kelompok ini

mendapat apresiasi yang lebih luas lagi sehingga sepakat membentuk jaringan yang lebih
luas disebut Acute Kidney Injury Network (AKIN).
Perubahan konsep definisi kepada GgGA diharapkan dapat mengatasi kelemahan konsep
definisi GGA sebelumnya. Oleh karena itu konsep baru ini harus disertai kriteria- kriteria
diagnosis yang dapat mengklasifikasikan GgGA dalam berbagai kriteria bertanya
penyakit. Kriteria yang dibuat disebut kriteria RIFLE.
Kriteria ini dibuat dengan memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi
perjalanan penyakit GgGA, disebut kriteria RIFLE (Risk, Injury, Failure, Loss, End- stage
renal failure). Kriteria RIFLE pertama kali dipresentasikan pada International Conference
on Continous Renal Replacement Therapies, di Sandiago pada tahun 2003. Kriteria ini
kemudian mengalami perbaikan dan terakhir diajukan oleh Kellum, Bellomo, dan Ronco
tahun 2007.

Gambar 3.Kriteria RIFLE Menurut ADQI


Pada tahun 2005 AKIN membuat seditkit modifikasi pada kriteria RIFLE dengan
berbagai pertimbangan salah satunya menghilangkan kriteria L dan E karena tidak
menggambarkan tahapan penyakit tetapi prognosis, dengan demikian tahapan GgGA
menurut AKIN adalah:

Tabel 4. Tahapan Gangguan Ginjal Akut menurut AKIN(1)

Tahap Kriteria serum kreatinin


1

Kriteri urin output (UO)

Kenaikan serum kreatinin 0,3 UO < 0,5 cc/kgbb selama lebih dari 6 jam
mg/dl atau kenaikan 1,5 sampai
2 kali kadar sebelumnya

Kenaikan serum kreatinin 2 UO < 0,5 cc/kgbb selama lebih dari 12 jam
sampai 3 kali kadar sebelumnya

Kenaikan serum kreatinin 3 kali UO < 0,3 cc/kgbb selama lebih dari 24 jam
kadar sebelumnya, atau serum atau anuria selama 12 jam.
kreatinin 4 mg/dl dengan
peningkatan akut paling sedikit
sebesar 0,5 mg/dl

Kriteria yang dibuat oleh AKIN di atas sebenarnya tidak berbeda dengan kriteria RIFLE.
Kriteria RIFLE R sama dengan tahap 1, RIFLE I sama dengan tahap 2, RIFLE F sama
dengan sama dengan tahap 3. Kriteria RIFLE L dan E dihilangkan karena dianggap
sebagai prognosis buka tahapan penyakit.
Pada tahun 2008, Bagshaw dkk mengumpulkan data pasien penyakit gawat yang dirawat
di ICU dari Australian New Zealand Intensive Care Society (ANZIC). Mereka
melaporkan bahwa walaupun kriteria AKIN menggunakan kadar kreatinin yang lebih
rendah ( 0,3 mg/dl) untuk menegakkan diagnosis dini, tetapi secara keseluruhan kriteria
AKIN tidak lebih sensitif atau prediktif jika dibandingkan dengan kriteria RIFLE dari
ADQI.

BIOMARKER PADA GANGGUAN GINJAL AKUT


Definisi Biomarker
Menurut Biomarker Definitions Working Group (2001) yang dimaksud dengan biomarker
adalah suatu parameter biologis (dapat berupa enzim, hormon, fenotipe genetik, dll) yang

terukur dan terpercaya sebagai indikator terjadinya suatu proses biologis, proses
patologis, respon farmakologis, atau respon terhadap intervensi terapeutik.
Biomarker yang ideal untuk GgGA
Suatu biomarker GgGA yang ideal harus dapat membantu menegakkan diagnosis GgGA
secara cepat(dini) pada pasien- pasein yang dirawat dengan sensitivitas dan spesifitas
yang tinggi serta dapat membantu mengelompokkan resiko pasien GgGA dengan
memprediksi kebutuhan terhadap terapi pengganti ginjal, durasi dari GgGA, lama dirawat
dan angka mortalitas. Dengan menegakkan diagnosis lebih dini diharapkan terapi dapat
dilakukan lebih cepat dengan harapan angka kematian GgGA yang saat ini masih tinggi
dapat diturunkan.
Menurut Coca dan Parikh (2008), suatu biomarker harus melalui beberapa tahapan
penelitian sebelum dapat diakui sebagai suatu parameter teruji untuk menegakkan
diagnosis GgGA. Pada tahap pertama dilakukan exploitasi pre- klinikal, yaitu apakah
kadarnya menurun atau meningkat secara bermakna pada percobaan binatang yang dibuat
GgGA. Tahap dua, apakah dapat dilakukan cara pengukuran (Elisa atau immune assay)
secara non invasif terhadap biomarker tersebut. Pada tahap ini dipelajari juga
kemungkinan pengaruh eksternal seperti usia, jenis kelamin, dan berbagai variabel lain
terhadap kadar penanda tersebut. Pada tahap tiga (tahap klinik), ditentukan apakah
biomarker ini dapat mendeteksi dini terjadinya GgGA pada pasien- pasien. Ditetapkan
pula sensitivitas dan spesifitasnya, serta kadar minimal untuk diagnosis yang dapat
mendeteksi penyakit. Tahap empat adalah validasi penggunaanya dalam klinik. Perlu
dilakukan penelitian cohort dengan populasi pasien yang lebih banyak sebelum diakui
sebagai biomarker yang terpercaya. Tahap lima adalah postmarketing survey. Harus
dibuktikan bahwa penanda biologis yang digunakan dapat membuat diagnosis secara dini
dan dapat memperbaiki prognosis penyakit.

Tabel 5. Tahapan- tahapan pada perkembangan biomarker

Menurut Molitoris dkk (2008), biomarker yang ideal untuk GgGA diharapkan selain
dapat menegakkan diagnosis secara dini, harus dapat membuat diagnosis banding.
Artinya, dapat membedakan gangguan tubuli dari gangguan ginjal lainnya, serta dapat
menentukan letak kelainannya pada tubuli (proksimal atau distal) dan menemukan
penyebabnya (iskemia atau toksin) dan saat terjadinya gangguan (akut atau kronis).
Deravajan (2007) berpendapat suatu biomarker yang ideal untuk GgGA harus dapat
memenuhi kriteria- kriteria dibawah ini:
1. Dapat membedakan sub- tipe GgGA ( pre renal, renal dan post renal )
2. Dapat membedakan etiologi GgGA ( iskemia, toksin, sepsis, atau kombinasi )
3. Dapat membedakan GgGA dari kelainan ginjal lainnya ( ISK, Glomerulonefritis,
nefritis intertitialis )
4. Dapat meramalkan tingkat/ beratnya GgGA
5. Dapat memantau perjalanan penyakit GgGA
6. Dapat memantau pengobatan dan cara intervensi lainnya

Biomarker yang sudah digunakan pada GgGA


Hingga saat ini AKIN masih menggunakan kriteria peningkatan kadar kreatinin serum
untuk menegakkan GgGA. Hal ini disebabkan karena belum adanya biomarker lain yang
cukup sensitif dan spesifik untuk menegakkan GgGA.
Berbeda dengan penyakit ginjal kronis dimana kenaikan kreatinin serum dapat dipercaya
sebagai penanda turunnya laju filtrasi glomerulus, pada GgGA kadar kreatinin serum
sedikit sekali merepleksikan fungsi dari ginjal, hal ini disebakan oleh karena:
1. Kehilangan masa ginjal yang besar bisa terjadi tanpa disertai dengan perubahan
dari kreatinin serum karena adanya cadangan fungsi ginjal yng besar ( renal

reserve ). Sebagai contoh seorang yang telah mendonorkan salah satu ginjalnya,
biasanya

tidak ada perubahan pada kadar kreatinin serum setelah operasi

meskipun orang tersebut telah kehilangan 50 % fungsi ginjalnya.


2. Perubahan kadar kreatinin serum pada pasien dengan GgGA dipengaruhi oleh
faktor- faktor antara lain: konversi non enzimatik kreatinin dan phospokreatinin di
otot rangka, pelepasan kreatinin serum ke aliran darah dan sirkulasi, filtrasi dan
ekskresi kreatinin ke dalam urine. Bahkan setelah mengalami ganguan yang berat,
kenaikan kadar kretinin serum baru terjadi 2- 3 hari lebih lambat dibandingkan
saat terjadinya gangguan ginjal.
3. Kadar kreatinin serum banyak dipengaruhi oleh faktor- faktor non renal seperti
berat badan, ras, umur, total volume tubuh, obat- obatan, metabolisme otot dan
asupan protein.
Oleh Karena itu diperlukanya biomarker yang dapat menegakkan diagnosis dini GgGA
dan tidak dipengaruhi oleh faktor- faktor non renal sehingga komplikasi lebih lanjut dapat
dihindarkan. Spesimen untuk melakukan pemeriksaan biomarker untuk GgGA dapat
berasal dari urin atau darah. Menurut Parikh dan Garg(2008) sejak tujuh tahun terakhir
telah dilaporkan lebih dari 20 penanda biologis untuk GgGA, masing- masing mempunyai
kekhususan dalam sensitivitas dan spesivitas untuk menegakkan diagnosis dini,
menetapkan GgGA yang sudah menetap, dan menentukan prognosis dan perjalanan
penyakitnya.

Beberapa biomarker untuk GgGA yang saat ini masih dalam tahap penelitian dan
memberikan harapan yang baik penggunaannya. Biomarker tersebut dapat dibagi sebagai
berikut:
1.Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL)
Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalindikenal juga dengan nama

Neutrophil

Lipocalin (NL), Lipocalin 2, Siderocalin dan 25 kDa 2-microglobulin. NGAL manusia


terdiri dari disulfida dan satu rantai polipeptida 178 residu asam amino dengan berat
molekul sekitar 22 kDa, tetapi glikosilasi meningkatkan massa molekul menjadi 25 kDa.

Karena ukuran molekul yang kecil dan resisten terhadap degradasi, NGAL dapat dengan
mudah dikeluarkan dan dideteksi dalam urin, baik dalam bentuk bebas maupun dalam
bentuk terikat. Kadarnya didalam urin berkorelasi dengan kadarnya didalam .plasma
ataupun serum.
Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalindalam keadaan normal diekskresikan dengan
kadar sangat rendah dari berbagai organ jaringan tubuh seperti ginjal, paru, lambung, dan
kolon. NGAL meningkat apabila terjadi kerusakan dari epitel. NGAL baru-baru ini
diidentifikasi sebagai salah satu protein yang paling awal dan paling besar konsentrasinya
sesaat setelah terjadi iskemia ataupun nefrotoksik ginjal pada hewan, dan NGAL adalah
protein yang mudah dideteksi dalam darah dan urin segera setelah GgGA. Temuan ini
telah melahirkan sejumlah studi untuk mengevaluasi NGAL sebagai sebuah biomarker
GgGA manusia. Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin dapat diperiksa dengan
pemeriksaan ELISA dan dalam keadaan normal kadar NGAL didalam plasma berkisar
antara 37- 106 ng/ml sedangkan didalam urine 0,7- 9,6 ng/ml.
Mori K dkk(2005) dalam studi cross-sectional, di unit perawatan intensif pasien dengan
GgGA akibat dari sepsis, iskemia,atau nephrotoxins ditemukan konsentrasi NGAL lebih
besar dari 10-kali didalam plasma dan 100 kali lipat dalam urin bila dibandingkan
dengan kontrol normal. Keduanya baik plasma ataupun urin konsentrasi

NGAL

berkorelasi tinggi dengan kadar kreatinin serum. Pada biopsi ginjal menunjukkan adanya
akumulasi NGAL di 50% dari tubulus.
Mishra J et al (2005) dalam penelitian prospektif anak-anak yang menjalani
cardiopulmonary bypass, GgGA terjadi pada 28% anak, tetapi diagnosis menggunakan
serum kreatinin hanya mungkin 1-3 hari setelah operasi sedangkan dengan menggunakan
NGAL dapat dilakukan 2-6 jam setelah operasi karena konsentrasinya mencapai 10 kali
lipat atau lebih pada urin dan plasma.
Zappitelli dkk dalam studinya terhadap 140 anak-anak yang dirawat diruang ICU dan
membutuhkan ventilator mekanik, mendapatkan bahwa kadar NGAL didalam urin sangat
tinggi pada pasien yang terjadi perburukan terhadap derajat GgGA.
2.Cystatin C
Cystatin C adalah protein dengan berat molekul rendah yang berfungsi sebagai lysosomal
sistein protease inhibitor yang disintesa dan diekskresikan oleh semua sel yang berinti.

Zat ini kemudian difiltrasi oleh glomerulus untuk kemudian direabsorbsi secara total di
tubuli. Kadar cystatin C dalam darah tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, atau
massa otot. Karakteristik ini membuat cystatin C menjadi biomarker yang baik untuk
menentukan laju filtrasi glomerulus dibandingkan dengan kreatinin plasma.Cystatin C
dapat diperiksa dengan pemeriksaan ELISA dan nilai normalnya berkisar antara 0,570,96 mg/L.
Cystatin C bereaksi lebih cepat pada perubahan laju filtrasi glomerulus (LFG)
dibandingkan dengan kreatinin, yang bukan merupakan penanda sensitif untuk awal
penurunan LFG. Beberapa pasien dengan pengurangan LFG menampilkan tingkat
kreatinin serum dalam kisaran normal dan bahkan 50% pengurangan GFR tidak jarang
dikaitkan dengan konsentrasi normal serum kreatinin. Cystatin C akurat untuk
mendapatkan indikasi awal penurunan fungsi ginjal dan dengan demikian memungkinkan
untuk mengambil tindakan preventif.
Berdasarkan penelitian Herget-Rosenthal dkk(2004) dibuktikan bahwa cystatin C adalah
penanda laju filtrasi glomeruli yang lebih baik bila dibandingkan dengan kreatinin serum.
Cystatin C dapat mendeteksi terjadinya gangguan ginjal akut 1-2 hari sebelum kenaikan
kreatinin serum.

3.Interlukin 18 (IL-18)
IL-18 adalah cytokine proinflamasi yang terinduksi dalam proksimal tubuli setelah
terjadinya GgGA. Cysteine protease intrasel menginduksi Cytokine IL-18 dan IL-18
menjadi bentuk aktifnya kemudian diekskresikan ke dalam urin. Kadar IL-18 pada serum
normal berkisar antara 1,2- 16,7 pg/ml. Parikh dkk(2004) dalam suatu cross sectional
study mendapatkan bahwa kadar IL-18 meningkat pada pasien- pasien dengan gangguan
ginjal akut tetapi tidak pada pasien dengan infeksi saluran kemih, penyakit ginjal kronis,
nephritik sindrom dan GgGA pre renal. Selain itu kadar IL-18 dapat digunakan pada
kasus-kasus untuk tranplantasi ginjal dimana semakin tinggi kadarnya maka semakin
tinggi angka kegagalannya. Kasus yang sama juga ditemukan pada penelitian kohort
terhadap 72 orang anak yang mengalami operasi jantung. Pada penelitia tersebut
didapatkan bahwa anak yang menderita Gangguan ginjal akut setelah 4 jam pasca operasi
didapatkan kadar IL-18 yang tinggi.

Parikh dkk(2006) dalam suatu penelitian kohort juga mendapatkan bahwa terjadi
peningkatan yang signifikan IL-18 48 jam sebelum terjadinya peningkatan kreatinin
serum pada pasien-pasien dengan sindoma distres pernapasan akut yang dirawat di ICU.
IL-18 sangat sensitif sekali terhadap GgGA iskemia tetapi tidak untuk yang disebabkan
oleh nephrotoksin, penyakit ginjal kronis dan infeksi saluran kemih.
4.Kidney Injury Molecule-1 (KIM-1)
KIM-1 adalah suatu protein trasmembran yang akan sangat meningkat kadarnya pada
tubuli proksimal setelah terjadinya iskemia dan nefrotoksik pada percobaan binatang.
Nilai KIM-1 normal berkisar antara 60- 837 pg/ml.
Han dkk (2008) melakukan penelitian pada pasien GgGA dan didapatkan kadar KIM-1
dalam urin meningkat secara bermakna bila bila dibandingkan dengan pasien penyakit
ginjal kronis dan orang normal. KIM-1 lebih spesifik untuk menentukan GgGA akibat
iskemia dan nefrotoksik, kadarnya tidak meningkat pasein dengan infeksi saluran kemih.
Han dkk(2006) juga mendapatkan dalam penelitian kohort dari 103 orang dewasa yang
menjalani cardiopulmonary bypass, ditemukan 31% pasien dengan GgGA dimana kadar
KIM-1 meningkat sekitar 40 % setelah 2 jam pasca operasi dan lebih dari 100 % setelah
24 jam pasca operasi.
5.NA+/H+ Exchange Isoform 3 (NHE3)
NHE3 adalah suatu sodium tranporter yang terletak pada membran apikal tubuli
proksimal dan tubuli ascending. setelah terjadinya iskemia atau nefrotoksik kadarnya
akan meningkat dalam urin.
Du Cheyron et al dalam suatu penelitian cross sectional terhadap pasien GgGA
didapatkan sedikit peningkatan kadar NHE3 pada pasien GgGA pre renal dan post renal
tetapi terjadi peningkatan yang cukup tinggi pada GgGA renal sedangkan pada pasien
tanpa GgGA tidak ditemukan peningkatan NHE3.
6. Liver fatty acid-binding protein(L-FABP)
L-FABP adalah suatu protein yang diekspresikan di tubuli proksimal dengan kadar
normal di dalam plasma 7,1- 11 g/L. Portilla dkk(2008) menggunakan L-FABP untuk

mendeteksi GgGA pasca operasi jantung pada anak- anak. Mereka melaporkan bahwa LFABP meningkat 4 jam pasca operasi dan terus meningkat bila ada GgGA.
Biomarker ganguan ginjal akut diatas dapat diperiksa dengan tehnik ELISA dimana tehnik ini
adalah suatu tehnik biokimia untuk mendeteksi adanya suatu antigen pada suatu sampel.
Sampel ataupun antigen yang akan diperiksa kemudian direaksikan dengan suatu antibodi
yang spesifik dan kemudian terbentuklah suatu komplek antigen dan antibodi. Antibodi ini
kemudian dihubungkan dengan suatu enzim dan pada tahap akhir pemeriksaan ditambahkan
suatu zat sehingga enzim tersebut dapat memancarkan suatu sinyal-sinyal yang dapat
dideteksi dengan alat.
Apabila kita melihat kriteria yang di kemukakan tentang biomarker yang ideal menurut
Deravajan(2007) maka nampaknya biomarker diatas dapat digunakan untuk meramalkan
beratnya GgGA, memantau perjalanan penyakit dan pengobatan serta intervensi yang
dilakukan sedangkan untuk membedakan sub-tipe, etiologi dan membedakan GgGA dengan
kelainan ginjal lainnya belum bisa dilakukan.
Sampai saat ini belum ditemukan atau ditetapkan biomarker yang ideal untuk GgGA.
Menurut American Society of Nephrology(2005) untuk mencapai tujuan tersebut di atas
mungkin diperlukan lebih dari satu biomarker tetapi beberapa biomarker sebagai satu panel,
sebagaimana layaknya biomarker untuk infark miokard (14). Dari hasil beberapa penelitian
sementara ini biomarker yang dianjurkan untuk gangguan ginjal akut
Adalah yang dapat mendiagnosis dini GgGA, mendiagnosis GgGA yang sudah menetap, dan
dapat menetukan prognosis dan mortalitas.
Deravajan(2007) dari berbagai penelitian membuat resume biomaker GgGA yang telah
diproduksi sesuai dengan etiologinya sebagai berikut.
Tabel 6.Biomarker yang mungkin akan segera digunakan untuk GgGA(2)

Bila melihat tabel di atas konsentrasi NGAL meningkat lebih awal dibandingkan dengan
biomarker lain baik di urin ataupun di plasma sehingga keadaan ini dapat digunakan untuk
deteksi dini gangguan ginjal akut pada kasus-kasus seperti post operasi jantung, pemakaian
kontras, sepsis dan memantau keberhasilan terapi tranplantasi ginjal.

Sehingga sangat

diharapkan dalam waktu dekat dapat digunakan NGAL sebagai biomarker GgGA.

DIAGNOSIS BANDING
1. Oliguria
a. Pre-renal failure atau hipoperfusi renalis
b. Faktor renal/ginjal
Glomerulopati atau vaskuler
Nefritis interstisial
Nekrosis akut tubula
c. Post renal (acute obstructive nephropathy)
2. Acute on chronic renal failure
a. Terdapat kombinasi gejala gagal ginjal akut dan kronik
b. Ditemukan gejala klinik yang memperberat faal ginjal seperti gagal jantung
kongestif, infeksi saluran kemih dan ginjal pielonefritis dan dehidrasi.
3. Retensi urin
PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS
1.
Px. Lab
Analisis urin rutin (proteinuria, silinder, sel debris)
Analisis urin khusus (Na, ureum, kreatinin, osmolaritas, FDP)
Biakan urin
2.
Px. Darah
Darah rutin (Hb, leukosit, LED, Ht, morfologi erirosit)
Darah khusus (FDP serum, trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan darah)
Faal ginjal (LFG, penjernihan kreatinin, faal tubulus)
3.
Px. EKG

4.

Prosedur

pencitraan

ginjal

(renal

imaging)
Foto polos perut, USG ginjal & saluran
kemih, CT scan

PROGRAM

PENCEGAHAN

&

PENGOBATAN
Dalam menghadapi keadaan darurat medik 4
sasaran khusus (spesifik) harus dicapai:
1. Mengenal

dan

mengantisipasi

faktor

resiko
2. Bila sudah terjadi GGA sejati semua
tindakan

intervensi

bertujuan

untuk

mengurangi proresivitas kerusakan ginjal


3. Mengenal & bertindak cepat & adekuat semua komplikasi yang sering menyertai
GGA
4. Pada fase penyembuhan harus dapat dihindari kemungkinan terjadi atrofi
PROGRAM PENCEGAHAN
1. GGA didapat di masyarakat (community acquired ARF)
Faktor-faktor predisposisi (risiko)
a. Kehilangan volume cairan ekstraseluler (VCES)
- Gastroentritis akut
- Luka bakar
b. Penurunan VCIV atau redistribusi
- Perdarahan
- Sindrom sepsis
- DHF
- Pankratitis akut
c. Nefritis akut interstisial
- Infeksi virus
- Leptospirositosis
- Obat-obatan
d. Pigmen hem
- Malaria tropika
Faktor pencetus
Obat-obatan yang potensial nefrotoksik (aminoglikosida dan analgetika NSAID)

2. GGA didapat di RS (hospital acquired ARF)


Faktor predisposisi
a. DM, septikemia, mieloma multipel
b. Usia lanjut dengan aterosklerosis umum
c. Telah mempunyai dasar penyakit ginjal
Macam tindakan/terapi sebagai pencetus
a. Obat-obatan potensial nefrotoksik
b. Media kontras untuk prosedur pencitraan organ
c. Tindakan pembedahan
Tindakan pencegahan sebelum manipulasi
a. Mempertahankan hidrasi normal dengan infus garam fisiologis
b. Pemasangan Central Venous Pressure (CVP)
c. Bila tindakan pencegahan mengalami kegagalan:

pemberian infus 25 gram manitol & 100 meq natrium bikarbonat dalam 1 liter

dekstrose 5% dengan kecepatan 150 ml/jam


bila diperlukan berikan furosemid 40-80 iv

PROGRAM PENGOBATAN
Fase klinik
Fase inisisasi

Fase
pemeliharaa
n
Fase diuresis
Fase
penyembuha
n

Hubungan dengan patogenesis

kerusakan sel-sel epitel tubulus

vasokonstriksi arteriol aferen


(AA)

ostruksi tubular

vasokonstriksi sekunder (AA)

bendungan medular

koefisien ultrafiltrasi

pemulihan integritas sel-sel


epitel tubulus

vasodilatasi (AA)
Nephron recruitment

a. Fase Pemeliharaan
1. Kebutuhan cairan
Tujuan utama : mencegah kelebihan cairan dan kekurangan cairan
Panduan kebutuhan jumlah cairan yang memadai : jumlah cairan yang keluar dari
Program

pengobatan

Sasaran (goal)

(tindakan)
Memelihara hidrasi normal

Mencegah lebih lanjut kerusakan sel-sel epitelial

- Infus garam fisiologis 0,9%

tubulus

Diuretika

Pemeliharaan jumlah diuresis

Osmotik

loop

Obat vasoaktif
-

Pemeliharaan perfusi ginjal

Dopamin takaran darah


Atrial

natriuretic

peptide (ANP)
Obat sitoprotektif
-

Preservasi integritas sel

Penyapu radikal bebas


Penghambat

zantina

oksida
-

Prostaglandin
tubuh (urin & usus) + jumlah cairan yang hilang melalui keringat (insensible loss)
& kehilangan endogen akibat oksidasi (lemak, protein dan karbohidrat)

2. Memelihara keseimbangan elektrolit


a. Ion Kalium (K+)
Program pengobatan hiperkalemia akut tergantung dari derajatnya :
Hiperkalemia ringan
- Diuretik furosemid 40-80 mg iv dengan/tanpa sodium polystyrene

sulfonat (kayexalate) 20-40 mg dalam 100 ml larutan


- Untuk mencegah obstipasi berikan 50 ml sorbitol 20-70% per oral.
Hiperkalemia sedang
- Dilanjutkan pemberian insulin & glukosa
- Regular insulin dengan takaran 10-20 U dalam larutan dekstrose
hipertonis (misal 400 ml dekstrose 10%) selama 1 jam menurunkan
kalium serum 0,5-1,0 mEq/liter.

Hiperkalemia berat
- 1-3 ampul @ 10 ml larutan glukonas kalsikus 10% intravena.
- Bila hiperkalemia berat sudah dapat dikendalikan berikan furosemid iv
dan sodium Polystyrene sulfonate (oral)

b. Ion Natrium Na (hiponatremia)


- Forced diuresis (furosemid takaran tinggi 240 mg iv)
- Ultrafiltrasi dengan mesin hemodialisis
c. Ion kalsium dan faktor
Pemberian kalsitriol oral atau iv untuk mengatasi hipokalsemia & hiperfosfatemi.

3. Mencegah dan mengendalikan komplikasi

Perdarahan saluran cerna tindakan pencegahan : antagonis reseptor histamin-2

& hemodialisis profilaktik


Penyakit sistem kardiovaskular ex : perikarditis, bendungan paru akut,

gangguan irama jantung


Sindrom sepsis berikan antibiotik
b. Fase Penyembuhan

Program
pengobatan

Sasaran (goal)

Mempercepat regenerasi

Intervensi
farmakologis
Tiroksin
ATP-MgCl2

Manipulasi diet
Protein
Natrium

Merangsang hipertrofi
Mencegah atrofi

Faktor pertumbuhan

Meningkatkan hiperplasi

Peranan diet
Diet rendah protein (DRP) terutama yang mempunyai biologis tinggi (protein hewani)
mutlak diperlukan untuk mencegah pregresivitas kerusakan ginjal.
Macam menu untuk GGA :
- Menu oral
- Menu nasogastrik
- Menu parenteral

Menu oral

Jumlah kalori min


35 kcal/hari
Protein hewani
0,6 gr/kg BB/hari
bila menjalani
program dialisis
peritoneal 1,4 gr/kg
BB/hari
Karbohidrat :
100-200 gr/hari
untuk mencegah
katabolisme protein
lemak : tidak
perlu dibatasi

Menu melalui
nasogastrik
-

Campuran
glukosa,
asam
amino,
lemak,
elektrolit, mineral,
dan vitamin.

Menu parenteral

Indikasi :
Pasien koma
Menu melalui
tabung nasogastrik
kontraindikasi
keseimbangan
cairan & elektrolit
sudah terpelihara
menu parenteral
biasanya min. pada
hari ke 3 atau 5.
Contoh : nephramine
& travesol

PROGNOSIS
Prognosis GGA tergantung dari beberapa faktor:
1. Penyakit dasarnya
2. Komplikasi
3. Oliguria > 24 jam
4. Umur pasien > 50 tahun
5. Diagnosis dan pengobatan terlambat
Prognosis GGA buruk, bila :
1. Infeksi sekunder disertai sindrom sepsis
2. GGA disertai gagal multi organ
3. Umur pasien > 50 tahun terutama disertai penyakit sistem kardiovaskular
4. Program dialisis profilaktik lambat

Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya
secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan
mengalami penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus,
zat-zat sisa metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai serta
cairan akan melewati membran kapiler sedangkan sel darah merah, protein dan zat-zat yang
berukuran besar akan tetap tertahan di dalam darah. Filtrat (hasil penyaringan) akan
terkumpul di bagian ginjal yang disebut kapsula Bowman. Selanjutnya, filtrat akan diproses
di dalam tubulus ginjal. Di sini air dan zat-zat yang masih berguna yang terkandung dalam
filtrat akan diserap lagi dan akan terjadi penambahan zat-zat sampah metabolisme lain ke
dalam filtrat. Hasil akhir dari proses ini adalah urin (air seni).
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa
hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal
ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi
ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak
dapat berfungsi sama sekali (end stage renal disease). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi
lima stadium berdasarkan laju penyaringan (filtrasi) glomerulus (Glomerular Filtration Rate =
GFR) yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. GFR normal adalah 90 - 120 mL/min/1.73
m2.

Stadium

GFR (ml/menit/1.73m2)

Deskripsi

Lebih dari 90

Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi masih normal atau


sedikit meningkat

60-89

Fungsi ginjal sedikit menurun

30-59

Penurunan fungsi ginjal yang sedang

15-29

Penurunan fungsi ginjal yang berat

Kurang dari 15

Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal Disease)

Penyebab Gagal Ginjal


Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

Penyebab prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal.Hal ini dapat


disebabkan oleh:
o hipovolemia (volume darah yang kurang), misalnya karena perdarahan yang
hebat.
o Dehidrasi karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare,
berkeringat banyak dan demam.
o Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan.
o Obat-obatan, misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan
berlebihan berupa urin.
o Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh
darah ginjal.

Penyebab renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.


o Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan karena terjadi infeksi sehingga
menyebabkan peradangan dan merusak ginjal.
o Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.
o Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga menyebabkan serat otot
yang rusak menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini bisa terjadi karena trauma
atau luka bakar yang hebat.
o Multiple myeloma.
o Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik,
Wegener's granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.

Penyebab postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu.


o Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran
urin berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat
menyebabkan kerusakan ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
o Pembesaran prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari
saluran kemih) dan menghambat pengosongan kandung kencing.
o Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.

o Batu ginjal.
Sedangkan penyebab gagal ginjal kronik antara lain:

Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan nefropati
diabetikum.

Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.

Peradangan dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonefritis), misalnya karena


penyakit lupus atau pasca infeksi.

Penyakit ginjal polikistik, kelainan bawaan di mana kedua ginjal memiliki kista
multipel.

Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat yang
bersifat toksik terhadap ginjal.

Pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosklerosis) menyebabkan


aliran darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal menjadi rusak (iskemia).

Sumbatan aliran urin karena batu, prostat yang membesar, keganasan prostat.

Infeksi HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan berbagai
macam keganasan pada ginjal.

Gejala Gagal Ginjal


Gagal ginjal stadium awal sangat sulit dideteksi karena tidak menimbulkan keluhan atau ciriciri yang jelas. Di rumah sakit, kasus gagal ginjal biasanya terdeteksi dengan pemeriksaan
ureum dan kreatinin darah. Gejala yang berhubungan dengan gagal ginjal biasanya tidak
khas, misalnya anoreksia, mual, muntah dan perubahan status mental yang disebabkan oleh
penumpukan zat-zat sisa metabolisme tubuh khususnya urea serta pembengkakan tungkai
atau bagian tubuh lain karena penumpukan cairan. Beberapa pasien, terutama yang gagal
ginjalnya disebabkan oleh kelainan prerenal, akan mengalami penurunan jumlah urin (jumlah
urin normal minimal 0.51.0 mL/kgBB/jam).
Gejala Gagal Ginjal Akut
Ciri gagal ginjal akut berbeda-beda, tergantung pada penyebabnya: apakah prerenal, renal
atau postrenal.
Gagal ginjal akut yang disebabkan oleh kondisi prerenal biasanya memberikan gejala rasa
haus dan pusing saat perubahan posisi tubuh (ortostatik) karena penurunan tekanan darah,
denyut nadi yang cepat (>100x/menit), bibir kering, dan produksi keringat berkurang.

Gagal ginjal akut karena penyakit pada ginjalnya sendiri dapat dicurigai jika sebelumnya
terjadi kondisi yang menyebabkan aliran darah ke ginjal terganggu dan menyebabkan ginjal
rusak. Jika kerusakan ginjal dicurigai karena bahan-bahan yang bersifat toksik terhadap
ginjal, maka dapat ditelusuri riwayat penggunaan obat-obatan sebelumnya atau penyakitpenyakit yang dapat menghasilkan zat-zat berbahaya bagi ginjal. Nyeri pinggang juga dapat
menyertai jika gagal ginjal disebabkan kelainan pembuluh darah ginjal atau peradangan pada
ginjal.
Penyebab postrenal dapat memberikan gejala nyeri pinggang dan nyeri suprapubik (nyeri di
daerah perut bawah) karena pembesaran kandung kencing dan saluran kencing. Nyeri yang
bersifat hilang timbul dan menjalar sampai ke kantong zakar biasanya disebabkan oleh
sumbatan akut pada saluran kencing. Jika dicurigai pembesaran prostat sebagai penyebab
gagal ginjal akut, dapat dicari riwayat sering kencing malam hari, frekuensi kencing yang
meningkat dan pada pemeriksaan ditemukan prostat yang membesar.
Gejala Gagal Ginjal Kronik
Pada tahap awal gagal ginjal kronik, mungkin tidak ditemukan gejala klinis karena ginjal
masih bisa beradaptasi dalam menjalankan fungsinya. Pada tahap lanjut, gagal ginjal kronis
dapat menyebabkan anemia dengan gejala lemas, letih, lesu dan sesak napas. Terjadi
penumpukan cairan tubuh yang lebih banyak lagi sehingga menyebabkan pembengkakan
seluruh bagian tubuh. Beberapa pasien memberikan gajala yang disebabkan keadaan uremik
(kadar urea dalam darah yang meningkat urea) yakni mual, muntah dan perubahan status
mental (ensefalopati), disertai ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan USG ginjal dapat
membantu dalam mendiagnosis gagal ginjal kronis.
Pengobatan Gagal Ginjal
Sebetulnya penyakit gagal ginjal tidak bisa "disembuhkan" dalam artian mengembalikan
ginjal ke keadaan semula. Yang dimaksud dengan pengobatan gagal ginjal adalah mencegah
semakin bertambahnya kerusakan pada ginjal dengan cara mengatasi penyebab gagal
ginjalnya. Oleh karena itu, terapi pada gagal ginjal bisa bervariasi tergantung dari
penyebabnya.
Pada gagal ginjal akut, dokter akan berusaha memperbaiki aliran darah ke ginjal (prerenal),
menghentikan penggunaan obat-obatan yang merusak ginjal (renal) atau mengangkat
sumbatan pada saluran kencing pasien (postrenal). Jika diperlukan, mungkin dokter akan
menyarankan untuk melakukan cuci darah untuk membuang zat-zat sisa metabolisme yang
tertimbun di dalam tubuh.
Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan. Jadi tujuan terapi pada pasien dengan gagal
ginjal kronik adalah:
1. Memperlambat kerusakan ginjal yang terjadi
2. Mengatasi faktor yang mendasari gagal ginjal kronis (misalnya: kencing manis,
hipertensi, dll)
3. Mengobati komplikasi dari penyakit

4. Menggantikan fungsi ginjal yang sudah tidak dapat bekerja


Untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang lebih parah dan mengatasi faktor yang
memperburuk fungsi ginjal, maka diperlukan kontrol gula darah yang baik pada pasien
diabetes mellitus, kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi (usahakan tekanan darah di
bawah 130/80 mmHg), dan pengaturan pola makan yang sesuai dengan kondisi ginjalnya.
Komplikasi dari gagal ginjal juga harus ditangani. Penumpukan cairan diatasi dengan
pemberian obat, anemia diatasi dengan pemberian obat yang menstimulasi pembentukan sel
darah merah dan kadang-kadang ditambah suplemen zat besi. Penyakit tulang dapat terjadi
karena kegagalan ginjal untuk menghasilkan vitamin D bentuk aktif dan ketidakmampuan
ginjal untuk membuang zat fosfor. Oleh karena itu dapat diberikan vitamin D bentuk aktif
dan
obat
yang
mengikat
fosfor
ke
usus.
Pada gagal ginjal stadium akhir, fungsi ginjal dapat digantikan hanya dengan dialisis (cuci
darah) atau transplantasi ginjal. Perencanaan dialisis atau transplantasi ginjal biasanya
dimulai pada gagal ginjal kronik stadium IV.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus kedokteran DORLAND


2. Ilmu penyakit Dalam FKUI jilid II
3. Artikel J. Puji Rahardjo. Bagian llmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia /RS. Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.
4. Blog Healthy Mengenai Retensi Urine dan Anuria.
5. File : ANURIA/Penyakit%20dan%20Pengobatannya.html
6. file: retensi-urine-dan-anuria.html
7. Lumenta,Dr. nico a. , dkk. 1992. Penyakit Ginjal, Penyebab, Pengobatan Medik dan
Pencegahannya. Jakarta: Pt. sardo sarana mulia.
8. Oliguria/Anuria 30 Oktober 2010 final.pdf

Anda mungkin juga menyukai