Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Selaput dan Cairan Amnion


2.1.1. Selaput Ketuban
Selaput ketuban terdiri dari amnion dan korion. Amnion adalah
membran janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion.
Struktur avaskular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan
pada manusia. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir semua
kekuatan regang membran janin. Dengan demikian, pembentukan
komponen komponen amnion yang mencegah ruptur atau robekan
sangatlah penting dalam kehamilan1.
Selaput amnion melekat pada korion. Selaput ini menutupi
permukaan fetal plasenta sampai pada insersio tali pusat dan kemudian
berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga
umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal dan
terbentuk dari vili-vili sel telur yang berhubungan dengan desidua
kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada
lapisan uterus1,2.

Gambar 2.1. Selaput Amnion dan Korion2.


2.1.2. Cairan Amnion
Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga
amnion ini meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamila
sampai menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion
pada banyak kehamilan normal2,3.
Tabel 2.1. Volume Cairan Amion3.
Minggu gestasi
16
28
36
40

Janin
100
1000
2500
3300

Plasenta
100
200
400
500

Cairan amnion
200
1000
900
800

Persen Cairan
50
45
24
17

Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000 1500 ml,
warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, dan agak amis.
Cairan ini dengan berat jenis 1,008 terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas
garam anorganik serta bahan organik dan bila diteliti, terdapat rambut

lanugo, sel sel epitel dan verniks kaseosa. Ptotein ditemukan rata rata
2,6% g per liter, sebagian besar albumin3.

2.2. Ketuban Pecah Dini


2.2.1. Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur. Menurut Manuaba (2008) Ketuban pecah dini atau premature
rupture of the membranes (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Sebagian besar ketuban pecah
dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan, sedangkan dibawah 36 minggu
tidak terlalu banyak1,3.

2.2.2. Faktor resiko Ketuban Pecah Dini


Penyebab ketuban pecah dini secara langsung masih belum
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah
dini, namun faktor-faktor yang lebih berperan sulit diketahui. Faktorfaktor predisposisi itu antara lain adalah1,3,4,5:

a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).


Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana
korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.

Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan


janin,

bahkan

dapat

berlanjut

menjadi

sepsis.

Membrana

khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan


ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis
dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering
menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli
dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering
ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteribakteri

tersebut

dapat

melepaskan

mediator

inflamasi

yang

menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya


perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban.
Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk
melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-satunya
indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah
demam; suhu tubuh 38C atau lebih, air ketuban yang keruh dan
berbau yang menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi3,5.
b. Infeksi genitalia
Chlamydia trachomatis merupakan patogen bakteri paling umum yang
ditularkan lewat hubungan seksual, tetapi kemungkinan pengaruh
infeksi serviks oleh organisme ini pada ketuban pecah dini dan
kelahiran preterm belum jelas. Pada wanita yang mengalami infeksi
ini banyak mengalami keputihan saat hamil juga mengalami ketuban
pecah

dini

kurang dari

satu

jam

sebelum persalinan

dan

mengakibatkan berat badan lahir rendah. Seorang wanita lebih rentan


mengalami keputihan pada saat hamil karena pada saat hamil terjadi
perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah peningkatan
jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina serta terjadi
pula perubahan pada kondisi pencernaan. Meskipun tidak semua
keputihan disebabkan oleh infeksi, beberapa keputihan dalam
kehamilan dapat berbahaya karena dapat menyebabkan persalinan
kurang bulan (prematuritas), ketuban pecah sebelum waktunya atau
bayi lahir dengan berat badan rendah (< 2500 gram). Dari NICHD
Maternal-fetal Medicine Units network Preterm prediction Study
melaporkan bahwa infeksi klamidia genitourinaria pada usia gestasi
24 minggu yang dideteksi berkaitan dengan peningkatan kejadian
ketuban pecah dini dan kelahiran preterm spontan sebesar dua kali
lipat setelah terinfeksi bakteri ini. Infeksi akut yang sering menyerang
daerah genital ini termasuk herpes simpleks dan infeksi saluran kemih
(ISK) yang merupakan infeksi paling umum yang mengenai ibu hamil
dan sering menjadi faktor penyebab pada kelahiran preterm dan bayi
berat badan rendah. Pecah ketuban sebelum persalinan pada preterm
dapat berhubungan dengan infeksi maternal. Sekitar 30% persalinan
preterm disebabkan oleh infeksi dan mendapat komplikasi dari infeksi
tersebut. Menurut Sarwono, (2008) persalinan preterm terjadi tanpa
diketahui penyebab yang jelas, infeksi diyakini merupakan salah satu
penyebab terjadinya ketuban pecah dini dan persalinan preterm.
Vaginosis

bakterial

adalah

sindrom klinik

akibat

pargantian

10

laktobasilus penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina


dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti gardnerella
vaginalis, yang akan menimbulkan infeksi. Keadaan ini telah lama
dikaitkan dengan kejadian ketuban pecah dini, persalinan preterm dan
infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari
5,04 yang normalnya nilai pH vagina adalah antara 3,8-4,5.
Abnormalitas pH vagina dapat mengindikasikan adanya infeksi
vagina1,3,5.
c. Inkompetensia Serviks
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia),
didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk
mempertahankan

kehamilan.

Inkompetensi

serviks

sering

menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan


ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti
septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat
dari trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop
elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan
atau laserasi obstetrik. Diagnosis inkompetensia serviks ditegakkan
berdasarkan peristiwa yang sebelumnya terjadi, yakni minimal dua
kali keguguran pada pertengahan trimester tanpa disertai awitan
persalinan dan pelahiran1.

d. Hubungan seksual

11

Frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih dari tiga
kali seminggu diyakini berperan pada terjadinya ketuban pecah dini,
hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi
rahim, namun kontraksi ini berbeda dengan kontraksi yang dirasakan
menjelang persalinan. Selain itu, paparan terhadaap hormon
prostaglandin didalam semen (cairan sperma) juga memicu kontraksi
yang walaupun tidak berbahaya bagi kehamilan normal, tetapi harus
tetap diwaspadai jika memiliki resiko melahirkan prematur3,5.
e. Usia ibu
Usia ibu yang 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan
keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan
mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia 35 tahun
tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu
primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini5.
f. Frekuensi paritas
Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin
mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami
ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup
sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk
kecemasan akan kehamilan. Sedangkan multipara adalah wanita yang
telah beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup.
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban
pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang

12

terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban


pecah dini pada kehamilan berikutnya3,4.
g. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Hal ini dikarenakan komposisi membran
yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin
menurun pada kehamilan berikutnya3.
h. Tekanan intrauterin yang meningkat
Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar
sebelum 37 minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila
lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami ketuban pecah dini.
Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban
pecah dini juga preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh
peningkatan massa plasenta dan produksi hormon. Sedangkan,
perubahan pada volume cairan amnion diketahui berhubungan erat
dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik
janin maupun ibu dikaitkan dengan perubahan pada volume cairan
amnion. Polihidramnion, akumulasi berlebihan cairan amnion (> 2
liter), dapat terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes mellitus, janin
besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan pada plasenta dan
tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya propiltiourasil).
Komplikasi yang sering

terjadi pada

polihidramnion

adalah

13

malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan


pretem dan gangguan pernafasan pada ibu1,3.

2.2.3. Mekanisme Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena selaput ketuban rapuh6,7.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester
tiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan
janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.
Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya
faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina1,6.
Mekanisme ketuban pecah dini ini terjadi pembukaan prematur
serviks dan membran terkait dengan pembukaan terjadi devolarisasi dan
nekrosis serta dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga
membran ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban
dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik, enzim
kolagenase3,4.
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
fase laten, makin panjang fase laten, semakin tinggi kemungkinan infeksi.
Semakin muda kehamilan, makin sulit pula pemecahannya tanpa

14

menimbulkan morbiditas janin. Oleh karena itu komplikasi ketuban pecah


dini semakin meningkat3,4.

2.2.4. Patogenesis Ketuban Pecah Dini


Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya
apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan
dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks
ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang
dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan
kekuatan membran fetal7.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang
terlibat dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP
3, dan MMP 9 ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan
dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue
inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor mendukung bahwa
enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal7.

15

Gambar 2.2. Mekanisme Reaksi Inflamasi Pada Selaput Ketuban7


Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker
marker apoptosis dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding
dengan membran pada kehamilan normal. Banyak penelitian yang
mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan kematian sel yang
membawa kelemahan pada dinding membran fetal7.

2.2.5. Manifestasi Klinis Ketuban Pecah Dini


Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini
adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina
berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, disertai dengan demam/menggigil, juga
nyeri pada perut, keadaan seperti ini dicurigai mengalami amnionitis8.
Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada (kadang-kadang)
timbul pada ketuban pecah dini seperti ketuban pecah secara tiba-tiba,
kemudian cairan tampak diintroitus dan tidak adanya his dalam satu jam.
Keadaan lain seperti nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin

16

cepat serta perdarahan pervaginam sedikit

tidak selalu dialami ibu

dengan kasus ketuban pecah dini. Namun, harus tetap diwaspadai untuk
mengurangi terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin8.

2.2.6. Diagnosis Ketuban Pecah Dini


Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk menentukan
penanganan selanjutnya. Oleh karena itu usaha untuk menegakkan
diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat6,8.
1.

Anamnesis6,8
a. Pasien mengetahui cairan yang keluar atau tidak
b. Cairan keluar terus atau tidak
c. Warna cairan yang keluar

2.

Pemeriksaan Fisik6,8
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah,
nadi, pernafasan dan suhu badan. Apa ada tanda infeksi : suhu
badan meningkat dan nadi cepat.

3.

Pemeriksaan Penunjang9
a. Pemeriksaan palpasi untuk menentukan umur kehamilan
dan mengetahui ada tidaknya kontraksi uterus.
b. Menentukan kondisi janin yaitu jumlah janin, letak,
presentasi dan taksiran berat janin. Dengan pemeriksaan
auskultasi ditentukan janin hidup ada, gawat janin atau
tidak, atau mungkin janin mati.

17

4. Inspeksi Vulva
a. Apa ada cairan yang keluar dan bila ada tentukan
warnanya.
b. Apa terlihat tali pusat, bila ada perhatikan dengan teliti
adakah pulsasi pada tali pusat
5. Pemeriksaan dengan Spekulum9
a. Salah satu pemeriksaan untuk menentukan ketuban
pecah

ialah

dengan

tes

nitrazin,

yaitu

dengan

memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas


mustard emas yang sensitif pH ini akan berubah
menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH
normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH
cairan amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan sepotong
kertas nitrazin pada mata pisau speculum setelah
menarik spekulum dari vagina.
b. Pemeriksaan dalam spekulum juga digunakan untuk
melihat porsio masih tertutup atau sudah terbuka.
Adakah air ketuban mengalir dari porsio dan perhatikan
warnanya.
c. Pada kehamilan aterm dapat dilakukan periksa dalam
untuk menentukan besar pembukaan.

2.2.7. Tatalaksana Ketuban Pecah Dini

18

Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya


infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Penanganan ketuban pecah dini meliputi10,11,12:
1. Konservatif :
a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada
penyulit (baik pada ibu maupun pada janin) dan harus di
rawat dirumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau
eritromicin bila tidak tahan ampicilin) dan metronidazol
2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan kurang dari 32-34 minggu, dirawat
selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban
tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak
ada infeksi, tes buss negatif

beri deksametason,

observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin,


terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak
ada

infeksi,

berikan

tokolitik

(salbutamol),

deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.


f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi. Nilai tanda-tanda infeksi
(suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
g. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid,
untuk memicu kematangan paru janin, dan kalau
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin
tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis

19

tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6


jam sebanyak 4 kali.
2. Aktif11,12:
1. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila
gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol
50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis
tinggi dan persalinan diakhiri.
3. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan
dengan seksio sesarea
4. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus
pervaginam.
Tabel 2.2 Skor Bishop12

Faktor
Pembukaan
Pendataran
Station
Konsistensi
Posisi ostium

0
0 30%
-3
Keras
Posterior

1-2
40 50%
-2
Sedang
Tengah

Skor
2

3-4
60 70%
-1
Lunak
Anterior

5-6
80%
+1, +2
Amat lunak
Anterior

Skor bishop adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks


dan responsnya terhadap suatu induksi persalinan. Bila skor bishop rendah
maka angka kegagalanya lebih tinggi tinggi dibandingkan dengan serviks
yang matang12.
Tabel 2.3 Interpretasi Skor Bishop12
Skor total

Kemungkinan
Berhasil

Gagal

20

04

50 60%

40 50%

59

90%

10%

10 13

100%

0%

2.2.8. Komplikasi Ketuban Pecah Dini


Ada tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini
adalah peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena
prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu resiko
resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun
janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau
penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi13.
Sekitar tiga puluh persen kejadian mortalitas pada bayi preterm
dengan ibu yang mengalami ketuban pecah dini adalah akibat infeksi,
biasanya infeksi saluran pernafasan (asfiksia). Selain itu, akan terjadi
prematuritas. Sedangkan, prolaps tali pusat dan malpresentrasi akan lebih
memperburuk kondisi bayi preterm dan prematuritas. Dengan tidak
adanya selaput ketuban seperti pada ketuban pecah dini, flora vagina
normal yang ada bisa menjadi patogen yang bisa membahayakan baik
pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas dan mortalitas neonatal
meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan13,14.
Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko infeksi dikenal
dengan
korioamnionitis akibat jalan lahir telah terbuka, apalagi bila terlalu sering
dilakukan pemeriksaan dalam. Dari studi pemeriksaan histologis cairan
ketuban

50%

wanita

yang

melahirkan

prematur,

didapatkan

korioamnionitis (infeksi saluran ketuban), akan tetapi sang ibu tidak

21

mempunyai keluhan klinis. Infeksi janin dapat terjadi septikemia,


pneumonia, infeksi traktus urinarius dan infeksi lokal misalnya
konjungtivitis14,15.
Selain itu juga dapat dijumpai perdarahan postpartum, infeksi
puerpuralis (nifas), peritonitis, atonia uteri dan septikemia, serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena berbaring di tempat tidur, partus akan
menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan tampaklah gejalagejala infeksi15.
2.2.9. Prognosis Ketuban Pecah Dini
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung
pada14,16:
a.
b.
c.
d.

Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Factor resiko / penyebab
Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat


kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun,
umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai
komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature16.

22

Anda mungkin juga menyukai