Anda di halaman 1dari 17

Laporan Pendahuluan Leukemia

A. Definisi
1. Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah banyak atau
multipikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal (Nursalam, 2008).
2. Leukemia adalah poliferasi sel lekosit yang abnormal ganas, sering disertai
bentuk lekosit yang lain dri pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat
menyebabkan anemia, trombositopeni dan diakhiri dengan kematian (Hasan
dalam Nurarif dan Kusuma, 2015).
B. KLASIFIKASI
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan
tipe sel asal yaitu :
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal
(blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia
akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan
meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi
dan

akumulasi

sel-sel

patologis

dari

sistem

limfopoetik

yang

mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan


organ. LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7
tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan
setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum
tulang.
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang


akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia
Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa
(85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan
progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat.
Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif
yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang. LLK
cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang
berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.
LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada
orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang
dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita
LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel
muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi
neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang (Nurarif dan
Kusuma, 2015).

C. ETIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor presiposisi yang
menyebabkan terjadinya leukimia, yaitu (Nurarif dan Kusuma, 2015):
a.
b.
c.
d.
e.

Faktor Genetik
Radiasi
Obat-obat imunosupresif
Faktor Herediter
Kelainan Kromosom

D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari leukemia yang sering dijumpai adalah sebagai berikut:
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan
sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah,
letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga
ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang
bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam
bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat
tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran,
napas sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan
gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan
berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan
penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan
infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.
Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat
desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit

berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang


bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi (Nurarif
dan Kusuma, 2015).
E. Penatalaksanaan Medis
1. Kemoterapi
a. Kemoterapi pada penderita LLA
Pengobatan pada umumnya terjadi seara bertahap meskipun tidak semua
fase yang digunakan untuk semua orang.
2. Kemoterapi pada penderita LMA
a. Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk
mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi
komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel
leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila
dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang
akan datang.
b. Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.
Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi
dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar
dari dosis yang digunakan pada fase induksi. Dengan pengobatan modern,
angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan
yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10% (Nurarif dan Kusuma,
2015).
3. Kemoterapi pada penderita LLK
a. Keberhasilan terapi LLA terdiri dari control sumsum tulang dan penyakit
sistemiknya, juga terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat tercapai degan
kombinasi pemberian kemoterapi dan terapi pencegahan SSP (kemoterapi
intratekal dan/atau sistemik dosis tinggi, dan pada beberapa kasus dengan
radiasi kranial). Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5-3 tahun
dengan tujuan eradikasi populasi sel leukemia (Nussa, 2014).

b. Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi


dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah
klasifikasi Rai:
1) Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
2) Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
3) Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
4) Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
5) Stadium IV: limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3
dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi
bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan
tidak

diberikan

kepada

penderita

tanpa

gejala

karena

tidak

memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau


kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV diberikan
kemoterapi intensif (Nurarif dan Kusuma, 2015).
4. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
a. Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan
pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan
bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK
yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang.
Fase Akselerasi, sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat
rendah (Nurarif dan Kusuma, 2015).
5. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi
gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan
karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat (Nurarif dan Kusuma,
2015).
6. Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang


rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat
disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu,
transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang
rusak karena kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka
keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah
terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai.
Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang
pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan (Nurarif dan Kusuma,
2015).
7. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah
untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi (Nurarif dan
Kusuma, 2015).

F. Pengkajian Keperawatan
Data-data yang perlu dikaji adalah data-data yang didapatkan pada anak
berkaitan dengan kegagalan sumsum tulang dan adanya infilarasi ke organ
lain, sebagai berikut.
1. Kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah mengakibatkan
berbagai keluhan dan gejala, yaitu :
a. Anemi; anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah,
kadang-kadang sesak napas. Anemi terjadi karena sumsum tulang gagal
memproduksi sel darah merah.
b. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi; adanya penurunan leukosit secara
otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh, karena leukosit yang

berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja


secara optimal. Konsekuensi dari semuanya itu adalah tubuh akan mudah
terkena infeksi yang bersifat local ataupun sistemik, dan kejadian tersebut
sering berulang. Suhu tubuh yang meningkat disebabkan karena adanya
infeksi kuman secara sistemik (sepsis). Tanda-tanda infeksi tersebut harus
diwaspadai karena pada anak yang menderita leukemia, tidak ditemukan
tanda-tanda yang spesifik pada tahap awalnya.
c. Perdarahan; tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya
perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaksis), atau perdarahan
bawah kulit yang disebut petekia (petechie). Perdarahan ini dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma, bergantung pada kadar trombosit
dalam darah. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat
terjadi secara spontan.
d. Adanya sel-sel darah abnormal yang melakukan infiltrasi ke organ tubuh
lain dapat mengakibatkan:
1) Nyeri pada tulang atau persendian; adanya infiltrasi sel-sel abnormal
ke sistem muskuluskeletal membuat anak merasa nyeri pada
persendian terutama apabila digerakkan.
2) Pembesaran kelenjar getah bening; selain tulang belakang, kelenjar
getah bening merupakan salah satu tempat pembentukan limfosit yang
mempunyai salah satu fungsi sebagai mekanisme pertahanan diri.
Limfosit merupakan salah satu bagian dari leukosit. Adanya
pertumbuhan

sel-sel

darah

abnormal

pada

sumsum

tulang

mengakibatkan kelenjar getah bening mengalami pembesaran karena


infiltrasi sel-sel abnormal dari sumsum tulang. Pembesaran kelenjar
getah bening dapat diamati atau palpasi karena yang letaknya
superficial.
3) Hepatosplenomegali; lien atau limpa juga merupakan salah satu organ
yang berfungsi untuk membentuk sel darah merah ketika bayi berada
dalam kandungan. Apabila sumsum tulang mengalami kerusakan, lien
dan hepar akan mengambil alih fungsinya sebagai pertahanan diri.

Sebagai kompensasi dari keadaan tersebut, lien dan hepar akan


mengalami pembesaran.
4) Penurunan kesadaran; adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat
menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma
(Nursalam, Susilaningrum, Utami, 2008).
2. Dikaji data-data yang tidak spesifik yang dialami oleh anak-anak yang sakit:
a. Pola makan; biasanya mengalami penurunan nafsu makan (anorexia).
b. Kelemahan dan kelelahan fisik.
c. Pola hidup; terutama dikaitkan dengan kebiasaan mengkonsumsi bahan
makanan yang tergolong karsinogenik, yaitu makanan yang berisiko
mempermudah

timbulnya

kanker

karena

mengandung

bahan

pengawet/kimia, misalnya makanan kalengan atau tinggal di lingkungan


yang banyak polutannya.
d. Apabila pasien yang dikaji sedang dalam pemberian sitotastika, perlu
diperhatikan efek samping yang kemungkinan timbul, seperti rambut
rontok, stomatitis, atau kuku yang menghitam.
3. Penunjang diagnosis; pemeriksaan yang sering dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan darah, umumnya didapatkan hasil :
1) Hb dan eritrosit menurun.
2) Leukosit normal, menurun, atau meningkat.
3) Trombosit menurun (trhrombositopeni) dan kadang-kadang jumlahnya
sangat sedikit.
4) Hapusan darah hormokrom, normasiter, dan hamper selalu dijumpai
blastosit yang abnormal.
b. Pemeriksaan sumsum tulang (boneage) bagi anak yang diduga menderita
leukemia mutlak dilakukan. Hasil pemeriksaan hamper selalu penuh
dengan blastosit abnormal dan sistem hemopoitik normal yang terdesak
(Nursalam, Susilaningrum, Utami, 2008).
G. Masalah yang lazim muncul (Dijaya, 2015) :
1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler untuk
mengangkut oksigen ke sel
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake inadekuat
3. Risiko Infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
4. Nyeri b.d efek fisiologis dari leukemia

5. Intoleransi aktivitas b.d penurun metabolisme, suplai O2 ke jaringan


terganggu
6. Cemas b.d ancaman kematian, perubahan status kesehatan, krisis
situasional

H. Intervensi Keperawatan (Nurlaila, 2010; Yudha, 2013)


N
o
1

Diagnosa
Perubahan perfusi

Intervensi
1. Manajemen perusi

jaringan b.d
penurunan

jaringan:
Tinggikan kepala tempat
tidur sesuai toleransi

komponen seluler
untuk mengangkut
oksigen ke sel.

2. Monitoring klien:
- Kaji untuk respon verbal

Tujuan: Setelah

melambat, mudah

dilakukan tindakan
keperawatan
diharapkan perfusi
jaringan b.d
komponen seluler
dapat teratasi
KH:
a. Menunjukan
perfungsi

terangsang
Monitor TTV

Rasional
1. Meningkatkan
ekspansi paru dan
memaksimalkan
oksigenasi untuk
kebutuhan seluler
2. Mengetahui derajat
keadekuatan perfusi
jaringan dan
membantu
menentukan

3. Ajarkan Orang tua untuk


melaporkan dan
mengenali bunyi dan pola
nafas anak
4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat

kebutuhan intervensi
3. Orangtua
melaporkan bila
anak tiba-tiba sesak
atau dispneu.
4. Mempercepat
kesembuhan

adekuat
b. Vital sign stabil,
pengisian
2

kapiler baik
Perubahan nutrisi
kurang dari

1. Manajemen Nutrisi
- Berikan makanan yang
menarik selera makan

kebutuhan b.d intake


inadekuat

Tujuan: Setelah

dan pola makan pasien

dilakukan tindakan

dan bandingkan dengan

keperawatan

makanan yang dapat

diharapkan nutrisi
klien terpenuhi

KH:

badan atau BB
stabil dengan
nilai laboratorium

dihabiskan
Anjurkan Ibu klien
untuk meningkatkan

a. mennjukkan
peningkatan berat

anak
Tentukan program Diit

intake Fe
Berikan minum air
putih lebih sering

1. Memberikan intake
nutrisi pada anak
agar masalah
teratasi
i. Mengidentifikasi
kekurangan dan
juga dapat
diupayakan setelah
pulang.
ii. Makanan
mengandung zat
besi dapat
mempercepat
proses

1. Observasi BB setiap
hari atau sesuai indikasi

normal

penyembuhan
2. Rasional :
Mengetahui
pemasukan
makanan yang
adekuat

3. Ajarkan keluarga pasien


pada perencanaan
makanan sesuai indikasi

(absorbsi)
3. Meningkatkan rasa
keterlibatannya dan
memberikan
informasi pada
keluarga untuk
memahami
kebutuhan nutrisi

4. Kolaborasi pemberian
pengobatan secara teratur

anak
4. Memiliki awitan
cepat dan
karenanya dengan
cepat dapat
mebantu proses

Risiko Infeksi b.d


menurunnya sistem
pertahanan tubuh

1. Manajemen Infeksi:
- Tempatkan klien di
-

Tujuan:Setelah
dilakukan
keperawatan
infeksi

tidak terjadi
KH:
a. Klien
dari

klien dari sumber


infeksi

tindakan aseptik

tindakan

diharapkan

ruang Isolasi
Pertahankan

penyembuhan
1. Menghindarkan

bebas

dan personal
hygine klien
- Batasi pengunjung
2. Monitor tanda-tanda
infeksi dan tanda-tanda

peningkatan nadi

vital

dan pernafasan
adalah tanda

tanda-

peningkatan laju

tanda infeksi
b. Menunjukan

metabolisme dan

kemampuan
untuk
mencegah

2. Demam dengan

3. Ajarkan orang tua


mempertahan kebersihan

inflamasi.
3. Orang tua faham
cara menghindaari
infeksi virus atau

timbulnya

bakteri
4. Pengobatan cepat

infeksi
4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antibitik

infeksi dapat
mengamankan
jalan masuk
bakteri.

ujuan
Nyeri b.d Efek fisiologis dari
4

1. Manajemen Nyeri:

1. Meredakan

leukemia
Tujuan:
Tujuan: Klien tidak

Kompres hangat pada


-

mengalami nyeri atau


nyeri menurun sampai
tingkat yang dapat

nyeri

bagian nyeri
Alihkan anak pada

hal-hal yang disukai


2. Mengkaji tingkat nyeri
dengan skala 0 sampai 5

2. Informasi
Memberikan

diterima klien

data dasar untuk


KH

pasien

mengatakan

nyeri

berkurang

mengevaluasi
kebutuhan atau
keefektifan

atau

intervensi, untuk

hilang
-Tampak rileks dan
mampu istirahat

meminimalkan
3. Jelaskan kepada orang
tua

cara

meredakan

nyeri
4. Kolaborasi

Intoleransi aktivitas
b.d penurun

mencegah

obat-obat

anti

kambuhnya

keperawatan
diharapkan keutuhan
aktifitas klien

nyeri

secara teratur
1. Manajemen aktivitas:
- Batasi gerak yang

nyeri
1. Menghindarkan
klien dari cidera

potensi
-

membahayakan
Latih gerak yang
mampu ditoleransi

Tujuan:
tindakan

4. Untuk

memberikan

terganggu
Setelah dilakukan

cemas orang tua

dokter

metabolisme, suplai
O2 ke jaringan

dengan

rasa tidak aman


3. Mengurangi rasa

secara bertahap
Rencana periode

istirahat adekuat
2. Kaji respon individu
terhadap aktivitas
3. Jelaskan orang tua
prosedur perawatan

2. Menentukan
derajat dari efek
ketidakmampua
3. Agar keluarga
tidak salah dalam

terpenuhi
KH:
a. Meningkatkn
kemampuan

yang benar
4. Kolaborasi dengan

merawat klien
4. Mempercepat

dokter dalam pemberian

proses

obat

penyembuhan

mobilitas
b. Melaporkan
gejala
intoleransi
6

aktifitas
Cemas b.d ancaman
kematian,perubahan
status kesehatan,
krisis situasional

1. Manajemen kecemasan:
- Beri kesempatan klien
untuk mengugkapkan

1. Manajemen
-

rasa cemasnya
- Beri suport mental

punya semangat
dan mau empati

Tujuan: Setelah

terhadap

dilakukan tindakan

perawatan &

keperawatan
diharapkan klien dan

keluarga tidak
cemas.
KH:

fokus
c. Klien dapat
melaporkan
ketidakcemasan
secara verbal

pengobatan
Meningkatkan
kepercayaan diri

2. Kaji tingkat kecemasan


klien

a. Klien & keluarga


tidak gelisah
b. Kontak mata

cemas:
Agar klien

3. Anjurkan dan ajarkan


pada keluarga untuk
berdoa

dan semangat
utuk pengobatan
2. Untuk
mengetahui bera
dan ringannya
kecemasn klien
3. Agar keluarga
bisa bertawaqal
kepada SWT

Path Way Leukemia


Gen, virus, radiasi

Perubahan kode Genetik di


Sumsum Tulang belakang

Produksi Sel leokosit meningkat

Eritrosit menurun

Trombosit menurun

Leokosit abnormal Infiltrasi


meningkat

O2 menurun

Pembekuan Darah (-)

Leukopeni

Pembesaran
ginjal,hati

Sesak

(Ketidakseimbangan perfusi J)

Pedarahan

Daya tahan Tubuh

(Nyeri)

(Resti Pendarahan) (Resti Infeksi) (Perub.Nutrisi)

I. Pathway (Dijaya, 2015):

Daftar Pustaka
Nursalam, Susilaningrum, Rekawati, Utami, Sri. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak (Untuk Perawat Dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta: MediAction.
Nussa

Irap
Frans.
leukemia
limfoblastik
akut.
03
november
2015.http://irapanussa.blogspot.co.id/2014/06/leukemia-limfoblastikakut.html.

Dijaya Atma Karrsa,04 november 2015. http://dokumen.tips/documents/pathwayacute-limfoblastik-leukemia.html


Yudha

Satria.
4
november
2015.http://satriayk99.blogspot.co.id/2013/12/lp-akutleukimia-limfoblastic-all.html

Nurlaila.

2010. askep pada anak dengan


2015.digilib.stikesmuhgombong.ac.id

leukemia.

04

November

DAFTAR PUSTAKA
Nurarif

Huda Amin, Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda. Yogyakarta: Mediaction.

Ismail. 2010. Askep-Meningitis. Https://Ismailskep.Files.Wordpress.Com


Suriadi & Yuliani Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: Cv
Sagung Setoy
Afida & Ruly.2012. http://Keperawatan anak afidaruly.blogspot.co.id /2012/09/Askep
meningitis pada anak_207.html

Anda mungkin juga menyukai