Anda di halaman 1dari 33

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah


Proses pembelajaran terutama di dalam kelas diarahkan kepada

kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat
dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang
disajikan.
Rendahnya minat siswa dalam belajar terutama mata pelajaran Fisika
menyebabkan kurangnya gairah belajar siswa sehingga menyebabkan kurangnya
intensitas belajar siswa. Fisika sebenarnya bukanlah ilmu yang abstrak dan jauh
dari kehidupan sehari hari. Banyak pengaplikasian ilmu fisika yang dengan
mudah dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengalaman penulis saat melaksanakan Program Pengalaman
Lapangan Terpadu (PPLT), guru hanya mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional, yaitu menjelaskan di depan kelas, kemudian siswa
bertugas untuk menyelesaikan soal-soal. Hal ini menyebabkan siswa menjadi
pasif dan tidak memahami konsep dasar dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Hal inilah yang menyebabkan hasil belajar siswa masih jauh dari yang
diharapkan.
Berdasarkan hasil observasi dengan menggunakan angket yang disebar
pada 34 siswa, diperoleh data bahwa 3 siswa mengatakan fisika itu mudah. 17
orang mengatakan fisika itu sulit dan kurang menarik dan selebihnya 14 orang
mengatakan fisika itu biasa saja. Dari data ini terlihat bahwa sebagian besar siswa
tidak menyukai mata pelajaran fisika.
Setelah dilakukan wawancara dengan seorang guru Fisika SMA Negeri 1
Pantai Cermin, beliau mengatakan bahwa nilai rata-rata siswa dalam mata
pelajaran fisika tergolong rendah. Ketuntasan Kompetensi Minimal (KKM) di
sekolah tersebut untuk mata pelajaran fisika adalah 7,5. Sedangkan hasil ujian
yang dilaksanakan pada tanggal 10-15 Maret 2014 menunjukkan kurang dari
50% siswa yang berhasil mencapai KKM. Ada beberapa model pembelajaran
yang diketahui oleh guru yang mengajar, seperti model kooperatif. Akan tetapi
sangat jarang digunakan. Beliau lebih sering menjelaskan di depan kelas,
kemudian memberi banyak contoh soal dan latihan-latihan.

Rendahnya hasil belajar siswa selama ini, menunjukkan bahwa seorang


guru harus menggunakan model pembelajaran yang bervariasi di dalam kelas
yang disesuaikan dengan materi dan kemampuan siswa, sehingga siswa bisa
berperan aktif dan kreatif. Dengan begitu tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah rendahnya
hasil

belajar

siswa

adalah

menciptakan

suasana

belajar

yang

dapat

menghubungkan kita dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran PBL


(Problem Based Learning) adalah salah satu solusinya, model ini dapat membuka
cakrawala berpikir siswa serta mengembangkan kemampuan siswa untuk dapat
menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan model
PBL akan lebih efektif jika didukung dengan penggunaan media peta pikiran. Peta
pikiran adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan mengingat banyak
informasi. Catatan yang di buat membentuk sebuah pola gagasan yang saling
berkaitan, dengan topik utama di tengah dan perincian menjadi cabangcabangnya. Peta pikiran merupakan teknik yang paling baik dalam membantu
proses berpikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal
dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci
universal sehingga membuka potensi (Tonny dan Bary Buzan, 2004: 68).
Penelitian yang terkait tentang model pembelajaran berdasarkan masalah
telah dilakukan oleh Lubis (2012) yang mendapatkan hasil belajar sebelum
menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah adalah 46,14 sedangkan
rata-rata hasil belajar setelah menerapkan model pembelajaran berdasarkan
masalah adalah 68,14. Artinya ada perbedaan yang signifikan ketika siswa
diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran berdasarkan masalah.
Selain itu, Pohan (2012) juga pernah melakukan penelitian dengan menggunakan
model pembelajaran berdasarkan masalah yang hasilnya terdapat perbedaan hasil
belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dimana pada kelas
eksperimen nilai rata-rata siswa adalah 60,43 lebih baik dibandingkan dengan
kelas control menghasilkan nilai rata-rata 54,43.
Namun ada perbedaan antara penelitian yang sebelumnya dengan
penelitian

yang

akan

dilaksanakan.

Penelitian

yang

sebelumnya

tidak

menggunakan media peta pikiran dalam penggunaan model pembelajaran


berdasarkan masalah. Dalam hal ini peneliti akan memaksimalkan hasil belajar
dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan menggunakan media
peta pikiran, karena peta pikiran dapat membantu siswa menangkap pikiran dan
gagasan pada kertas dengan menggunakan gambar, warna, dan simbol yang jelas,
lengkap dan mudah untuk membuat informasi lebih mudah dimengerti dan diingat
kembali dalam memaksimalkan momen belajar.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis berkeinginan
melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran PBL
(Problem Based Learning) dengan Menggunakan Media Peta Pikiran
Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi pokok gerak lurus Kelas X
Semester I SMA Negeri 1 Pantai Cermin T.P 2014/2015.
1.2.

Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa masalah dapat diindentifikasi
sebagai berikut:
1. Rendahnya minat siswa dalam mengikuti mata pelajaran Fisika.
2. Siswa menganggap Fisika itu sulit dan tidak menarik.
3. Model pembelajaran yang digunakan guru saat mengajar tidak bervariasi.

1.3.

Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka yang menjadi batasan
masalah dalam penelitian ini adalah
1. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Pantai Cermin dan objek penelitian
adalah siswa kelas X semester I T.P 2014/2015.
2. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gerak Lurus
3. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran PBL
(Problem Based Learning) dan model pembelajaran konvensional

1.4.

Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang


menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan media peta pikiran

pada materi pokok gerak lurus kelas X semester I SMA Negeri 1 Pantai
Cermin?
2. Bagaimana hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional pada materi pokok gerak lurus kelas X
semester I SMA Negeri 1 Pantai Cermin?
3. Apakah hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran
berbasis masalah lebih baik dari pada siswa yang diajar dengan
pembelajaran konvensional?
1.5.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar dengan

model

pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan media peta pikiran


pada materi pokok gerak lurus kelas X semester I SMA Negeri 1 Pantai
Cermin
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional pada materi pokok gerak lurus kelas X
semester I SMA Negeri 1 Pantai Cermin
3. Untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada siswa yang diajar
dengan pembelajaran konvensional
1.6.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:


1. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru bidang studi untuk menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah dalam mengajar.
2. Dapat meningkatkan semangat belajar siswa setelah model ini diterapkan.
1.7.

Defenisi Operasional
1. Model pembelajaran berdasarkan masalah yaitu model yang mengarahkan
siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri dan
keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian, dan percaya diri.

2. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang sering


digunakan oleh guru disekolah, biasanya adalah model pengajaran yang
bersifat teacher center.
3. Peta pikiran adalah media pembelajaran yang berisi pola gagasan yang
saling berkaitan , dengan topik utama di tengah dan perincian menjadi
cabang-cabangnya.
4. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki setelah menerima
pengalaman belajar.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kerangka Teoritis
2.1.1. Pengertian Belajar
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang
terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan
tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui
banayak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang
waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman,
keterampilandan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Sedangkanpengalaman
merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber
belajarnya. Jadi, belajar disini diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap
dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang
terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru,
serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri (Trianto, 2009:1617)

Belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksud belajar berarti usaha
mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada
individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan
penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan,
sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelanya menyangkut
segala aspek organism dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti
menyangkut unsure cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
(Sadirman, 2011:21)
Menurut Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses
dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar
menyangkut perubahan dalam suatu organism. Hal ini berarti bahwa belajar
membutuhkan waktu. Untuk mengukur belajar, kita membandingkan cara
organisme itu berperilaku pada waktu 1 dengan cara organisme itu berperilaku
pada waktu 2 dalam suasana yang serupa. Bila perilaku dalam suasana serupa itu
berbeda untuk waktu itu, kita dapat berkesimpulan bahwa telah terjadi belajar
(Ratna Willis, 2011:2)
Drs Slameto juga merumuskan pengertian tentang belajar. Menurutnya
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Syaiful
Bahri Djaramah, 2000:13)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa belajar adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam inreraksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
2.1.2. Aktivitas Belajar
Mengapa di dalam belajar diperlukan aktivitas? Sebab pada prinsipnya
belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan
kegiatan. Tidak ada belajar tanpa adanya aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas

merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajarmengajar.
Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah.
Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengar dan mencatat seperti yang lazim
terdapat di sekolah-sekolah tradisonal (Paul B. Diedrich dalam Sadirman,
2011:101) menggolongkan aktivitas siswa seperti berikut:
1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, member
saran, mengeluarkan pendapat mengadakan wawancara, diskusi,
interupsi.
3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, music, pidato.
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan. Laporan,
angket, menyalin.
5. Drawing activitie, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta,
diagram.
6. Motor activities, yang termasik di dalamnya antara lain: melakukan
percobaan,

membuat

konstruksi,

model

mereparasi,

bermain,

berkebun, beternak.
7. Mental activities,sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil
keputusan.
8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Klasifikasi aktivitas di atas menunjukkan aktivitas di sekolah cukup
kompleks dan bervariasi. Jika berbagai kegiatan tersebut dapat diciptakan di
sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benarbenar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal.
Aktivitas yang dikembangkan dalam model pembelajaran problem based
learning antara lain adalah listening activities (mengamati/memperhatikan
percobaan/demostrasi), oral activities (mengeluarkan pendapat, diskusi), writing
activities (menulis laporan percobaan), motor activities (melakukan percobaan),
mental activities (memecahkan soal), dan emotional activities (menaruh minat).

2.1.3. Hasil Belajar


Hasil dari proses belajar mengajar yang dilakukan disebut hasil belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.
Menurut Sagala (1999:12) dalam belajar individu menggunakan
kemampuan ranah-ranah:
1. Ranah Kognitif yang mencakup tentang pengetahuan
2. Ranah Afektif yang mencakup tentang sikap
3. Ranah Psikomotorik yang mencakup tentang kesiapan dan persepsi.
Menurut Bloom (Lorin W. Anderson,2010:100-102) membagi tingkatan
kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif dalam enam
tingkat, yaitu:
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Pengetahuan hapalan (knowledge)


Pemahaman
Aplikasi (penerapan)
Analisis
Evaluasi
Mencipta

2.1.4. Model Pembelajaran


Meyer (dalam Trianto, 2009:21) mengatakan, sebelum membahas tentang
model pembelajaran, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa yang dimaksud
dengan model? Secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep
yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan
dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang
meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan
guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak
langsung dalam proses belajar mengajar. (Istarani, 2012:1). Sedangkan menurut
Nurulwati (dalam Trianto, 2009:22) yang dimaksud dengan model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
2.1.5. Media Pembelajaran
2.1.5.1 Pengertian Media Pembelajaran

Medium atau media berasal dari kata Latin medium yang berarti di
antara, suatu istilah yang menunjukkan segala sesuatu yang membawa informasi
antara sumber dan penerima.

Martin dan Briggs menyatakan bahwa media

pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan


komunikasi dengan siswa, dapat berupa perangkat keras, seperti computer,
televisi, proyektor, dan perangkat lunak yang digunakan dalam perangkatperangkat keras tersebut (Jauhari, 2011:95).
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang
cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.
Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan
dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru
ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat
dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mudah
mencerna bahan daripada tanpa bantuan media (Djamarah, 2006:120)
2.1.5.2 Penggunaan Media Pembelajaran
Tidak dapat dipungkiri bahwa media pembelajaran mempunyai peranan
yang sangat penting sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar. Media yang
digunakan dapat membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari
bahan pelajaran yang diberikan kepada peserta didik. Tanpa bantuan media,
terkadang bahan pelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh setiap peserta
didik, terutama pada pelajaran yang rumit dan kompleks.
Ada yang harus diperhatikan dalam penggunaan media, bahwa peranan
media tidak akan terlihat bila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan
pengajaran yang telah dirumuskan. Oleh karena itu, tujuan pengajaran harus
dijadikan sebagai acuan untuk menggunakan media. Jika diabaikan, maka media
bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam
pencapaian tujuan secara efektif dan efesien (Djamarah, 2006:121)

2.1.5.3 Media Peta pikiran


a. Ciri-Ciri Peta pikiran

10

Mind map merupakan cara paling mudah untuk memasukkan informasi


ke dalam otak, dan mengambil informasi dari otak. Cara ini adalah cara
yang kreatif dan efektif dalam membuat catatan, sehingga boleh dikatakan
mind map benar-benar memetakan pikiran anda, menggunakan garis,
lambang, kata-kata, serta gambar, berdasarkan seperangkat aturan yang
sederhana, mendasar, alami, dan akrab bagi otak (Buzan, 2004:6).
Metode mencatat ini didasarkan pada cara otak memperoleh informasi,
bekerja bersama otak anda, bukannya menentangnya (Buzan, 1993 dalam
Deporter, 2007:176). Dan peta pikiran menirukan proses berpikir ini, yakni
memungkinkan anda berpindah-pindah topik. Anda merekam informasi
melalui simbol, gambar, arti emosional, dan dengan warna, persis seperti
cara otak memprosesnya.
b. Cara Membuat Peta pikiran
Tujuan langkah cara membuat membuat peta pikiran (Buzan, 2004:21, 22,
23) yaitu:
1.

Mulai dari bagian tengah permukaan secarik kertas kosong


yang diletakkan dalam posisi memanjang, karena mulai dari tengah
permukaan kertas akan memberikan keleluasaan bagi cara kerja otak
untuk memencar keluar ke segala arah dan mengekspresikan gagasan
yang lebih bebas dan alami.

2.

Gunakan sebuah gambar untuk gagasan sentral, karena


suatu gambar bernilai seribu kata dan membantu menggunakan
imajinasi. Gambar yang letaknya di tengah-tengah akan tampak lebih
menarik, membuat tetap terfokus, membantu memusatkan pikiran dan
menjadikan otak semakin aktif.

3.

Gunakan warna pada seluruh peta pikiran. karena bagi otak,


warna-warna tidak kalah menariknya dari gambar. Warna membuat
peta pikiran tampak lebih cerah dan hidup, meningkatkan kekuatan
dahsyat bagi cara berpikir kreatif dan ini juga hal yang menyenangkan.

11

4.

Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar sentral dan


setiap garis dihubungkan dengan garis yang lain. Jika akan
menghubungkan ke cabang-cabang maka akan jauh lebih mudah dalam
memahami dan mengingat. Menghubungkan cabang utama akan
menciptakan dan membantu suatu struktur dan arsitektur dasar bagi
pemikiran.

5.

Buatlah cabang-cabang peta pikiran berbentuk melengkung


bukannya garis lurus. Karena jika semuanya garis lurus, ini akan
membosankan otak anda. Cabang-cabang yang melengkung dan hidup
seperti cabang-cabang sebuah pohon jauh lebih menarik dan indah
bagi mata anda.

6.

Kata sebaiknya ditulis dengan huruf cetak. Huruf cetak


memberikan umpan balik yang lebih fotografis, jelas dan mudah
dibaca. Kata yang ditulis dalam huruf cetak sebaiknya ditulis diatas
garis , dan sebaiknya dihubungkan dengan yang lain.

7.

Gunakan satu kata kunci per baris. Karena kata kunci


tunggal akan menjadikan peta pikiran lebih kuat dan fleksibel. Peta
pikiran yang mempunyai banyak kata-kata kunci di dalamnya adalah
seperti tangan yang memiliki jemari yang semuanya bebas bergerak
dengan lincah.

2.1.6. Model Pembelajaran Problem Based Learning


Model pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John
Dewey. Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001:19 dalam Trianto 2009:91) belajar
berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan
hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan
kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan system saraf otak berfungsi
menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat
diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari permasalahannya dengan baik.
Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya
bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan
tujuan belajarnya.

12

Menurut Arends (Trianto, 2009:92), pengajaran berdasarkan masalah


merupakan

suatu

pendekatan

pembelajaran

dimana

siswa

mengerjakan

permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka


sendiri, mengembangkan inquiri dan keterampilan berpikir tingkat yang lebih
tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Model pembelajaran ini
juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran
berdasarkan proyek (Project-based instruction), pembelajaran berdasarkan
pengalaman

(experience-based

instruction),

belajar

auntik

(authentic

learning), dan pembelajaran bermakna atau pembelajaran berakar pada


kehidupan.
Dalam model pembelajaran Problem Based Learning, focus pembelajaran
ada pada masalah yang dipilih sehingga pembelajaran tidak saja mempelajari
konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah
untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa tidak saja harus memahami konsep
yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga
memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan
menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola
piker kritis.
Strategi Pembelajaran Berdasarkan masalah dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara ilmiah yang memiliki 3 ciri utama, yaitu: pertama,
merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya ada
sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa, sehingga siswa dapat aktif
berpikir,

berkomunikasi,

mencari

dan

mengolah

data,

dan

akhirnya

menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan


masalah. Masalah disini ditempatkansebagai kata kunci dari proses pembelajaran.
Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga,
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara
ilmiah.
2.1.6.1 Ciri-Ciri Model Pembelajaran Problem Based Learning

13

Menurut Arends (2007:42), para pengembang PBL mendiskripsikan bahwa


model instruksional ini memiliki ciri-ciri di bawah ini:
1. Pertanyaan atau masalah peranngsang. Alih-alih mengorganisasikan
pelajaran diseputar prinsip akademis atau keterampilan tertentu, PBL
mengorganisasikan pengajaran di seputar pertanyaan dan masalah yang
penting secara social dan bermakna secara personal bagi siswa. Mereka
menghadapi bertbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat diberi
jawaban-jawaban sederhana dan ada berbagai solusi yang competing untuk
menyelesaikannya.
2. Focus interdisipliner. Meskipun PBL dapat dipusatkan pada subjek
tertentu (sains, matematika, sejarah), tetapi masalah yang di investigasi
dipilih karenasolusinya menuntut siswa untuk menggali banyak subjek.
3. Investigasi autentik. PBL mengharuskan siswa untuk melakukan
investigasi autentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk masalah
riil.

Mereka

harus

menganalisis

dan

menetapkan

masalahnya,

mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan


menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen (bilamana mungkin),
membuat inferensi, dan menarik kesimpulan. Metode-metode investigative
yang digunakan tentu bergantung pada sifat masalah yang diteliti.
artefak dan exhibit. PBL menuntut siswa

4. Produksi

untuk

mengonstruksikan produk dalam bentuk artefak dan exhibit yang


menjelaskan atau merepresentasikan solusi mereka. Produk itu bisa
berbentuk debat bohong-bohongan, bisa berbentuk laporan, model fisik,
video atau program komputer.artefak atau exhibit yang nanti akan
dideskripsikan, dirancang oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada
orang lain apa yang telah mereka pelajari dan memberikan alternative
yang menyegarkan untuk makalah wajib atau ujian tradisional.
5. Kolaborasi. PBL ditandai oleh siswa-siswa yang bekerja sama dengan
siswa-siswa lain, paling sering secara berpasangan atau dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil. Bekerja bersama-sama memberikan motivasi
untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan
meningkatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog
bersama, dan untuk mengembangkan berbagai keterampilan social.

14

2.1.6.2 Manfaat Model Pembelajaran Problem Based Learning


PBL tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan informasi
dengan jumlah besar kepada siswa. Pengajaran langsung dan ceramah lebih cocok
untuk

maksud

ini.

PBL

dirancang

terutama

untuk

membantu

siswa

mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan


keterampilan intelektualnya;
Menurut Sudjana (dalam Jauhari, 2011:88) manfaat khusus yang diperoleh
dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah
membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugastugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah
yang ada disekitarnya.
2.1.6.3 Sintak Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Ibrahim (dalam Trianto, 2009:97), didalam kelas PBL, peran guru
berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas antara lain sebagai
berikut:
1. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa pada masalah
autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari;
2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya

melakukan

pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan.


3. Memfasilitasu dioalog siswa; dan
4. Mendukung belajar siswa.
Tabel 2.1 Sintak Pengajaran Berdasarkan Masalah
Tahap
Tahap-1
Orientasi siswa pada
masalah

Tahap-2
Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Tahap-3
Membimbing
penyelidikan individual
maupun kelompok

Tingkah Laku Guru


Guru menjelaskan tujuan pengajaran,
menjelaskan logistic yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam
pemecahan masalah yang dipilih.
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah

15

Tahap
Tahap-4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Tahap-5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah

Tingkah Laku Guru


Guru membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video dan model serta membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.

2.1.6.4 Penggunaan Media Peta Pikiran dalam Model Pembelajarn PBL


Mind map (peta pikiran) adalah alat berpikir kreatif yang mencerminkan
cara kerja alami otak. Mind map memungkinkan otak menggunakan semua
gambar dan asosiasinya dalam pola radial dan jaringan sebagaimana otak
dirancang, seperti yang secara internal selalu digunakan otak, dan terhadapa mana
kita perlu membiarkannya membiasakan diri kembali.
Jika peta pikiran dimanfaatkan dalam pembelajaran maka akan sangat
membantu meningkatkan kecepatan berpikir, memberi kelenturan yang tak
terbatas, dan menjelajah jauh dari pemikiran tempat ide-ide orisinal menunggu.
(Buzan, 2005:110)
Penggunaan peta pikiran dalam pembelajaran bisa sangat membantu dalam
penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Dalam model pembelajaran
berbasis masalah siswa dituntut untuk bisa menyelesaikan masalah yang autentik,
serta bisa meningkatkan cara berpikir kritis. Dengan adanya peta pikiran siswa
akan lebih mudah memahami materi pembelajaran dan meningkatkan cara
berpikir kritis untuk menganalisis peta yang disajikan. Jika siswa suda memahami
materi yang ada, siswa akan lebih mudah menyelesaikan masalah-masalah
autentik yang disajikan.
2.1.7. Model Pembelajaran Konvensional
Pengajaran konvesnsional adalah suat pengajaran yang biasa digunakan
oleh guru dalam mengajar yang bersifat teacher center. Pengajaran konvensional
adalah salah satu pendekatan mengajar yang menunjang proses belajar siswa yang
berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang
terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap,
selangkah demi selangkah. Selain itu model pembelajaran konvensional ditujukan

16

pula untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh


informasi yang dapat diajarkan selangkah demiselangkah.
2.1.7.1 Sintak Pembelajaran Konvensional
Pengajaran konvensional digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang
ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Penyusunan waktu yang
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus seefesien mungkin,
sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang digunakan.
Sintak Model Pembelajaran konvensional tersebut disajikan dalam 3 (tiga)
tahap, seperti ditunjukkan Tabel 2.2
Tabel 2.2 Sintak Model Pengajaran Konvensional
Fase
Fase 1
Pendahuluan
Fase 2
Pembelajaran Inti
Fase 3
Penutup

Peran Guru
Guru menjelaskan informasi latar belakang pelajaran,
pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.
Guru menjelaskan materi pembelajaran didepan kelas.
Guru memberikan soal-soal latihan dan tugas, lalu
menyimpulkan pembelajaran hari itu.

2.1.8. Materi Pembelajaran Gerak Lurus


2.1.8.1 Besaran-besaran pada Gerak Lurus
Mobil sedang melewati orang di tepi jalan. Mobil tersebut bergerak
terhadap orang yang berada di tepi jalan, namun diam terhadap supir mobil itu
sendiri serta semua penumpangnya. Jadi untuk mengatakan mobil itu bergerak
atau diam, harus melihat dulu apa yang digunakan sebagai acuan atau pedoman.
Oleh karena itu, bergerak atau diam adalah relatif, bergantung pada benda lain
yang digunakan sebagai acuan. Benda dikatakan bergerak, jika kedudukan benda
itu mengalami perubahan terhadap acuannya.
Lintasan benda yang bergerak sangat beraneka ragam, ada yang berupa
garis lurus, parabola, melingkar, dan sebagainya. Gerak benda diberi nama sesuai
lintasan yang dilaluinya. Jadi, benda bergerak lurus jika lintasannya berupa garis
lurus.
2.1.8.2 Kedudukan, Jarak dan Perpindahan

17

Kedudukan sama dengan posisi yaitu letak suatu benda pada suatu waktu
tertentu terhadap suatu acuan tertentu. Posisi suatu benda akan berbeda jika titik
acuannya berbeda. Untuk memudahkan pemahaman tentang kedudukan, biasanya
digunakan garis bilangan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Q
-7

-6

R
-5

-4

S
-3

-2

O
-1

P
1

T
4

Gambar 2.1 Posisi benda pada suatu garis lurus


Diandaikan titik O ditetapkan sebagai acuan yang posisinya xo=0. Posisi
suatu benda dapat terletak di kiri atau di kanan titik acuan, sehingga untuk
membedakannya digunakan tanda positif dan negatif. Pada gambar ditujunjukkan
bahwa posisi P berjarak 3 di sebelah kanan O, dikatakan posisi P adalah xp= +3.
Posisi R berjarak 4 di kiri O, dikatakan posisi R adalah xr= -4 dan seterusnya
dengan posisi Q, S, dan T. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah, oleh
karena itu posisi suatu benda ditentukan oleh besar dan arah sehingga posisi
termasuk suatu besaran vektor.
Perpindahan adalah perubahan posisi suatu benda karena adanya
perubahan waktu. Sebagai contoh, dari gambar 2.1, suatu benda berpindah dari P
ke Q. Perpindahan itu harus langsung dari P ke Q, tetapi dapat juga dari P ke T
kemudian ke Q. Akan tetapi, kedua jalan itu menghasilkan kedua perpindahan
yang sama, yaitu dari posisi awal P ke posisi akhir Q. Dengan demikian,
perpindahan hanya bergantung pada posisi awal dan posisi akhir dan tidak
bergantung pada jalan yang ditempuh oleh benda seperti gambar 2.2
x12 x 2 x1

awal

akhir

Gambar 2.2 Vektor perpindahan sepanjang sumbu X


Untuk perpindahan satu dimensi sepanjang sumbu X, arah perpindahan

18

akan dinyatakan oleh tand positif dan negatif. Tanda positif menyatakan arah
perpindahan berarah ke kanan dan tanda negatif menyatakan perpindahan ke arah
kiri. Misalnya, suatu benda berpindah dari titik 1 dengan posisi x1 ke titik 2 dengan
posisi x2, maka perpindahannya diberi lambang x12 .
x12 x 2 x1

Perpindahan

Jarak didefenisikan sebagai panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu


benda dalam selang waktu tertentu. Berikut ini adalah contoh untuk memudahkan
memahami konsep jarak dan perpindahan
A
-6

-5

-4

B
-3

-2

-1

C
1

Suatu benda bergerak dari A ke C kemudian berbalik menuju ke B, maka :


Jarak yang ditempuh benda adalah seluruh lintasan yang dilalui benda, yaitu dari
A-B-C-A.
Jarak = panjang ACB
= panjang AC + panjang CB
= 8 +3 = 11 satuan

Perpindahan dari A ke B melalui C, x AB adalah :


x AB X B X A
2 ( 3) 5 satuan

Arah positif menyatakan bahwa perpindahan berarah ke kanan.


2.1.8.3 Kecepatan Rata-rata dan Kecepatan Sesaat
a. Kelajuan dan Kecepatan Sesaat
Jika sebuah mobil yang sedang bergerak dan menyatakan bahwa mobil
bergerak 60 km/jam, yang dimaksudkan di sini adalah kelajuan mobil. Tetapi, jika

19

di dalam mobil ada kompas, dan dapat menyatakan bahwa mobil sedang bergerak
60 km/jam ke timur, yang dimaksudkan di sini adalah kecepatan mobil. Kelajuan
adalah besaran yang tidak bergantung pada arah, sehingga kelajuan termasuk
besaran skalar. Kecepatan adalah besaran yang bergantung pada arah, sehingga
kecepatan termasuk besaran vektor.
Kecepatan sesaat adalah kelajuan sesaat beserta dengan arah geraknya.
Dengan demikian kelajuan sesaat adalah besaran skalar, dan kecepatan sesaat
adalah besaran vektor.
b. kelajuan Rata-rata dan Kecepatan Rata-rata
Kelajuan rata-rata didefenisikan sebagai hasil bagi antara jarak total yang
ditempuh dengan selang waktu untuk menempuhnya.
kelajuan rata rata

jarak tempuh total


selang waktu

Jarak tempuh dan selang waktu merupakan besaran skalar. Karena itu, kelajuan
rata-rata yang diperoleh dari operasi pembagian antara keduanya juga termasuk
besaran skalar.
Kecepatan rata-rata didefenisikan sebagai hasil bagi antara perpindahan
dengan selang waktunya. Karena perpindahan adalah besaran vector dan selang
waktu adalah besaran skalar, kecepatan rata-rata termasuk besaran vektor.
kecepa tan rata rata

perpindahan
selang waktu

c. Kecepatan Rata-rata dan Kecepatan Sesaat


Kecepatan sesaat didefenisikan sebagai rata-rata pada selang waktu yang
sangat pendek. Dengan demikian kecepatan rata-rata dapat berubah menjadi
kecepatan sesaat ketika selang waktunya sangat pendek.

Kecepatan sesaat

x
t 0 t
untuk t sangat kecil
v lim

20

2.1.8.4 Gerak Lurus Beraturan


Gerak lurus beraturan didefenisikan sebagai gerak suatu benda dengan
kecepatan tetap. Kecepatan tetap artinya baik besar maupun arahnya tetap. Karena
kecepatan benda tetap, maka kata kecepatan bisa diganti dengan kelajuan. Dengan
demikian, dapat juga didefenisikan gerak lurus beraturan sebagai gerak suatu
benda dengan kelajuan tetap.
Karena kecepatan pada suatu benda yang melakukan GLB selalu tetap,
maka grafik kecepatan terhadap waktu (grafik v-t) juga berbentuk garis lurus
sejajar sumbu waktu, t. ini ditunjukkan pada gambar 2.3
Kecepatan,v

Waktu,t
Gambar 2.3 Grafik Kecepatan terhadap waktu pada GLB
x

II

I
II
I

Gambar 2.4 Grafik posisi terhadap waktu (x-t) dari suatu GLB dengan acuan
melalui O (0,0)
Grafik posisi terhadap waktu (grafik x-t) untuk benda yang menempuh
GLB berbentuk garis lurus miring ke atas melalui titik asal O(0,0), seperti gambar
2.4. Gradien garis menyatakan kecepatan tetap GLB. Makin curam garis itu,

21

makin besar kecepatannya. Pada gambar 2.4, GLB II memiliki kecepatan yang
lebih besar daripada GLB I.
2.1.8.5 Gerak Lurus Berubah Beraturan
Gerak lurus berubah beraturan didefenisikan sebagai gerak suatu benda
pada lintasan garis lurus dengan percepatan tetap. Percepatan tetap artinya baik
besar maupun arahnya tetap.
1. Grafik Percepatan terhadap Waktu
Benda yang melakukan GLBB memiliki percepatan yang tetap, sehingga
grafik percepatan terhadap waktu (grafik a-t) berbentuk garis horizontal sejajar
sumbu waktu t (gambar 2.5).
Percepatan,a

Waktu,t
Gambar 2.5 Grafik percepatan-waktu GLBB
Percepatan tetap artinya benda mengalami perubahan kecepatan yang
sama dalam selang waktu yang sama. Karena itu, grafik kecepatan terhadap
waktu (grafik v-t) berbentuk garis lurus condong ke atas dengan gradin yang tetap.
Jika benda memulai GLBB dari keadaan diam (kecepatan awal v 0 = 0) maka
grafik v-t condong ke atas melalui O (0,0), lihat gambar 2.6a. tetapi jika benda
memulai GLBB dari keadaaan bergerak (kecepatan awal v0 0) maka grafik v-t
condong ke atas melalui titik potong pada sumbu v, yaitu (0,v0), seperti gambar
2.6b.

(a)
v

(b)
v

22

a=gradien=tan

a=gradien=tan

(c) v

a=gradien=tan < 0

t
Gambar 2.6 grafik kecepatan-waktu GLBB (a) benda mulai dari keadaan

diam (v0 = 0) dipercepat, (b) benda mulai dari keadaan bergerak (v0 0)dan
dipercepat, (c) benda dari kecepatan tertentu v0 diperlambat.
GLBB yang grafiknya seperti pada gambar 2.6a dan 2.6b disebut sebagai
GLBB dipercepat (GLBB dengan percepatan positif). Ini karena benda selalu
mengalami pertambahan kecepatan yang sama dalam selang waktu yang sama.
Jika suatu benda dilempar vertical ke atas, benda akan mengalami pengurangan
atau kecepatan yang sama dalam selang waktu yang sama. Benda tersebut
mengalami perlambatan atau perlambatan negatif. Jadi, paada GLBB
diperlambat, benda mengalami gerakan dengan suatu kecepatan tertentu dan
selanjutnya selalu megalami pengurangan kecepatan. Grafik kecepatan terhadap
waktu dalam GLBB diperlambat berbentuk garis lurus condong ke bawah, seperti
gambar 2.6c.
2.1.8.6 Percepatan Rata-rata dan Percepatan Sesaat
Dalam GLBB percepatan rata-rata sama dengan percepatan sesaat

23

(percepatan pada saat kapanpun). Akan tetapi, seperti halnya mempertahanklan


kecepatan, sangat sukar untuk menjalankan kendaraan menurut garis lurus dengan
pertanmbahan kecepatan yang selalu tetap setiap saat (atau disebut percepatan
tetap). Umumnya dalam perjalanannya, sebuah kendaraan mengalami percepatan
yang bervariasi. Oleh karena itu, lebih tepat jika dinyatakan dengan dengan
percepatan rata-rata kendaraan, dan bukan percepatan sesaat.
Percepatan rata-rata ( a ) didefenisikan sebagai hasil bagi antara
perubahan kecepatan benda ( v) dengan selang watu berlangsungnya
perubahan kecepatan tersebut ( t). secara matematis ,
Percepatan rata-rata

v v 2 v1

t
t 2 t1

dengan v2 adalah kecepatan rata-rata pada saat t=t2 dan v1 adalah kecepatan pada
sat t=t1.
2.1.9. Penelitian Terdahulu
Peneliti sebelumnya yang telah menggunakan Model Pembelajaran
Problem Based Learning dalam penelitiannya ditunjukkan pada tabel 2.3
Tabel 2.3Daftar peneliti yang menggunakan model Problem Based Learning
No

Nama/Tahun

Pohan/2012

Husna/2013

Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh
Penerapan 1. Penelitian ini dilakukan
Pembelajaran Berbasis
dengan
menggunakan
Masalah
dan
penelitian eksperimen.
Konvensional Terhadap 2. Terdapat perbedaan hasil
Hasil Belajar Siswa
belajar siswa pada kelas
Pada Materi Pokok
eksperimen
dan
kelas
Listrik Dinamis
control. Dimana pada kelas
eksperimen nilai rata-rata
siswa adalah 60,43 lebih
baik dibandingkan dengan
kelas kontrol menghasilkan
nilai rata-rata 54,43.
Pengaruh
Model 1. Penelitian ini dilakukan
Pembelajaran
dengan
menggunakan
Berdasarkan Masalah
penelitian eksperimen.
Berbantuan Komputer 2. Terdapat perbedaan hasil
Terhadap Hasil Belajar
belajar
siswa
akibat
Siswa Pada Materi
pengaruh menerapkan model

24

No

Nama/Tahun

Hasibuan/2010

2.2.

Judul Penelitian
Pokok Listrik Dinamis

Hasil Penelitian
pembelajaran
berdasarkan
masalah
berbantuan
komputer dengan model
pembelajaran
berdasarkan
masalah.
Pengaruh
Model 1. Penelitian ini menggunakan
Pembelajaran
penelitian eksperimen
Beradasarkan Masalah 2. Terdapat peningkatan pada
Terhadap Hasil Belajar
aktivitas
belajar
siswa
Fisika Siswa Pada ,
selama menggunakan model
Materi Pokok Gerak
pembelajaran
berdasarkan
Lurus di Kelas X SMA
masalah,
yaitu
pada
pertemuan I 43,33% dan
pada pertemuan II 78.67%.

Kerangka Konseptual
Hasil belajar siswa merupakan indiktor dari keberhasilan guru dalam

mengajar di kelas. Keberhasilan ini sangat dipengaruhi oleh metode dan model
pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang sangat sering digunakan
oleh guru adalah model pembelajaran konvensional, yaitu model pembelajaran
berpusat pada guru (teacher centre). Disini gurulah yang berperan aktif dalam
pembelajaran, sedangkan siswa lebih banyak diam. Inilah yang menyebabkan
siswa cepat merasa bosan, jenuh, dan menganggap matapelajaran tersebut tidak
menarik, termasuk fisika.
Salah satu model yang dapat digunakan untuk menarik minat belajar siswa
adalah model pembelajara PBL (Problem Based Learning). Dalam model
pembelajaran PBL siswa diajak untuk berperan aktif dalam

menyelesaikan

masalah-masalah yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Siswa


disuguhkan permasalahan untuk meraka selesaikan baik sendiri ataupun dalam
kelompok, sehingga siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikit tingkat
tinggi, dan bekerja secara mandiri.
2.3.
H0

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
:Tidak ada Pengaruh Model Pembelajaran PBL (Problem Based
Learning) Berbantu Peta Pikiran Terhadap Hasil Belajar Siswa pada
Materi Pokok Gerak Lurus Kelas X SMA Negeri 1 Pantai Cermin.

25

Ha

:Ada Pengaruh Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning)


Berbantu Peta Pikiran Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok
Gerak Lurus Kelas X SMA Negeri 1 Pantai Cermin.

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pantai Cermin, yang
beralamat di Jl. H. Tengku Rijal Nurdin, Desa Kota Pari, Kecamatan
Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester I Tahun ajaran
2014/2015.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
a. Popolasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA
Negeri 1 Pantai Cermin yang terdiri dari 5 kelas.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yaitu X 1 kelas
eksperimen dan X2 sebagai kelas kontrol yang diambil dengan
menggunakan teknik cluster random sampling.
3.3 Variabel Penelitian
Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu
a. Variabel bebas terdiri dari model pembelajaran Problem Based
Learning dan model konvensional
b. Variabel terikat yaitu hasil belajar siswa pada materi Gerak Lurus

26

3.4 Jenis dan Desain Penelitian


a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui akibat yang dikenakan pada suatu subjek.
Pengaruh yang dimaksud adalah hasil belajar siswa yang menerapkan
model pembelajaran yang telah ditentukan dapat dilihat dari hasil belajar
siswa melalui tes hasil belajar.
b. Desain Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua kelas yang diberi perlakuan yang
berbeda. Satu kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai
kelas control. Desain penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1. Two Group Pretets-Postest Design
Kelas
Eksperimen
Kontrol

Pretest
T1
T1

Perlakuan
X
Y

Postest
T2
T2

Keterangan:
T1 = Pretest diberikan pada kelas eksperimen dan control sebelum diberi
perlakuan
T2 = Postest diberikan pada kelas eksperimen dan control setelah diberi
perlakuan
X = Kelas yang diberi perlakuan model Pembelajaran Problem Based
Learning berbantuan peta pikiran.
Y = Kelas yang diberi perlakuan pengajaran konvensional.
3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang akan dilakukan terdiri dari beberapa langkah,
yaitu:
Tahap Awal (Persiapan dan Perencanaan)
a. Membuat surat persetujuan dosen pembimbing
b. Berdiskusi dengan dosen pembimbing
c. Studi pendahuluan (mewawancara guru fisika mengenai masalahmasalah yang dihadapi siswa dalam belajar fisika, dan melakukan
observasi langsung saat pelaksanaan pembelajaran).
d. Menyusun perangkat pembelajaran serta instrument penelitian
Tahap Pelaksanaan Penelitian

27

a. Melaksanakan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk


mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan.
b. Melakukan analisis data pada pretest, yaitu ujin normalitas dan uji
homogenitas.
c. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan desain penelitian
d. Memberikan postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk
mengetahui hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan.
Tahap Akhir Penelitian
a. Analisis data
b. Menarik Kesimpulan dan saran
c. Menyusun laporan penelitian

Mulai
Populasi
Sampel
Kelas eksperimen

Kelas kontrol
Tes awal
Uji Normalitas
Uji Homogenitas
Perlakuan

Kelas eksperimen

Kelas kontrol

Pembelajaran Model
Problem Based Learning

Pemebelajaran
Konvensional
Tes akhir
Tabulasi data
Analisa data
Kesimpulan

28

Gambar 3.1. Skema Rancangan penelitian


3.6 Teknik Pengumpulan Data
a. Pretest
Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran, dilakukan tes awa untuk
mengetahui kemampuan awal siswa dalam materi suhu dan kalor pada
kelas eksperimen dan kelas control.
b. Postest
Setelah materi suhu dan kalor dilaksanakan, dilakukan posttest untuk
mengetahui hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas
control.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes hasil belajar siswa
berjumlah 10 soal dalam bentuk essai. Soal yang telah disusun, sebelumnya di
uji validitasnya terlebih dahulu.
Tabel 3.2. Tabel Spesifikasi Tes Hasil Belajar
No
1
2
3

Materi Pokok
Sub Materi Pokok

C4
1
6
4

Besaran Gerak Lurus


GLB
GLBB

Keterangan:
C4 : Analisis

Klasifikasi/Kategori

C5

: Evaluasi

C5
3,5
7,9
C6

Jumlah
Soal

C6
2
8,10

3 soal
2 soal
5 soal

: Mencipta

3.7.1. Pengujian Instrumen Penelitian


a. Validitas Tes
Validitas berhubungan dengan kemampuan untuk mengukur secara tepat
sesuatu yang diinginkan diukur. Validitas berhubungan dengan apakah tes
mengukur apa yang mesti diukurnya dan seberapa baik dia melakukannya.
Pada penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi
Validitas isi adalah derajat di mana sebuah tes mengukur cakupan
substansi yang ingin diukur. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila
mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan.

29

Validitas isi dapat diusahakan tercapai sejak saat penyusunan rencana


dengan cara merinci seperti buku pelajaran. Disinilah pentingnya kisi-kisi
sebagai alat untuk memenuhi validitas isi. Tes yang telah disusun sesuai dengan
kurikulum (materi dan tujuan) agar memenuhi validitas isi, dapat pula
dimintakan bantuan ahli seperti dosen atau guru bidang studi untuk menelaah
apakah konsep materi yang diajukan telah memadai atau tidak sebagai sampel
tes. Dengan demikian validitas isi tidak memerlukan uji coba dan analisis
statistik atau dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
Instrumen yang telah disusun kemudian divaliditaskan kepada ahli yaitu 2
orang dosen di jurusan Fisika UNIMED dan 1 orang guru bidang studi Fisika
di SMA Negeri 1 Pantai Cermin. Adapun yang menjadi validator dalam
penelitian ini adalah :
1. Drs. Ratelit Tarigan, M.Pd (Dosen Fisika UNIMED)
2. Drs. Rapel Situmorang, M.Si (Dosen Fisika UNIMED)
Hasil validasi instrumen tersebut menunjukkan ada beberapa soal yang
perlu diperjelas dan diperbaiki. Setelah instrumen diperbaiki sesuai saran
validator, soal bisa digunakan untuk penelitian.
3.8 Teknik Analisis Data
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis

terlebih dahulu dilakukan uji

persyaratan analisis data dalam hal ini dihitung uji normalitas dan uji homogenitas
data. Adapun langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut :
3.8.1. Menentukan Mean dari Pretes dan Postes
a. Menentukan skor rata-rata
Untuk menentukan nilai rata-rata (mean), menurut Sudjana (2005:67)
digunakan rumus: X

Xi
N

Keterangan:
X

= Nilai rata-rata (mean) siswa

Xi

= Jumlah nilai siswa

30

N
= Jumlah siswa
b. Menentukan simpangan baku
N X i X i
S
N N 1
c. Standart deviasi dan varians dari masing-masing kelompok dengan rumus:
2
N X i ( X i ) 2
2
S
N ( N 1)
2

dimana: S = Simpangan baku


Dengan
S2 = Varians
x1 = jumlah skor sampel i
3.8.2. Uji Normalitas
Uji normalitas diadakan untuk mengetahui normal tidaknya data penelitian tiap
variabel penelitian, uji yang dipakai adalah uji chi-kuadrat. Sebelum pengujian
normalitas data dilakukan, terlebih dahulu dihitung nilai rata-rata, standar deviasi
dan data disusun dalam bentuk distribusi frekuensi. Langkah-langkah yang
ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Menentukan batas-batas kelas interval (xi). Batas-batas kelas ini tergantung
pada ketelitian data yang digunakan. Jika data dicatat teliti hingga satuan,
maka batas bawah kelas sama dengan ujung bawah dikurangi 0,5, jika data
dicatat teliti hingga satu desimal, maka batas kelas sama dengan ujung bawah
dikurangi 0,05, dan seterusnya.
2. Menghitung angka standar atau z-score dengan membandingkan selisih nilai
batas bawah dengan nilai rata-rata dengan standar deviasi, secara matematis:
3.
3.8.3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil
varians homogen atau tidak. Menurut Sudjana (2005:249-250), uji homogenitas
dilakukan dengan rumus:

31

Fhitung

varians terbesar S1

varians terkecil S 2 2

Jika Fhitung Ftabel H o ditolak dan jika Fhitung Ftabel H o diterima dimana
Fn (V1 ,V2 )

didapat dari distribusi F dengan peluang , sedangkan

dKpembilang (n1 1) dan dKpenyebut = (n2 1) dengan taraf nyata 0,05


1
.Kritera pengujian adalah tolak H o hanya jika F F (v1 v 2 ) yang berarti
2

kedua kelompok mempunyai varians yang berbeda


3.8.4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan dua cara yaitu uji hipotesis satu pihak
dan uji hipotesis dua pihak dengan menggunakan uji t.
3.8.4.1. Uji Kesamaan Rata-rata Pretest (Uji hipotesis dua pihak)
Uji hipotesis dua pihak digunakan untuk mengetahui kesamaan kemampuan
awal siswa pada kedua kelompok sampel. Hipotesis yang diuji berbentuk :
H0 : X 1 X 2
Ha : X 1 X 2
Keterangan :
X 1 X 2 : Kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen sama dengan
X1 X 2

kemampuan awal siswa pada kelas kontrol.


: Kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen tidak sama
dengan kemampuan awal siswa pada kelas kontrol.

Bila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk


menguji hipotesis menggunakan uji t dengan rumus (Sudjana, 2005: 239),
yaitu:

32

X1 X 2

t
s

1
1

n1
n2

dimana S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :

s2
Kriteria

pengujian
dimana

n1 1 s12 n2 1 s 2 2
n1 n2 2
adalah

terima

HO

jika

didapat dari daftar distribusi t dengan dk = n 1+n2-

2 dan 0,05 . Untuk harga t lainnya HO ditolak.


Jika pengolahan data menunjukkan bahwa
hitung yang diperoleh berada diantara -

dan

, atau nilai t
, maka H0 diterima.

Dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan awal siswa pada kelas


eksperimen sama dengan kemampuan awal siswa pada kelas kontrol. Jika
pengolahan data menunjukkan nilai t hitung tidak berada diantara -

dan

, H0 ditolak dan terima Ha, dapat dimabil kesimpulan bahwa kemampuan


awal siswa pada kelas eksperimen tidak sama dengan kemampuan awal siswa
pada kela
3.8.4.1. Uji Kesamaan Rata-rata Postest (Uji hipotesis satu pihak)
Uji hipotesis satu pihak digunakan untuk mengetahui pengaruh dari suatu
perlakuan yaitu model Problem Based Learning terhadap hasil belajar siswa.
Hipotesis yang diuji berbentuk :
HO : X 1 X 2
Ha : X 1 X 2
Keterangan :
X 1 X 2 : Hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama,
berarti tidak ada pengaruh model Problem Based Learning

33

X 1 X 2 : Hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih besar kelas kontrol

berarti ada pengaruh model Problem Based Learning


Bila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji
hipotesis menggunakan uji t dengan rumus (Sudjana 2005:239), yaitu :
X1 X 2

1
1

n1 n 2
dimana s adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :
s

s
2

n1 1 s12 n2 1 s 2 2
n1 n2 2

Keterangan :
t = Distribusi t
X 1 Rata-rata hasil belajar fisika kelas eksperimen
X 2 Rata-rata hasil belajar fisika kelas kontrol
n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = Jumlah siswa kelas kontrol


2
s1 = Varians kelas eksperimen
2

s 2 = Varians kelas kontrol


s 2 = Varians dua kelas sampel
Kriteria pengujiannya adalah : Terima H0, jika t t1 dimana t1 didapat

dari daftar distribusi t dengan peluang (1- ) dan dk = n1+ n2-2 dan 0,05 .
Untuk harga t yang lain HO ditolak.

Anda mungkin juga menyukai