Anda di halaman 1dari 6

II.

DASAR-DASAR PERENCANAAN BANGUNAN TAHAN GEMPA


I.

Umum.
a). Tujuan.
Sejarah gempa bumi yang merusak di masa yang lampau mencatat kerugian jiwa
dan harta benda yang mengerikan. Gempa-gempa yang merusak dimasa yang lalu
hampir meratakan kota-kota : San Fransisko, Tokyo, Yokohama, Chili, Skopje, Agadir,
Nigata, Dll. Dan tak kurang malapetaka yang disebabkan gempa bumi di Indonesia
antara lain di Padang, Aceh, Flores, Una-Una, Pinrang, Sanana, dll.
Bagian terbesar malapetaka yang disebabkan oleh suatu gempa adalah akibat
runtuhnya serta gagalnya banguna-banguna buatan manusia. Segala korba jiwa dan
harta, baik akibat gempa bumi maupun akibat kebakaran-kebakaran yang biasanya
segera menyusulnya, kesemua itu menunjukkan kegagalan manusia untuk
mengambil langkah-lanagkah pencegah di bidang perencanaan tahan gempa.
Hal itu juga menunjukkan kurangnya pengetahuan dan perhatian kita terhadap halhal yang berhubungan dengan aktivitas serta karakteristik gempa bumi, dan
adanya suatu kekurangan dalam structural, regulasi, dan standar-standar yang
cukup baik.
Perencanaan tahan gempa merencanakan banguna-bangunan sedemikian sehingga
mempunyai daya tahan terhadap gempa bumi, dalam arti kata bahw a kalau
bangunan-banguna tersebut terkena gempa, maka bangunan-bangunan tersebut
tidak akan mengalami kehancuran structural (structural failure) yang dapat
merubuhkan bangunan tersebut.
Hal ini semua di usahakan dengan tujuan :
1. Mencegah timbulnya korban, terutama melindungi manusia dari korban
jiwa dan luka-luka.
2. Mencegah timbulnya kerugian, jadi melindungi manusia dari korban harta
benda.
b). Pertimbangan-Pertimbangan Mengenai Keadaan Setempat
Filosofi perencanaan bangunan tahan gempa di tiap-tiap Negara berbeda satu sama
lain dalam beberapa hal, disebabkan oleh alasan-alasan berikut :
1. Keadaan alam
suatu daerah/ Negara.

: Disini termasuk keadaan geologi dan geofisika

2. Keadaan Teknik
: Disini termasuk konstruksi tradisional, bahan
bangunan setempat dan taraf kemajuan teknik suatu daerah/Negara.

3. Keadaan Ekonomi : Yang dimaksud ialah persoalan harga-harga kekayaan


akan bahan bangunan, taraf kemakmuran suatu daerah/Negara.
Dari keadaan ini jelas terlihat bahwa peraturan untuk suatu Negara tertentu belum
tentu dapat dipakai untuk Negara lain dengan tanpa disesuaikan lebih dulu dengan
kondisi setempat.

c). Pertimbangan-pertimbangan mengenai kerusakan-kerusakan akibat gempagempa yang lalu dan hasil-hasil research di luar negeri.
Pengalaman merupakan suatu yang tak terniali harganya, demikian juga gempa
bumi. Gempa-gempa bumi dimasa yang lalu banyak merusak bangunan-bangunan,
baik yang di rencanakna terhadap gaya gempa maupun yang tidak. Gempa-gempa
bumi yang merusak tersebut pada hakikatnya merupakan suatu percobaan
laboratorium terbaik secara besar-besaran untuk menguji banguna-bangunan tahan
gempa, terutama sekali untuk bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur dan
structural design yang modern.
Bangunan-bangunan yang mengalami kerusakan memberikan kesempatan yang
istimewa untuk mengumpulkan data-data teknik mengenai kelakuan bangunanbangunan selama gempa bumi, terutama kalau bangunan-bangunan tersebut
direncanakan tahan gempa menurut peraturan-peraturan bangunan tahan gempa.
Di samping data-data teknik tersebut dapat dikumpulkan juga data-data mengenai
pergerakan tanah, kalau di daerah yang terkena gempa tersebut terdapat suatu
strong motion Seismograph.
Dari sini amak dapat diketahui Dynamic Input yang menyebabkan kerusakan kalau
kedua hal tersebut dapat diketahui, maka data-data tersbut dapat dihubungkan
satu sama lain dengan hasil-hasil perhitungan secara teoritis dan akhirnya dapat di
buat analisa tentang mengapa kerusakan/keruntuhan terjadi.
Biasanya di tempat-tempat dimana terjadi gempa yang kuat, tidak/belum dipasang
Strong Motion Seismograph, sehingga data-data pergerakan tanah yang
sesungguhnya tidak dapat diketahui. Dalam hal yang demikian, maka sulit untuk
membuat analisa mengenai kerusakan bangunan, sehingga sebab-sebab kerusakan
juga menjadi agak kabur.
Hal-hal di atas jelas memperlihatkan betapa banyak pelajaran berharga bisa
diperoleh dari kerusakan-kerusakan akibat gempa, dalam usaha untuk memecahkan
persoalan sebab dan akibat seta yang terutama untuk meminta perhatina para
arsitek & sarjana teknik sipil guna mengadakan langkah-langkah perbaikan di masa
yang akan dating.

Jadi perencanaan Tahan Gempa disamping harus didasarkan pada Peraturan


Bangunan Tahan Gempa, harus juga didasarkan pada rumus-rumus empiris dan
pengetahuan teoritis mengenai kelakuan selama gempa. Kesemuanya ini dapat
dipelajari dari kerusakan-kerusakan akibat gempa-gempa dimasa yang lalu dan
hasil-hasil research di bidang tersebut.
d). Bentuk Suatu Rencana
Meskipun ilmu pengetahuan teknik sampai sekarang telah mencapai kemajuan
yang menakjubkan, namun cara-cara perencanaan ( structural design practice)
yang kita pakai sehari-haru masih dibatasi oleh banyak anggapan-anggapn serta
pendekatan-pendekatan yang dimaksudkan sebagai penyederhanaan. Tapi
pengalaman-pengalaman dimasa yang lalu di seluruh dunia membuktikan bahwa
banguna-bangunan biasa yang direncanakna dengan cara-cara perhitungan yang
lazim dipakai seperti di atas, akan mempuyai jaminan keamanan yang baik untuk
keadaan-keadaan biasa.
Pada perencanaan tahan gempa, hal ini agak berbeda. Pada anggapan-anggapan
serta pendekatan-pendekatan yang telah di ambil pada perhitunga-perhitungan
untuk beban vertical, kita menambahkan lagi banyak anggapan-anggapan dan
pendekatan-pendekatan lainnya.
Anggapan-anggapan tesebut sangat peting dan principal. Jadi pada perencanaan
tahan gempa terdapat banyak sekali pembatasan-pembatasan. Hal ini disebabkan
oleh kurangnya pengetahuan kita terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
aktivitas serta karakteristik gempa bumi.
Banguna-banguna akan digtar dengan hebat pada suatu gempa, serta harus dapat
menahan gaya-gaya yang rumit, tidak saja besarnya, melainkan juga sifat, lama
dan akibatnya.
Tentu saja hal tersebut di atas tidak saja berarti bahwa tidak ada bangunan yang
dapat direncanakan serta di perkirakan tahan terhadap gempa bumi (earthquake
resistant).
Syarat utama ialah : perencanaan bangunan hendaknya sederhan. Sederhana
dalam arti kata bahwa perencanaan (pengaturan lay out) dll. Sedemikian sehingga
mengakibatkan sedikit sekali anggapan-anggapan yang harus diambil pada waktu
perhitungan dll. Dan agar dalam perhitungan-perhitungan sesedikit mungkin
anggapan yang harus diambil, maka kita harus mengusahakan sebanyak mungkin :
kesatuan, keseragaman dan simetri. Hal ini harus di usahakan untuk bangunan,
baikmsecara keseluruhan maupun bagian-bagiannya yang secara structural
terpisah, andaikata suatu denah yang tidak beraturan memaksa adanya bagianbagian terpisah tersebut.
Secara singkat syarat-syarat tersebut dapat diterangkan sbb :

Kesatuan

: Struktur bangunan harus di ikat satu sama lain dalam segala arah
sedemikan sehingga bangunan tersebut akan berkerja sebagai suatu
kesatuan sesuai dengan anggapan yang diambil dalam
perencanannya.

Keseragaman : Bagian structural bangunan harus diushakan sebanyak mungkin


sama antara lain ukuran sejenis, bentang-bentang, tinggi langitlangit, bukaan-bukaan pintu & jendela dalam tembok dll.
Simetri

: Bagian-bagian structural bangunan harus di usahakan seimbang


terhadap sumbu-sumbu utama bangunan. Jadi semtri dalam denah,
massa, dan kekakuan.

Dalam keadaan sehari-hari tentunya kita tidak dapat memenuhi ketiga syarat
tersebut di atas dengan sempurna. Meskipun demikian, kita harus mengusahakan
agar tercapai pendekatan syarat-syarat tersebut.
Makin dekat syarat-syarat tersebut di penuhi, makin sedikit anggapan-anggapan
serta pendekatan-pendekatan yang harus diambil pada perhitungan-perhitungan
dan makin sedikit anggapan yang harus diambil, makin baik dan keamanan
bangunan makin terjamin.
Jadi dari hal-hal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk suatu
rencana tahan gempa harus sederhana, baik dalam denah maupun dalam
pembagian masa bangunan dan kekakuan bagian-bagian bangunan.

II.2 Pemilihan Daerah dan Perencanaan Structural.


a). Keadaan Subsoil Setempat.
Dari pengalaman-pengalaman dimasa yang lalu dapat dilihat bahwa derajat
kerusakan bangunan pada suatu gempa bumi bergantung juga pada keadaan
subsoil setempat. Gerakan yang dipancarkan pada suatu bangunan bergantung
pada bagaimana bangunan tersebut di dukung oleh tanah. Hubungan antara
bangunan dan tanah dapat mengiziknkan energy diserap, atau dpaat mengubah
gerakan pada dasar bangunan hampir serupa dengan gerakan umum tanah
disekelilingnya. Energi lain didapat suatu bangunan akibat gempa bumi dapat
diserap di superstrucuture dan di substructure dalam keadaan elastic atau plastic
flexural deformations, geseran atau gerakan rocking.
Setiap kelebihan energy kinetic yang tidak terserap akan mengakibatkan kerusakan.
Gaya-gaya geser dan komponen-komponen vertical akan berkerja pada tanah dan
gerakan meredam (damping) bumi amat besar artinya.

Disamping itu kerusakan-kerusakan dapat juga ditimbulkan oleh perubahan


pembagian tegangan tanah atau perubahan sifat-sifat mekanis tanah pada waktu
gempa bumi. Misalnya pasir yang jenuh dan tanah liat yang sensitive, akan
berbahaya kalau di getarkan. Oleh getaran-getaran gempa bumi, pasir yang jenuh
dan berada dibawah critical density dapat mengakibatkan liquefaction (menjadi
semacam bubur) dan pengaliran tanah (soil flow).
Hal liquefaction pernah terjadi pada gempa bumi di Chili, 1960 J.L dan di Niigata
pada th.1964 J.L
Dari hasil-hasil research diluar negeri, sampai saat ini terutama di U.S.A dan Jepang,
pada umumnya dapat dikatakan bahwa makin lunak keadaan tanah, makin banyak
kerusakan yang terjadi untuk bangunan-bangunan dengan waktu getar panjang dan
makin baik keadaan tanah, makin besar kerusakan bangunan-bangunan dengan
waktu getaran pendek.
Hal tersebut di atas dapat diterangkan karena timbulnya quasiresonance antara
bangunan dengan tanah. Itulah sebabnya mengapa banguna-banguna rendah/kecil
di tanah lunak, meskipun kelihatan lemah, kadang-kadang tidak mengalami
kerusakan sama sekali pada wlatu gempa bumi.
Waktu getar tanah disamping di tentukan oleh lunak atau kersanya tanah,
ditentukan juga oleh banyak fakta lain antara lain dekatnya epicenter
gempa,magnitude, dll.
Jadi jelasnya merencanakan bangunan tahan gempa dengan tampa memperhatikan
jenis tanah setempat adalah tidak tepat & salah.

b). Pondasi Bangunan.


Bangunan-bangunan yang terkena gaya horizontal akibat gempa bumi mempunyai
kecendrungan untuk bergeser dalam arah mendatar dan berputar.
Pertimbangan utama dalam merencanakan pondasi untuk bangunan-bangunan
semacam itu ialah mencegah kedua pergerakan tersebut, atau setidak-tidaknya
membatasi gerakan-gerakan tersebut hingga suatu besaran yang dapat di
pertanggung jawabkan.
Seperti diketahui, gempa bumi menimbulkan gerakan tanah yang rumit dengan
sifat-sifat liar dan terus menerus untuk suatu waktu tertentu. Bangunan-bangunan
yang terletak di daerah tersebut di paksa untuk mengikuti gerakan-gerakan ini dan
dibuat sehingga bergetar.
Gempa bumi hanya menimbulkan gerakan-gerakan di tanah dan karena itu hanya
menyebabkan gaya-gaya pada dasar bangunan, yaitu pada pondasinya.

Jadi yang pertama-tama terkena ialah pondasi suatu bangunan. Gaya-gaya pada
pondasi tersebut selanjutnya akan diteruskna ke lapisan atas dari bangunan, dan
sebagai dynamic response bangunan tersebut, maka timbullah gaya-gaya yang
bgeser di lapisan-lapisan atas itu.
Pondasi bangunan bertugas untuk meneruskan dan membagi gaya-gaya pada dasar
bangunan kelapisan atas melalui unsur penahan vertical seperti kolom, Shear Wall,
dll. Setiap unsur penahan vertical tersebut mendapat dan meneruskan suatu
besaran gaya dari dasar bangunan kelapisan atas sesuai dengan kekakuan masingmasing unsure.

Anda mungkin juga menyukai