Nilai Kemanusian yang terkandung dalam film ini adalah interaksi peniup saluang dan

masyarakat lain, interaksi antar peniup saluang, serta berinteraksi mengungkapkan cinta kasih,
kerinduan, dan duka cita lewat dendang saluang yang mengalun begitu menyayat hati.
Nilai Kebudayaan yaitu semua aspek pada film ini dikaitkan dengan kebudayaan dimasyarakat
Minangkabau. Termasuk urusan cinta pun sangat dikaitkan dengan budaya dimana dalam film ini
disebutkan bahwa Cinta membara yang telah terjalin, kalau tidak sampai ke pelaminan, maka sang
pemuda akan malu ditengah masyarakat. Itu artinya jika sang pemuda tidak dapat meminang sang gadis
akan jadi bahan cemoohan masyarakat disana, dan pada akhirnya sang pemuda akan menanggung malu.
Nilai Cinta Kasih yang terkandung dalam film ini tercermin dalam jalinan kasih antara sang
peniup saluang dan sang gadis yang bernama Nur, yang harus terpisahkan karena tak direstui orang tua
Nur akibat perbedaan strata social diantara mereka. Orang tua Nur beranganggapan bahwa peniup
saluang hanya bisa meniupkan saluang saja dan juga tidak sepadan dengan keluarga Nur yang berasal
dari keluarga terpandang dan juga berada.
Nilai Keindahan. Dalam film ini tergambar dari suara dendang saluang yang begitu mengalun
indah mewakili kerinduan, kesedihan dan kegembiraan dari perasaan sang peniup saluang.
Cinta itu mulia. Cinta bisa sangat indah. Cinta itu adalah kebahagiaan, tetapi, manakala cinta itu
tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan, apa yang diperkirakan, apa yang didambakan, diharapkan,
dan bahkan jauh dari bayang-bayang keindahan, bertolak belakang dari kenyataan dan indahnya
cinta yang sudah terlanjur tercipta dalam bayang-bayang dan angan-angan dua sejoli, maka cinta
bisa sangat menyakitkan dan menimbulkan penderitaan yang luar biasa. Salah satu atau keduanya yang
terlibat didalamnya,

bahkan

pancaran

baik

buruknya,

kebahagiaan

dan

kegagalan

serta

kesedihan yang berlanjut dengan penderitaan sering sanggup menyentuh dan dirasakan orang
disekitarnya.