Anda di halaman 1dari 2

TERORISMOKE

Oleh: Abdurrahman Supardi Usman, S.H.

Entah dinamai apa hajatan rutin cemaran asap dari kebakaran hutan (hutan yang dibakar)
yang tak kunjung alpa dalam menyesakkan dada rakyat (yang berdaulat) di Indonesia Raya ini.
Mungkin disebut bencana, adzab, musibah atau mungkin risiko industri. Sepasti-pastinya
kehadirannya telah sukses besar membuat sesak hampir seluruh anak bangsa ini. Mulai yang
benar-benar sesak akibat dipaksa menghirup asap tersebut sampai yang akhirnya sesak karena
begitu geramnya melihat realita lemahnya (eksistensi) pemerintah.
... untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia ....
Demikianlah kiranya tujuan diadakannya Negara Indonesia ini. Tapi, Semampu apa negara
ini dalam melindungi segenap bangsa dan tumpah darahnya jika melindungi hak bernafas saja ia
tak mampu awas. Senyata apa adanya pemerintah dalam memajukan kesejahteraan umum jika
sejahteranya paru-paru rakyat ia tak mampu jaga. Sebisa apa negara ini mencerdaskan kehidupan
bangsa jika otak-otak anak bangsa tak kunjung cukup terima oksigen. Sesantun apa republik ini
dalam melaksanakan ketertiban dunia jika tetangga kian risih oleh asap yang kita kirim
(kembali).
Kompromi industri dan investasi telah menumbalkan tujuan-tujuan lahirnya Indonesia. Tak
elok lagi jika kejahatan pengasapan massal tahunan ini hanya delilitkan dengan pasal 108
Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014, pasal 116 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dan
pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 saja. Lebih jauh, kejahatan pengasapan massal
ini harusnya dipandang sebagai bentuk kejahatan terorisme.
Sebagaimana dalam pasal 10 Perpu No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme yang disahkan menjadi Undang-undang melalui Undang-undang No. 15 Tahun 2003,
bahwa:

Dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 6,
setiap orang yang dengan sengaja menggunakan senjata kimia, senjata biologis, radiologi,
mikroorganisme, radioaktif atau komponennya, sehingga menimbulkan susasana teror, atau
rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal,
membahayakan terhadap kesehatan, terjadi kekacauan terhadap kehidupan, keamanan
dan hak-hak orang, atau terjadi kerusakan, kehancuran terhadap objek-objek vital strategis,
lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.
Bukan sekedar kebakaran hutan melainkan pembakaran hutan. Telah umum diketahui luas
sebagai sebuah perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja. Namun kerap dibalut
atas nama kemarau, el-nino dan cerita naif lainnya. Asap yang dihasilkan pembakaran hutan
tersebut kandungannya tak kurang dari Sulfur Oksida (menyebabkan iritasi sampai peradangan
saluran pernafasan), Karbonmonoksida (menghambat pasokan oksigen ke otak), Formaldehide
(menyebabkan iritasi pada membran mukosa), Akrolein (merusak pembuluh darah), Benzena
(karsinogen/ pemicu kanker) dan Nitrogen Oksida (mengganggu sitem saraf dan menyebabkan
pembengkakan paru-paru). Sehingga tidaklah berlebihan bila pengasapan massal tersebut
dipandang sebagai penyebar luasan senjata kimia yang akhirnya menimbulkan rasa tidak aman
secara meluas menimbulkan bahaya kesehatan dengan korban massal yang berujung kacaunya
siklus kehidupan. Bahkan hak untuk bernafas pun diminimalkan, rusaknya lingkungan hidup
bahkan fasilitas publik dan internasional semacam bandar udara pun dilumpuhkannya. Maka
syarat yang mana lagi yang didustakan untuk tidak menyebut mereka sebagai teroris.
Atas nama apapun yang adil dan benar (Equum et Bonum est Lex Legum) maka para teroris
lingkungan hidup tersebut haruslah segera dan secermat mungkin dipadamkan dari bumi
Nusantara ini. Supaya tak adalagi dada-dada sesak dan agar kehidupan bernegara kita bisa punya
sedikit arti.

Anda mungkin juga menyukai