Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Anestesi Britania Raya 104 (2): 21623 (2010) (dipublikasikan 3 Januari

2010)
PENCEGAHAN

FARMAKOLOGIS

AGITASI

EMERGENSI

(AE)

TERKAIT SEVOFLURAN DAN DESFLURAN PADA ANAK : SEBUAH


META ANILISIS DARI PENELITIAN YANG TELAH DIPUBLIKASI
Oleh : S. Dahmani1 *, I. Stany1 , C. Brasher1 , C. Lejeune11 , B. Bruneau1 , C.
Wood1 , Y. Nivoche1 ,I. Constant2 and I. Murat2
1

Bagian Anestesiologi, Universitas Robert Debre, Assistance Publique des

Hopitaux de Paris, 48 Bd Serurier, 75019 Paris, Prancis. 2 Bagian Anestesiologi


Universitas Trousseau Hospital, Assistance Publique des Hopitaux de Paris, 26
avenue du Docteur Arnold-Netter, Paris, France
Latar Belakang : Kejadian Agitasi Emergensi (AE) pada anak mengalami
peningkatan pada penggunaan sevoflurane untuk anestesi. Efikasi agen-agen
profilaksis yang ada masih menjadi kontroversi. Tujuan dari studi ini adalah untuk
menyajikan studi meta anilisis tentang pencegahan farmakologis AE bagi anak.
Metode : Telah dilakukan pencarian litertur secara komprehensif untuk
mengidentifikasi uji klinis yang berfokus pada pencegahan AE pada anak yang
dianestesi menggunakan sevoflurane, desflurane, atau keduanya. Data dari setiap
uji coba digabungkan menggunakan model Mantel-Haenszel untuk menghitung
pooled odds ratio (OR) dan 95% CI. Digunakann statistik I 2 utuk menilai
heterogenitas statistik dan plot corong (funnel) serta tes Begg-Mazumdar untuk
menilai bias yang terjadi.
Hasil : Didapatkan 37 artikel di mana di dalamnya meliputi total 1695 pasien
pada grup itervensi dan 1477 pasien sebagai kontrol. Midazolam dan 5HT 3
inhibitor tidak mempunyai efek protektif terhadap AE [OR 0.88 (0.44, 1.76); OR
0.39 (0.12, 1.31), secara berturut-turut], semetara propofol [OR 0.21 (0.16, 0.28)],
ketamine [OR 0.28 (0.13, 0.60)], 2-adrenoreseptor [OR 0.23 (0.17, 0.33)],
fentanil [OR 0.31 (0.18, 0.56)], dan analgesia peroperatif [OR 0.15 (0.07, 0.34)]

semuanya mempunyai efek preventif. Analisis subgroup berdasarkan analgesi


peroperatif yang diberikan tidak mempengaruhi hasil.
Kesimpulan : Meta analisis ini menunjukkan bahwa propofol, ketamin, fentanil,
dan anestesi preoperatif memiliki efek profilaktif dalam pencegahan AE. Sifat
analgesik pada obat-obat tersebut nampaknya tidak mempunyai peran dalam efek
pecegahan AE.
Kata Kunci : tekhnik anestesi, regional, kaudal ; anestesi i.v., klonidin, anestesi
iv., fentanyl; anestesi i.v., propofol; agitasi emergensi
Peningkatan penggunaan sevofluran dan desfluran di negara-negara berkembang
ternyata disertai dengan peningkatan munculnya agitasi emergensi yaitu semacam
gangguan perilaku pasca operasi. AE pertama kali dikemukakan pada awal 1960an. Tampilan klinis AE ditandai dengan berbagai tanda meliputi menangis,
eksitasi, agitasi, dan delirium yang terjadi selama tahap awal proses anestesi pada
anak.
Insidensi AE menggunakan sevofluran dan desfluran sangat bervariasi yaitu antara
2%-80% tergantung dari sistem penilaian skor dan tekhnik anestesi yang
digunakan. AE ini seringkali ditemukan pada anak prasekolah. Meskipun bersifat
resolutif spontan, EA masih dianggap sebagai penyebab komplikasi yang serius
karena risikonya dalam menyebabkan self-injury, dan juga karena stres yang
ditimbulkan dapat berpengaruh bagi pengasuh dan keluarga pasien.
Adanya AE telah memacu banyak peneliti untuk megajukan terapi profilaksis
dalam mengurangi insidensi AE tersebut. Agen-agen yang diajukan meliputi
propofol, 2-adrenoreseptor agonis, midazolam, dan ketamin. Namun efikasi dari
masing-masing agen tersebut masih mejadi perdebatan.
Meta analisis merupakan metode statistik yang dilakukan dengan cara agregasi
dan kuantifikasi dari efek terapi dari berbagai penelitian yang telah dilakukan.
Tujuan dari studi ini adalah untuk melakukan kajian metode meta anlisis tentang
efikasi intervensi profilaksis farmakologis yang telah diajukan dalam menguragi
kejadian AE.

Metode
Pencarian bibliografi dan anilisis untuk meta anilisis studi ini dilakukan sesuai
dengan pedoman dari Cochrane Handbook for systematic reviews of intervention
dan pernyataan dari QUORUM.
Database yang telah dikumpulkan antara lain dari : Pubmed, Embase, dan
Cochrane Database for Systemic Review. Dalam mendefinisikan AE yaitu yang
meliputi agitasi, gangguan perilaku, dan delirium, kata kunci yang digunakan
adalah : agitation, and sevourane or desurane, and children or infant,
behavior, and sevourane or desurane, and children or infant, delirium, and
sevourane or desurane, and children and infant. Hanya artikel berbahasa
Inggris yang digunakan. Apabila tidak didapatkan artikel penuhnya, penulis
artikel dihubungi untuk mendapatkan salinan data penelitiannya.
Artikel yang didapatkan kemudian dianalisis secara terpisah oleh dua ahli anestesi
senior. Artikel yang dianalisis harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
randomized controlled trial, double-blinded (artikel yang dalam proses
evaluasinya menggunakan metode blinding tetap diikutsertakan), agen yang
digunakan sevofluran dan desfluran, tidak ada gangguan neurologis, protokol
anestesi yang digunakan sesuai standar, agitasi atau delirium sebagai hasil akhir,
ada grup kontrol, dan definisi AE yang digunakan pada masing-masing artikel
telah distandardisasi.
Penulis meng-eksklusi semua penelitian yang membandingkan dua agen
profilaksis atau adanya intervensi, dan juga penelitian yang meneliti terapi kuratif
AE. Selain itu, pecarian manual dari referensi yang ada pada artikel terpilih juga
dilakukan (termasuk review dan meta analisis). Hasil pencarian artikel paling baru
adalah Februari 2009.
Artikel dinilai dan diekstraksi oleh dua pembaca yang berbeda. Data yang diambil
meliputi umur pasien, jenis pembedahan, agen sedatif premedikasi (dosis, waktu
pemberian dan rute pemberian), dosis, waktu pemberian, dan rute pemberian dari
agen profilaksis, agen hipnotik, opioid intraoperatif yang digunakan, analgesi

preoperatif, dan presentasi pasien yang mengalami agitasi pada masing-masing


grup sesuai kriteria yang ditetapkan oleh penulis. Apabila ditemukan hasil yang
tidak sesuai, artikel akan dicek kembali oleh dua ahli anestesi yang telah
disebutkan sebelumnya.
Proses analisis statistik dilakukan menggunakan aplikasi Review Manager 5
(RevMan 5, The Cochrane Collaboration, Oxford, UK). Analisis kejadian EA
dilakukan dengan menggunakan rasio odds (OR) dihitung dengan menggunakan
metode Mantel-Haenszel (model random atau terfiksasi). OR menggambarkan
nilai odds antara grup dengan agen profilaksis dan grup kontrol. Nilai interval
kepercayaan untuk OR <1 menandakan efikasi pencegahan AE. Untuk
meminimalisir bias publikasi, telah dilakukan beberapa transformasi data.
Kemudian, penghitungan nilai OR akan disajikan dalam persen. Hasil yang
didapatkan ditampilkan dalam persentasi campuran dan hasil kontiyu, pertamatama rasio rata-rata dihitung, kemudian ditransformasi sebagai OR parsial
menggunakan formula Chin.
Tes I2 dilakukan untuk mengkaji dampak dari studi heterogenitas hasil metaanalisis, perbedaan desain penelitian tentang premedikasi, agen anestesi yang
digunakan (sevofluran dan desfluran), modalitas pengobatan nyeri, dan kehadiran
orangtua selama induksi dan pemulihan dari anestesi.
Setiap agen profilaksis diuji dan dikelompokkan berdasarkan rute administrasi
dan modalitis waktu pemberiannya. Kemudian, pada masing-masing obat,
pencegahan AE dianalisis sesuai dengan waktu administrasi, rute pemberian, agen
anestesi yang digunakan, dan analgesia pra operasi saat ini. Apabila didapatkan
lebih dari satu grup intervensi, masing-masing kelompok dianggap sebagai satu
studi dalam meta-analisis kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Hasil
Total artikel yang teridentifikasi adalah 324 artikel menggunakan kriteria
pencarian, dan didapatkan 58 artikel yang relevan untuk dilakukan meta analisis.
Detail dari proses pemilihan diringkas pada gambar. Apabila tidak didapatkan

artikel penuhnya, penulis akan dihubungi dua kali (biasanya karena tidak ada
respon). Total pasien pada grup intervensi adalah 1695 pasien da 1477 pasien
pada grup kontrol. Midazolam yang diberikan sebagai premedikasi baik saat 30
menit sebelum induksi dan 30 menit setelah induksi tidak memiliki efek
profilaksis terhadap AE [OR = 0.88 (0.44, 1.76); I2 = 47%, P = 0.11]. Propofol
meunjukkan efek protektif terhadap AE [OR = 0.21 (0.16, 0.28), I2 = 52%, P =
0.01]. Pemberian ketamin juga mencegah terjadinya AE [OR = 0.28 (0.13, 0.60),
I2 = 0%, P = 0.68]. Begitu pula 2-adrenoreseptor agonis juga ternyata bersifat
protektif [OR = 0.23 (0.17, 0.33), I2 = 24%, P = 0.2]. Fentail preoperatif juga
menunjukkan efek protektif terhadap AE EA [OR = 0.31 (0.18, 0.56), I 2 = 47%, P
= 0.06]. Analgesik preoperatif menujukkan efek protektif terhadap AE [OR = 0.15
(0.07, 0.34), I2 = 8%, P = 0.36]. Terakhir, meta-analisis pada dua studi
menunjukkan bahwa 5HT3 antagonis tidak efektif dalam mencegah AE (OR =
0.39, 95% condence interval 0.121.31; I2 = 0%, P = 0.56).
Diskusi
Temuan paling besar pada meta analisis ini adalah bahwa midazolam yang
popular sebagai obat ideal premedikasi ternyata tidak memiliki efek prevetif
terhadap AE, propofol nampaknya efektif tetapi efikasinya tergantung pada waktu
pemberian. Kemudian ketamin, 2-adrenoreseptor agonis, fentanil, dan analgesia
preoperatif semuanya efektif sebagai agen preventif AE.
Etiologi dari AE masih tidak diketahui. Hipotesis yang saat ini ditekankan adalah
cepatnya kejadian terjadi akibat agen anestesi baru seperti sevofluran dan
desfluran. Hal ini dapat meyebabkan keadaan disosiatif di mana pada kondisi ini
ketika anak bangun, anak telah mengalami perubahan persepsi kognitif. Efikasi
dari 5HT3 serotonin reseptor antagonis yang dilaporkan pada sebuah penelitian
merujuk pada keterlibatan sistem serotonergis proses kaitannya dengan etiologi
AE. Faktor lain juga dianggap sebagai pemicu seperti nyeri posoperatif dan
kecemasan preoperatif. AE terbukti berhubungan dengan kecemasan preoperatif
dan dicegah dengan pencegahan nyeri parenteral.

Pada dasarnya midazolam secara luas dipakai sebagai agen premedikasi secara
logis harusnya dapat mencegah terjadinya AE. Namun pada hasil meta analisis ini
didapatkan hasil yang berlawanan. Dua studi dengan menggunakan alfentanil dan
asetaminofen saat preoperatif tidak memberikan efek preventif, sedangkan studi
tanpa menggunakan analgesia preoperatif menunjukkan bahwa midazolam efisien
dalam mencegah AE. Sehingga adanya analgetik, sedasi atau keduanya yang
didapat dari opioid bisa memburamkan efek midazolam.
Propofol dapat menunda atau mengubah kemunculan serta dapat mengurangi
insidensi AE. Namun, Farmakokinetik yang cepat agen ini serta pemberian dosis
rendah (1 mg/kg) pada salah satu studi dapat menjelaskan kegagalan dosis bolus
dalam mencegah AE baik sebelum dan sesudah induksi.
Ketamin, 2-adrenoreseptor agonis, fentanil, dan analgesia preoperatif merupakan
agen yang efektif dalam mencegah AE. Ketamin, sebuah N-metil-d-Aspartat
reseptor antagonis, menghasilkan efek analgesik dan opoid-sparring
digunakan

dalam

dosis

rendah.

Dexmethomidine

dan

klonidin

ketika
juga

dipertimbangkan sebagai agen analgesik poten dan digunakan untuk analgesi baik
parenteral ataupun loco-regional (spinal-epidural). Fentanil merupakan opioid
receptor agonis poten yang secara rutin digunakan saat peroperatif. Bersama
dengan analgesi preoperatif memiliki efikasi yang tinggi dalam mencegah AE.
Namun analisis subgroup menunjukkan bahwa analgesia preoperatif tidak
memiliki faktor yang berpengaruh pada efikasi ketamin, propofol, dan 2adrenoreseptor agonis terhadap AE. Selain itu, fentanil i.v preoperatif gagal dalam
menghambat AE. Efikasi lebih besar yang ditunjukkan oleh ketamin, 2adrenoreseptor agonis dan fentanil pada pengurangan nyeri posoperasi bukanlah
temuan konstan di artikel. Hasil ini diduga karena sifat analgesik dari senyawasenyawa tersebut tidak berperan dalam efek pencegahan AE. Mekanisme lain
seperti potensiasi atau sedasi mungkin juga terlibat. Studi yang dilakukan selama
anestesi untuk keperluan imejing ternyata masih ditemukan AE meskipun
prosedur imejing tersebut tidak nyeri. Mengeluarkan temuan itu dari analisis tidak
mempengaruhi efikasi dari obat-obatan tersebut.

Telah diajukan bahwa 5HT3 antagonis yang diberikan untuk mencegah PONV
juga mencegah AE. Hasil penulis tidak sesuai dengan ajuan tersebut, namun hasil
penulis hanya berdasarkan dua studi saja, sehingga perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut sebelum membuat kesimpulan yang lebih kuat.
Kualitas dari meta-analisis tergantung pada dua faktor penting : kualitas dalam
meilih sumber penelitian, serta deteksi heterogenitas dan biasnya. Tentang kualitas
dari artikel yang dipilih, artikel yang dipilih harus memenuhi kriteria ketat seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Semua studi merupakan studi yang diacak dan
double-blinded dan protokol anestesi yang standar. Artikel yang dianalisis adalah
heterogen karena protokol anestesi dan analgesinya. Desain penelitian bervariasi
mulai dari premedikasi yang diberikan, jalur pemberian, waktu pemberian dan
pemberian preoperatif analgesik. Hal tersebut dapat menjelaskan kenapa insidensi
AE yang diobservasi juga bervariasi. Idealnya penelitian baru tentang pencegahan
AE harus didasarkan pada penggunaan alat yang tersrandarisasi. Kemudian, bias
juga dinilai menggunakan rekomendasi dari Chochran Collaboration.
Kesimpulannya adalah bahwa meta analisis yang mengevaluasi pencegahan AE
menunjukkan bahwa propofol, pencegahan nyeri, ketamin, dan 2-adrenoreseptor
agonis efektif dalam mencegah terjadinya AE. Hal tersebut menarik karena
potensi penggunaannya secara kombinasi dengan agen yang berbeda serta berbagi
macam jalur pemberiannya. Studi-studi selanjutnya sebaiknya terfokus dalam
meneliti hubungan dari obat-obat tersebut dalam mencegah terjadinya AE serta
penggunaan skala PAED (Paediatric Anaesthesia Emergence Delirium) yang
terstandardidasi dalam penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai