Anda di halaman 1dari 8

Shalat

3. Adapun pendapat ulama mazhab tentang membaca basmalah diawal surat al


Fatihah dalam shalat jahr sebagai berikut
1. Penganut mazhab Hanafi (al hanafiyyah): Basmalah dibaca secara pelan
diawal surat al Fatihah setiap shalat fardlu, baik dalam shalat sirr (zuhur dan
ashar) atau shalat jahr (maghrib, isya dan subuh). Sebab basmalah tidak
termasuk ayat dalam surat al Fatihah dan surat-surat lainnya dalam al Quran al
Karim meskipun ia termasuk bagian dari ayat-ayat dalam al Quran
2. Penganut mazha Maliki (al malikiyyah): Hukumnya makruh membaca
basmalah diawal surat al Fatihah dalam shalat fardla, baik shalat sirr atau shalat
jahr. Sedangkan dalam shalat sunnah hukumnya boleh membaca basmalah
diawal surat al Fatihah
3. Penganut mazhab Syafii (asy syafiiyyah): Basmalah termasuk ayat dari surat
al Fatihah. Maka hukumnya wajib membaca basmalah diawal surat al fatihah,
sehingga wajib dibaca keras dalam shalat jahr dan dibaca pelan dalam shalat
sirr.
4. Penganut mazhab Hanbali (al hanabilah): Hukumnya sunnah membaca
basmalah diawal surat al fatihah secara pelan, baik dalam shalat sirr atau shalat
jahr. Sebab basmalah tidak termasuk ayat dari surat al Fatihah.
Imam Ash-Shanani berkata : Telah terjadi perdebatan panjang di kalangan ulama
dalam masalah ini karena perbedaan madzhab. Namun yang lebih logis ialah
bahwa Nabi Muhammad saw kadang membacanya dengan suara keras dan
kadang membacanya dengan suara lirih. [Subulussalam 1, hal. 459]. Ibnu Rusyd
berkata:

4. ada di dokumen
5. ada di buku dosen

2. Hal-hal yang membatalka wudhu menurut beberapa madzab


Mengenai apa saja hal-hal yang membatalkan wudhu yang diketahui oleh mayoritas umat
islam indonisia telah dipaparkan sebelumnya. Pada bagian ini akan dipaparka mengenai hal
tersebutmenurut beberapa madzab yang masyhur.
1. Keluar sesuatu dari jalan depan atau belakang(qubur/dubur)
Sesuatu yang yang keluar dari salah satu jalan di antara dua jalan tersebut misalnya
kencing,kotoran(tinja),angin(kentut),mani,madzi,wadzi,darah,nanah dll.
Para fuquh dan kaum muslin sepakat bahwa keluarnya kencing,tinja,atau angin dari dua
jalan itu dapat membatalkan wudhu.keluarnya ulat , batu kecil,darah daan nanah dari kedua
jalan tersebut juga daapat membatalkan wudhu(menurut imam syafii,hanafi dan hambali).
Menurut Maliki ,tidak saampai membatalkan wudhu,kalau semua itu tumbuh dari dalam
perut,tetapi kalau tidak tumbuh didalamnya,seperti orang sengaja menelan batu kecil lalu
batu tersebut keluar dari anus maka dapat membatalkan wudhu. Sedangkan menuri anus
maka dapat membatalkan wudhu. Sedangkan menurut Imamiyah , itu tidak membatalkan
wudhu,kecuali jika keluar bercampur dengan tinja.

Mengenai mani,madzzzidan wadzi juga terdapat ikhtilaf sebagaimana berikutidan wadzi


juga terdapat ikhtilaf sebagaimana berikut ini. Madzi dan Wadzidaapat membatalkan
wudhu(menurpat membatalkan wudhu(menurut empat madzab). sedaut empat madzab).
Sedangkan menuruut Imamiyah , madzzi dan wadzi tidak sampai membatalkan wudhu.
Kemudian Maliki memberikan pengecualian bagi orang yang selalu keluar madzi tidaak di
waajibkan wudhu kembali.
Mani dapat membatalkan wudhu (menurut Hanafi,Maliki,dan Hambali). Sedangkan
syafii , mani tidak membatalkan wudhu. Menurut Imamiyah ,keluar mani itu hanya di
wajibkan mandi bukan diwajibkan wudhu.
Mengenai masalahkeluarnya najis tersebut terdapat ikhtilaf. Pendapat pertama , apabila
najis itu keluar dari bukan dua jalan , maka tidak membatalkan wudhu(menurut Maliki,syafii
dan lain-lain). Pendapat ini dikuatkan dengan dalil hadist dan pendapat-pendapat sahabat.
Pendapat kedua , bahwa keluar najis selain dari dua jalan juga membatalkan
wudhu(Hanafi,Hambali dan lain-lain). Hal ini dikuatkan dengan dalil,riwayat dari para
sahabat dan qiyas.
1. Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan bukan muhrim
Para fuqaha berpendapat bahwa persetubuhan(jima) adalah membatalkan wudhu, akan tetapi
mengenai persentuhan kulit laki-laki dan perempuan apakah membatalkan wudhu atau
tidak,hal ini terdapat ikhtilaf.
Menurut hambali, persentuhan kulit antara lak-laki dan perempuan membatalkan
wdhu, apabila persentuhan kulit disertai syahwat dan tanpa hijab. Maliki menambahkan
bahwa ciuman kehormatan tidak membatalkan wudhu.
Menurut syafii ,persentuhan kulit laki-laki dan perempuan itu membatalkan wudhu,
apabila keduanya sudah dewasa ,bukan muhrimnya, dan tanpa hijab.
Menurt Hanfi ,persentuhan kulit laki-laki dan perempuan sama sekali tidak membatalkan
wudhu. Wudhu itu tidak batal kecuali dengan menyentuh yang sentuhan itu dapat
menimbulkan reaksi pada kemaluan.
Menurut zhahiri,persentuhan kulit laki-laki dan perempuan membatalkan wudhu ,
baik dengan muhrim atau lainnya,sesama dewasa,anak kecil,dengan syahwat atau tidak
,hanya dikecualikan dalam keadaaan tidak sengaja.
Menurut Imamiyah, menyentuh itu tidak membatalkan wudhu secara mutlak,kalu
senthan itu paa perempuan.
Hilangnya akal (Gila,Pingsan,Epile,kalu senthan itu paa perempuan.
1. Hilangnya akal (Gila,Pingsan,Epilepsi,tertidur)
Mengenai hukum tidMengenai hukum tidur, apakah membatalkan wudhu atau tidak para
fuquha berbeda pendapat. Hilang akal karena mabok,gila,pingsan,atau naik pitam,maka
menurut kesepakatan semua ulama , itu dapat membatalkan wudhu. Tapi kalau masalah tidur,
menurut Imamiyah, kalau hati ,pendengaran dan penglihatannya tidak berfungsi sewaktu ia

tidur sehingga tidak dapat mendengar pembicaraan orang-orang disekitarnya dan tidak dapat
memahaminya baik orang yang tidur tersebut dalam keadaan duduk,terlentang,atau
berdiri,maka bila sudah demikian dapat membatalkan wudhu. Pendapat ini hampir sama
dengan pendapat Hambali.
Menurut Hanafi kalau orang yang mempunyai wudhu itu tidur dengan keadaan
terlentang , atau bertelungkup pada salah satu pahanya, maka wudhunya menjadi batal. Tapi
kalau tidur duduk,berdiri,ruku atau sujud ,maka wudhunya tidak batal. Barang siapa yag
tidur pada waktu shalat dan keadaannya masih tetap pada posisi seperti shalat, maka
wudhunya tidak batal, walaupun tidur sampai lama.
Menurut Syafii , kalau anusnya tetap dari tempat duduknya, seperti mulut botol yang
tertutup, maka tidur yang demikian itu tidak sampai membatalkan wudhu, tapi bila tidak ,
maka batallah wudhunnya.
Menurut Maliki, membedakan antara tidur ringan dengan tidur berat. Kalau tidur ringan ,
tidak membatalkan wudhu,begitu juga kalau tidur berat dan waktunya hanya sebentar , serta
anusnya tertutup. Tapi kalau tidur berat dan waktunya panjang , ia dapat membatalkan
wudhu,baik anusnya tertutup maupun terbuka.
1. Muntah
Menurut Hambali, ia dapat membatalkan wudhu secara mutlak,tapi menurut Hanafi ia dapat
membatalkan wudhu kalau sampai memenuhi mulutnya. Sedangkan menurut Syafii
,Imamiyah dan Maliki ia tidak membatalkan wudhu.
1. Tertawa
Tertawa itu dapat membatalkan shalat , menurut kesepakatan semua kaum muslimin,tetapi
tidak membatalkan wudhunya ketika waktu shalat,maupun di luarnya kecuali menurut
Hanafi. Menurut Hanafi , itu dapat membatalkan wudhu kalau ketawanya itu sampai
terbahak-bahak didalam shalat, tetapi di luar shalat , ia tidak membatalkan wudhu.

1.

Shalat merupakan rukun kedua dari lima rukun Islam. Umat Islam sepakat bahwa
menjalankan ibadah shalat 5 waktu (subuh, dhuhur, ashar, maghrib, dan isya) adalah
kewajiban. Tapi ternyata banyak perbedaan dalam menjalankan ibadah shalat, meskipun
hukumnya sama-sama wajib.
Dari dulu aku sering bingung (dan dilanjutkan bengong) atas perbedaan-perbedaan shalat
umat Islam. Tapi kebingunganku sekarang jadi sedikit tercerahkan. Makashii banget buat pak
nurul yakin atas tugasnya untuk membandingan pendapat 4 mazhab tentang shalat wajib.
Ini ringkasan tugas yang aku kerjain bareng temen-temen sekelompok :
Isi :
Semua orang Islam sepakat bahwa orang yang menentang kewajiban shalat wajib lima waktu
atau meragukannya, ia bukan termasuk orang Islam, sekalipun ia mengucapkan syahadat,
karena shalat termasuk salah satu rukun Islam. (Mughniyah; 2001)

Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan shalat
karena malas dan meremehkan, dan ia meyakini bahwa shalat itu wajib. (Mughniyah; 2001)
Syafii, Maliki dan Hambali : Harus dibunuh, Hanafi : ia aharus ditahan selama-lamanya,
atau sampai ia shalat. (Mughniyah; 2001)
Rukun-rukun dan fardhu-fardhu shalat : (Mughniyah; 2001)
1. Niat : semua ulama mazhab sepakat bahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata
tidaklah diminta. (Mughniyah; 2001)
Ibnu Qayyim berpendapat dalam bukunya Zadul Maad, sebagaimana yang dijelaskan dalam
jilid pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai berikut : Nabi Muhammad
saw bila menegakkan shalat, beliau langsung mengucapkan Allahu akbar dan beliau tidak
mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali. (Mughniyah;
2001)
1. Takbiratul Ihram : shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama
takbiratul ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah saw : (Mughniyah; 2001)
Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain
perbuatan-perbuatan shalat) adalah takbir, dan penghalalnya adalah salam.
Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah Allah Akbar (Allah Maha Besar)
tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya. (Mughniyah; 2001)
Syafii : boleh mengganti Allahu Akbar dengan Allahu Al-Akbar, ditambah dengan alif
dan lam pada kata Akbar. (Mughniyah; 2001)
Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut,
seperti Allah Al-Adzam dan Allahu Al-Ajall (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang
Maha Mulia). (Mughniyah; 2001)
Syafii, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah
wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab). (Mughniyah;
2001)
Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa bahasa
Arab. (Mughniyah; 2001)
Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan
dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata
Allahu Akbar itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau
dengan perkiraan jika ia tuli. (Mughniyah; 2001)
1. Berdiri : semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib
sejak mulai dari takbiratul ihram sampai ruku, harus tegap, bila tidak mampu ia
boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring
pada bagian kanan, seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi
kiblat di hadapan badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain
Hanafi. Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang
dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku dan sujud
tetap menghadap kiblat. (Mughniyah; 2001)
Dan bila tidak mampu miring ke kanan, maka menurut Syafii dan Hambali ia boleh shalat
terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus
mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya. (Mughniyah; 2001)
Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat

baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha-nya) bila telah sembuh dan hilang
sesuatu yang menghalanginya. (Mughniyah; 2001)
Maliki : bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan
meng-qadha-nya. (Mughniyah; 2001)
Syafii dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak
mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat
dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak
mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan
shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi. (Mughniyah; 2001)
1. Bacaan : ulama mazhab berbeda pendapat.
Hanafi : membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan
apa saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan Al-Quran surat Muzammil ayat 20 :
(Mughniyah; 2001)
Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran, (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman
122, dan Mizanul Syarani, dalam bab shifatus shalah).
Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak
disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang shalat sendiri ia boleh
memilih apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh
orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi,
bacalah dengannya. Dalam shalat itu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir. Sedangkan
menyilangkan dua tangan aalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila
meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah
pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya di atas
dadanya. (Mughniyah; 2001)
Syafii : membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada
dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat
sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam
keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat
pertama pada shalat maghrib dan isya, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan. Pad
shlat subuh disunnahkan membaca qunut setelah mengangkat kepalanya dari ruku pad rakaat
kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah
pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib,
hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan telapak
tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas
pusar dan agak miring ke kiri. (Mughniyah; 2001)
Maliki : membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaatrakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat
sunnah, sebagaimana pendapat Syafii, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah AlFatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan
disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pad shalat subuh dan
dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya, serta qunut pada shalat subuh saja.
Sedangkan menyilangkan kedua tangan adalah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan
dua tangan pada shalat fardhu. (Mughniyah; 2001)
Hambali : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan
membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua
rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya disunnahkan membacanya dengan nyaring.
Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak
boleh dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya.

Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling
utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya
yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar. (Mughniyah; 2001)
Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah, berdasarkan hadits Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : (Mughniyah; 2001)
kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi alaihim waladzdzaallin, maka kalian harus
mengucapkan amin.
1. Ruku : semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku adalah wajib di dalam shalat.
Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thumaninah di
dalam ruku, yakni ketika ruku semua anggota badan harus diam, tidak bergerak.
(Mughniyah; 2001)
Hanafi : yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan lurus, dan
tidak wajib thumaninah. Mazhab-mazhab yang lain : wajib membungkuk sampai dua telapak
tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thumaninah
dan diam (tidak bergerak) ketika ruku. (Mughniyah; 2001)
Syafii, Hanafi, dan Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat, hanya disunnahkan saja
mengucapkan : (Mughniyah; 2001)
Subhaana rabbiyal adziim
Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung
Hambali : membaca tasbih ketika ruku adalah wajib. (Mughniyah; 2001)Kalimatnya
menurut Hambali :
Subhaana rabbiyal adziim
Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung
Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku yakni itidal (dalam keadaan berdiri).
(Mughniyah; 2001) Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh. Mazhabmazhab yang lain : wajib mengangkat kepalanya dan ber-itidal, serta disunnahkan membaca
tasmi, yaitu mengucapkan :
Samiallahuliman hamidah
Allah mendengar orang yang memuji-Nya
1. Sujud : semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali
pada setipa rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. (Mughniyah;
2001)
Maliki, Syafii, dan Hanafi : yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan yang lainlainnya adalah sunnah. (Mughniyah; 2001)
Hambali : yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua
lutut, dan ibu jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga
menjadi delapan. (Mughniyah; 2001)
Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thumaninah di dalam sujud, sebagaimana dalam
ruku. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku juga mewajibkannya di dalam
sujud. Hanafi : tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang lain :
wajib duduk di antara dua sujud. (Mughniyah; 2001)
1. Tahiyyat : tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu tahiyyat
yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya, dzuhur, dan ashar
dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan
salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat. (Mughniyah; 2001)

Hambali : tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : hanya sunnah.


Syafii, dan Hambali : tahiyyat terakhir adalah wajib. Maliki dan Hanafi : hanya sunnah,
bukan wajib. (Mughniyah; 2001)
Kalimat (lafadz) tahiyyat menurut Hanafi :
Attahiyatu lillahi washolawaatu waththoyyibaatu wassalaamu
Kehormatan itu kepunyaan Allah, shalawat dan kebaikan serta salam sejahtera
alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamualainaa wa alaa ibaadillahishshoolihiin
Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
Waasyhadu anna muhammadan abduhu warosuuluh
Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya
Menurut Maliki (Mughniyah; 2001)
Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah
Kehormatan itu kepunyaan Allah, kesucian bagi Allah, kebaikan dan shalawat juga bagi
Allah
Assalaamualaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamualainaa wa alaa ibaadillahishshoolihiin
Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya
Waasyhadu anna muhammadan abduhu warosuuluh
Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya
Menurut Syafii : (Mughniyah; 2001)
Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah
Kehormatan, barakah-barakah, shalawat, dan kebaikan adalah kepunyaan Allah
Assalaamualaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamualainaa wa alaa ibaadillahishshoolihiin
Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
Waasyhadu anna muhammadan abduhu warosuuluh
Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya
Menurut Hambali : (Mughniyah; 2001)
Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatu
Kehormatan itu kepunyaan Allah, juga shalawat dan kebaikan
Assalaamualaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamualainaa wa alaa ibaadillahishshoolihiin
Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya
Waasyhadu anna muhammadan abduhu warosuuluh
Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya
Allahumma sholli alaa muhammad
Ya Allah, berikanlah shalawat kepada muhammad

1. Mengucapkan salam (Mughniyah; 2001)


Syafii, Maliki, dan Hambali : mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi : tidak wajib.
(Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 126).
Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu :
Assalaamualaikum warahmatullaah
Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian
Hambali : wajib mengucapkan salam dua kali, sedangakan yang lain hanya mencukupkan
satu kali saja yang wajib. (Mughniyah; 2001)
1. Tertib : diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib
didahulukan dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca AlFatihah wajib didahulukan dari ruku, dan ruku didahulukan daru sujud, begitu
seterusnya. (Mughniyah; 2001)
10. Berturut-turut : diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan
langsung, juga antara satu bagian dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah
langsung setelah bertakbir tanpa ada selingan. Dan mulai ruku setelah membaca Al-Fatihah
atau ayat Al-Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga tidak boleh ada selingan lain,
antara ayat-ayat, kalimat-kalimat, dan huruf-huruf. (Mughniyah; 2001)

Anda mungkin juga menyukai