Anda di halaman 1dari 20

A.

Latar Belakang
Pada fenomena saat ini, bahwa sebagian remaja kurang
dalam kemandirian belajarnya, yaitu kurang adanya tanggung
jawab pada apa yang dikerjakannya. Pada remaja sekarang sering
belajar dengan cara berkumpul dengan teman-temannya, dengan
cara seperti itu kegiatan belajarnya kurang efektif, karena jika
belajar dengan cara besamaan akan lebih banyak berbincangbincangnya dibandingkan dengan kegiatan belajarnya. Sebagian
siswa pada saat ini juga mereka akan berniat untuk belajar sendiri
ketika hanya ada tugas dari gurunya saja, dan ketika menjelang
UTS atau UAS, dan proses belajar yang terjadi hanya terpusat pada
guru.
Dilihat dari fenomena pada penelitian sebelumnya oleh
Rosyidah, pada sebagian kalangan remaja dalam kemandirian belajarnya rendah,
hal ini terlihat pada masih tingginya fenomena mencontek tugas dan ulangan, belajar
sistem kebut semalam, rendahnya minat baca, rendahnya menambah wawasan dari
berbagai sumber, rendahnya penggunaan sumber perpustakaan, dan masih tingginya
ketergantungan belajar pada kehadiran guru di kelas serta ketidaksiapan menghadapi
ulangan.

Padahal pada saat ini memiliki kesempatan yang sangat banyak untuk belajar
mandiri, karena kemajuan teknologi semakin canggih, sehingga mengakses informasi
dan pengetahuan sangat mudah didapatkan. Tetapi kenyataan pada remaja sekarang
jarang menggunakan gadgetnya untuk hal tersebut, bahkan dengan gadget pun bisa
saja membuat kalangan remaja menjadi malas untuk belajar, karena mereka terlalu
asik menggunakan gadgetnya untuk permainan, media sosial, dll, sehingga mereka
tidak tahu batasan waktu, dan mereka lupa dengan kewajiban mereka sebagai
pelajar.Sebenarnya mereka bisa menggunakan gadgetnya dengan baik, mereka harus
bisa mengatur dan membagi waktu, harus bisa memutuskan atau menghentikan
menggunakan gadgetnya dan tidak berlama-lama menggunakan gadgetnya untuk halhal yang kurang bermanfaat, dengan cara seperti itu mereka akan menjadi lebih
mandiri.
Kemandirian adalah keadaan seseorang dalam kehidupannya
mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan
orang lain (Hasan Basri, 1994:53 dalam Subliyanto). Sedangkan
menurut
adalah

Zakiah Darajat, 1976:130)


kecenderungan

anak

untuk

menjelaskan kemandirian
melakukan

sesuatu

yang

diinginkan tanpa minta tolong kepada orang lain, biasanya anak


dapat berdiri sendiri, lebih mampu memikul tanggung jawab dan
pada umumnya mempunyai emosi yang stabil.
Orang-orang yang mengaktualisasi diri merupakan orangorang yang yang mandiri dan bergantung pada diri mereka sendiri

untuk

bertumbuh

walaupun

dimasa

lalunya

mereka

pernah

menerima cinta dan rasa aman dari orang lain. Tidak ada orang
yang dilahirkan mandiri, dan oleh karena itu tidak ada orang yang
sepenuhnya tidak bergantung pada orang lain. Kebebasan hanya
dapat diperoleh melalui hubungan yang baik dengan orang lain.
Akan tetapi, kepercayaan diri bahwa seseorang dicintai dan
diterima apa adanya dapat menjadi dorongan yang kuat yang
menyumbang

ke

timbulnya

kepercayaan

diri

tersebut

rasa

penghargaan

diperoleh,

seseorang

diri.

Setelah

tidak

lagi

bergantung pada orang lain untuk dapat penghargaan diri. Orangorang yang mengaktualisasi diri mempunyai kepercayaan diri
tersebut

kemudian

memiliki

kemandirian

yang

besar

yang

memungkinkan mereka tidak khawatir terhadap kritik dan juga


tidak tergerak oleh pujian. Kemandirian ini juga memberikan
mereka kedamaian dan ketenangan jiwa yang tidak dirasakan oleh
orang-orang yang hidup dari penerimaan orang lain (Jess Feist &
Gregory J. Feist, 2010).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa
kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mewujudkan
kehendak atau keinginannya secara nyata tanpa bergantung
dengan orang lain, dalam hal ini akanmemiliki rasa kedamaian dan
ketenangan jiwa, karena tidak selalu bergantung pada orang lain,

dan mampu melakukan belajar sendiri, dapat menentukan belajar


yang efektif, dan mampu melakukan aktifitas belajar secara
mandiri.
Istilah kemandirian umumnya dikaitkan dengan kemampun
untuk melakukan segala sesuatunya sendiri.Ada berbagai macam
kemandirian, sepeti kemandirian motivasi, kemandirian emosi,
kemandirian dalam belajar, dll.Fokus penelitian ini untuk memahami
tentang kemandiriannya dalam belajar.
Menurut Hendra Surya (2003:114) dalam Retno, belajar
mandiri adalah proses menggerakkan kekuatan atau dorongan dari
dalam diri individu yang belajar untuk menggerakkan potensi
dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh
asing di luar dirinya. Dengan demikian belajar mandiri lebih
mengarah pada pembentukan kemandirian dalam cara-cara belajar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian
belajar adalah aktifitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri,
pilihan sendiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya, serta
mampu mempertanggungjawabkan tindakannya.
Menurut Hasan Basri (1994:54) dalam

Retno

(2005),

kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu


faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri (faktor endogen) dan
faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (factor eksogen).
Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang
bersumber dari dalam dirinya, seperti keadaan keturunan dan

konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan


yang melekat padanya.Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir
adalah

merupakan

bekal

dasar

bagi

pertumbuhan

dan

perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar


dari ayah dan inu mungkin akan didapatkan didalam diri seseorang,
seperti

bakat,

potensi

intelektual

dan

potensi

pertumbuhan

tubuhnya.
Faktor eksogen (eksternal) adalah semua keadaan atau
pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan
dengan factor lingkungan.Lingkungan kehidupan yang dihadapi
individu

sangat

mempengaruhi

perkembangan

kepribadian

seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif. Lingkungan


keluarga (pola asuh) dan masyarakat yang baik terutama dalam
bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk
kepribadian, termasuk pula dalam hal kemandiriannya.
Salah satu faktor kemandirian adalah pola asuh orang tua,
pada hal ini orang tua sangat berpengaruh dalam mendidik, dan orang tua harus
mampu memberi bekal kepada anaknya .Orang tua memegang peranan utama dan
pertama bagi pendidikan anak, mengasuh, membesarkan anak, hal tersebut
merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan,
sedangkan guru di sekolah merupakan pendidik yang kedua setelah orang tua di
rumah. Pada umumnya siswa adalah insan yang masih perlu dididik atau di asuh oleh

orang yang lebih dewasa yaitu ayah dan ibu, jika orang tua sebagai pendidik yang
pertama ini tidak berhasil meletakkan dasar kemandirian maka akan sangat berat
untuk berharap sekolah mampu membentuk siswa atau anak menjadi mandiri.
Pola asuh orang tua tentu sangat berpengaruh terhadap perilaku anak, baik
sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.Dalam belajar di sekolah, sikap anak
berbeda-beda.Semua itu dipengaruhi oleh sifat dan sikap bawaan anak dari rumah
yang ditanamkan oleh orang tua. Berdasarkan hasil wawancara pada salah satu guru
MA Negeri Cilamaya, bahwa siswa MA Negeri Cilamaya tentu saja berasal dari latar
belakang keluarga yang berbeda, ada yang berasal dari keluarga pegawai negeri,
pegawai swasta, petani, buruh tani,buruh pabrik, dll. Dari latar belakang keluarga
yang berbeda tersebut telah membentuk pola asuh orang tua yang berbeda- beda di
dalam keluarga. Pada penelitian ini, dilihat secara kenyataan bahwa kemampuan
siswa antara yang satu dengan lainnya berbeda-beda, dan tipe belajar siswa juga
bebrbeda-beda pula. Setiap remaja yang tercatat sebagai siswa memiliki tipe belajar
yang berbeda dengan teman-temannya, hal ini disebabkan oleh karena siswa memiliki
potensi yang berbeda-beda dengan siswa yang lain. Seorang Guru di MA Negeri
Cilamaya menggambarkan siswa yang kurang memiliki kemandirian dalam belajar,
terlihat ketika dalam mengikuti proses belajar mengajar bersikap pasif, tidak berani
bertanya apabila menghadapi kesulitan, mereka belajar jika ada tugas dari gurunya,
ketika dalam ulangan saling contek mencontek pekerjaan teman atau mencontek
lembaran-lembaran yang telah dipersiapkan dari rumah, dan kurang berpikir kritis.

Berdasarkan paparan di atas, fenomena tersebut terdapat kesamaan dengan


penelitian sebelumya pada siswa SMP Negeri 1 Cepiring yang ada pada jurnal ilmiah
pendidikan bimbingan dan konseling.
Pada tanggal 06 januari 2016 wawancarapada beberapa siswa MA Negeri
Cilamaya, siswa pertama yang berinisial I, orang tuanya berusia 44 tahun yang
bekerja sebagai wiraswasta. I mengatakan bahwa orang tuanya mendidik dengan
keras, setiap hari orang tuanya menanyakan adanya tugas atau tidak dari sekolah.Jika
ada, orang tuanya meyuruh untuk segera mengerjakan tugasnya, jika tidak
mengerjakan tugasnya, I selalu mendapat hukuman dari orang tuanya, seperti
dipukuli, dan tidak mendapat uang jajan.Akan tetapi jika I tidak mendapat tugas dari
sekolah, I disuruh bekerja menjaga parkir di salah satu mini market.
Pada siswa kedua yang berinisial D, orang tuanya berusia 46 tahun yang
bekerja sebagai tukang ojek.D mengatakan bahwa orang tuanya mendidik dengan
cara mengatur semua kegiatan D dalam belajar. D disuruh belajar setiap hari, D tetap
harus belajar baik ada tugas maupun tidak, karena orang tuanya sangat menginginkan
D berprestasi.
Pada siswa ketiga yang berinisial R, orang tuanya berusia 36 tahun yang
bekerrja sebagai buruh pabrik. R mengatakan bahwa orang tuanya sangat menuruti
keinginan anaknya, seperti jika R mendapatkan tugas yang sedikit sulit, R
menanyakan pada orang tuanya tentang tugas tersebut, kemudian orang tuanya
memberikan penjelasan pada anaknya sampai mengerti dengan tugas tersebut.
Pada siswa keempat yang berinisial A, orang tuanya berusia 41 tahunyang
bekerja sebagai ibu rumah tangga.A mengatakan bahwa orangtuanya sangat protektif
jika anaknya sedang mrnghadapi UAS, A tidak diperbolehkan main keluar rumah

oleh orang tuanya, karena harus tetap belajar agar pada saat UASnya dapat
mengerjakan dengan baik dan mendapatkan hasil yang baik.
Mencermati kenyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa dari latar
belakang keluarga yang berbeda akan membentuk pola asuh orang tua yang berbedabeda dan diprediksikan dari pola asuh orang tua yang berbeda-beda itu
mempengaruhi kemandirian siswa dalam belajar.
Perkembangan diri anak sangat di pengaruhi pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua. Baik pada orang tua yang bekerja maupun orang tua yang tak bekerja akan
memberi pengaruh secara bermakna terhadap perkembangan diri anak, seperti pada
kemandiria belajarnya. Menurut Baumrind (dalam papalia, et.al., 2004) ada empat
jenis pola asuh, yakni: (1) otoriter (authoritarian), (2) permisif (permissive), (3)
demokratis (authoritative), dan (4) situasional (situational). Banyak orang tua tidak
menerapkan secara kaku salah satu pola asuh yang telah dipaparkan sebelumnya,
tetapi penerapannya disesuaikan dengan kondisi situasi yang dihadapinya.
Pola Asuh Otoriter, dalam pola asuh ini orang tua merupakan sentral artinya
segala ucapan, perkataan, maupun kehendak orang tua dijadikan patokan (aturan)
yang harus ditaati oleh anak-anak. Supaya taat, orang tua tak segan-segan
menerapkan hukuman yang keras kepada anak.Orang tua beranggapan agar aturan itu
stabil dan tak berubah, maka seringkali orang tua tak menyukai tindakan anak yang
memprotes,

mengkritik

atau

membatahnya.Kondisi

tersebut

mempengaruhi

perkembangan diri pada anak.banyak anak yang dididik dengan pola asuh otoriter ini,
cenderung

tumbuh

berkembang

menjadi

pribadi

yang

suka

membantah,

memberontak, dan berani melawan arus terhadap lingkungan sosial. Kadang-kadang

anak tidak mempunyai sikap peduli, antipasti, pesimis dan antisosial.Hal ini, akibat
dari tidak adanya kesempatan bagi anak untuk mengemukakan gagasan, ide,
pemikiran maupun inisiatifnya.Apapun yang dilakukan oleh anak tidak pernah
mendapat perhatian, penghargaan dan penerimaan yang tulus oleh lingkungan
keluarga atau orang tuanya.
Pola Asuh Permisif, sebaliknya dengan tipe pola asuh permisif ini, orang tua
justru merasa tidak peduli dan cenderung memberi kesempatan serta kebebasan
secara luas kepada anaknya. Orang tua seringkali menyetujui terhadap semua dengan
tuntutan dan kehendak anaknya.Semua kehidupan keluarga seolah-olah sangat
ditentukan oleh kemauan dan keinginan anak.Jadi anak merupakan sentral dari segala
aturan

dalam

keluarga.Dengan

demikian

orang

tua

tidak

mempunyai

kewibawaan.Akibatnya segala pemikiran, pendapat maupun pertimbangan orang tua


cenderung tidak pernah diperhatikan oleh anak. Bila anak mampu mengatur seluruh
pemikiran, sikap dan tindakannya dengan baik, kemungkinan kebebasan yang
diberikan oleh orang tua dapat dipergunakan untuk mengembangkan kreativitas dan
bakatnya, sehingga ia menjadi seorang individu yang dewasa, inisiatif dan kreatif.
Tetapi hal itu tak banyak ditemui dalam kenyataan, karena ternyata sebagian besar
anak tidak mapu menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.Mereka justru
menyalah gunakan suatu kesempatan, sehingga cenderung melakukan tindakantindakan yang melanggar nilai-nilai, norma-norma, dan aturan-aturan sosial.Dengan
demikian perkembangan diri anak cenderung menjadi negatif.
Pola Asuh Demokratis, pola asuh demokratis (authoritative) ialah gabungan
antara pola asuh permisif

dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan

pemikiran, sikap, dan tindakan antara anak dan orang tua. Baik orang tua maupun
anak mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan suatu gagasan, ide,
atau pendapat untuk mencapai suatu keputusan. Dengan demikian orangtua dan anak
dapat berdiskusi, berkomunikasi atau berdebat secara konstruktif, logis, rasional demi
mencapai kesepakatan bersama.Karema hubungan komunikasi antara kedua orang tua
dengan anak dapat berjalan menyenangkan, maka terjadi pengembangan kepribadian
yang mantap pada diri anak.anak mkin mandiri, matang dan dapat menghargai diri
sendiri dengan baik. Pola asuh demokratis ini akan dapat berjalan secara efektif bila
ada tiga syarat yaitu: a) orang tua dapat menjalankan fungsi sebagai orang tua yang
memberi kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya, b) anak
memiliki sikap yang dewasa yakni dapat memahami dan menghargai orangtua
sebagai tokoh utama yang tetap memimpin keluarganya, c) orangtua belajar memberi
kepercayaan dan tanggung jawab terhadap anaknya.
Pola Asuh Situasional, tak tertutup kemungkinan bahwa individu yang
menerapkan pola asuh itu tak tahu apa nama/ jenis pola asuh yang dipergunakan,
sehingga secara tak beraturan menggunakan campuran ke-3 pola asuh yang telah
dipaparkan sebelumnya. Jadi dalam hal ini tak ada patokan atau parameter khusus
yang menjadi dasar bagi orangtua untuk dapat menggunakan pola asuh permisif,
otoriter maupun demokratis.Hal ini disesuaikan dengan kondisi dan situasi, tempat
dan waktu bagi setiap keluarga yang bersangkutan.
Penelitian ini
B. Rumusan Masalah

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti ingin mengetahui
apakah terdapat Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian Belajar Siswa
kelas X MA Negeri Cilamaya-Karawang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat
Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian Belajar Siswa kelas X MA
Negeri Cilamaya-Karawang.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, untuk

menambah

pengetahuan

penulis

tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian


belajar.
2. Manfaat Praktis
Penelitian
ini
bermanfaat

bagi

guru,

untuk

lebih

memperhatikan kemandirian belajar yang dimiliki oleh siswa.Bagi


orang tua, sebagai tambahan ilmu pengetahuan untuk menerapkan
pola asuh dalam meningkatkan kemandirian belajar. Bagi siswa,
dapat mengetahui sejauhmana kemandiriannya dalam belajar, dan
dapat memperbaiki diri dalam kemandirian belajarnya.
E. Kerangka Berpikir
F. Teori
1. Kemandirian Belajar
a. Definisi
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
belajar

Menurut

Hasan

Basri

(1994:54)

dalam

Retno

(2005),

kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu


faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri (faktor endogen) dan
faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (factor eksogen).
Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang
bersumber dari dalam dirinya, seperti keadaan keturunan dan
konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan
yang melekat padanya.Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir
adalah

merupakan

bekal

dasar

bagi

pertumbuhan

dan

perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar


dari ayah dan inu mungkin akan didapatkan didalam diri seseorang,
seperti

bakat,

potensi

intelektual

dan

potensi

pertumbuhan

tubuhnya.
Faktor eksogen (eksternal) adalah semua keadaan atau
pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan
dengan factor lingkungan.Lingkungan kehidupan yang dihadapi
individu

sangat

mempengaruhi

perkembangan

kepribadian

seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif. Lingkungan


keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai
dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian,
termasuk pula dalam hal kemandiriannya.

Sementara itu Chabib Thoha (1996:124-125) faktor-faktor


yang mempengaruhi kemandirian dapat dibedakan dari dua arah,
yakni:
1. Faktor dari dalam
Faktor dari dalam diri anak adalah antara lain faktor
kematangan

usia

dan

jenis

kelamin.

Di

samping

itu

intelegensia anak juga berpengaruh terhadap kemandirian


anak.
2. Faktor dari luar
Adapun faktor dari luar yag mempengaruhi kemandirian anak
adalah:
a. Kebudayaan,
tuntutan

masyarakat

hidupnya

kemandirian

yang

cenderung

disbanding

maju

dan

mendorog

dengan

kompleks
tumbuhnya

masyarakat

yang

sederhana.
b. Keluarga, meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga,
kecenderungan cara mendidik anak, cara memberikan
penilaian kepada anak bahkan sampai cara hidup orang
tua berpengaruh terhadap kemandirian anak.
c. Gen atau keturunan orang tua, orang tua memiliki sifat
kemandirian tinggi serin kali menurunkan anak yang
memiliki kemandirian juga.
d. Pola Asuh Orang tua, cara orang tua mengasuh dan
mendidik

anak

akan

mempengaruhi

kemandirian anak remajanya.

perkembangan

e. System pendidikan di sekolah, proses pendidika di sekolah


yang tidak mengembangkan demokrasi pendidikan dan
cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi
akan menghambat perkembangan kemandirian remaja
sebagai siswa.
f. Sistem kehidupan

di

masyarakat.

Sistem

kehidupan

masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hirarki


struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta
kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam
kegiatan

produktif

dapat

menghambat

kelancaran

perkembangan kemandirian remaja atau siswa.


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai
kemandirian seseorang tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mendasari terbentuknya kemandirian itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian

sangat

menentukan sekali tercapainya kemandirian seseorang, begitu pula


dengan kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh faktor dari
dalam diri siswa itu sendiri, maupun yag berasal dari luar yaitu
lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan sosial ekonomi dan
lingkungan masyarakat.
Faktor-faktor tersebut mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan yang selanjutnya akan menentukan

seberapa jauh seseorang individu bersikap dan berfikir secara


mandiri dalam kehidupan lebih lanjut.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan

bahwa

dalam

mencapai kemandirian seseorang tidak lepas dari faktor-faktor


tersebut dan kemandiran siswa dalam belajar akan terwujud sangat
bergantung

pada

siswa

tersebut

melihat,

merasakan,

dan

melakukan aktivitas belajar atau keiatan belajar sehari-hari di


dalam lingkungan tempat tinggalnya.
2.Pola Asuh
a. Definisi
Pola asuh adalahcara orang tua membesarkan anak
dengan

memenuhi

kebutuhan anak, memberi perlindungan,

mendidik anak, serta mempengaruhi tingkah laku anak dalam


kehidupan sehari-hari (Baumrind dalam Papalia, 2004).

b. Dampak Pola Asuh


Dampak atau pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak anak menurut
Baumrind, (dikutip oleh Ira, 2006) adalah:

Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak - anak yang


mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,

mampu menghadapi stres, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan


koperatif terhadap orang-orang lain.

Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,


pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar
norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif,


tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri
dan kurang matang secara sosial.

G. Kerangka Pemikiran
H. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesis
dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh pola asuh orangtua
terhadap kemandirian belajar siswa kelas X MA Negeri CilamayaKarawang.

I. Metodologi Penelitian
a. Pola Asuh
- Definisi Konseptual
Pola asuh adalah cara orang tua membesarkan anak
dengan

memenuhi

kebutuhan

anak,

memberi

perlindungan, mendidik anak, serta mempengaruhi tingkah

laku anak dalam kehidupan sehari-hari (Baumrind dalam


Papalia, 2004).
- Defini Operasional
b. Kemandirian Belajar
- Definisi Konseptual
-

Definisi Operasional

G. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dala penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian ini karena untuk
memudahkan proses analisis dan penafsiran dengan menggunakan perhitunganperhitungan statistik. Data yang digunakan merupakan data dalam bentuk angka.Dari
angka-angka yang diperoleh tersebut kemudian dilakukan deskripsi dan penafsiran.
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah
terdapat pengaruh pola asuh terhadap kemandirian belajar pada siswa MA Negeri
Cilamaya Kabupaten Karawang, maka pendekatan yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kuantitatif dengan penelitian non-experimental dengan metode
korelasi kausalitas
Penelitian korelasi kausalitas adalah

DAFTAR PUSTAKA

Feist &Feist. 2010. Teori Kepribadian Jilid 2: Theories of Personality. Jakarta :


Salemba Humanika.
Dario, Agus. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Jakarta :
Refika Aditama
Rosyidah.2010. Hubungan antara kemandirian belajar Matematika pada siswa
MTsN Parung-Bogor.Skripsi Fakultas Tarbiyah & Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pratisty Nur Aini & Abdullah.2012. Pengaruh Kemandirian Belajar Siswa Terhadap
Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Sewon.Jurnal
Pendidikan Akuntansi Indonesia
Bahri Djamarah, Syaiful. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Efendhi, Fahrizal. 2013. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Kemandirian Dalam Belajar
Siswa.Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan dan Konseling
Dwi Astuti, Retno. 2005. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Kemandirian Siswa Dalam
Belajar Pada Siswa Kelas XI SMAN Serumpuh-Banyumas. Skripsi Fakultas
Ilmu Pendidikan UNS
Santrock.JW. 2007.Perkembangan Anak Edisi kesebelas Jilid 2.Jakarta: Erlangga
F, Agus.2013-eprints.uny.ac.id

Subliyanto.Kemandirian Belajar. Tersedia http://subliyanto. blogspot.


com/2011/05/kemandirianbelajar.html (4/01/2016, 10.23 AM)
Darajat, Zakiah.1976. Perawatan Jiwa untuk Anak-anak. Jakarta: Bulan Bintang
Respati.Yulianto, Aries. Noryta, Widiana. Perbedaan Konsep Diri
Antara Remaja

Akhir yang Mempersepsi Pola Asuh Orang Tua

Authoritarian, Permissive,
Tersedia

dan

Authoritative.Jurnal

Pola

Asuh.

http://www.academia.edu/6233842/Jurnal_pola_asuh

Suparyanto.Konsep

Pola

Asuh.

Tersediahttp://dr

suparyanto.blogspot.co.id/2010/07/konsep-pola-asuhanak.html (21/03/2016,

21.24 PM)

Anda mungkin juga menyukai