Anda di halaman 1dari 11

Perikatan Audit

Dalam perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditing mengadakan suatu ikatan
perjanjian dengan auditor. Dalam ikatan perjanjian tersebut, klien menyerahkan pekerjaan
audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan
pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. langkah awal pekerjaan
audit atas laporan keuangan berupa pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
perikatan audit dari calon klien atau untuk menerima atau menghentikan perikatan audit dari
klien.
Dalam memutuskan apakah suatu perikatan audit dapat diterima atau ditolak, auditor
menempuh suatu proses yang terdiri dari enam tahap berikut ini :
1. Mengevaluasi integritas manajemen
Untuk dapat menerima perikatan audit, auditor berkepentingan untuk mengevaluasi
integrasi manajemen, agar auditor mendapat keyakinan bahwa manajemen perusahaan
klien dapat dipercaya, sehingga laporan keuangan yang diaudit bebas dari salah saji
material sebagai akibat dari adanya integrasi manajemen. Cara yang dapat ditempuh oleh
auditor dalam mengevaluasi integrasi manajemen adalah :
a. Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu.
b.
Meminta keterangan kepada pihak ketiga.
c. Melakukan review terhadap pengalaman auditor dimasa lalu berhubungan dengan
klien yang bersangkutan.
2. Mengindentifikasi keadaan khusus dan luar biasa
Berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan oleh auditor tentang kondisi khusus dan
resiko luar biasa yang mungkin berdampak terhadap penerimaan perikatan audit dari
calon klien dapat diketahui dengan cara :
a. Mengidentifikasi pemakaian laporan audit.
b. Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legal calon klien di masa
depan.
c. Mengevaluasi kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan calon klien di
audit.
3. Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit
Sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus mempertimbangkan apakah
ia dan anggota tim auditnya memiliki kompetensi memadai untuk melaksanakan
perikatan tersebut, sesuai dengan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI). Pertimbangan tersebut dilakukan dengan cara :
a. Mengidentifikasi anggota kunci tim.

b. Mempertimbangkan perlunya mencari bantuan dari spesialis dalam pelaksanaan audit.


4. Menilai independensi auditor
Pelaksanaan audit atas laporan keuangan harus dilakukan oleh orang yang kompeten
dan independen. Kantor akuntan publik diharuskan untuk mengikuti beberapa praktik
untuk meningkatkan independensi dari semua personelnya.
5. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dalam
kecermatan dan keseksamaan
Dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan suatu perikatan audit, auditor
harus mempertimbangkan apakah ia dapat melaksanakan audit dan menyusun laporan
auditnya secara cermat dan seksama. Kecermatan dan keseksamaan penggunaan
kemahiran profesional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk
merencanakan dan melaksanakan audit.
6. Membuat surat perikatan audit
Surat perikatan audit dibuat oleh auditor untuk kliennya yang berfungsi untuk
mengdokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukan oleh klien,
tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggung jawab yang dipikul oleh auditor bagi
kliennya, kesepakatan tentang reproduksi laporan keuangan auditan, serta bentuk laporan
keuangan yang akan diterbitkan oleh auditor. Bagi auditor manapun kliennya
berkepentingan terhadap surat perikatan audit didokumentasikan, sehingga dapat dicegah
terjadinya kesalahpahaman yang mungkin timbul antara auditor dengan kliennya.

Bentuk dan isi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien, namun surat
tersebut umumnya berisi:

Tujuan audit atas laporan keuangan.

Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan.

Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan, pernyataan dari


badan profesional yang harus dianut oleh auditor.

Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk
menyampaikan hasil perikatan.

Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain suatu audit, dan
dengan keterbatasan bawaan pengendalian intern, terdapat risiko yang tidak dapat
dihindari tentang kemungkinan beberapa salah saji material tidak dapat terdeteksi.

Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi, dan informasi lain apa pun
yang diminta oleh auditor dalam hubungannya dengan audit.

Pembatasan atas tanggung jawab auditor.

Komunikasi melalui e-mail.

Pertimbangan atas Pengendalian Intern


Dalam SA 319.1 dikemukakan bahwa dalam semua audit, auditor harus memperoleh
pemahaman tentang pengendalian intern yang memadai untuk merencanakan audit dengan
melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas
laporan keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan.
Dalam mempertimbangkan pemahaman atas pengendalian intern yang diperlukan
untuk merencanakan audit, auditor mempertimbangkann pengetahuan yang diperoleh dari
sumber lain tentang tipe salah saji yang dapat terjadi, risiko bahwa salah saji tersebut dapat
terjadi, dan faktor yang mempengaruhi desain pengujian substantif. Sumber lain pengetahuan
seperti itu mencakup audit sebelumnya dan pemahaman tentang industri yang menjadi tempat
beroperasinya entitas. Auditor juga mempertimbangkan taksirannya tentang risiko bawaan,
pertimbangan tentang materialitas, dan kompleksitas dan kecanggihan operasi dan sistem
entitas, termasuk apakah metode pengendalian pengolahan informasi didasarkan pada
prosedur manual yang terlepas dari komputer atau sangat tergantung pada pengendalian
berbasis komputer. Semakin kompleks dan canggih operasi dan sistem entitas, mungkin perlu
mencurahkan perhatian ke komponen pengendalian intern untuk memperoleh pemahaman
terhadap komponen tersebut yang diperlukan untuk mendesain pengujian substantif yang
efektif.
Pertimbangan Pengendalian Intern dalam Perencanaan Audit
Dalam semua audit, auditor harus memperoleh pemahaman masing masing dari lima
komponen pengendalian intern yang cukup untuk merencanakan audit dengan melaksanakan
prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan suatu audit laporan
keuangan, dan apakah pengendalian tersebut dioperasikan. Dalam perencanaan audit,
pengetahuan tersebut harus digunakan untuk:

a. Mengidentifikasi tipe salah saji potensial.


b. Mempertimbangkan faktor-faktor yang berdampak terhadap risiko salah saji
material.
c. Mendesain pengujian substantif.
Sifat, waktu, dan luasnya prosedur yang dipilih auditor untuk memperoleh pemahaman akan
bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman sebelumnya dengan entitas,
sifat pengendalian khusus yang terkait, dan sifat dokumentasi pengendalian khusus yang
diselenggarakan oleh entitas. Apakah suatu pengendalian telah dioperasikan adalah berbeda
dari efektivitas operasinya.
Dalam memperoleh pengetahuan tentang apakah pengendalian telah
dioperasikan, auditor menentukan bahwa entitas telah menggunakannya. Di lain pihak,
efektivitas operasi, berkaitan dengan bagaimana pengendalian tersebut

diterapkan,

konsistensi penerapannya, dan oleh siapa pengendalian tersebut


diterapkan.
Pemahaman auditor tentang pengendalian intern kadang-kadang menimbulkan
keraguan tentang dapat atau tidaknya laporan keuangan entitas diaudit. Integritas
manajemen entitas mungkin sangat rendah sehingga menyebabkan auditor berkesimpulan
bahwa risiko salah representasi manajemen dalam laporan keuangan sedemikian rupa
sehingga suatu audit tidak dapat dilaksanakan. Sifat dan luasnya catatan entitas dapat
mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa tidak mungkin bukti audit kompeten yang
cukup akan tersedia untuk mendukung pendapat atas laporan keuangan.
Sedangkan menurut Arens et al (2005:284), yang menjadi dasar pemikiran
dipertimbangkannya pengendalian intern adalah agar dapat memenuhi empat karakteristik
sebagai berikut:
Auditability, Potential Material Misstatement, Detection Risk, Design of Test.
Dari hal yang dikemukakan oleh Arens et al dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Auditability (Kemampuan untuk diaudit)
Auditor hendaknya memperoleh informasi mengenai integritas manajemen dan sifat
serta luas catatan akuntansi yang memadai sehingga bukti kompeten

yang

memadai tersedia untuk mendukung saldo laporan keuangan.


2. Potential Material Misstatement (Salah Saji Material yang Potensial Terjadi)

Pemahaman hendaknya memungkinkan auditor untuk mengidentifikasi jenis-jenis


kesalahan

(errors)

dan

kekeliruan

(irregularities)

yang potensial dan dapat

mempengaruhi laporan keuangan serta menetapkan risiko akibat kesalahan dan


ketidakberesan yang terjadi dalam jumlah yang material pada laporan keuangan.
3. Detection Risk (Risiko Pendeteksian)
Informasi mengenai pengendalian intern digunakan untuk menilai risiko pengendalian
untuk setiap tujuan audit yang mempengaruhi risiko deteksi yang direncanakan.
Risiko deteksi adalah risiko bahwa bahan bukti yang dikumpulkan dalam segmen
gagal menemukan kekeliruan yang melebihi jumlah yang dapat di toleransi.
4. Design of Test (Rancangan dari Test)
Informasi yang diperoleh hendaknya memungkinkan auditor untuk mendesain
pengujian efektif terhadap laporan keuangan. Pengujian-pengujian yang dapat
dilakukan diantaranya: pengujian kebenaran nilai pada transaksi dan saldo akhir, dan
prosedur analitis.
Komponen Pengendalian Intern
Dari definisi yang dikemukakan oleh Arens et al di muka dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Control environment (Lingkungan pengendalian)
Lingkungan pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur yang
mencerminkan sikap manajemen puncak, komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha
terhadap pengendalian dan arti pentingnya terhadap satuan usaha tersebut.
2 . Risk assesment (Penaksiran risiko)
Penaksiran risiko untuk tujuan laporan keuangan adalah identifikasi, analisis, dan
pengelolaan risiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia. Penaksiran risiko
manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan adalah penaksiran risiko yang terkandung
dalam asersi tertentu dalam laporan keuangan dan desain dalam implementasi aktivitas
pengendalian yang ditujukan untuk mengurangi risiko tersebut pada tingkat minimum,
dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat.
Penaksiran risiko manajemen harus mencakup pertimbangan khusus terhadap risiko
yang dapat timbul dari perubahan keadaan, seperti:
a. Bidang baru bisnis atau transaksi yang memerlukan prosedur akuntansi yang belum
pernah dikenal.
b. Perubahan standar akuntansi.

c. Hukum dan peraturan baru.


d. Perubahan yang berkaitan dengan revisi sistem dan teknologi baru yang digunakan
untuk pengolahan informasi.
e. Pertumbuhan pesat entitas yang menuntut

perubahan fungsi pengolahan dan

pelaporan informasi dan personel yang terlibat di dalam fungsi tersebut.


3. Control activities (Aktivitas pengendalian)
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk
memberikan keyakinan kepada manajemen bahwa tindakan tertentu telah dilakukan
dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Secara umum, prosedur pengendalian
dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu:
a. Adequate separation of duties (Pemisahan tugas yang memadai)
Pemisahan tugas bervariasi di berbagai organisasi, tetapi yang paling penting adalah
memisahkan fungsi pencatatan (recording), fungsi otorisasi (authorization), dan
fungsi penyimpanan (custody).
b. Proper authorization of transaction and activities (Otorisasi yang memadai atas
transaksi dan aktivitas)
Setiap transaksi hendaknya diotorisasi dengan memadai untuk menunjang
pengendalian yang memadai. Otorisasi adalah keputusan tentang kebijakan, baik
untuk transaksi yang bersifat umum maupun khusus.
c. Adequte documents and records (Dokumen dan catatan yang memadai)
Dokumen dan catatan adalah objek fisik di mana transaksi dicatat dan diikhtisarkan.
Dokumentasi haruslah memadai untuk membentuk keyakinan bahwa setiap aktiva
dikendalikan dengan pantas dan seluruh catatan dicatat dengan benar.
d. Physical control over assets and records (Pengendalian fisik atas aktiva dan
catatan)
Jenis ukuran perlindungan yang paling utama untuk mengamankan aktiva dan
catatan atau penggunaan tindakan pencegahan fisik, seperti tersedianya gudang
untuk mencegah pencurian persediaan.
e. Independent checks on performance (Pengecekan independen atas kinerja)
Kategori terakhir prosedur pengendalian adalah penelaahan yang berkesinambungan
atas keempat prosedur lain, yang seringkali disebut sebagai pengecekan independen
atau verifikasi intern.
4. Information and communication (Informasi dan komunikasi)

Fokus utama kebijakan dan prosedur pengendalian yang berkaitan dengan sistem
akuntansi adalah transaksi dilaksanakan dengan cara mencegah salah saji dalam asersi
manajemen di laporan keuangan. Oleh karena itu, sistem akuntansi yang efektif dapat
memberikan keyakinan memadai bahwa transaksi yang dicatat atau terjadi adalah:
a. Sah
b. Telah diotorisasi
c. Telah dicatat
d. Telah dinilai dengan wajar
e. Telah digolongkan dengan wajar
f. Telah dicatat dalam periode seharusnya
g. Telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan benar
Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua orang yang terlibat
dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaitan dengan
pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi.
Komunikasi ini mencakup sistem pelaporan penyimpanan kepada pihak yang lebih
tinggi dalam entitas. Pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan,
daftar akun, merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi dalam
pengendalian intern.
5. Monitoring (Pemantauan)
Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern yang telah
dilaksanakan sepanjang waktu. Aktivitas ini meliputi penilaian secara langsung atas
pengendalian intern yang telah dijalankan oleh perusahaan
bahwa pengendalian telah dilakukan dengan semestinya.

untuk

menentukan

Risiko Audit
A. Risiko Audit
Risiko audit adalah risiko bagi auditor untuk membuat kesalahan dalam memberikan
pendapat atas laporan keuangan, karena gagal mengungkap salah saji material.
Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit,risiko
audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah
saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko
audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas
dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara
individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada
tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam
menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat
yang rendah.
B. Unsur Risiko Audit
1. Risiko Bawaan
Kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji
material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah
saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu
dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih
mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang
tunai lebih mudah dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dart jumlah
yang berasal dart estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar
dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta.
Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan.
2. Risiko Pengendalian
Risiko yang terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah
atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini
ditentukan oleh evektifitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern untuk

mencapai tujuan umum pengendalian intern yang relevan dengan audit atas laporan
keuangan entitas. Risiko pengendalian tertentu akan selalu ada karena keterbatasan
bawaan dalam setiap pengendalian intern. Sebagai contoh, pengendalian intern
mungkin menjadi tidak evektif karena kelalayan manusia akibat ceroboh atau bosan
atau karena adanya kolosi diantara personel pelaksanaan.
3. Risiko Deteksi
Risiko yang disebabkan oleh kegagalan auditor dalam mendeteksi salah saji material,
setelah audit dilaksanakan sesuai dengan standar auditing. Risiko ini timbul sebagian
karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun
atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada,
walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian
lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang
tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan
secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat
yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan
praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
C. Materialitas
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai:
Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan
memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang
yang mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
penghapusan atau salah saji tersebut.
Oleh karena auditor bertanggung jawab menentukan apakah terdapat salah saji
informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan
perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adnaya penghilangan atau salah saji
tersebut.Jika klien menolak untuk mengoreksi salah saji tersebut, maka auditor harus
menerbitkan opini wajar dengan pengecualian atau tidak wajar, bergantung pada seberapa
signifikan salah saji tersebut.Untuk menentukan hal tersebut, auditor sangat bergantung
pada pengetahuan yang mendalam atas penerapan materialitas.
D. Konsep Materialitas
Dari definisi materialitas di atas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan
baik (1) kedaan yang berkaitan dengan entitas dan (2) kebutuhan informasi pihak yang
akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditing. Sebagai contoh, suatu
jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu mungkin tidak material

dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda. Begitu
juga, kemungkinan terjadi perubahan materialitas dalam laporan keuangan dalam entitas
tertentu dari periode akuntansi yang satu ke perode akuntansi yang lain. Oleh karena itu,
auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas akun modal kerja harus lebih
rendah bagi perusahaan yang memiliki current ratio 4 : 1. Dalam mempertimbangkan
kebutuhan informasi pemakai informasi keuangan, semestinya harus dianggap, sebagai
contoh, bahwa pemakai informasi keuangan adalah para investor yang perlu mendapatkan
informasi memadai sebagai dasar untuk pengambilan keputusan mereka
Dalam audit atas laporan keuangan, audit itdak dapat memberikan jaminan bagi klien
atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat.
Audit tidak dapat memberikan jaminan karena ia tidak memeriksa setiap transaksi yang
terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi
yang terjadi telah dicatat, diringkas,digolongkan, dan dikompilasi secara mestinya ke
dalam laporan keuangan. Jika auditor diharuskan untuk memberikan jaminan mengenai
keakuratan laporan keuangan auditan, hal ini tidak mungkin dilakukan, karena akan
memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Di samping
itu, tidaklah mungkin seseorang menyatakan keakuratan laporan keuangan (yang berarti
ketepatan semua informasi yang disajikan dalam laporan keuangan), mengingat bahwa
laporan keuangan sendiri berisi pendapat, estimasi, dan pertimbangan tersebut tidak tepat
atau akurat seratus persen.
Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan kekayakinan
berikut ini:
1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam
laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan,
dan dikompilasi.
2. Auditor dapat memberikan kekayakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti
audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat
atas laporan keuangan auditan.
3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat ( atau memberikan
informasi dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai
keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena
kekeliruan dan kecurangan.
Dengan demikian ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh
auditor: konsep materialitas dan konsep risiko audit. Karena auditor tidak memeriksa
setiap transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan, maka ia bersedia

menerima beberapa jumlah kekeliruan kecil. Konsep materialitas menunjukan


seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan
keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. Berapa jumlah kekeliruan atau
salah saji yang auditor bersedia untuk menerimanya dalam laporan keuangan, namun
ia tetap dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian karena laporan
keuangan tidak berisi salah saji material. Konsep risiko audit menunjukan tingkat
risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan yang sebenarnya
berisi salah saji material.
E. Pertimbangan Awal Materialitas
Auditor menggunakan 2 cara dalam menerapkan materialitas; (1) pada saat perencanaan
audit,dan (2) pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit. Penetuan
materialitas dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan
kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi tmuan audit karena keadaan yang melingkupi
berubah dan informasi tambahan tentangklien yang diperoleh saat audit berlangsung.
Sebagai contoh, klien mungkin dapat memperoleh sumber pembelanjaan untuk
melanjutkan usahanya, yang pada saat audit direncanakan, audit meragukan kemampuan
klien dalam mempertahankan kelangsungan hidup usaha klien. Kemudian, audit yang telah
dilaksankan dapat memastikanbahwa karena sumber pembelanjaan tersebut, solvabilitas klien
dalam periode yang diaudit telah mengalami peningkatan secara signifikan. Dalam keadaan
ini, tingkat materialitas yang digunakan oleh auditor dalam mengevaluasi temuan audit dapat
lebih tinggi dibandingkan dengan materialitas perencanaan.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat
berikut ini:
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan
keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai
kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai