Resume Hana
Resume Hana
Dalam perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditing mengadakan suatu ikatan
perjanjian dengan auditor. Dalam ikatan perjanjian tersebut, klien menyerahkan pekerjaan
audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan
pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. langkah awal pekerjaan
audit atas laporan keuangan berupa pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
perikatan audit dari calon klien atau untuk menerima atau menghentikan perikatan audit dari
klien.
Dalam memutuskan apakah suatu perikatan audit dapat diterima atau ditolak, auditor
menempuh suatu proses yang terdiri dari enam tahap berikut ini :
1. Mengevaluasi integritas manajemen
Untuk dapat menerima perikatan audit, auditor berkepentingan untuk mengevaluasi
integrasi manajemen, agar auditor mendapat keyakinan bahwa manajemen perusahaan
klien dapat dipercaya, sehingga laporan keuangan yang diaudit bebas dari salah saji
material sebagai akibat dari adanya integrasi manajemen. Cara yang dapat ditempuh oleh
auditor dalam mengevaluasi integrasi manajemen adalah :
a. Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu.
b.
Meminta keterangan kepada pihak ketiga.
c. Melakukan review terhadap pengalaman auditor dimasa lalu berhubungan dengan
klien yang bersangkutan.
2. Mengindentifikasi keadaan khusus dan luar biasa
Berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan oleh auditor tentang kondisi khusus dan
resiko luar biasa yang mungkin berdampak terhadap penerimaan perikatan audit dari
calon klien dapat diketahui dengan cara :
a. Mengidentifikasi pemakaian laporan audit.
b. Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legal calon klien di masa
depan.
c. Mengevaluasi kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan calon klien di
audit.
3. Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit
Sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus mempertimbangkan apakah
ia dan anggota tim auditnya memiliki kompetensi memadai untuk melaksanakan
perikatan tersebut, sesuai dengan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI). Pertimbangan tersebut dilakukan dengan cara :
a. Mengidentifikasi anggota kunci tim.
Bentuk dan isi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien, namun surat
tersebut umumnya berisi:
Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk
menyampaikan hasil perikatan.
Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain suatu audit, dan
dengan keterbatasan bawaan pengendalian intern, terdapat risiko yang tidak dapat
dihindari tentang kemungkinan beberapa salah saji material tidak dapat terdeteksi.
Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi, dan informasi lain apa pun
yang diminta oleh auditor dalam hubungannya dengan audit.
diterapkan,
yang
(errors)
dan
kekeliruan
(irregularities)
Fokus utama kebijakan dan prosedur pengendalian yang berkaitan dengan sistem
akuntansi adalah transaksi dilaksanakan dengan cara mencegah salah saji dalam asersi
manajemen di laporan keuangan. Oleh karena itu, sistem akuntansi yang efektif dapat
memberikan keyakinan memadai bahwa transaksi yang dicatat atau terjadi adalah:
a. Sah
b. Telah diotorisasi
c. Telah dicatat
d. Telah dinilai dengan wajar
e. Telah digolongkan dengan wajar
f. Telah dicatat dalam periode seharusnya
g. Telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan benar
Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua orang yang terlibat
dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaitan dengan
pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi.
Komunikasi ini mencakup sistem pelaporan penyimpanan kepada pihak yang lebih
tinggi dalam entitas. Pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan,
daftar akun, merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi dalam
pengendalian intern.
5. Monitoring (Pemantauan)
Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern yang telah
dilaksanakan sepanjang waktu. Aktivitas ini meliputi penilaian secara langsung atas
pengendalian intern yang telah dijalankan oleh perusahaan
bahwa pengendalian telah dilakukan dengan semestinya.
untuk
menentukan
Risiko Audit
A. Risiko Audit
Risiko audit adalah risiko bagi auditor untuk membuat kesalahan dalam memberikan
pendapat atas laporan keuangan, karena gagal mengungkap salah saji material.
Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit,risiko
audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah
saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko
audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas
dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara
individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada
tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam
menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat
yang rendah.
B. Unsur Risiko Audit
1. Risiko Bawaan
Kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji
material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah
saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu
dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih
mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang
tunai lebih mudah dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dart jumlah
yang berasal dart estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar
dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta.
Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan.
2. Risiko Pengendalian
Risiko yang terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah
atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini
ditentukan oleh evektifitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern untuk
mencapai tujuan umum pengendalian intern yang relevan dengan audit atas laporan
keuangan entitas. Risiko pengendalian tertentu akan selalu ada karena keterbatasan
bawaan dalam setiap pengendalian intern. Sebagai contoh, pengendalian intern
mungkin menjadi tidak evektif karena kelalayan manusia akibat ceroboh atau bosan
atau karena adanya kolosi diantara personel pelaksanaan.
3. Risiko Deteksi
Risiko yang disebabkan oleh kegagalan auditor dalam mendeteksi salah saji material,
setelah audit dilaksanakan sesuai dengan standar auditing. Risiko ini timbul sebagian
karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun
atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada,
walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian
lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang
tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan
secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat
yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan
praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
C. Materialitas
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai:
Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan
memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang
yang mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
penghapusan atau salah saji tersebut.
Oleh karena auditor bertanggung jawab menentukan apakah terdapat salah saji
informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan
perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adnaya penghilangan atau salah saji
tersebut.Jika klien menolak untuk mengoreksi salah saji tersebut, maka auditor harus
menerbitkan opini wajar dengan pengecualian atau tidak wajar, bergantung pada seberapa
signifikan salah saji tersebut.Untuk menentukan hal tersebut, auditor sangat bergantung
pada pengetahuan yang mendalam atas penerapan materialitas.
D. Konsep Materialitas
Dari definisi materialitas di atas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan
baik (1) kedaan yang berkaitan dengan entitas dan (2) kebutuhan informasi pihak yang
akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditing. Sebagai contoh, suatu
jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu mungkin tidak material
dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda. Begitu
juga, kemungkinan terjadi perubahan materialitas dalam laporan keuangan dalam entitas
tertentu dari periode akuntansi yang satu ke perode akuntansi yang lain. Oleh karena itu,
auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas akun modal kerja harus lebih
rendah bagi perusahaan yang memiliki current ratio 4 : 1. Dalam mempertimbangkan
kebutuhan informasi pemakai informasi keuangan, semestinya harus dianggap, sebagai
contoh, bahwa pemakai informasi keuangan adalah para investor yang perlu mendapatkan
informasi memadai sebagai dasar untuk pengambilan keputusan mereka
Dalam audit atas laporan keuangan, audit itdak dapat memberikan jaminan bagi klien
atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat.
Audit tidak dapat memberikan jaminan karena ia tidak memeriksa setiap transaksi yang
terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi
yang terjadi telah dicatat, diringkas,digolongkan, dan dikompilasi secara mestinya ke
dalam laporan keuangan. Jika auditor diharuskan untuk memberikan jaminan mengenai
keakuratan laporan keuangan auditan, hal ini tidak mungkin dilakukan, karena akan
memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Di samping
itu, tidaklah mungkin seseorang menyatakan keakuratan laporan keuangan (yang berarti
ketepatan semua informasi yang disajikan dalam laporan keuangan), mengingat bahwa
laporan keuangan sendiri berisi pendapat, estimasi, dan pertimbangan tersebut tidak tepat
atau akurat seratus persen.
Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan kekayakinan
berikut ini:
1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam
laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan,
dan dikompilasi.
2. Auditor dapat memberikan kekayakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti
audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat
atas laporan keuangan auditan.
3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat ( atau memberikan
informasi dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai
keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena
kekeliruan dan kecurangan.
Dengan demikian ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh
auditor: konsep materialitas dan konsep risiko audit. Karena auditor tidak memeriksa
setiap transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan, maka ia bersedia