Anda di halaman 1dari 20

Makalah Landasan Filosofis Pendikakan

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya hanturkan kepada ALLAH SWT.Karena telah memberikan kita
kesehatan. Shalawat serta salam tetap kita curahkan kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW. Karena dengan perjuangan dan jihad dari dakwah beliau sekarang kita bisa
merasakan nikmatnya iman dan islam dari agama yang beliau sebarkan. Dan semoga kelak
kita menjadi umat yang beliau syafaati di padang tandus yang tidak kita temui syafaat selain
dari beliau.
Makalah ini dibuat dengan judul Landasan Filosofis Pendidikan diharapkan bisa
membuat pembaca mengerti tentang landasan-landasan fiosofis pendidikan,serta mengetahui
aliran-aliran pendidikan.
Makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan kekurangan
baik isi , atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami sangat mengharap kritik
dan saran untuk mrnyempurnakan makalah ini. Walaupun demikian makalah ini juga sangat
bermanfaat bagi kita karena dengan membaca makalah ini kita mengetahui Pengertian
landasan filosofis pendidikan dan aliran alirannya serta implikasinya terhadap pendidikan.
Demikian sebagai pengantar makalah ini

Gorontalo, Oktober 2012


Penulis

KATA PENGANTAR.........................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................

1.1 LatarBelakang...............................................................................................

1.2 RumusanMasalah...........................................................................................

1.3 Tujuan...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................

2.1 Pengertian Filsafat Pendidikan.........................................................................

2.2 Aliran Dalam Landasan Filosofis Pendikakan...................................................

2.2.1.

Aliran Idealisme....................................................................................

2.2.2.

Aliran Realisme.....................................................................................

2.2.3.

Aliran Perenialisme..............................................................................

2.2.4.

Aliran Esensialisme...............................................................................

10

2.2.5.

Aliran Pragmatisme dan progresivisme...............................................

11

2.2.6.

Aliran Eksistensialisme.........................................................................

12

2.3.

Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan....................................................

2.3.1.

Implikasi Bagi Guru..............................................................................

2.3.2.

Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan...............

14

2.3.3.

Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia........................

15

BAB III PENUTUP............................................................................................

20

3.1.

Simpulan................................................................................................

20

3.2.

Saran.....................................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................

21

13
13

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah


Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi

kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila
dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum
melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan
pendidikannya.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan
manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh
instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju
pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.
Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia,
maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya.
Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan
praktek pendidikannya.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang
dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk
memegang

peranan-peranan

tertentu

pada

masa

mendatang.

Kedua,

mentransfer

pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam
rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan
hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga tersebut memberikan pengerian
bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan
demikian pendidikan dapat menjadihelper bagi umat manusia.

Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam


berkaitannya dengan dunia pendidikan. Adapun cakupan landasan pendidkan adalah :
landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial budaya, landasan
psikologi, dan landasan ekonomi. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai landasan
filsafat.
Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat pendidikan, khususnya apabila ada
pertanyaan rasional yang seyogyanya tidak dapat dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu
pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan memandang filsafat yang membahas konsep dan
praktik pendidikan secara komprehensif sebagai bagian yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan
modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar tidak ketinggalan
perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas. Di sinilah perlunya konstruksi filosofis
yang mampu melandasi teori dan praktek pendidikan untuk mencapai keberhasilan substantif.
1.2.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas permasalah ini dapat dirumuskan menjadi:

1.

Apakah pengertian landasan filosofis pendidikan.

2.

Apa saja aliran filsafat dan bagaimana implikasinya terhadap pendidikan

1.3.

Tujuan.

1. Mengetahui pengertian landasan filosofis pendidikan


2. Mengetahui berbagai aliran filsafat dan implikasinya terhadap pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Pengertian Landasan Filosofis


Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan,

menyangkut keyakinan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat
pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita
kenal sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme
dan

Progresivisme

dan

Ekstensialisme

Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakahbependidikan
itu ? Mengapa pendidikan itu diperlukan ? Apa yang seharusnya menjadi tujuanya, dan
sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat
(falsafah).

Kata

filsafat

(philosophy)

bersumber

dari

bahasa

Yunani,philien berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Cinta berarti hasrat yang besar
atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaaan artinya kebenaran
sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan yang
sungguh-sungguh akan kebenaran sejati (Soetriono dan Rita Hanafi, 2007: 20).
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan
citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu.
Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan
tujuan dan cara-cara penyelenggaraaan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan
proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan jawaban secara kritis dan
mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti apa mengapa, kemana, dan
bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk
menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu

sangat penting karena hasil pendidikan itu akan segera tampak, sehingga setiap keputusan
dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan ketepatanya meskipun hasilnya belum dapat
dipastikan.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran
filsafat adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau
dari segi yang biasa diamati hanya sebagian kecil saja. Diibaratkan mengamati gunung es,
kita hanya mampu melihat yang diatas permukaaan laut saja. Sementara itu filsafat mencoba
menyelami sampai kedasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui
pikiran dan renungan yang kritis. Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu
metafisika, epistimologi, logika, dan etika, dengan kandungan materi masing-masing sebagai
berikut :
1)

Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakekat segala sesuatu yang terdapat di alam
ini. Dalam kaitanya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu :

(1) Manusia pada hakekatnyanya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau roh, yang lain
adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jiwa dari ikatan semu. Pendidikan
adalah untuk mengaktualisasi diri. Pandangan ini dianut oleh kaum Idealis,Scholastik, dan
bebrapa Realis.
(2)

Manusia

adalah

organism

materi.

Materialis,Eksperimentalis, Pragmatis, dan

Pandangan

ini

bebrapa realism.

dianut

kaum

Pendidikan

Naturalis,

adalah

untuk

hidup,Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan manusia menjadi menyenangkan.


2)

Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, Ada lima
sumber pengetahuan yaitu :

(1) Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedi


(2) Common sense, yang ada pada adat dan tradisi.
(3) Intuisi yang berkaitan dengan perasaan.

(4) Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman.


(5) Pengalaman yan terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
3)

Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar. Dengan
memahami filsafat logika di harapkan manusia bisa berpikir dengan mengemukakan
pendapatnya secara tepat dan benar.

4)

Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia mengenai nilai dan norma
masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat etika
sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk mengembangkan
perilaku manusia, anatara lain afeksi peserta didik. (Made Pidarta, 1997: 77-78).
Dalam filsafat terdapat empat teori kebenaran yaitu :

(1) Koheren yaitu, sesuatu akan benar bila konsisten dengan kebenaran umum
(2) Koresponden, sesuatu akan benar bila ia tepat dengan fakta yang dijelaskan.
(3) Pragmatisme, sesuatu dipandang benar bila konsekuensinya ber manfaat bagi kehidupan.
(4) Skeptivisme, kebenaran dicari secara ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap.
Kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat diatas, akan besar pengaruhnya
terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran kebenaran hasil kajian tersebut
pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan.
Peranan filsafat dalam pendidikan tersebut berkaiatan dengan hasil kajian antara lain tentang :
(1) Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makluk di dunia ini, seperti yang disimpulkan
sebagai zoo politicon ,homo sapiens ,animal educandum dan sebagainya.
(2) Masyarakat dan kebudayaanya.
(3) Keterbatasan manusia sebagai makluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
(4) Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan.
2.2.

Aliran Dalam Landasan Filosofis Pendikakan

Agar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut ini
diuraikan bebrapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini, Aliran itu ialah :
1) Idealisme,

2) Realisme,

3) Perenialisme,

4) Esensialisme,

5) Pragmatisme

dan

progresivisme, dan 6) Eksistensialisme


2.2.1. Aliran Idealisme
Menegaskan bahwa hakekat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa
yang dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran
berfilsafat spiritual atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenararan
atau nilai sejati yang obsolut dan abadi.Terdapat variasi pendapat beserta namanya masingmasing dalam aliran ini seperti spiritualisme, rasionalisme, neokantianisme, dan sebagainya.
Variasi itu antara lain menekankan pada akal dan rasio pada rasionalisme atau sebaliknya
pada ilham untuk irasionalisme, dan lain-alain. Meskipun terjadi variasi pendapat tersebut,
namun pada umunya aliran itu menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan
intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten, anatara lain melalui intropeksi
dan tanya jawab. Oleh karena itu sebagai lembaga pendidikan, sekolah berfungsi membantu
siswa mencari dan menemukan kebenaran, keindahan dan kehidupan yang luhur.
2.2.2. Aliran Realisme
Realisme demikian aliran filsafat ini kerap dipandang sebagai sisi keping yang
berbeda dari idealisme,hadir menjadi reaksi corak idealisme yang cenderung abstrak dan
metafisik. Instrumen utama realisme adalah indra dan terlepas dari asumsi pengetahuan yang
di konstruksi akal pikir. Ini menjadi pembeda tegas dengan idealisme yang justru lebih
bepegang pada kondisi-kondisi mental akal pikiran.
Selanjutnya realisme agaknya di pengaruhi dua filsuf terkemuka,yaitu Franci Bacon
(1561-1626) dengan pemikirannya tentang metodologi induktif serta John Locke tentang

konsep akal-pikir jiwa manusia yang disebut tabula rasa,ruang kosong tak ubahnya kertas
putih kemudian menerima impresi lingkungan.
2.2.3. Aliran Perenialisme
Istilah perenialismeberasal dari bahasa latin,yaitu dari akar perenis atau
perenial(bahasa inggris)yang berarti tumbuh terus melalui waktu ,hidup terus dari waktu ke
waktu atau abadi. Maka, pandangan selalu memercayai mengenai adanya nilai-nila,normanorma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini. Perenialisme memandang pendidikan sebagai
jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme merupakan aliran
filsafat mendasarkan padaatuan,bukan mencerai-beraikan;menemukan persamaan-persamaan,
bukan membanding-bandingkan; serta memahami isi,bukan melihat luar atas berbagai aliran
dan Pemikiran. Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang
tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan, seperti yang kita rasakan dewasa
ini, tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta
kesetabilan dalam perilaku pendidik. Perensialisme adalah aliran pendidikan yang
megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada
kebaikan universal.
Perenialisme menekankan keabadian teori kehikmatan yaitu :

Pengetahuan yang benar (truth)

Keindahan (beauty)

Kecintaan kepada kebaikan (goodness)


Oleh karena itu, dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan
atau perennial.
Prinsip pendidikan antara lain:

(1) Konsep pendidikan itu bersifat abadi karena hakekat manusia tidak pernah berubah.

(2) Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan makluk manusia yang unik, yaitu
kemampuan berpikir.
(3) Tujuan belajar adalah mengenal kebenaran abadi dan universal
(4) Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
(5) Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subject).
2.2.4. Aliran Esensialisme
Esensialisme kerap diungkapkan sebagai reaksi kedua terhadap progrevisisme tahun
1930-an. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
memiliki tata yang jelas.Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak
esensialisme. Dasar filosofi esensialisme terutama memandang bahwa setiap jenis tertentu
tidak lain adalah entitas yang memiliki seperangkat karakteristik dan sifat yang bersifat
(given)atau terberikan sejak keberadaannya yang pertama kali. Esensialisme berupaya untuk
mengajar siswa dengan berbagai pengetahuan sejarah melalui mata kuliah inti dalam disiplin
akademis tradisional.Esensialisme juga bermaksud menanamkan pengetahuan sejarah melalui
mata kuliah inti dalam disiplin akademis tradisional.Esensialisme mempunyai tinjauan
mengenai kebudayaan dan pendidikan yang berbeda dangan progresivisme.
Filsafat pendidikan Esensialisme bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti
berabad-abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu
kebenaran secara kebetulan saja. Kebenaran yang esensial itu ialah kebudayaan klasik yang
muncul pada zaman romawi yang menggunakan buku-buku klasik ditulis dengan bahasa latin
yang dikenal dengan nama Great Book. Buku ini sudah berabad-abad lamanya mampu
membentuk manusia manusia berkaliber internasional. Inilah bukti bahwa kebudayaan ini
merupakan suatu kebenaran yang esensial. Tokohnya antara lain Brameld. Esensialisme

adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan
ajar esensial.
2.2.5. Aliran Pragmatisme dan progresivisme
Aliran progresivisme lahir di amerika, akhir abad 19 menjelang awal abad 20. Mulamula ,istilah ini bersifat sosiologi guna menyebut gerakan sosial politik di amerika, ketika
proses indrustrialisasi dan urbanisasi menjadi gejala yang begitu massif. John dewey(18591952) adalah satu tokoh yang kerap di pandang menjadi pelopor lahirnya aliran
progrevisisme. Sementara Dewey tidak lain adalah filsuf beraliran pragmatisme. Bisa
dikatakan bahwa progresivisme sangat di pengaruhi filsafat pragmatisme,yang lebih banyak
terpusat pada eksperimentasi-eksperimentasi yang berdasarkan investigasi-investigasi ilmiah
sains modern yang memandang betapa pengalaman selalu menjadi hal yang pokok dan
utama. Dalam gerakan pendidikan ini,sekolah-sekolah menjadi ruang yang benar-benar bebas
gejala-gejala indoktrinisasi dan praktik-praktik otoritatif.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus
dinilai dari segi kegunaan pragtis, dengan kata lain paham ini menyatakan yang berfaedah itu
harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada
manusia .aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
2.2.6. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme termasuk filsafat pendatang baru. Eksistensialisasi selalu menjadi
pemikiran filsafat yang berupaya untuk agar manusia menjadi dirinya,mengalami
individualitas. Eksistensi berarti berdiri sebagai diri sendiri. Aliran eksistensialisme terbagi
dua sifat,yaitu teistik(bertuhan)dan atteistik. Menurut eksistensialisme,ada dua jenis filsafat
tradisional,yaitu filsafat spekulatif dan filsafat skeptis.

Eksistensi membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya,mampu berada,eksis. Oleh
eksistensi,kursi dapat berada di tempat. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri
dan sadar akan tanggung jawabnya di masa depan adalah inti eksistensialisme.

2.3.

Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan

2.3.1. Implikasi Bagi Guru


Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka
filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja
professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan
dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercerminpada kompetensi
seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga
harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara
tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu
menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada
gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik
tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena
itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka
penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan

harus selalu dapat

dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang


dengan sendirinya melihatnya dalam perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian
tujuan-tujuan instruksional khusus.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala
ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan
mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini

hanya berhenti pada penerbitan prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara
subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan
antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu
saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot
yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didik akan melahirkan anarki, sedangkan
pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan
penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan
manusia.
2.3.2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori
tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita
masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salah satu prasaratnya
yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita
masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan
pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan
bangunan dasarnya.
Hal tersebut dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada
diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud
memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi
bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang
panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek
terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan
perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang
menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan
perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-

jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut di atas memiliki kesahihan,
sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau
seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan
yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang
memberi rambu-rambu yang memadai di dalam merancang serta mengimplementasikan
program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan
tugas-tugas keguruan di dalam konteks pendidikan (tugas professional, kemanusiaan
dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang
diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian
ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu
yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaah interpretif, normative dan kritis itu, seperti
telah diutarakan di dalam bagian uraian dimuka, dirumuskan ke dalam perangkat asumsi
filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi
program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud
merupakan batu ujian di dalam menilai perancang dan implementasi program, maupun
di dalam mempertahankan program dari penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun
dari serangan-serangan konseptual (Fadli, 2010).
2.3.3. Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia baru dalam tahap perhatian. Perhatian-perhatian terhadap
perlunya filsafat pendidikan itupun baru muncul disana-sini belum terkoordinasi menjadi
suatu perhatian besar untuk segera mewujudkanya. Kondisi seperti ini tidak terlepas dari
kesimpangsiuran pandangan para pendidik terhadap pendidikan itu sendiri,seperti telah
diungkapkan di atas.

Ada suatu hasil penelitian bertalian dengan hal di atas yang dilakukan oleh Jasin, dan kawankawanya (1994), dengan responden para mahasiswa PGSD, SI, S2, dan S3 IKIP Jakarta dan
para ahli pendidikan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Penelitian itu menemukan hal-hal
sebagai berikut :
1)

Lebih dari separo responden menginginkan penegasan kembali pengertian pendidikan dan
pengajaran.

2)

Hampir separo responden mahasiswa dan dosen berpendapat bahwa ilmu pendidikan kurang
dikembangkan, sementara itu seperlima para ahli pendidikan menyatakan pendidikan kurang
fungsional untuk menyiapkan para calon guru.

3)

Para mahasiswa dan dosen berpendapat pendidikan adalah ilmu mandiri, sementara itu
hampir sepertiga para ahli menyatakan ilmu pendidikan adalah ilmu terapan.

4)

Semua responden menyatakan kurang mengenal struktur ilmu pendidikan. Karena keragaman
pandangan di atas membuat responden terpecah menjadi sebagian mendukung pernyataan
guru tidak mendidik melainkan mengajar dan sebagian lagi menolak.
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat ditarik sejumlah masalah bertalian dengan ilmu
pendidikan, yaitu :

(1) Belum jelas pengertian pendidikan dan pengajaran.


(2) Ilmu Pendidikan kurang dikembangkan.
(3) Ilmu Pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru.
(4) Belum jelas apakah ilmu Pendidikan merupakan ilmu dasar atau ilmu terapan.
(5) Struktur ilmu pendidikan kurang dikenal.
(6) Belum jelas apakah guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar saja.
Keenam masalah tersebut di atas menunjukan bahwa pendidikan, khususnya
pendidikan sebagai ilmu belum ditangani. Mulai dari pengertian, apakah sebagai ilmu dasar
atau ilmu terapan, struktur ilmu itu, sampai dengan penerapannya pada para calon guru dan

guru-guru masih belum jelas. Kondisi ilmu pendidikan seperti ini terjadi karena memang
ilmu itu belum digali dan dikembangkan.
Untuk mengembangkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid,
terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus
membahas pendidikan yang tepat diterpkan dibumi Indonesia . Dengan kata lain, untuk
menemukan teori-teori pendidikan yang bercorak Indonesia dibutuhkan terlebih dahulu
rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia pula.
Bagaimana kiat untuk meningkatkan kegiatan usaha merumuskan filsafat pendidikan
Indonesia ini, yang kini baru dalam tahap perhatian yang bersifat sporadic? Tampaknya kiat
itu perlu disesuaikan dengan alam kebiasaan bangsa Indonesia saat ini. Sesuatu akan terjadi
secara relative lebih mudah bila gagasan itu bersumber dari dan disepakati atau disetujui oleh
pemerintah.

Filsafat

pendidikan

perkembanganya manakala

akan

pemrakarsa

lebih

dapat

mudah

menggugah

mendapat
hati

jalan

pemerintah

dalam
untuk

menyetujuinya.
Upaya mendorong pemerintah untuk memberi syarat akan pentingnya merumuskan
filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia sudah pernah dilakukan
menjelang sidang umum MPR (kompasa, 27 Nopembert 1992), sebagai satu sumbangaan
untuk bahan sidang umum itu. Namun GBHN 1993 sebagai produk sidang itu, tidak
mencantumkan perlunya perumusan filsafat dan teori pendidikan itu. Hal ini menunjukkan
kemauan politik pemerintah kearah itu belum ada. Mudah-mudahan di waktu-waktu yang
akan datang kemauan itu akan muncul.
Di samping kunci utama untuk memulai kegiatan pengembangan filsafat pendidikan
itu belum ada, ada lagi kunci kedua yang membuat sulitnya mengembangkan filsafat dan
teori pendidikan itu, yaitu kesulitan menjabarkan sila-sila Pancasila agar mudah diterapkan di
lapangan. Memang benar sila-sila Pancasila sudah dijabarkan menjadi 45 butir, tetapi

penjabanran itu belum tentu sesuai dengan kebiasaan kerja para ahli pendidikan yang
membuat hasil kerja mereka lebih mudah diterapkan di lapangan. Sampai sekarnag tidak
setiap ahli diperkenankan menjabarkan sila-sila Pancasila. Yang diperbolehkan menjabarkan
sila-sila itu hanya BP7 pusat, dengan maksud sangat mungkin unutk menghindari kesimpangsiuran makna sila-sila Pancasila itu sendiri.
Tetapi bila para ahli pendidikan yang berwenang merumuskan filsafat pendidikan tidak
diperkenankan menjabarkan atau menafsirkan sendiri sila-sila Pancasila itu akan membatasi
kebebasan mereka berfikir dan mewujudkan filsafat itu. Bila hal itu tidak bisa ditawar-tawar,
mungkin dapat diambil jalan kompromi yaitu dengan dibentuk tim yang anggotanya
beberapa ahli pendidikan dan beberapa anggota BP7 pusat. Dengan cara ini kemacetan salah
satu faktor penghambat pengembangan filsafat pendidikan di Indonesia dapat diatasi.
Andaikan isyarat untuk mewujudkan filsafat pendidikan sudah ada atau sudah ada
suatu kelompok yang berupaya merumuskan filsafat itu, maka ada beberapa hal yang harus
dipikirkan. Hal-hal yang dimaksud adalah:
(1) Apakah filsafat pendidikan yang akan dibentuk, yang sesuai dengan kondisi dan budaya
Indonesia akan diberi nama Filsafat Pendidikan Pancasila atau dengan nama lain ?
(2) Apakah filsafat pendidikan itu diambil dari filsafat pendidikan internasional yang sudah ada,
dengan memilih salah satu dari Esensilais, Perenialis, Progesivise, Rekonstruksionis, dan
Eksistensialis? Sehingga tinggal merevisi agar cocok dengan kondisi Indonesia.
(3) Ataukah filsafat itu dimunculkan bersumber dari filsafat-filsafat umum yang berlaku secara
Internasional, seperti yang dilaksanakan oleh Negara Australia. Ahli pendidikan di
Australia menyatakan filsafat yang mendasari pendidikan mereka adalah Liberal, Demokrasi,
dam

multicultural

Seakan-akan

mereka

tidak

memiliki

filsafat

pendidikan ( Made Pidarta, 1997 : 102 ).


ISPI (1989) mengingatkan bahwa tugas utama para ahli ilmu Pendidikan adalah

khusus

tentang

(1) mengungkapkan pikiran yang sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat Pancasila
dalam filsafat pendidikan nasional yang akan dibentuk, dan
(2) dalam mengungkapkan sumber-sumber dari luar termasuk teori pendidikan dan perlu diadakan
saringan-saringan agar sesuai dengan filsafat negara kita (Made Pidarta, 1997 : 104).

BAB III
PENUTUP
3.1.

Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

a.

Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam sampai ke akar-akarnya,
sedang kebenaran ilmu itu bersifat relative, karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi
yang diamati dan hanya sebagian kecil saja.

b.

Untuk mengembangkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih
dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas
pendidikan yang tepat diterpkan dibumi Indonesia.

d.

Di Indonesia belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikanyang
bercorak Indonesia.
3.2.

a.

Saran-Saran

Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi makalah
kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang tercantum dalam daftar pustaka.

b.

Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah
ini.

DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Syamsul. 2007. Landasan Pendidikan. (http://www.wordpress.com/
syamsulbolg.html, diakses tanggal 12 Pebruari 2011).
Fadli, 2010, Landasan Filsafat Dalam Pendidikan, (http://fadlibae.wordpress.com/diakses
tanggal 19 Pebruari 2011).
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia Jakarta : Rineka Cipta.
PTS Online. 2007. Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan.
(http://www.pts.co.id/filsafat.asp, diakses tanggal 22 Pebruari 2011).
Setiawan, Muhammad. 2007. Filsafat Pendidikan dan Implikasinya. RBI-Online.(www.rbionline.com/filsafat-pendidikan-dan-implikasinya.html, diakses tanggal 17 Pebruari 2011).
Soetriono dan SRDm Rita Hanafi, 2007, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Yogyakarta
: C.V Andi Ofset.
Landasan Filsafat Pendidikan Di Indonesia

(http://wulandhary.blogspot.com/2012/06/landasan-filsafat-pendidikan-di.html)
Diposkan 22nd October 2012 oleh Imran

Anda mungkin juga menyukai