Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah
orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu
tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal.
Gejala yang paling khas pada hemiparesis, kelemahan ekstremitas sesisi, hilang
sensasi wajah, kesulitan bicara dan kehilangan penglihatan sesisi (Irfan, 2010). Data 28 RS di
Indonesia, pasien yang mengalami gangguan motorik sekitar 90,5% (Misbach & Soertidewi,
2011). Pemulihan kekuatan ekstremitas masih merupakan masalah utama yang dihadapi oleh
pasien yang mengalami hemiparesis. Sekitar 80% pasien mengalami hemiparesis akut di
bagian ekstremitas atas dan hanya sekitar sepertiga yang mengalami pemulihan fungsional
penuh (Beebe & Lang, 2009). Untuk meminimalkan angka kecacatan pada orang yang
menderita hemiparese maka dapat dilakukan fisioterapi. Rata rata pasien yang mengalami
hemiparese pada ekstremitas atas kekuatan ototnya berkisar antara 0-3.
MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda-tanda dan gejala yang terdapat pada hemiparese sinistra disesuaikan
dengan stadiumnya, yaitu:
a. Stadium akut
Paralisis, pupil mata melebar. Kadang satu pupil lebih lebar dari yang lain
disebabkan oleh paralysis dari iris/otot mata, denyut jantung dan nadi tidak teratur
biasanya lambat. Anggota gerak yang terkena menjadi fleksid paralysis, semua reflek
hilang. Pada stadium ini terjadi penurunan kesadaran yang dinamakan opopletik fit.
Serangan ini dapat didahului dengan sakit kepala, pusing tapi kadang-kadang tanpa
keluhan, maka penderita menjadi pucat, nafas bersuara berat karena saluran nafas
terhalang oleh lidah.
b. Stadium recovery
Stadium ini dimulai dengan tanda pulsa/denyut nadi menjadi lebih cepat,
temperatur/suhu tubuh naik, penderita gelisah, mudah terkejut dan kadang sulit tidur.
Sistem reflek kembali seperti semula pada system sehat, otot yang mengalami fleksid
paralisis menjadi spastik. Kebanyakan otot yang terserang berada dalam keadaan
fleksid untuk beberapa hari sampai 2 atau 3 minggu, terutama pada daerah lengan dan
jari tangan.
c. Stadium spastisitas
Keadaan otot dan reflek sudah mulai kembali, tetapi berlebihan, timbul ankle
klonus dan reflek patologi (babinski sign). Lengan masih dalam keadaan serangan
yang lebih berat dibanding dengan tungkai dan wajah. Biasanya lengan terfiksir
melekat pada badan dengan posisi adduksi shoulder, semi fleksi elbow, lengan bawah
pronasi, wrist dan finger fleksi ini merupakan posisi karakteristik. Tungkai terfiksir
pada ibu jari oposisi, posisi lutut ekstensi, plantar fleksi, eksternal rotasi dan
mengalami drop foot. Bila wajah yang terkena serangan, dampaknya lebih ringan dan
yang terkena adalah wajah bagian bawah. Lidah akan membelok ke samping bagian
paralysis.