Anda di halaman 1dari 3

Demokrasi Yang Di Benarkan Islam

Dalam Islam ada yang dikenal dengan istilah Syura atau musyawarah. Yang merupakan
derivasi (kata turunan) dari kata kerja syawara. Dan kata syawara mempunyai beberapa
makna, antara lain memeras madu dari sarang lebah; memelihara tubuh binatang ternak saat
membelinya; menampilkan diri dalam perang. Dan makna yang dominan adalah meminta
pendapat dan mencari kebenaran.
Dan secara terminologis, syura bermakna memunculkan pendapat-pendapat dari orangorang yang berkompeten untuk sampai pada kesimpulan yang paling tepat. (NizhamulHukmi Fil-Islam, Dr. Arif Khalil, hal. 236)
Meminta pendapat dan mencari kebenaran adalah salah satu prinsip dalam demokrasi yang
dianut sebagian besar bangsa di dunia. Didalam Islam bermusyawarah untuk mencapai
mufakat adalah hal yang disyariatkan.
Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. Asy-syura: 36)
Dengan ayat itu, kita memahami bahwa Islam telah memposisikan musyawarah pada tempat
yang agung. Syariat Islam yang lapang ini telah memberinya tempat yang besar dalam dasardasar tasyri (yurisprudensi). Ayat itu memandang sikap komitmen kepada hukum-hukum
syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satu faktor pembentuk kepribadian
Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebih menegaskan urgensi syura, ayat di
atas menyebutkannya secara berdampingan dengan satu ibadah fardhu ain yang tidaklah
Islam sempurna dan tidak pula iman lengkap kecuali dengan ibadah itu, yakni shalat, infak,
dan menjauhi perbuatan keji.
Hal tersebut menunjukan bahwa, Islam secara langsung menerapkan prinsip pengambilan
keputusan;musyawarah yang menjadi sendi utama dalam demokrasi modern (dari, oleh dan
untuk kepentingan rakyat).
https://pastipanji.wordpress.com (08 Maret 2016)
Demokrasi Yang Bertentangan Dengan Islam
Dalam demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat, konsekuensinya bahwa hak legislasi
(penetapan hukum) berada di tangan rakyat (yang dilakukan oleh lembaga perwakilannya,
seperti DPR). Sementara dalam Islam, kedaulatan berada di tangan syara, bukan di tangan
rakyat. Ketika syara telah mengharamkan sesuatu, maka sesuatu itu tetap haram walaupun
seluruh rakyat sepakat membolehkannya.

Disisi lain, kalau diyakini bahwa hukum kesepakatan manusia adalah lebih baik daripada
hukum Allah, maka hal ini bisa menjatuhkan kepada kekufuran dan kemusyrikan. Ketika
Rasulullah saw membacakan:


Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain
Allah. (QS. At Taubah : 31)
Ady bin Hatimr.a berkata:


Wahai Rasulullah mereka (org nashrany) tidaklah menyembah mereka (rahib).
Maka Rasul menjawab:


Benar, akan tetapi mereka (rahib dan org alimnya) menghalalkan apa-apa yang diharamkan
Allah maka mereka (org nashrany) menghalalkannya, dan mereka mengharamkan apa yang
dihalalkan Allah maka mereka (nashrany) mengharamkannya pula, itulah penyembahan
mereka (nashrany) kepada mereka (rahib dan org alimnya) [HR. Al Baihaqi, juga
diriwayatkan oleh at Tirmidzi dengan sanad Hasan]
Berkenaan dengan kebebasan beragama, Islam memang melarang memaksa manusia untuk
masuk agama tertentu. Namun demikian Islam mengharamkan seorang muslim untuk
meninggalkan aqidah Islam. Rasulullah bersabda:
Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka bunuhlah dia.(HR
Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ashabus Sunan).
Adapun kebebasan berpendapat, Islam memandang bahwa pendapat seseorang haruslah
terikat dengan apa yang ditetapkan oleh syariat Islam. Artinya seseorang tidak boleh
melakukan suatu perbuatan atau menyatakan suatu pendapat kecuali perbuatan atau pendapat
tersebut dibenarkan oleh dalil-dalil syara yang membolehkan hal tersebut. Islam
mengharuskan kaum muslimin untuk menyatakan kebenaran dimana saja dan kapan saja.
Rasulullah saw bersabda :
Dan kami(hanya senantiasa) menyatakan al-haq (kebenaran) dimana kami berada, kami
tidak khawatir (gentar) terhadap cacian tukang pencela dalam melaksanakan ketentuan
Allah. (HR Muslim dari Ubadah bin Shamit).
Berkaitan dengan kepemilikan, Islam melarang individu menguasai barang hak milik umum,
seperti sungai, barang tambang yang depositnya besar, dll, juga melarang cara
mendapatkan/mengembangkan harta yang tidak dibenarkan syara seperti riba, judi, menjual
barang haram, menjual kehormatan, dll.
www.mtaufiknt.wordpress.com(08 Maret 2016)

Anda mungkin juga menyukai