Anda di halaman 1dari 11

HUKUM TRADISI KENDURI DAN TAHLILAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Aswaja

Disusun oleh :
Kelas 7C PAI
Dosen pembimbing :
Drs. Imam Haramain, M. Pd I

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS HASYIM ASYARI
TEBUIRENG JOMBANG
2014

BAB I
PEMBAHASAN
A. Definisi Tahlilan
Tahlilan berasal dari kata Hallala-Yuhallilu-Tahliilan, yaitu membaca kalimat
Laailaaha illallaahu (Tiada Tuhan selain Allah). Bila dilihat dari definisi ini sudah
barang tentu tahlilan hukumnya wajib, atau paling tidak mubah. Bila ada dari orang Islam
yang mengatakan haram membaca Tahlil (berdasarkan definisi ini) maka ia wajib ditegur,
dinasehati, bahkan bila perlu diperangi. Namun tahlilan juga mempunyai makna lain,
dimana tahlilan bukan hanya diartikan sebagai bacaan kalimat syahadat belaka seperti
pada makna diatas tadi, akan tetapi tahlilan diartikan sebagai suatu bentuk ritual
keagamaan dalam rangka mengirim doa, memohonkan ampunan kepada Allah, dan
memohonkan syafaat kepada baginda Muhammad SAW untuk para ruh, baik itu orang
tua kita sendiri, anak, kerabat, kawan, dan guru, serta kaum muslim-muslimat yang telah
wafat. Tahlilan dilakukan diberbagai acara. Seperti selamatan kematian (hari pertama
sampai hari ke tujuh, hari ke lima belas, empat puluh hari, seratus hari, dan satu tahun
yang dikenal dengan nama haul), ziarah ke kubur, pembukaan dari suatu acara, dan
berbagai macam acara lainnya. Bahkan saat ulang tahun atau tasyakuran menyambut
tahun baru pun tahlilan juga diselenggarakan.
Umumnya, tahlilan dibuka dengan pembacaan istighfar, lalu pembacaan surat Al
Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat beliau, para
guru, para almarhum-almarhumah dari si shahibul walimah, dan untuk seluruh kaum
muslim-muslimat. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan surat Yaasin, Al Ikhlash, Al
Muawwidzatain, awal dan akhir surat Al Baqarah. Setelah itu pembacaan kalimat tahlil
(laa ilaaha illallaahu), kalimat tasbih (Subhaanallaahi wa bihamdihi), dan terakhir
pembacaan shalawat kepada baginda Nabi SAW kemudian ditutup dengan pembacaan
doa. Di beberapa tempat, acara tahlilan ini juga diisi dengan pembacaan riwayat Nabi
SAW, seperti Barzanzi dan Dibai. Sebelum acara tahlilan ditutup biasanya juga diisi
terlebih dahulu dengan pemberian tausyiah atau mauidzatul hasanah, nasehat dan
wejangan dari seorang atau beberapa ulama untuk keluarga shahibul walimah maupun
kepada jamaah yang hadir. Biasanya tema besarnya adalah menyangkut persoalan
kematian. Apabila acara tahlilan ini diselenggarakan atas permintaan seseorang, maka
saat seluruh rangkaian acara ini selelai, sebagai ungkapan terima kasih dari shahibul
walimah kepada para jamaah yang telah hadir, biasanya diberikan berkat, yakni semacam

oleh-oleh buat jamaah. Ada yang berupa nasi lengkap dengan lauknya, ada juga berupa
bahan sembako. Semua tergantung pada kemampuan si shahibul walimah itu sendiri.
B. Dasar Hukum Tahlilan
Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk
sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama. Yaitu
berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT dengan
cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asmaul
husna, shalawat dan lain-lain.
Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah
atau namanya saja yang berbeda namun hakikatnya sama. (Tahlil artinya adalah lafadh
Laa ilaaha illallah) Lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara tahlilan atau dzikir dan
berdoa bersama yang berkaitan dengan acara kematian untuk mendoakan dan
memberikan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia ? Dan apakah hal
itu bermanfaat atau tersampaikan bagi si mayyit ?
Menghadiahkan Fatihah, atau Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau shadaqah, atau
Qadha puasanya dan lain lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan Nash yg Jelas
dalam Shahih Muslim hadits no.1149, Bahwa:
seorang wanita bersedekah untuk Ibunya yg telah wafat dan diperbolehkan oleh Rasul saw,


Artinya:
Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah datang seorang lelaki pada nabi saw seraya berkata :
Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal mendadak sebelum berwasiat, kukira bila
ia sempat bicara mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku bersedekah atas namanya?, Rasul
saw menjawab : Boleh (Shahih Muslim hadits no.1004).
dan adapula riwayat Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa seorang sahabat menghajikan
untuk Ibunya yg telah wafat, dan Rasulullah SAW pun menghadiahkan Sembelihan Beliau
SAW saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya, Wahai Allah terimalah sembelihan
ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari Ummat Muhammad (Shahih Muslim
hadits no.1967).

C. Sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian


Perintis, pelopor dan pembuka pertama penyiaran serta pengembangan Islam di
pulau jawa adalah para ulama/mubaligh yang berjumlah sembilan, yang popular dengan
sebuatan wali songo. Atas perjuangan mereka, berhasil mendirikan sebuah kerajaan Islam
pertama di Pulau Jawa yang berpusat di Demak Jawa Tengah. Para ulama yang sembilan
dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa yang mayoritas
penduduknya beragama Hindu dan Budha mendapat kesulitan dalam membuang adat
istiadat upacara keagamaan lama bagi mereka yang telah masuk Islam. Para ulama yang
sembilan (wali songo) dalam menangguangi masalah adat istiadat lama bagi mereka yang
telah masuk Islam terbagi menjadi dua aliran yaitu ALIRAN GIRI dan ALIRAN
TUBAN. ALIRAN GIRI adalah suatu aliran yang dipimpin oleh Raden Paku (Sunan Giri)
dengan para pendukung Raden Rahmat (Sunan Ampel), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan
lain-lain. Aliran ini dalam masalah ibadah sama sekali tidak mengenal kompromi dengan
ajaran Budha, Hindu, keyakinan animisme dan dinamisme. Orang yang dengan suka rela
masuk Islam lewat aliran ini, harus mau membuang jauh-jauh segala adat istiadat lama
yang bertentangan dengan syariat Islam tanpa reseve. Karena murninya aliran dalam
menyiarkan dan mengembangkan Islam, maka aliran ini disebut ISLAM PUTIH. Adapun
ALIRAN TUBAN adalah suatu aliran yang dipimpin oleh R.M. Syahid (Sunan Kalijaga)
yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung
Djati. Aliran ini sangat moderat, mereka membiarkan dahulu terhadap pengikutnya yang
mengerjakan adat istiadat upacara keagamaan lama yang sudah mendarah daging sulit
dibuang, yang penting mereka mau memeluk Islam. Agar mereka jangan terlalu jauh
menyimpang dari syariat Islam. Maka para wali aliran Tuban berusaha adat istiadat
Budha, Hindu, animisme dan dinamisme diwarnai keislaman.
D. Memberi Jamuan Terhadap Tamu


artinya:
Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah datang seorang lelaki pada nabi saw seraya berkata :
Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal mendadak sebelum berwasiat, kukira bila
ia sempat bicara mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku bersedekah atas namanya?, Rasul
saw menjawab : Boleh (Shahih Muslim hadits no.1004).

Berkata Al Hafidh Al Imam Nawawi rahimahullah :


Dan dalam hadits ini (hadits riwayat shahih muslim diatas) menjelaskan bahwa shadaqah
untuk mayit bermanfaat bagi mayit, dan pahalanya disampaikan pada mayyit, demikian pula
menurut Ijma (sepakat) para ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas sampainya
doa doa (syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 7 hal 90)
Maka bila keluarga rumah duka menyediakan makanan dengan maksud bersedekah
maka hal itu sunnah, apalagi bila diniatkan pahala sedekahnya untuk mayyit, demikian
kebanyakan orang orang yg kematian, mereka menjamu tamu2 dengan sedekah yg pahalanya
untuk si mayyit, maka hal ini sunnah.
Lalu mana dalilnya yg mengharamkan makan dirumah duka?
Mengenai ucapan para Imam itu, yg dimaksud adalah membuat jamuan khusus untuk
mendatangkan tamu yg banyak, dan mereka tak mengharamkan itu :
Perlu diketahui bahwa Makruh adalah jika dihindari mendapat pahala dan jika dilakukan
tidak mendapat dosa.
1. Ucapan Imam nawawi yg anda jelaskan itu, beliau mengatakannya tidak disukai
(ghairu Mustahibbah), bukan haram, tapi orang wahabi mencapnya haram padahal
Imam Nawawi mengatakan ghairu mustahibbah, berarti bukan hal yg dicintai, ini
berarti hukumnya mubah, dan tidak sampai makruh apalagi haram, dan yg dimaksud
adalah

mengundang

orang

dengan

mengadakan

jamuan

makanan

(ittikhaadzuddhiyafah), beda dengan tahlilan masa kini bukanlah jamuan makan,


namun sekedar makanan ala kadarnya saja, bukan Jamuan, hal ini berbeda dalam
syariah, jamuan adalah makan besar semacam pesta yg menyajikan bermacam
makanan, ini tidak terjadi pada tahlilan manapun dimuka bumi, yg ada adalah sekedar
besek atau sekantung kardus kecil berisi aqua dan kue kue atau nasi sederhana
sekedar sedekah pada pengunjung, maka sedekah pada pengunjung hukumnya
sunnah.
2. Imam Ibnu Hajar Al Haitsamiy menjelaskan adalah :

Mereka yg keluarga duka yg membuat makanan demi mengundang orang adalah hal Bidah
Munkarah yg makruh (bukan haram).
Semoga anda mengerti bahasa, bahwa jauh beda dengan rumah duka yg
menyuguhkan makanan untuk tamu yg mengucapkan bela sungkawa, jauh berbeda dengan
membuat makanan demi mengundang orang agar datang, yg dilarang (Makruh) adalah
membuat makanan untuk mengundang orang agar datang dan meramaikan rumah, lihat
ucapan beliau, bidah buruk yg makruh, bukan haram. Jika haram maka ia akan menyebutnya
: Bidah munkarah muharramah, atau cukup dengan ucapan Bidah munkarah, maka itu
sudah mengandung makna haram, tapi tambahan kalimat makruh, berarti memunculkan
hukum sebagai penjelas bahwa hal itu bukan haram. Entahlah para wahabi itu tak faham
bahasa atau memang sengaja menyelewengkan makna, sebab keduanya sering mereka
lakukan, yaitu tak faham hadits dan menyelewengkan makna.
Dalam istilah istilah pada hukum syariah, sungguh satu kalimat menyimpan banyak
makna, apalagi ucapan para Muhaddits dan para Imam, dam hal semacam ini sering tak
difahami oleh mereka yg dangkal dalam pemahaman syariahnya.
E. Pendapat Ulama Organisasi Tentang Tahlilan
1. Nahdlatul Ulama (NU)
NU atau Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan Ulama') sejak awal memang terkenal
dengan kegiatan tahlilan-nya. Kegiatan tahlilan menyebarkan bahkan mengakar di
lingkungan masyarakat yang tersebar dakwah nahdliyyin, walaupun sebenarnya
tahlilan tidak hanya dilakukan oleh warga nahdliyyin namun juga kaum Muslimin
lainnya sebab tahlilan sudah ada sejak dahulu bahkan tidak hanya di Indonesia.
Tahlilan banyak dibahas dalam buku-buku yang diterbitkan, situs remsinya
http://www.nu.or.id, majalah-majalah yang diterbitkan NU dan lain sebagainya
juga artikel-artikel yang ditulis oleh Masyayikh NU bahkan santri-santri NU baik
senior maupun junior, termasuk juga para simpatisannya. Yang mana intinya
tahlilan diterima, dilaksanakan dan dipertahankan dengan baik oleh mereka.
Diantaranya Hal ini didasarkan pada beberapa kenyataan sebagai berikut:
a. Secara historis,keberadaan tahlil di Indonesia sudah ada jauh sebelum
munculnya berbagai organisasi keagamaan baik yg mendukung atau
menolaknya. Pada mulanya tradisi yg sarat dengan tasawuf ini dilakukan di
pesantren dan kraton ,namun lambat laun dapat diterima oleh seluruh
masyarakat Indonesia sehingga menjadi tradisi keagamaan yg tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan masyarakat.

b. Munculnya konflik keberterimaan tahlil oleh berbagai kelompok yg


menolaknya sebenarnya hanya terjadi pada tingkat elit kelompok tersebut.
Sementara ditingkat bawah tradisi tahlil tetap dilaksanakan, baik oleh massa
dari kelompok yg membolehkannya juga massa dari kelompok yg
membidahkannya.
c. Tahlil merupakan tradisi yg memiliki dimensi ketuhanan (Hablun minallah) yg
mampu memberikan siraman rohani,ketenangan,kesejukan dan peningkatan
keimanan juga memiliki dimensi social (Hablun minannas) yg mampu
menumbuhkan rasa persaudaraan,persatuan dan kebersamaan. Keyakinan
seperti itu jelas-jelas diungkapkan oleh masyarakat muslim dari berbagai
golongan baik kaum konservatif, modernis, dan abangan.
d. Tahlil adalah masalah khilafiyah sehingga seharusnya tidak menjadi
penghalang akan kebersamaan dan persatuan umat islam terutama untuk
menegakkan ukhuwah islamiyah.
2. Muhammadiyah
Organisasi yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan ini termasuk organisasi yang
dikenal sebagai organisasi tidak menyetujui kegiatan tahlilan. Sehingga inilah
yang kadang menjadi perdebatan dengan Nahdlatul 'Ulamaa', namun pada
dasarnya perdebatan terjadi pada tingkat elit dalam bidang keilmuan Islam,
sedangkan pada tingkat akar rumput, masyrakat kebanyakan berbaur dalam
kegiatan tahlilan walaupun ada juga yang tidak. Berikut diantara pernyataan resmi
Muhammadiyah terkait tahlilan dalam sebuah jawaban dari pertanyaan dari Siswo
S., Mojokerto, Jawa Timur (disidangkan pada Jumat, 19 Ramadan 1429 H / 19
September 2008 M) :
"Masalah tahlilan orang yang meninggal dunia merupakan masalah khilafiyah
(terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama). Di kalangan para
pendukung gerakan Islam pembaharu (tajdid) yang berorientasi kepada pemurnian
ajaran Islam, seperti Muhammadiyah, sepakat memandang tahlilan orang yang
meninggal dunia sebagai bid'ah yang harus ditinggalkan karena tidak ada
tuntunannya dari Rasulullah. Adapun para pendukung gerakan Islam tradisional
maupun gerakan tarekat, cenderung membolehkan dan bahkan menganjurkan
tahlilan bagi orang yang meninggal dunia"
3. Front Pembela Islam

Organisasi yang sangat aktif amar ma'ruf nahi mungkar dan di asuh oleh al-Habib
Rizieq Syihab bukanlah organisasi yang kontra tahlilan namun organisasi yang
selalu mengamalkan tahlilan termasuk juga cabang-cabangnya. Sedangkan berikut
sedikit informasi yang mudah diketahui tentang tahlilan FPI. "Penangkapan 58
anggota FPI termasuk sang Ketua Habib Rizieq Shihab membuat para anggota
FPI yang tersisa cukup syok. Tahlilan dan pengajian pun digelar. Tahlilan diikuti
sekitar 30-an anggota FPI usai salat Magrib di Masjid Al Islah, Rabu (4/6) malam.
Usai salat isya, tahlilan dilanjutkan dengan pengajian yang diisi ceramah seorang
habib. " [Sumber] Di lingkungan penulis, cabang FPI selalu aktif merayakan
Maulid Nabi, Tahlilan, Haul, khususnya pada malam tertentu, yang kebetulan di
lingkungan penulis dilakukan setiap selasa sore dan hingga malam rabunya.
4. Majelis Rasulullah
Hadirnya Majelis Rasulullah (http://www.majelisrasulullah.org) yang di asuh oleh
al-'Allamah al-'Arif Billah al-Habib Munzir al-Musawa memberikan angin segar
kepada mereka yang pro tahlilan, sebab didalam website tersebut terutama
didalam forum tanya jawabnya cukup banyak menjawab pertanyaan seputar
tahlilan.
"Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan
untuk sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama. Yaitu
berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah
Subhanahu wa Taalaa dengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti
tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asmaul husna, shalawat dan lain-lain. Maka sangat
jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya
saja yang berbeda namun hakikatnya sama."
F. Titik Kontroversi Tahlilan
Jadi, sudah hampir dipastikan, tahlilan yang selama ini diperdebatkan adalah
tahlilan dalam pengertian kedua, yakni suatu bentuk ritual-keagamaan yang di
dalamnya berisikan diantaranya pembacaan ayat-ayat Al Quran dan zikir untuk
kemudian pahalanya dihadiahkan kepada para almarhum-almarhumah. Dimana titik
perdebatannya ada pada persoalan sampai atau tidaknya doa, dzikir, pembacaan surat
dari Al Quran, sedekah itu kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Terlebih
bila semua itu dilakukan bukan oleh anak si mayyit tersebut. Dan pada akhirnya
muncullah vonis bidah terhadap umat Muslim yang mengerjakan tahlilan.
G. Pendapat Imam Mazhab

1. Pendapat Mutazilah
Yang berpendapat bahwa hadiah pahala itu tidak sampai kepada orang yg
meninggal dunia adalah ahlu bidah dan kaum mutazilah. Ibnu al-Qayyim
menyatakan Para ahli bidah dari kalangan ahli kalam berpendapat bahwa pahala
baik berupa doa atau lainnya sama sekali tidak sampai kepada orang yg telah
meninggal dunia (al-Ruh,117). Imam al-Syaukani menambahkan Terjadi
perbedaan pendapat mengenai persoalan sampai tidaknya pahala selain sedekah
kepada orang yg telah meninggal dunia. Golongan mutazilah berpendapat bahwa
pahala selain sedekah tidak sampai (Nail al-Aithar,IV,142)
2. Pendapat Imam Syafii
Muhammad Ahmad Abdissalam menyatakan bahwa menurut pendapat yg
masyhur dari madzhab SyafiI serta segolongan dari ashhab al-SyafiI bahwa
pahala membaca al-Quran tidak sampai kepada mayit (Hukmu al_qiraah LiAmwat,18-19). Menyikapi pernyataan ini salah seorang tokoh Syafiiyah,yakni
Zakariya al-Anshari menyatakan Sesungguhnya pendapat yg masyhur dalam
madzhab SyafiI mengenai pembacaan al-Quran adalah apabila tidak dibaca di
hadapan mayit serta pahalanya tidak diniatkan sebagai hadiah, atau berniat tetapi
tidak didoakan(Hukm al-Syariah al-Islamiyah Fi Matam al-Arbain,43). Hal ini
didasarkan pada pernyataan imam SyafiI Disunnahkan membaca sebagian ayat
al-Quran di dekat mayit,dan lebih baik jika mereka (pelayat) membaca al-Quran
sampai khatam. (Dalil al-Falihin,IV,103). Dan banyak riwayat yg menyatakan
bahwa Imam SyafiI berziarah ke makam Laits bin Saad dan membaca al-Quran
di makam tersebut.Sudah popular diketahui banyak orang bahwa Imam SyafiI
pernah berziarah ke makam Laits bin Saad. Beliau memujinya dan membaca AlQuran sekali khatam di dekat makamnya. Lalu ia berkata Saya berharap bahwa
hal ini senantiasa berlanjut dan terus dilakukan(Al-Dakhirah al-Tsaminah,64).

BAB II
KESIMPULAN
Tradisi tahlilan menurut pendapat para Ulama yang mengikuti faham Imam Syafii
boleh boleh saja, bahkan hukumnya bisa sunah, karena berdasarkan makna dari hadis Shahih
Muslim hadits no.1004 yang intinya adalah apabila orang bersedekah dan fahalanya
disedekahkan kepada orang yang meninggal dan perbuatan ini Rasulullah tidak melarangnya,
itu artinya jika tradisi tahlil ini dilaksanakan tidak akan sia-sia bahkan seluruh rangkaian
peramalan tahlilan mengandung berkah, karena niat yang tulus dan sedekah yang dilakukan
adalah merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Agama.

DAFTAR PUSTAKA
Al Hikam, http://www.mambaulhikam.org/content/view/36/36/1/2, dikutip tgl 07 Januari
2012
Habib Munzir Al Musawa, Forum Majelis Rasulullah, http://majelisrasulullah.org, dikutip tgl
07 Januari 2012
Vandenboz, www.kaskus.us/showthread.php?t=4135127, dikutip tgl 07 Januari 2012
al-Ustadz al-Fadlil Ali Asyhar Ketua PC. Lakpesdam NU Bawean & Dosen UNSURI Hasan
Jufri,
www.ashhabur-royi.blogspot.com/2011/01/tahlil-dalam-perspektif-al-quran-sunnah.html,
dikutip tgl 07 Januari 2012
al-Faqir

Ats-Tsauriy,

www.ashhabur-royi.blogspot.com/2011/03/peta-organisasi-tahlilan-

dalam_18.html, dikutip tgl 07 Januari 2012


Al hikam, www.mambaulhikam.org/content/view/36/36/1/2, dikutip tgl 07 Januari 2012
Disusun oleh : Huzair i Ahma

Anda mungkin juga menyukai