Anda di halaman 1dari 29

Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara

5.54 AM

Achmad Anshori

Di kesempatan kali ini, saya akan berbagi pengetahuan tentang kerajaan-kerajaan Islam yang
pernah berdiri dan berjaya di alam nusantara ini. Selain itu, admin juga ingin membantu
teman-teman saya yang sedang diberi tugas untuk mencari artikel seperti ini. Baiklah, tanpa
panjang lebar, mari kita simak.
KERAJAAN SAMUDERA PASAI

1. Letak
Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di bumi nusantara ini dan
terletak di pantai timur Sumatera bagian utara yang dekat jalur pelayaran perdagangan
internasional, Selat Malaka.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Samudera Pasai sebenarnya tidak banyak. Sumber sejarahnya
antara lain adalah makan Sultan Malik as-Saleh dan catatan Ibnu Batutah dan Cheng Ho.
3. Sultan
1267-1297 : Sultan Malik as-Saleh (Marah Silu)
1297-1326 : Sultan Malik Al Thahir (Sultan Malikul Thahir)
4. Peristiwa Penting
Pada masa kekuasaan Sultan Malik Al-Thahir (1921-1236), terjadi peristiwa penting yaitu
saat Abdullah (putra Sultan Malik as-Saleh) memisahkan diri ke Aru dan bergelar (Sultan
Malikul Mansur).

5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Samudera Pasai adalah:
a. Kerajaan Majapahit berambisi menyatukan bumi nusantara.
b. Berdirinya Kerajaan Bandar Malaka yang letaknya lebih strategis karena berada di daerah
pusat Selat
Malaka.
c. Setelah Sultan Malik Al-Thahir wafat, tidak ada yang meggantikan tahta sehingga
penyebaran agama
Islam diambil dan diteruskan oleh Kerajaan Aceh.
KERAJAAN ACEH

1. Letak
Secara geografis, Kerajaan Aceh terletak strategis di Sumatera bagian utara dekat jalur
pelayaran perdagangan internasional, sekitar Selat Malaka.
2. Sumber Sejarah

Sumber sejarah Kerajaan Aceh adalah Masjid Raya Aceh, Masjid Raya Baiturrahman, catatan
Lombard, dan asal-usul Aceh yang berupa cerita turun-temurun.
3. Sultan
1511-1530 : Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah
1530-1539 : Sultan Salahuddin
1539-1571 : Sultan Alaidin Riayat Syah (Sultan Al Qahhar)
1571-1579 : Sultan Husain Alaidin Riayat Syah
1579-1580 : Sultan Zainal Abidin
1581-1587 : Sultan Alaidin Mansyur Syah
1587-1589 : Sultan Mugyat Bujang
1589-1604 : Sultan Alaidin Riayat Syah
1604-1607 : Sultan Muda Ali Riayat Syah
1607-1636 : Sultan Iskandar Muda (Dharma Wangsa Perkasa Alam Syah)
1636-1641 : Sultan Iskandar Sani
4. Peristiwa Penting
Salah satu peristiwa penting yang dialami Kerajaan Aceh adalah Perang Aceh, yaitu dimulai
sejak Belanda menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh.
5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Aceh adalah:
a. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan
daerah Kerajaan
Aceh yang begitu luas.
b. Di masa Sultan Iskandar Sani, disinilah masa-masa kemunduran dan setelah beliau wafat,
kemunduran itu
lebih terasa sangat mundur.
c. Timbulnya pertikaian terus menerus di Kerajaan Aceh antara golongan bangsawan (teuku)
dengan
golongan ulama (teungku) yang mengakibatkan melemahnya Kerajaan Aceh.
d. Daerah-daerah bawahan banyak yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perak,
Minangkabau, dan
Siak.
KERAJAAN DEMAK

1. Letak
Kerajaan Demak pada masa itu berada di tepi laut, berada di Kampung Bintara, menjadi Kota
Demak, Jawa Tengah.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Demak yaitu masjid yang sangat terkenal yaitu Masjid Agung
Demak. Ada juga sumber sejarah yang lain, yaitu Pintu Bledeg, Piring Campa, Saka Tatal,
Dampar Kencana, serta makam sultan-sultan Kerajaan Demak.
3. Sultan
1518-1521 : Pati Unus
1521-1548 : Sultan Trenggana
4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Demak yaitu di Masjid Agung Demak,
pada tahun 1668 Sunan Amangkurat II dari Kerajaan Mataram Islam mengucap sumpah setia
terhadap perjanjian dengan Belanda yang ditandatangani setelah Kapten Tack di Kartasura.
5. Penyebab Kemunduran
Berikut ini adalah penyebab kemunduran Kerajaan Demak:
a. Setelah Sultan Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Seda di Lepen dan
Sunan
Prawoto (putra Sultan Trenggana)
b. Raden Patah kurang menarik simpati orang-orang pedalaman dan bekas rakyat Kerajaan
Majapahit.
KERAJAAN PAJANG

1. Letak
Kerajaan Pajang yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja berada di perbatasan
Kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Pajang adalah salah satu peninggalan karya sastra Islam yaitu
Babad tanah Jawi.
3. Sultan
1549-1582 : Jaka Tingkir (Hadiwijaya)
1583-1586 : Arya Pangiri (Ngawantipuro)
1586-1587 : Pangeran Benawa (Prabuwijoyo)
4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Pajang yaitu:
a. Ki Ageng Pamanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Hadiwijaya atas jasanya

mengalahkan Arya
Panangsang.
b. Ki Ageng Pamanahan membangun istana di Pasargede atau yang sekarang disebut
Kotagede.
c. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya sebagai penguasa baru di Mataram.
d. Pasukan Kesultanan Pajang yang menyerbu Mataram porak-poranda diterjang letusan
Gunung Merapi.
5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Pajang yaitu:
a. Sultan Hadiwijaya sakit dan wafat.
b. Pemerintahan Arya Pangiri disibukkan dengan balas dendam terhadap Kerajaan Mataram
Islam.
c. Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Kerajaan Pajang.
d. Perang Kerajaan Pajang melawan Kerajaan Mataram Islam dan Jipang berakhir kekalahan
Arya Pangiri.
e. Tidak ada pengganti tahta kerajaan setelah Pangeran Benawa.
f. Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram Islam.
KERAJAAN MATARAM ISLAM

1. Letak
Kerajaan Mataram Islam asal-usulnya adalah suatu Kadipatan di bawah Kesultanan Pajang
dan berpusat di Bumi Mentaok yang diberikan pada Ki Ageng Pamanahan sebagai hadiah
jasanya. Kerajaan Mataram Islam juga beribukota di Kota Gede, Karta, dan Pleret.

2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Mataram Islam sebenarnya terbatas, yaitu berasal dari naskah
Babad, Serat, dan tradisi lisan.
3. Sultan
1587-1601 : Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya)
1601-1613 : Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang)
1613-1645 : Sultan Agung (Raden Mas Rangsang)
1645-1677 : Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum)
4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Mataram Islam, yaitu:
a. Mataram menjadi Kerajaan dengan Sutawijaya sebagai sultan.
b. Panembahan Hanyakrawati dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat
saat berburu.
c. Pertentangan dan perpecahan keluarga kerajaan dimanfaatkan oleh VOC.
5. Penyebab Kemunduran
Kemunduran Kerajaan Mataram Islam berawal kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan
menguasai Jawa dari Belanda.
KERAJAAN CIREBON

1. Letak
Letak Kerajaan Cirebon adalah di pantai utara Pulau Jawa.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Cirebon menurut Sulendraningrat adalah berasal dan mendasar dari

atau pada Babad Tanah Sunda dan Atja.


3. Sultan
1455-1479 : Pangeran Cakrabuana
1479-1568 : Sunan Gunung Jati
1568-1570 : Fatahillah
1570-1649 : Panembahan Ratu I
1649-1677 : Panembahan Ratu II
4. Peristiwa Peenting
Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat.
5. Penyebab kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Cirebon yaitu:
a. Terjadinya kevakuman kekuasaan.
b. Terjadi perpecahan diantara putra-putra Raja Cirebon.
c. Ikut campur VOC dalam mengatur Kerajaan Cirebon.
KERAJAAN BANTEN

1. Letak
Kerajaan Banten terletak di Provinsi Banten.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah tentang Kerajaan Banten sangat sedikit dapat ditemukan karena di abad XVI
Kerajaan Banten telah menjadi pelabuhan Kerajaan Sunda. Dan salah satu sumber sejarah
Kerajaan Banten adalah catatan dari Ten Dam.
3. Sultan
1552-1570 : Maulana Hasanuddin

1570-1585 : Maulana Yusuf


1585-1596 : Maulana Muhammad
1596-1647 : Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir
1647-1651 : Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad
1651-1682 : Sultan Ageng Tirtayasa
1683-1687 : Sultan Haji
4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Banten yaitu:
a. Sultan Ageng Tirtayasa menolak VOC menerapkan mono poli.
b. Rakyat Kerajaan Banten membuat VOC kewalahan dengan merusak kebun tebu milik
VOC.
c. Kemenangan Sultan Haji menandai berakhirnya kejayaan Kerajaan Banten.
5. Penyebab Kemunduran
Terjadi perang saudara di Kerajaan Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan pembesar
Kerajaan Banten.
KERAJAAN MAKASSAR

1. Letak
Kerajaan Gowa dan Tallo bergabung menjadi satu dengan nama Kerajaan Makassar yang
terletak di Sulawesi Sekatan.
2. Sumber Sejarah

Sumber sejarah Kerajaan Makassar adalah berasal dari catatan Tome Pires.
3. Sultan
1591-1639 : Sultan Alaudin
1639-1653 : Sultan Muhammad Said
1653-1669 : Sultan Hasanudin
4. Peristiwa Penting
Kerajaan Makassar terdesak setelah VOC menjalin kerja sama dengan Raja Bone di Aru
Palaka.
5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Makassar yaitu:
a. Terjadi pertentangan keluarga bangsawan.
b. Tidak ada regenerasi yang cakap.
c. Kerajaan Makassar terdesak setelah VOC menjalin kerja sama dengan Raja Bone di Aru
Palaka.
KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE

1. Letak
Kerajaan Ternate dan Tidore adalah kerajaan Islam di Maluku dan merupakan kerajaan
terlama yang pernah berdiri di Nusantara.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore masih belum jelas karena tidak memiliki kutipan
pada kalimat. Jadi, sumber sejarah Kerajaan Ternate adalah berupa catatan kaki yang sulit
diterjemahkan karena tidak memiliki kutipan yang disebut pada zaman itu yaitu Royal Ark
Ternate.
3. Sultan

1486-1500 : Sultan Zainal Abidin


1500-1534 : Sultan Tabariji
1534-1570 : Sultan Hairun
1570-1583 : Sultan Baabullah
4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Ternate dan Tidore yaitu:
a. Portugis diizinkan mendirikan benteng di Ternate dengan alasan untuk melindungi Ternate.
b. Di masa pemerintahan Sultan Hairun berhasil mengusir Spanyol dari tanah Maluku.
c. Di masa pemerintahan Sultan Baabullah berhasil merebut benteng Portugis di Ternate
bahkan mengusirnya
dari tanah Maluku.
5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Ternate dan Tidore yaitu:
a. Adu domba Tidore dilakukan bangsa asing
b. VOC menguasai rempah-rempah di Maluku

Kerajaan Islam
Kerajaan Islam yang berdiri di Indonesia yang dibawa dari Kerjaan Turki
Usmani merupakan salah satu cikal bakal umat Islam di Indonesia. Kehadiran
Islam sebagian besar dibawa oleh para pedagang Gujarat Timur Tengah. Pastinya
kita dengar Kerajan Islam Samudara Pasai di Sumatra, Demak di Jawa dll. Sejarah
Wali Songo juga sanagt identik dengan perkembangan Islam di Jawa. Berikut ini
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia yang pernah berdiri menjadi sejarah abadi.
1. Kerajaan Perlak
Kerajaan yang berdiri pada tahun 840 ini berakhir pada tahun 1292 karena
bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Sejak berdiri sampai bergabungnya
Perlak dengan Samudra Pasai, terdapat 19 orang raja yang memerintah. Raja
yang pertama ialah Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225 249 H /
840 964 M). Sultan bernama asli Saiyid Abdul Aziz pada tanggal 1 Muhharam
225 H dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Perlak.

2. Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudra Pasai didirikan pada abad ke-11 oleh Meurah Khair.
Kerajaan ini terletak dipesisir Timur Laut Aceh. Kerajaan ini merupakan kerajaan
Islam pertama di Indonesia. Pendiri dan raja pertama Kerajaan Samudra Pasai
adalah Meurah Khair. Ia bergelar Maharaja Mahmud Syah (1042-1078). Pengganti
Meurah Khair adalah Maharaja Mansyur Syah dari tahun 1078-1133. Pengganti
Maharaja Mansyur Syah adalah Maharaja Ghiyasyuddin Syah dari tahun 11331155.
Raja Kerajaan Samudra Pasai berikutnya dadalah Meurah Noe yang
bergelar Maharaja Nuruddin berkuasa dari tahun1155-1210. Raja ini dikenal juga
dengan sebutan Tengku Samudra atau Sulthan Nazimuddin Al-Kamil. Sultan ini
sebenarnya berasal dari Mesir yang ditugaskan sebagai laksamana untuk
merebut pelabuhan di Gujarat. Raja ini tidak memiliki keturunan sehingga pada
saat wafat, kerajaan Samudra Pasai dilanda kekacauan karena perebutan
kekuasaan.
Meurah Silu bergelar Sultan Malik-al Saleh (1285-1297). Meurah Silu
adalah keturunan Raja Perlak (sekarang Malaysia) yang mendirikan dinasti kedua

kerajaan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahannya, system pemerintahan


kerajaan dan angkatan perang laut dan darat sudah terstruktur rapi. Kerajaan
mengalami kemakmuran, terutama setelah Pelabuhan Pasai dibuka. Hubungan
Kerajaan

Samudra

Pasai

dan

Perlak

berjalan

harmonis.

Meurah

Silu

memperkokoh hubungan ini dengan menikahi putri Ganggang Sari, anak Raja
Perlak. Meurah Silu berhasil memperkuat pengaruh Kerajaan Samudra Pasai di
pantai timur Aceh dan berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di
Selat Malaka.
Raja-raja Samudra Pasai selanjutnya adalah Sultan Muhammad Malik Zahir
(1297-1326), Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345), Sultan Manshur Malik
Zahir (1345-1346), dan Sultan Ahmad Malik Zahir (1346-1383). Raja selanjutnya
adalah Sultan Zainal Abidin (1383-1405). Pada masa pemerintahannya,
kekuasaan kerajaan meliputi daerah Kedah di Semenanjung Malaya. Sultan
Zainal Abidin sangat aktif menyebarkan pengaruh Islam kepulau Jawa dan
Sulawesi dengan mengirimkan ahli-ahli dakwah, seperti Maulana Malik Ibrahim
dan Maulana Ishak.

3. Kerajaan Malaka
Iskandar Syah merupakan raja pertama Kerajaan Malaka. Iskandar Syah
awalnya adalah seorang pangeran dari kerajaan Majapahit yang melarikan diri
setelah Majapahit kalah dalam perang Paregreg. Nama asli Iskandar Syah adalah
Parameswara. Ia melarikan diri bersama pengikutnya ke Semenanjung Malaya
dan membangun kerajaan baru yang kemudian diberi nama Malaka.
Kerajaan Malaka merupakan kerajaan Islam kedua setelah Kerajaan
Samudra Pasai. Berkembangnya kegiatan perdagangan dan pelayaran di
Kerajaan Malaka banyak didukung para pedagang Islam dari Arab dan India.
Kerajaan Malaka pun banyak mendapatkan pengaruh budaya Islam dari kedua
daerah ini. Nama Iskandar Syah sendiri merupakan nama Islam, yang diperoleh
setelah ia menjadi pemeluk agama Islam. Pada periode kekuasaan Raja Iskandar
Syah (1396-1414), Kerajaan Malaka berkembang sebagai salah satu kerajaan
Islam terbesar yang disegani kerajaan lain di sekitarnya.
Muhammad Iskandar Syah merupakan putra mahkota, Kerajaan Malaka
yang

naik

tahta

menggantikan

ayahnya,

Selama

memerintah

Malaka,

Muhammad Iskandar Syah berhasil memajukan bidang perdagangan dan


pelayaran. Ia juga berhasil menguasai jalur perdagangan di kawasan Selat

Malaka dengan taktik perkawinan politik. Muhammad Iskandar Syah menikahi


putri raja Kerajaan Samudra Pasai dengan tujuan menundukkan Kerajaan
Samudra Pasai secara politis. Setelah mendapatkan kekuasaan politik Kerajaan
Samudra

Pasai,

ia

baru

menguasai

wilayah

perdagangan

disekitarnya.

Muhammad Iskandar Syah berkuasa dari tahun 1414-1424.


Sultan Mudzafat Syah memerintah Kerajaan Malaka dari tahun 1424-1458.
Ia menggantikan Muhammad Iskandar Syah setelah menyingkirkannya dari tahta
Kerajaan Malaka melalui sebuah kemelut politik. Pada masa pemerintahannya
Sultan Mudzafat Syah juga berhasil memperluas kekuasaannya hingga ke
Pahang, Indragiri, dan Kampar.
Setelah Sultan Mudzafat Syah wafat, ia digantikan oleh putranya Sultan
Mansyur

Syah.

Pada

masa

pemerintahannya,

Kerajaan

Malaka

berhasil

menguasai kerajaan Siam sebagai bagian taktik memperluas wilayah kekuasaan


dan mengokohkan kebesarannya di antara kerajaan-kerajaan lain disekitarnya.
Sultan Mansyur Syah tidak menyerang Kerajaan Samudra Pasai yang
merupakan kerajaan Islam. Hal ini merupakan salah satu kebijakan politik Sultan
Mansyur Syah untuk menjalin hubungan baik dengan sesama kerajaan-kerajaan
Islam yang ada disekitarnya. Sultan Mansyur Syah berkuasa dari tahun 14581477
Setelah Sultan Mansyur Syah meninggal dunia, ia digantikan oleh
putranya yang bernama Sultan Alauddin Syah. Pada masa pemerintahannya,
perekonomian Kerajaan Malaka dalam kondisi cukup stabil. Arus perdagangan
dan pelayaran di sekitar Pelabuhan Malaka masih cukup ramai, namun selama
pemerintahannya Kerajaan Malaka mengalami kemunduran. Banyak daerah
taklukan Kerajaan Malaka yang melepaskan diri. Perang dan pemberontakan
terjadi di banyak kerajaan di bawah kekuasaan Kerajaan Malaka. Sultan Alauddin
Syah berkuasa dari tahun 1477-1488 M.
Sultan Mahmud Syah menggantikan ayahnya, Sultan Alauddin Syah yang
wafat pada tahun 1488 M. Secara politik, kekuasaan Kerajaan Malaka hanya
tinggal mencakup wilayah utama Semenanjung Malaka. Daerah-daerah lain telah
memisahkan diri dan menjadi kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri. Dalam
kondisi yang semakin lemah, pada tahun 1511 M, armada perang bangsa

Portugis yang dipimpin oleh Afonso dAlbuquerque akhirnya berhasil menguasai


dan menaklukan Kerajaan Malaka.

4. Kerajaan Aceh Darussalam


Sebagai pusat penyebaran agama Islam, berdirinya kerajaan Samudra
Pasai mengilhami pendirinya Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1511 M.
Kerajaan Aceh Darusalam berlokasi di daerah hulu pulau Sumatra, atau ujung
Pantai Aceh yang disebut sebagai Aceh Besar. Raja pertama Kerajaan Aceh
Darussalam adalah Sultan Ali Mughayat Syah. Setelah Sultan Ali Mughayat Syah
wafat, tahta Kerajaan Aceh Darussalam beralih pada putranya yang kemudian
bergelar

Sultan

Salahuddin.

Sayangnya,

keadaan

pemerintahan

kurang

mendapat perhatian raja sehingga selama masa pemerintahannya Aceh


Darussalam mengalami kemunduran drastis. Kekuasan Sultan Salahuddin,
kemudian direbut oleh Sultan Alauddin.
Selama pemerintahan, Sultan Alauddin mengadakan perbaikan kondisi
kerajaan dan perluasan wilayah, antara lain ke Kerajaan Aru. Namun, usahanya
untuk merebut Malaka dari Portugis mengalami kegagalan. Sultan Alauddin juga
aktif menyebarkan pengaruh Islam dengan mengirim banyak ahli dakwah ke
Pulau Jawa. Salah satunya adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Sultan Alauddin wafat, Kerajaan Aceh Darussalam kembali mengalami
kemunduran. Hal ini terjadi akibat pergolakan politik internal dan pemberontakan
yang

berlangsung

cukup

lama.

Kerajaan

Aceh

Darussalam

mengalami

perkembangan pesat dan mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan


Sultan Iskandar Muda. Kerajaan Aceh Darussanlam pada saat itu tumbuh menjadi
kerajaan

besar

yang

berhasil

menguasai

jalur

perdagangan

alternatif.

Keberhasilan ini mampu menyaingi monopoli perdagangan Portugis di Kerajaan


Malaka.
Struktur pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam dibentuk oleh Sultan
Iskandar Muda. Pada dasarnya, struktur kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam
terbagi menjadi dua wilayah, yaitu kekuasaan oleh kaum bangsawan dan alim
ulama. Dalam kekuasaan kebangsawanan, wilayah Kerajaan Aceh Darusalam
terbagi dalam daerah-daerah kehulubalangan yang dikepalai oleh Uleebalang.

Penganti Sultan Iskandar Muda adalah menantunya yang bergelar Sultan


Iskandar Thani. Ia menjadi raja pada tahun 1636. Pada masa itu Sultan Iskandar
Thani menerapkan kebijakan yang lebih lunak daripada Iskandar Muda. Hal itu
menyebabkan

daerah-daerah

taklukan

melepaskan

diri

satu

per

satu.

Pemerintahan Iskandar Thani tidak berlangsung lama karena meninggal pada


tahun 1641. Pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam akhirnya dilanjutkan oleh
putri Sri Alam Permaisuri, putri Sultan Iskandar Muda, yang bergelar Sultanah
Tajul Alam Safiatuddin Syah (1641-1675M). Sultanah adalah gelar untuk ratu
Kerajaan Aceh Darussalam. Selama 59 tahun berikutnya, Kerajaan Aceh
Darussalam diperintah oleh ratu.
Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal dunia, secara perlahan Kerajaan
Aceh Darussalam mengalami kemunduran. Hal ini karena raja-raja setelah sultan
Iskandar Muda tidak mampu mempertahankan wilayah Aceh yang sangat luas.
Terjadi perpecahan antar kelompok dalam masyarakat Aceh, yaitu antara
golongan ulama (Tengku) dan golongan bangsawan yang lebih dekat dengan
penjajahan Kolonial Belanda.

5. Kerajaan Demak
Berdirinya

Kerajaan

Demak

dilatarbelakangi

oleh

melemahnya

pemerintahan Kerajaan Majapahit atas daerah-daerah pesisir utara Jawa.


Daerah-daerah pesisir seperti Tuban dan Cirebon sudah mendapat pengaruh
Islam. Dukungan daerah-daerah yang juga merupakan jalur perdagangan yang
kuat ini sangat berpengaruh bagi pendirian Demak sebagai kerajaan Islam yang
merdeka dari Majapahit.
Raden Patah adalah raja pertama Kerajaan Demak. Ia memerintah dari
tahun

1500-1518.

Pada

masa

pemerintahan

agama

Islam

mengalami

perkembangan pesat. Raden Patah bergelar Senopati Jimbun Ngabdurahman


Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Pengangkatan Raden Patah
sebagai

Raja

Demak

dipimpin

oleh

anggota

wali

lainnya.

Pada

masa

pemerintahannya, wilayah kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban,


Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Pada masa
pemerintahannya juga dibangun Masjid Agung Demak yang dibantu oleh para
wali dan sunan sahabat Demak.

Pada masa Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, Raden
Patah merasa berkewajiban untuk membantu. Jatuhnya kerajaan Malaka berarti
putusnya jalur perdagangan nasional. Untuk itu, ia mengirimkan putrannya, Pati
Unus untuk menyerang Portugis di Malaka. Namun, usaha itu tidak berhasil.
Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518, ia digantikan oleh putranya Pati
Unus. Pati Unus hanya memerintah tidak lebih dari tiga tahun. Ia wafat tahun
1521 dalam usahanya mengusir Portugis dari kerajaan Malaka.
Saudaranya, Sultan Trenggono, akhirnya menjadi raja Demak ketiga dan
merupakan raja Demak terbesar. Sultan Trenggono berkuasa di kerajaan Demak
dari tahun 1521-1546. Sultan Trenggono dilantik menjadi raja Demak oleh Sultan
Gunung Jati. Ia memerintah Demak dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Kerajaan Demak mencapai
puncak kejayaannya dan agama Islam berkembang lebih luas lagi. Sultan
Trenggono mengirim Fatahilallah ke Banten. Dalam perjalanannya ke Banten,
Fatahillah singgah di Cirebon untuk menemui Syarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati. Bersama-sama dengan pasukan Kesultanan Cirebon, Fatahillah
kemudian dapat menaklukan Banten dan Pajajaran.
Setelah wafatnya Sultan Trenggono pada tahun 1546, Kerajaan Demak
mulai

mengalami

kemunduran

karena

terjadinya

perebutan

kekuasaan.

Perebutan tahta Kerajaan Demak ini terjadi antara Sunan Prawoto dengan Arya
Penangsang. Arya Penangsang adalah Bupati Jipang (sekarang Bojonegoro) yang
merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan Demak. Perebutan kekuasaan ini
berkembang menjadi konflik berdarah dengan terbunuhnya Sunan Prawoto oleh
Arya Penangsang. Arya Penangsang juga membunuh adik Sunan Prawoto, yaitu
Pangeran Hadiri.
Usaha Arya Penangsang menjadi Sultan Demak di halangi oleh Jaka
Tingkir, menantu Sultan Trenggono. Jaka Tingkir mendapat dukungan dari para
tetua Demak, yaitu Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi. Konflik berdarah ini
akhirnya berkembang menjadi Perang Saudara. Dalam pertempuran ini, Arya
Penagsang terbunuh sehingga tahta Kerajaan Demak jatuh ke tangan Jaka
Tingkir.
Jaka Tingkir menjadi raja Kerajaan Demak dengan gelar Sultan Hadiwijya.
Ia kemudian memindahan pusat kerajaan Demak ke daerah Pajang.Walaupun

sebenarnya sudah menjadi kerajaan baru, kerajaan Pajang masih mengklaim diri
sebagai penerus Kerajaan Demak. Sebagai tanda terima kasih kepada Ki Gede
Pemanahan yang telah mendukungnya, Sultan Hadiwijaya memberikan sebuah
daerah Perdikan (otonom) yang disebut Mataram. Ki Gede Pemanahan kemudian
menjadi penguasa Mataram dan di sebut Ki Gede Mataram.
Sultan Hadiwijaya bukanlah digantikan oleh putranya, yakni Pangeran
Benawa, melainkan putra Sunan Prawoto, Aria Pangiri. Pangeran Benawa sendiri
diangkat sebagai penguasa daerah Jipang. Pangeran Benawan kurang puas
dengan keputusan ini. Apalagi, pemerintahan Aria Pangiri di Pajang juga
dikelilingi oleh para bekas pejabat Kerajaan Demak. Pangeran Benawa kemudian
minta bantuan kepada Sutawijaya, putra Ki Ageng Mataram, untuk merebut
kembali tahta Kerajaan Pajang.
Pada tahun 1588, Sutawijaya dan Pangeran Benawan berhasil merebut
kembali tahta Kerajaan Pajang. Kemudian, Benawa menyerahkan hak kuasanya
pada Sutawijaya secara simbolis melalui penyerahan pusaka Pajang pada
Sutawijaya. Dengan demikian, Pajang menjadi bagian kekuasaan Kerajaan
Mataram.

6. Kerajaan Pajang
Berdirinya Kerajaan Pajang tidak lepas dari runtuhnya Kerajaan Demak
pada tahun 1568. Pada mulanya, Arya Penangsang yang menguasai Demak
berhasil dikalahkan oleh Jaka Tingkir. Oleh Jaka Tingkir, pusat Kerajaan Demak
dipindahkan ke Pajang, sebelah barat kota Solo (sekarang).
Sejak saat itu, berakhirlah Kerajaan Demak dan berdirilah Kerajaan Pajang.
Adapun Demak pada saat itu, dijadikan wilayah kadipaten yang diserahkan
kepada Arya Pangiri (putra Sunan Prawoto). Pada waktu Sultan Hadiwijaya (Jaka
Tingkir) memerintah Kerajaan Pajang, Ki Ageng Pemanahan diangkat menjadi
bupati di Mataram sebagai balas jasa atas bantuannya mengalahkan Arya
Penangsang. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, jabatan bupati di Mataram
diberikan kepada Sutawijaya, putra angkat Ki Ageng Pemanahan (lihat Sejarah
Kerajaan Mataram).
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada tahun 1582, takhta Pajang menjadi
rebutan antara Pangeran Benawa (putra Hadiwijaya) dan Arya Pangiri (menantu

Hadiwijaya). Arya Pangiri merasa tidak puas dengan hanya menjabat sebagai
adipati di Demak. Pangeran Benawa disingkirkan dan hanya dijadikan adipati di
Jipang. Selama berkuasa, (1582 1586), Arya Pangiri banyak melakukan
tindakan yang meresahkan rakyat, sehingga menimbulkan berbagai perlawanan.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Pangeran Benawa untuk menghimpun
kekuatan dan merebut kembali takhta Pajang. Dalam hal ini, Pangeran Benawa
bekerja sama dengan Sutawijaya (Mataram). Akhirnya, Arya Pangiri dapat
dikalahkan dan disuruh kembali ke Demak.
Setelah

Pajang

kembali

ke

tangannya,

Pangeran

Benawa

justru

menyerahkan kekuasaan Pajang kepada Sutawijaya. Hal ini dilakukannya karena


Pangeran Benawa merasa tidak mampu memimpin Pajang yang begitu luas.
Sutawijaya kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Pajang ke Mataram
(1586). Sejak saat itu, berdirilah Kerajaan Mataram dengan Sutawijaya sebagai
rajanya. Adapun Pajang dijadikan kadipaten dan Pangeran Benawa sebagai
adipatinya.

7.Kerajaan Banten
Kerajaan Banten meliputi wilayah sebelah barat pantai Jawa sampai ke
Lampung.

Daerah

ini

sebenarnya

merupakan

daerah

tetangga

Kerajaan

Pajajaran, yang dalam Carita Parahyangan dikenal dengan nama Wahanten


Girang. Peletak dasar Kerajaan Banten adalah Syarif Hidayutullah atau Sunan
Gunung Jati. Tahun 1526 M, Syarif Hidayatullah menguasai bagian barat pantai
utara jawa untuk menundukkan Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten dijadikan
sebagai basis penyerangan ke Karajaan Pajajaran dilakukan karena Kerajaan
Pajajaran menolak usaha penyebaran agama Islam.
Akhirnya pelabuhan Sunda Kelapa merhasil dikuasai pada tahun1527,
tetapi Kerajaan Banten masih tetap menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Demak,
Ketika Sultan Hadiwijaya berkuasa di Demak. Raja yang pertama adalah putra
Syarif Hidayatullah, Maulana Hasanuddin. Penguasa Kerajaan Banten selanjutnya
adalah Maulana Yusuf (1570-1580). Selama sembilan tahun dibawah pimpinan
Maulana Yusuf kerajaan Banten berusaha menundukkan Pakuan ibukota kerajaan
Pajajaran, Namun pada tahun 1579 Banten berhasil menaklukan Pakuan.

Setelah Maulana Yusuf meninggal dunia tahun1580, tahta kerajaan Banten


jatuh ke tanggan Maulana Muhammad yang masih berusia 9 tahun. Oleh karena
masih sangat muda, kekuasaan pemerintahan dijalankan oleh sebuah badan
perwalian yang terdiri dari Kali (Jaksa Agung) dan empat menteri. Badan
perwalian

ini

berkuasa

sampai

Maulana

Muhammad

cukup

umur untuk

memerintah.
Tahun 1596, Banten melancarkan serangan terhadap Kerajaan Palembang,
serangan

tersebut

dipimpin

oleh

Maulana

Muhammad,

penyerangan

ini

bertujuan untuk melancarkan jalur perdagangan hasil bumi dan rempah-rempah


dari daerah Sumatra. Namun penyerangan itu tidak berhasil dan Maulana
Muhammad gugur. Wafatnya Maulana mengakibatkan kosongnya pemerintahan
di Banten. Sedangkan anaknya yang bernama Abu Mufakhir masih berusia 5
bulan. Untuk sementara Kerajaan Banten di pimpin oleh badan perwalian yang di
ketuai oleh Jayanegara(wali kerajaan) dan Nyai Emban Rangkung (pengasuh
pangeran). Pada masa ini armada dagang Belanda tiba di Banten, Armada ini
dipimpin oleh Cornelis de Houtman pada tahun 1596.
Abu Mufakhir baru resmi menjadi pemimpin kerajaan Banten pada tahun
1596. Tahun 1638, khalifah Mekah memberikan gelar Sultan pada Abu Mufakhir.
Beliau wafat pada tahun 1651. Kemudian putranya mengantikannya dengan
gelar Sultan Abu Maali Ahmad Rahmatullah, tetapi tidak lama kemudian beliau
wafat.
Raja Banten berikutnya adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Di bawah
pemerintahannya kerajaan Banten berhasil mencapai kejayaannya. Beliau
berusaha keras mengusir kekuasaan armada Balanda (VOC) dari kerajaan
Banten.

Pada

tahun

1671,

Sultan

Ageng

Tirtayasa

mengangkat

putra

mahkotanya yaitu Sultan Abdul Kahar atau Sultan Haji sebagai Raja Muda.
Pemerintahan sehari-hari di jalankan oleh Sultan Haji namun Sultan Ageng
Tirtayasa tetap mengawasi.
Selam pemerintahannya, Sultan Haji cenderung bersahabat dengan VOC.
VOC

memanfaatkan

kesempatan

ini

untuk

mempengruhi

kebijakan

pemerintahan Sultan Haji. Sultan Ageng Tirtayasa tidak menyetujui hubungan


baik

Sultan

Haji

dengan

Belanda

dan

berrencana

mencabut

kembali

kekuasaannya. Sultan Haji dengan dukungan Belanda tetap mempertahankan

tahta Kerajaan Banten sehingga timbul persengketaan dan perang saudara.


Akibat penghianatan ini pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda di Batavia. Sultan Ageng Tirtayasa
akhirnya wafat pada tahun 1692 dan kerajaan Banten menjadi kerajaan boneka
di bawah kendali Belanda.

8. Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah sebuah kerajaan islam yang ternama di Jawa Barat.
Kerajaan ini berkuasa pada abad ke 15 hingga abad ke 16 M. Letak kesultanan cirebon adalah
di pantai utara pulau jawa. Lokasi perbatasan antara jawa tengah dan jawa barat membuat
kesultanan Cirebon menjadi jembatan antara kebudayaan jawa dan Sunda. Sehingga, di
Cirebon tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak
didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.
Pada awalnya, cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng
Tapa. Demikian dikatakan oleh serat Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad
Tanah Sunda. Lama-kelamaan cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang
diberi nama caruban. Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari
beraneka bangsa, agama, bahasa, dan adat istiadat.
Karena sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka
berkembanglah pekerjaan nenangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta
pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi (belendrang) dari
udang rebon ini berkembang sebutan cai-rebon (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian
menjadi cirebon.
Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya Alam dari pedalaman,
cirebon menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara jawa. Dari pelaburan cirebon,
kegiatan pelayaran dan perniagaan berlangsung antar-kepulauan nusantara maupun dengan
bagian dunia lainnya. Selain itu, tidak kalah dengan kota-kota pesisir lainnya Cirebon juga
tumbuh menjadi pusat penyebaran islam di jawa barat.
Al kisah, hiduplah Ki gedeng Tapa, seorang saudagar kaya di pelabuhan Muarajati. Ia
mulai membuka hutan, membangun sebuah gubuk pada tanggal 1 Sura 1358 (tahun jawa),
bertepatan dengan tahun 1445 M. Sejak saat itu, mulailah para pendatang menetap dan

membentuk masyarakat baru di desa caruban. Kuwu atau kepala desa pertama yang diangkat
oleh masyarakat baru itu adalah Ki Gedeng Alang-alang. Sebagai pangraksabumi atau
wakilnya, diangkatlah raden Walangsungsang. Walangsungsang adalah putra prabu Siliwangi
dan Nyi Mas Subanglarang atau Subangkranjang, putri Ki Gedeng Tapa. Setelah ki gedeng
alang-alang meninggal walangsungsang bergelar Ki Cakrabumi diangkat sebagai Kuwu
pengganti ki Gedeng Alang-alang dengan gelar pangeran Cakrabuana.
Ketika kakek ki gedeng Tapa meninggal, pangeran cakrabuana tidak meneruskannya,
melainkan mendirikan istana Pakungwati, dan membentuk pemerintahan cirebon. Dengan
demikian yang dianggap sebagai pendiri pertama kesultanan Cirebon adalah pangeran
Cakrabuana (. 1479). Seusai menunaikan ibadah haji, cakrabuana disebut Haji Abdullah
Iman, dan tampil sebagai raja Cirebon pertama yang memerintah istana pakungwati, serta
aktif menyebarkan islam.
Pada tahun 1479 M, kedudukan Cakrabuana digantikan oleh keponakannya.
Keponakan Cakrabuana tersebut merupakan buah perkawinan antara adik cakrabuana, yakni
Nyai Rarasantang, dengan Syarif Abdullah dari Mesir. Keponakan Cakrabuana itulah yang
bernama Syarif Hidayatullah (1448 1568 M). Setelah wafat, Syarif Hidayatullah dikenal
dengan nama sunan Gunung Jati, atau juga bergelar ingkang Sinuhun Kanjeng Jati Purba
Penetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatura Rasulullah.
Pertumbuhan dan perkembangan kesultanan Cirebon yang pesat dimulai oleh syarif
Hidayatullah. Ia kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti kesultanan cirebon dan banten,
serta menyebar islam di majalengka, Kuningan, kawali Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten.
Setelah Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1568, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan
tertinggi kerajaan Islam cirebon. Pada mulanya, calon kuat penggantinya adlah pangeran
Dipati Carbon, Putra Pengeran Pasarean, cucu syarif hidayatullah. Namun, Pangeran dipati
carbon meninggal lebuh dahulu pada tahun 1565.
Kosongnya kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat istana yang
memegang kenali pemerintahan selama syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati
melaksanakan Dakwah. Pejabat tersebut adalah Fatahillah atauFadillah Khan. Fatahillah
kemudian naik tahta, secara resmi menjadi sultan cirebon sejak tahun 1568.

Naiknya Fatihillah dapat terjadi karena dua kemungkinan pertama, para sultan
Gunung Jati, yaitu Pangeran Pasarean, pangeran Jayakelana, dan pangeran Bratakelana,
meninggal lebih dahulu, sedangkan putra yang masih hidup, yaitu sultan Hasanuddin
(pangeran Sabakingkin), memerintah di Banten berdiri sendiri sejak tahun 1552 M. Kedua,
Fatahillah adalah menantu Sunan Gunung Jati (Fatahillah menikah dengan Ratu Ayu, putri
sunan Gunung Jati), dan telah menunjukkan kemampuannya dalam memerintah Cirebon
(1546 1568) mewakili Sunan Gunug Jati. Sayang, hanya dua tahun Fatahillah menduduki
tahta Cirebon, karena ia meninggal pada 1570.
Sepeninggal Fatahillah, tahta jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati, yaitu pangeran
Emas. Pangeran emas kemudian bergelar panembahan ratu I, dan memerintah cirebon selama
kurang lebih 79 tahun. Setelah panembahan ratu I meninggal pada tahun 1649, pemerintahan
kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang bernama pangeran Karim, karena ayahnya
yaitu panembahan Adiningkusumah meninggal dunia terlebih dahulu. Selanjutnya, pangeran
karim dikenal dengan sebutan Panembahan Ratu II atau panembahan Girilaya.
Pada masa pemerintahan Panembahan Girilaya, Cirebon terjepit di antara dua
kekuatan, yaitu kekuatan Banten dan kekuatan mataram. Banten curiga, sebab cirebot
dianggap mendekat ke mataram. Di lain pihak, mataram pun menuduh cirebon tidak lagi
sungguh-suingguh mendekatkan diri, karena panembahan Girilaya dan Sultan Ageng dari
banten adalah sama-sama keturunan pajajaran.
Kondisi panas ini memuncak dengan meninggalnya panembahan Girilaya saat
berkunjung ke Kartasura. Ia lalu dimakamkan di bukit Girilaya, Gogyakarta, dengan posisi
sejajar dengan makam sultan Agung di Imogiri. Perlu diketahui, panembahan Girilaya adalah
juga menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma. Bersamaan dengan meninggalnya
panembahan Girilaya, Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yakni para putra
panembahan Girilaya di tahan di mataram.
Dengan kematian panembahan Girilaya, terjadi kekosongan penguasa. Sultan ageng
tirtayasa segera dinobatkan pangeran Wangsakerta sebagai pengganti panembahan Girilaya,
atas tanggung jawab pihak Banten. Sultan ageng tirtayasa pun kemudian mengirimkan
pasukan dan kapal perang untuk membantu trunajaya, yang pada saat itu sedang memerangi
Amangkurat I dari mataram. Dengan bantuan Trunajaya, maka kedua putra penembahan
Girilaya yang ditahan akhirnya dapat dibebaskan, dan dibawa kembali ke Cirebon. Bersama

satu lagi putra panembahan Girilaya, mereka kemudian dinobatkan sebagai penguasa
kesultanan Cirebon.
Panembahan Girilaya memiliki tiga putra, yaitu pangeran murtawijaya, pangeran
Kartawijaya, dan pangeran wangsakerta. Pada penobatan ketiganya di tahun 1677, kesultanan
cirebon terpecah menjadi tiga. Ketiga bagian itu dipimpin oleh tiga anak panembahan
Girilaya, yakni :
1. Pangeran Martawijaya atau sultan Kraton Kasepuhan, dengan gelar Sepuh Abi Makarimi
Muhammad Samsudin (1677 1703)
2. Pangeran Kartawijaya atau Sultan Kanoman, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi
Muhammad Badrudin (1677 1723)
3. Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Cirebon, dengan gelar pangeran Abdul Kamil
Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677 1713)
Perubahan gelar dari panembahan menjadi sultan bagi dua putra tertua pangeran
girilaya dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Sebab, keduanya dilantik menjadi sultan
Cirebon di Ibukota banten. Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh,
rakyat, dan keraton masing-masing. Adapun pangeran wangsakerta tidak diangkat sebagai
Sultan, melainkan hanya panembahan. Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton
sendiri, akan tetapi berdiri sebagai kaprabonan (paguron), yaitu tempat belajar para ilmuwan
keraton.
Pergantian kepemimpinan para sultan di cirebon selanjutnya berjalan lancar, sampai
pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798 1803). Saat itu terjadilah pepecahan karena
salah seorang putranya, yaitu pangeran raja kanoman, ingin memisahkan diri membangun
kesultanan sendiri dengan nama kesultanan Kacirebonan.
Kehendak raja kanoman didukung oleh pemerintah belanda yang mengangkatnya
menjadi Sultan Cirebon pada tahun 1807. namun belanda mengajukan satu syarat, yaitu agar
putra dan para pengganti raja Kanoman tidak berhak atas gelar sultan. Cukup dengan gelar
pangeran saja. Sejak saat itu, di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu
kesultanan Kacirebonan. Sementara tahta sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom
IV lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin (1803 1811).

Sesudah kejadian tersebut, pemerintah kolonial belanda pun semakin ikut campur
dalam mengatur Cirebon, sehingga peranan istana-istana kesultanan Cirebon di wilayahwilayah kekuasaannya semakin surut. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 dan 1926,
ketika kekuasaan pemerintahan kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan
pengesahan berdirinya Kota Cirebon.

9. Kerajaan Mataram Islam


Kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Sutawijaya, ia memerintah dari
tahun 1575-1601. Penguasa kerajaan Mataram Islam selanjutnya adalah
Masjolang atau Panembahan Sedo Krapyak. Ia memerintah dari tahun 16011613. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Mataram Islam terus menaklukkan
daerah-daerah

pantai

di

sekitarnya.

Namun,

ia

gugur

dalam

usahanya

menyatukan Kerajaan Mataram Islam.


Raja Mataram Islam berikutnya adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia
memerintah di Mataram dari tahun 1613-1645. Ia merupakan raja terbesar
Kerajaan Mataram Islam yang mempunyai cita-cita menyatukan Pulau Jawa. Pada
masa Sultan Agung perdagangan di Mataram Islam semakin melemah, sehingga
pelayaran dan perdagangan menjadi mundur. Pada tahun 1628-1629, Sultan
Agung ingin menguasai Batavia, ia pun mengirim pasukan yang dipimpin oleh
Baureksa dan dibantu oleh Adipati Ukur serta Suro Agul-Agul, tapi usaha itu
gagal. Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan dimakamkan di Imogiri.
Beliau digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat
memerintah dari tahun 1645-1677. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan
Mataram

menjalin

hubungan

dengan

Belanda,

orang-orang

Belanda

diperkenankan untuk membangun Benteng di kerajaan Mataram. Namun,


pendirian

benteng

dan

tindakan

sewenang-wenangan

Belanda

akhirnya

menyulutkan rasa tidak puas dari beberapa kalangan di Kerajaan Mataram


terhadap pemerintahan Amangkurat I. Di antaranya dari Pangeran Trunajaya dari
Madura dengan dibantu para bupati di daerah pesisir pantai, Pangeran Trunajaya
melakukan pemberontakan.
Dalam peperangan di ibu kota Kerajaan Mataram, Amangkurat I menderita
luka-luka.

Ia

dilarikan

ke

Tegalwangi

dan

meninggal

disana.

Pemberontakantersebut akhirnya dapat di padamkan oleh Belanda. Raja

Amangkurat I wafat dan digantikan oleh Amangkurat II. Ia memerintah dari


tahun 1677-1703. Pada masa pemerintahannya, Belanda menguasai hamper
sebagian besar wilayah Kerajaan Mataram. Amangkurat II sendiri menyingkir ke
daerah pedesaan dan mendirikan ibu kota Kerajaan Mataram baru di desa
Wonokerto yang diberi nama Kartasura. Amangkurat II wafat pada tahun 1703.
Setelah Amangkurat II wafat, berdasarkan perjanjian Giyanti pada tahun
1755, Kerajaan Mataram terbagi menjad dua, yaitu daerah kesultanan Yogyakrta
yang di perintah oleh Raja Mangkubumi yang bergelar Hamengkubuwono I, dan
kesultanan Surakarta diperintah oleh Susuhunan Pakubowono III. Pada tahun
1757, berdasarkan perjanjian Salatiga, Kerajaan Mataram dipecah lagi menjadi
tiga

daerah,

yaitu

Kesultanan

Yogyakarta,

Kasuhunan

Surakarta,

dan

Mangkunegara. Daerah Mangkunegara diperintah oleh Mas Said yang bergelar


Pangeran Adipati Arya Mangkunegara.
Pada tahun 1813, Kesultanan Yogyakarta dibagi menjadi dua kerajaan,
yaitu kesultanan Yogyakarta dan kerajaan Pakualaman. Kerajaan Pakualaman
diperintah oleh Paku Alam yang semula adalah Adipati Kesultanan Yogyakarta.
Dengan demikian kerajaan Mataram akhirnya terbagi menjadi empat kerajaan
kecil,

yakni

Kesultanan

Yogyakarta,

Kesuhunan

Surakarta,

Kerajaan

Mangkunegara dan kerajaan Pakualaman.


Kehidupan ekonomi kerajaan Mataram Islam adalah agraris yang banyak
menghasilkan beras dan kemudian hasilnya diekspor ke Kerajaan Malaka, Untuk
meningkatkan hasil produksi beras Sultan Agung memindahkan para petani ke
daerah Karawang yang subur hal ini dilakukan juga untuk persiapan menyerang
Batavia.

10. Kerajaan Gowa dan Tallo


Kerajaan Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang terletak di Sulawesi
Selatan dan saling berhubungan baik. Banyak orang mengetahuinya sebagai
Kerajaan Makassar. Makassar sebenarnya adalah ibu kota Gowa yang juga
disebut sebagai Ujungpandang. Sebelum abad ke-16, raja-raja Makassar belum
memeluk agama Islam. Baru setelah datangnya Dato Ri Bandang, seorang
penyiar islam dari Sumatra, Makassar berkembang menjadi kerajaan Islam.

Sultan Alauddin adalah Raja Makassar pertama yang memeluk agama


Islam. Ia memimpin Makassar dari tahun 1591-1638. Sebelumnya, Sultan
Alauddin bernama asli Karaeng Ma towaya Tumamenanga Ri Agamanna. Setelah
Sultan Alauddin wafat, Kerajaan Makassar dipimpin oleh Muhammad Said 16391653. Setelah Muhammad Said wafat, beliau kemudian digantikan oleh Sultan
Hasanuddin.

Beliau

berkuasa

sejak

tahun

1653.

Masa

pemerintahannya

merupakan masa gemilang kerajaan Makassar.


Dibawah pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar berhasil
menguasai kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, yaitu Ruwu, Wajo,
Soppeng, dan Bone. Sultan Hasanuddin juga berniat menjadikan Kerajaan
Makassar sebagai penguasa tunggal di jalur perdagangan Indonesia bagian
timur. Oleh karena itu Sultan Hasanuddin harus menghadapi kekuatan armada
VOC Belanda sebelum dapat menguasai Maluku.
Belanda berusaha keras menghentikan serangan-serangan Kerajaan
Makasar. Untuk itu Belanda bersekutu dengan Raja Bone, yaitu Arub(Tuan)
Palaka. Aru Palaka bersedia membantu Belanda dengan syarat akan diberikan
kemerdekan. Pada tahun 1667, dengan bantuan Kerajaan Bone berhasil
menekan Makassar untuk menyetujui perjanjian Bongaya. Perjanjian ini berisi
tiga buah kesepakatan yaitu VOC mendapat hak monopoli dagang di Makassar,
Belanda dapat mendirikan benteng Rotterdam di Makassar, Makassar harus
melepas daerah yang dikuasainya seta mengakui Aru Palaka sebagai Raja Bone.
Setelah Sultan Hasanuddin turun tahta pada tahun 1669, Mapasomba
putranya berusaha menggantikan kepemimpinan ayahnya dan meneruskan
perjuangan perjuangan ayahnya melewan Belanda. Pasukan Kerajaan Makassar
akhirnya bisa dipukul mundur oleh Belanda dan jalur perdagangan di kuasai oleh
Belanda.

11. Kerajaan Ternate dan Tidore


Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di sebelah barat Pulau Halmahera,
Maluku Utara. Wilayah kekuasaan kedua kerajaan ini meliputi Kepulauan Maluku
dan

sebagian

Papua.

Tanah

Maluku

yang

kaya

akan

rempah-rempah

menjadikannya terkenal di dunia Internasional dengan sebutan Spice Island.

Pada abad ke 12 M, Permintaan akan cengkeh dan Pala dari negara Eropa
meningkat pesat. Hal ini menyebabkan dibukannya perkebunan di daerah Pulau
Buru,

Seram

dan

Ambon.

Dengan

adanya

kepentingan

atas

penguasa

perdagangan terjadilah persekutuan daerah antara kerajaan. Persekutuanpersekutuan tersebut adalah Uli Lima (Persekutuan Lima). Yaitu persekutuan
antara lima saudara yang dipimpin oleh Ternate (yang meliputi Obi, Bacan,
Seram dan Ambon, serta Uli Siwa (persekutuan Sembilan) yaitu persekutuan
antara sembilan bersaudara yang wilayahnya meliputi Pulau Tidore, Makyan,
Jahilolo atau Halmahera dan pulau-pulau di daerah itu sampai Papua.
Antara kedua persekutuan tersebut telah terjadi persaingan yang sangat
tajam. Hal ini terjadi setelah para pedagang Eropa datang ke Maluku. Pada tahun
1512, bangsa Portugis datang ke Ternate, sedangkan tahun 1521 bangsa Spanyol
datang ke Tidore.
Setelah 10 tahun berada di Kerajaan Ternate, bangsa Portugis mendirikan
Benteng yang diberi nama Sao Paolo. Menurut

Portugis , benteng tersebut

berguna untuk melindungi Ternate dari Kerajaan Tidore. Namun hal tersebut
hanyalah taktik Portugis agar mereka dapat tetap berdagang dan menguasai
Ternate. Pembangunan Benteng Soa Paolo mendapat perlawanan dan salah
seorang yang menantang kehadiran kekuasaan militer Portugis tersebut yaitu
Sultan Hairun. Beliau berkuasa di kerajaan Ternate sejak tahun 1559. Sultan tidak
ingin perekonomian dan pemerintahan kerajaan di kuasai oleh bangsa lain dan
pendirian benteng tersebut dianggap menunjukkan niat buruk Portugis atas
Ternate.
Ketidak

setujuan

Sultan

Hairun

terhadap

Portugis tidak

berbentuk

kekerasan, sebaliknya Sultan Haitun bersedia berunding dengan Portugis di


Benteng Sao Paolo. Ternyata niat baik Sultan Hairun dimanfaatkan Portugis untuk
menahannya di benteng tersebut. Keesokan harinya Sultan Hairun telah
terbunuh hal ini terjadi pada tahun 1570.
Wafatnya Sultan Hairun menyebabkan kebencian rakyat Maluku semakin
besar. Sultan Baabullah yang menjadi Raja Ternate berikutnya dan memimpin
perang melawan Portugis. Usaha ini menampakkan hasil pada tahun 1575,
setelah Portugis berhasil dipukul mundur dan pergi meninggalkan bentengnya di
Ternate.

Bangsa Portugis bergerak ke Selatan dan Menaklukan Timor pada tahun


1578. Sultan Baabullah kemudian memperluas kekuasaannya hingga Maluku,
Sulawesi, Papua, Mindano dan Bima. Keberhasilan pemerintahannya membuat
Sultan Baabullah mendapat julukan Tuan dari Tujuh Pulau Dua Pulau.

Anda mungkin juga menyukai