PEMBAHASAN
Akhirnya didapatkan persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah gas didapat
dengan cara mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan untuk batubara rank
rendah (brown coal dan lignit) untuk karbonisasi temperatur rendah.
D. Plastometer Gieseler
Plastometer Gieseler adalah viskometer yang memantau viscositas sampel
batubara yang telah dileburkan. Dari tes ini direkam data-data sbb:
a. Initial softening temperature.
b. Temperatur viscositas maksimum
c. Viskositas maksimum.
d. Temperatur pemadatan resolidifiation temperatur.
E. Indeks Roga:
Indeks Roga menyatakan caking capacity. Ditentukan dengan cara
memanaskan 1 gram sampel batubara yang dicampur dengan 5 gram antrasit pada
850C selama 15 menit.
F. Tes lain yang dilakukan:
Biasanya dilakukan untuk menentukan:
a.
b.
c.
Uji kekuatan.
d.
Tes Metalurgi.
Gambar 2.1
Kokas Batubara
A. Proses Pembuatan/Produksi Kokas
1. Tahap Pembentukan
Batubara adalah bahan baku utama (60-80%). Batubara dikeringkan
hingga kandungan air 2-3% (pada tahap i ). Batubara kering digerus (pada tahap ii
). Pengikat ditambahkan ke bubuk batu bara, bahan ini kemudian dicampur (pada
tahap iii ), dan dicetak (pada tahap iv), sehingga memperoleh batubara umpan.
2. Tahap Karbonisasi (carbonizing stage)
Karbonisasi batubara adalah proses distilasi kering di mana sirkulasi udara
dikontrol seminimal mungkin. Melalui dinding baja, panas disalurkan ke dalam
tanur bakar yang memuat batubara. Proses karbonisasi merupakan reaksi
endoterm atau eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang
sedang terjadi. Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur
karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi.
Batubara yang sebagai umpan dalam proses karbonisasi dimasukan ke
tungku (pada tahap v), di mana batubara melewati zona karbonisasi suhu rendah,
pada suhu sekitar 375 sampai 475 derajat celcius, batubara mengalami
dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu mencapai
475 sampai 600 derajat celcius, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa
hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-
kokas, dan kemudian batubara dipanaskan dalam carbonisasi suhu tinggi sampai
1000o C (pada tahap vii) untuk menjalani karbonisasi.
Tingkat panas yang tinggi harus dikendalikan sehingga batubara tidak
pecah dan hancur akibat batubara mengalami pertambahan atau penyusutan
volume. Batubara yang telah terkarbonisasi (coke), didinginkan hingga mencapai
suhu 100o C atau lebih rendah. Suhu di pendinginan (pada tahap viii) oleh gas
yang bersuhu normal dimasukkan dari bawah tungku sebelum kokas dikeluarkan
dari tungku.
3. Gas yang dihasilkan ( generated Gas)
Gas hasil pemanasan kokas (300-350o C) meninggalkan bagian atas
tungku yang didinginkan oleh recooler ( pada tahap ix ) dan pendingin utama
( pada tahap x ). Setelah menghilangkan asap tar ( pada tahap xi ), sebagian besar
gas dikembalikan ke tungku. Porsi gas yang berlebihan dikeluarkan dari sistem,
yang kemudian mengalami rectification dan desulfurisasi untuk menjadi bahan
bakar bersih yang memiliki nilai kalori tinggi, (3800kcal/Nm3).
4. Produk sampingan( byproducts)
Cairan dalam gas dibawa ke decanter ( pada tahap xii ) yang memisahkan
ammonia dan tar dengan dekantasi dan pengendapan . Masing-masing produk
sampingan tersebut digunakan untuk tanaman yang ada untuk perawatan lebih
lanjut. Setelah dinormalisasi, tar digunakan kembali sebagai pengikat untuk
pembentukan kokas.
5. Sirkulasi Gas (Gas recycle )
Gas hasil pemisahkan kabut tar di electric precipitator dipanaskan sampai
sekitar 1000o C pada suhu tungku pemanas gas yang tinggi ( pada tahap xiii ), dan
kemudian dimasukan ke zona karbonisasi bersuhu tinggi ( pada tahap vii ). Gas
yang dipanaskan sampai 450o C pada suhu tungku pemanas gas rendah ( pada
tahap xiv ) kendalikan ejektor ( pada tahap xv ). Ejektor ( xv ) menghisap gas
bersuhu tinggi yang digunakan untuk mendinginkan kokas untuk memberi umpan
ke zona karbonisasi bersuhu rendah (vi) pada suhu gas sekitar 600o C.
Gambar 2.2
Briket Batubara
A. Cara Membuat Briket Batubara
Batubara terbagi menjadi 2 macam :
1. Batubara muda / sub-bituminus / lignite, yaitu batubara kalori rendah (bermutu
rendah). Ciri-cirinya :
a. Fisiknya lebih lembut dengan materi yang rapuh
b. Berwarna suram seperti tanah
c. tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi
d. Kadar karbon rendah
e. Kandungan energinya rendah
2. Batubara tua / bituminus / antrasit, yaitu batubara kalori tinggi (bermutu baik).
Ciri-cirinya :
a. Fisiknya keras dan kompak
b. Warnanya hitam dan mengkilat
c. Tingkat kelembaban (moisture) yang rendah
d. Kadar karbon tinggi
e. Kandungan energinya besar
B. Bahan Campuran dan Fungsi
1. Batubara, sebagai bahan utama pembuatan briket batubara.
a. Semakin tinggi nilai kalorinya, panas yang dihasilkan akan semakin tinggi
b. Semakin tinggi nilai kalorinya, pembakaran akan semakin lama karena
unsur zat yang mudah terbakar (volatile matter) yang dikandungnya akan
semakin sedikit
c. Semakin banyak komposisi batubaranya, pembakaran yang dihasilkan
akan semakin panas dan semakin lama
d. Semakin tinggi nilai kalorinya semakin sulit menyala, karena kadar
volatile matternya akan semakin sedikit
e. Semakin rendah nilai kalorinya, panas yang dihasilkan akan semakin
berkurang dan lama pembakaran akan semakin cepat. Batubara dengan
nilai kalori rendah juga mengandung banyak air sehingga menyulitkan
dalam penyalaan, berasap dan panas yang berkurang. Solusinya dengan
cara pengeringan (mengurangi kadar air) dan dengan cara karbonisasi
(menaikkan kadar kalori batubara)
2. Biomassa (serbuk kayu keras), sebagai bahan untuk mempercepat dan
memudahkan proses pembakaran
a. Semakin banyak komposisi biomassa maka briket akan semakin mudah
terbakar dan pencapaian suhu maksimalnya akan semakin cepat
b. Kelemahannya semakin banyak komposisi biomassanya, lama pembakaran
menjadi semakin berkurang
c. Biomassa dapat diubah / diolah menjadi bio arang, yang merupakan bahan
bakar dengan tingkat nilai kalor yang cukup tinggi dan dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari
d. Semakin besar komposisi biomassa, maka kandungan emisi polutan CO
dan polusi HC akan semakin berkurang
3. Tanah liat, sebagai bahan pengeras sekaligus perekat
a. Jenis tanah liat yang dipilih, harus mengandung unsur Kaulinik yaitu unsur
yang mempengaruhi kerekatan, kekerasan dan kekeringan
b. Semakin banyak komposisinya, briket yang dihasilkan akan semakin keras