TINJAUAN PUSTAKA
I.
A. Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan
bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan
kematian (Muttaqin, 2008:234).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari
lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131).
B. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik
primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang
berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,
menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri
yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan
putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan
frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris
terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organorgan vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena
interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus
sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal
bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua
arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini
memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari
bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi
kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254)
C. Etiologi
1.
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding pembuluh
darah
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri.
2.
Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
b. Penyakit kardiovaskuler
c.
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e.
f.
g.
j.
Penyalahgunaan obat
Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q. Asam urat
Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :
a. Hipertensi.
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
c.
d.
e.
f.
g.
E. Klasifikasi CVA
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi
Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya
pembuluh
darah
(mikroaneurisma)
terutama
karena
hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan
serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf
Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).
b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,
afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf
Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid
pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi
serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid
(PSA)
Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri Kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umum
Sering fokal
Tanda
rangsangan +/+++
Meningeal.
Hemiparese
++
+/Gangguan saraf otak
+
+++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik KMB di Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo
Surabaya
2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umummnya baik.
Infark
Perdarahan
Sub akut/kurang mendadak
Sangat akut/mendadak
Bangun pagi/istirahat
Sedang aktifitas
+ 50% TIA
+/+++
+
+
Kadang sedikit
+++
+/hari ke-4
Tanda adanya
aterosklerosis di retina,
koroner, perifer. Emboli
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
+++
++
+
+
+
sejak awal
Hampir selalu hypertensi,
aterosklerosis, HHD
Pemeriksaan:
Darah pada LP
X foto Skedel
Angiografi
Oklusi, stenosis
CT Scan
Densitas berkurang
(lesi hypodensi)
Opthalmoscope
Crossing phenomena
Silver wire art
+
Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Aneurisma. AVM. massa
intra hemisfer/ vasospasme.
Massa intrakranial
densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Perdarahan retina atau
corpus vitreum
Normal
Jernih
< 250/mm3
oklusi
di tengah
Meningkat
Merah
>1000/mm3
ada shift
shift midline echo
Lumbal pungsi :
Tekanan
Warna
Eritrosit
Arteriografi
EEG
Disadur dari Makalah Simposium Sehari Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan
dalam Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr.
Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan
oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II
Kotamadya Suarabaya
c.
2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan,
panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi
bagian tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat
dipahami)
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
b. Non Dominan
mengalami paralise)
Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan
ganda), buta.
4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan VD >
5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor
(PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark mengalami
penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien
CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah
LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah
itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145
nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)
dan
kali/hari.
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
Posisi kepala head up (15-30)
Menghindari mengejan pada BAB
Hindari batuk
Meminimalkan lingkungan yang panas
II.
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami
oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat
e.
(kokain).
Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya
f.
menelan, obesitas
Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,
anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius
3)
paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik
(hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
h. Pemeriksaan Fisik
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik
pengecapan normal.
4) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan
seksual.
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun,
mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-
otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik.
Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya
dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan
Ciri-ciri
otot
0
Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1
Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2
Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3
Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4
Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5
Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh
2. Diagnosa Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan Dan
Intervensi
Keperawatan
Kriteria Hasil
1 Risiko
NOC :
NIC :
ketidakefektifan
Setelah dilakukan
Intrakranial Pressure (ICP)
Perfusi jaringan
tindakan
Monitoring (Monitor tekanan
serebral
keperawatan
intrakranial)
Berhubungan
perfusi jaringan 1. Berikan informasi kepada keluarga
dengan :
serebral adekuat 2. Monitor tekanan perfusi serebral
edema serebral
dengan kriteria 3. Catat respon pasien terhadap stimuli
embolisme
hasil :
4. Monitor tekanan intrakranial pasien dan
aterosklerosis 1. Fungsi neurologis respon neurology terhadap aktivitas
koagulasi
normal (5)
5. Monitor jumlah drainage cairan
intravaskuler
2. Tekanan intra
serebrospinal
kranial dalam batas6. Monitor intake dan output cairan
normal(5)
7. Restrain pasien jika perlu
3. Tidak terdapat 8. Monitor suhu dan angka WBC
nyeri kepala(5) 9. Kolaborasi pemberian antibiotik
4. Tidak terdapat 10. Posisikan pasien pada posisi semifowler
cartid bruit(5)
11. Minimalkan stimuli dari lingkungan
5. Tidak terdapat
kegelisahan(5)
Cerebral Perfussion Promotion
6. Tidak terdapat 1. Kolaborasi dengan dokter untuk
lesu(5)
menentukan parameter hemodinamik
7. Tidak terdapat
yang diperlukan,
kecemasan(5)
2. pertahankan posisi kepala pasien lebih
8. Tidak ada
tinggi 15 derajat
agitasi(5)
3. hindari aktivitas secara tiba-tiba
9. Tidak terdapat 4. pertahankan serum glukosa pada rentang
muntah(5)
normal
10. Tidak pingsan(5) 5. monitor tanda-tanda perdarahan
6. monitor status neurologi
2
Nyeri akut
NOC :
Manajemen nyeri (Pain Management) :
Berhubungan
Setelah dilakukan 1.
Observasi reaksi nonverbal dari
dengan:
tindakan
ketidaknyamanan
agen
cedera keperawatan Pain2. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi
biologis
Control dengan
(lokasi, karakteristik, dan onset, durasi,
kriteria hasil :
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri)
1. Mengenali faktor 3. Kaji skala nyeri
penyebab (5)
4.
Gunakan komunikasi terapeutik agar
2. Mengenali onset
klien dapat mengekspresikan nyeri
(lamanya sakit) (5)
5.
Kaji factor yang dapat menyebabkan
3. Menggunakan
nyeri timbul
metode
6.
Anjurkan pada pasien untuk cukup
pencegahan untuk
istirahat
mengurangi
7.
Control lingkungan yang dapat
nyeri(5)
mempengaruhi nyeri
4. Menggunakan 8. Monitor tanda tanda vital
metode
9. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
nonanalgetik untuk (relaksasi) untuk mengurangi nyeri
mengurangi nyeri10. Jelaskan factor factor yang dapat
(5)
mempengaruhi nyeri
5. Mengunakan
11.
Kolaborasi dengan dokter dalam
analgesik sesuai
pemberian obat
dengan kebutuhan
Analgesic Administration
(5)
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
6. Mencari bantuan
dan derajat nyeri sebelum pemberian
tenaga
obat
kesehatan(5)
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
7. Melaporkan gejala dosis, dan frekuensi
pada petugas
3. Cek riwayat alergi
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC). United
states of America: Mosby
Hudak, C. M. Gallo, B. M. (1996). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistic Edisi holistik
volume II. Jakarta: EGC.
Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United states of
America: Mosby.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: salemba medika.
Price, Sylvia A. (2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC