Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Musliha, 2010).
Trauma abdomen adalah terjadinya kerusakan pada organ abdomen yang
dapat

menyebabkan

perubahan

fisiologi

sehingga

terjadi

gangguan

metabolism, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma


abdomen merupakan cedera yang mengenai bagian abdomen yang dapat
terjadi secara terbuka (penetrating trauma) dan tertutup (blunt trauma)
(Newberry, 2005). Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana
saja baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam
penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk
masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan
menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan
pertolongan yang lebih lanjut.
Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita
yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang
mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat,
tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk
memudahkan dalam pemberian pertolongan korban harus diklasifikasikan
termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak
darurat dan meninggal.
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana
pasien

berada

dalam

ancaman

kematian

karena

adanya

gangguan

hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ


yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaan. Selain
trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan salah
satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun
saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal
bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu
1

kita perlu memahami penanganan kegawatdaruratan pada system pencernaan


secara cepat, cermat dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
B. Tujuan
Mahasiswa mampu mempelajari asuhan kegawat daruratan dalam masalah
trauma abdomen.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar masalah trauma abdomen
3. Mahasiswa dapat memahami konsep asuhan kegawatdaruratan
4. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar Sepsis
5. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar Sirs

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi
1. Pengertian Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan adalah sistem yang berfungsi untuk melakukan
proses pengolahan makanan sehingga dapat diserap dan digunakan oleh
sel-sel tubuh secara fisika maupun secara kimiawi. System pencernaan ini
terdiri dari saluran pencernaan, yaitu tuba muscular panjang yang
merentang dari mulut sampai anus, dan organ-organ aksesoris, seperti gigi,
lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu dan pancreas.Saluran
pencernaan yang terletak di bawah area diafragma disebut saluran
grastrointestinal. Sedangkan pengertian dari fisiologi pencernaan itu
sendiri adalah mempelajari fungsi atau kerja system pencernaan dalam
keadaan normal.
2. Fungsi Sistem Pencernaan
Fungsi utama dari sistem ini adalah untuk menyediakan makanan, air,
dan elektrolit bagi tubuh dari nutrient yang dicerna sehingga siap
diabsorpsi. Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia, dan
meliputi proses berikut:
a. Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.
Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik
oleh gigi. Makanan kemudian bercampur dengan saliva sebelum
ditelan(menelan).
b. Peristalsik adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang
menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
c. Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi
molekul kecil sehingga absorpsi dapat berlangsung.

d. Absorpsi adalah penggerakan produk akhir pencernaan dari lumen


saluran pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga
dapat digunakan oleh tubuh.
e. Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak
tercerna, juga bakteri, dalam bentuk feses dari saluran pencernaan.
Gambaran umum sistem pencernaan

Dinding saluran terusun dari 4 lapisan jaringan dasar dari lumen (rongga
sentral) ke arah luar. Komponen lapisan pada setiap regio bervariasi sesuai
fungsi
Mukosa (membran mukosa) tersusun dari tiga lapisan.
4

f. Epithelium yang melapisi berfungsi untuk perlindungan, sekresi, dan


absorpsi. Di bagian ujung oral dan anal saluran, lapisannya tersusun
dari dari epithelium skuamosa bertingkat tidak terkeranisasi untuk
perlinndungan. Lapisan ini terdiri dari epithelium kolumnar simple
dengan sel goblet di area tersebut yang dikhususkan untuk sekresi dan
absorpsi.
g. Lamina propria adalah jaringan ikat areolar yang menopang epithelium.
Lamina ini mengandung pembuluh darah, limfatik, nodular limfe, dan
bebrapa jenis kelenjar.
h. Muskularis mukosa terdiri dari lapisan sirkular dalam yang tipis dan
lapisan otot polos longitudinal luar.
Submukosa terdiri dari jaringan ikat areolar yang mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfatik, beberapa kelenjar submukosal, dan
pleksus serabut saraf, serta sel-sel ganglion yang disebut pleksus meissner
(pleksus submukosal). Submukosa mengikat mukosa ke muskularis
eksterna.
Muskularis eksterna terdiri dari dua lapisan otot, satu lapisan sirkular
dalam dan satu lapisan longitudinal luar. Konstraksi lapisan sirkular
mengkonstriksi lumen saluran dan kontraksi lapisan longitudinal
memperpendek

dan

memperlebar

lumen

saluran.

Kontraksi

ini

mengakibatkan gelombang peristaltik yang meenggerakkan isi saluran


kearah depan. Muskularis eksterna terdiri dari otot rangka di mulut, faring,
dan esophagus attas, serta otot polos pada saluran selanjutnya.
Pleksus auerbach (pleksus mienterik) yang terdiri dari serabut saraf dan
ganglion parasimpatis, terletak diantara lapisan otot sirkular ddalam
longitudinal luar.
Serosa(adventisia), lapisan keempat dan paling luar yang disebut juga
peritoneum viseral. Lapisan ini terdiri dari membrane serosa jaringan ikat
renggang yang dilapisi epithelium skuamosa simple. Di bawah area
diafragma dan dalam lokasi tempat epithelium skuamosa dan menghilang
dan jaringan ikat bersatu dengan jaringan ikat di sekitarna area tersebut
disebut sebagai adventisia.
5

Peritoneum,

mesenterium,

dan

omentum

abdominopelvis

adalah

membrane erosa terlebar dalam tubuh.


Peritoneum parietal melapisi rongga abdominopelvis.
Peritoneum viseral membungkus organ dan terhubungkan ke peritoneum
parietal oleh berbagai lipatan.
Rongga peritoneal adalah ruang potensial antara visceral dan peritoneum
parietal.
Mesenterium dan omentum adalah lipatan jaringan peritoneal berlapis
ganda yang merefleks balik dari peritoneum visceral. Lipatan ini berfungsi
untuk mengikat organ-organ abdominal satu sama lain dan melabuhkannya
ke dinding abdominal belakang. Pembuluh darah limfatik, dan saraf
terletak dalam lipatan peritoneal.
Omentum besar adalah lipatan ganda berukuran besar yang melekat pada
duodenum, lambung dan usus besar. Lipatan ini tergantung seperti
celemek di atas usus.
Omentum kecil menopang lambung dan duodenum sehingga terpisah dari
hati.
Mesokolon melekatnya kolon ke dinding abdominal belakang.
Ligamen falsimoris melekatkan hati ke dinding abdominal depan dan
difragma.
Organ yang tidak terbungkus peritoneum, tetapi hanya tertutup olehnya
disebut retroperitoneal (di belakang peritoneum). Yang termasuk
retroperitoneal antara lain; pankreas, duodenum, ginjal, rectum, kandung
kemih, dan beberapa organ reproduksi perempuan.
3. Organ-Organ Sistem Pencernaan
a. Peritonium
Peritoneum merupakan membran serosa transparan yang terbesar
didalam

tubuh manusia

dan terdiri

dari

2 lapisan

yang

berkesinambungan, antara lain peritoneum parietal yang melapisi


bagian internal dari dinding abdominopelvis dan peritoneum visceral
yang melapisi oragan-organ abdomen.
b. Lambung
6

Regio-regio lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan organ,


dan bagian pilorus. Makanan masuk ke dalam lambung dari
kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa
membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Bagian jantung lambung adalah area di sekitar pertemuan esophagus
dan lambung. Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri atas
mulut esophagus. Badan lambung adalah bagian yang terilatasi di
bawah fundus, yang membentuk dua pertiga bagian lambung. Tepi
medial badan lambung yang konkaf disebut kurvatur kecil: tepi
lateral/minor badan lambung yang

konveks disebut kurvatur

besar/mayor. Bagian pylorus lambung menyempit di ujung bawah


lambung dan membuka ke duodenum. Antrum pylorus mengarah ke
mulut pylorus yang dikelilingi sfinger pylorus muscular tebal.
Lambung berfungsi diantaranya adalah sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzimenzim, memproduksi kimus dan mucus, factor intrinsic (menghasilkan
vitamin B12), disgesti protein, dan absorpsi.
c. Usus Halus
Gambaran umum mengenai usus halus adalah tuba terlilit yang
merentang dari sfingter pylorus sampai ke katup ileosekal, tempatnya
menyatu dengan usus besar. Diameter usus halus kurang lebih 2,5 cm
dan panjangnya 3-5 m. Secara umum proses pencernaan dalam tubuh
adalah dimulai dari lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua
belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus
halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
7

melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus


juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.
Fungsi usus halus adalah diantaranya secara selektif mengabsorpsi
produk digesti, usus halus juga mengakhiri proses pencernaan
makanan yang dimulai di mulut dan lambung. Proses ini diselesaikan
oleh enzim usus dan enzim pancreas serta dibantu empedu dalam hati.
d. Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar :
Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
Pulau pankreas, menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim
pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam
darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam
bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk
inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium
bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara
menetralkan asam lambung.
e. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang besar dan memiliki berbagai
fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Zat-zat
gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan
darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar
dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta
terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah
yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan
tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke
dalam sirkulasi umum.
1) Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Dalam metabolisme karbohidrat, hati melakukan fungsi berikut ini
a) Menyimpan glikogen dalam jumlah besar.
b) Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa.
c) Glugoneogenesis
8

d) Pembentukan banyak senawa kimia dan prodak antara


metabolisme karbohidrat.
2) Fungsi hati metabolisme lemak
Hati mengadakan katabolisis asam lemak, asam lemak dipecah
menjadi beberapa komponen :
a) Senyawa 4 karbon keton bodies
b) Senyawa 2 karbon aktif asetat (dipecah menjadi asam lemak
dan gliserol)
c) Pembentukan kolesterol
d) Pembentukan dan pemecahan fosfolipid.
3) Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah
a) Deaminasi asam amino
b) Pembentukan ureum untuk mengelurkan amonia dari cairan
tubuh.
c) Pembentukan protein plasma
d) Interkonversi beragam asam amino dan sintesis asam lain dari
asam amino.
4) Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah, misalnya pembentukan fibrinogen,
protrombin. Faktor V, VII, IX, X benda asing menusuk kena
pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsik. Bila ada
hubungan dengan katup jantung- yang beraksi adalah faktor
intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan
ditambah dengan faktor XIII, sedangkan vit.K dibutuhkan untuk
pembentukan protombin dan beberapa faktor koagulasi.
5) Fungsi hati Semua vitamin dsimpan di dalam hati khususnya
vitamin A,D,E,K
6) Hati menyimpan besi dalam bentuk Ferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut
apoferitin, yang akan bergabung dengan besi baik dalam jumlah
sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia
dalam cairan tubuh, maka besi akan berkaitan dengan apoferitin
membentuk feritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hati
sampai diperlukan, bila besi dalam sirkulasi cairan tubuh mencapai
kadar yang rendah, maka feritin akan melepskan besi. Dengan
9

demikian system apoferitin hati bekerja sebagai penyangga besi


darah dan juga sebagai media penyimpanan besi.
7) Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah detoksikasi tubuh, roses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi reduksi, metilasi, esterfikasi dan konjgasi terhadap
berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
8) Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kuppfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan
berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer
juga ikut memproduksi -globin sebagai imun livers mechanism.
9) Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang
normal 1500cc/menit. Atau 1000 1800cc/ menit. Darah yang
mengalir di dalam arteri hepatica 25% dan didalam vena porta
75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar
dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan
hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik
matahari,

shock.

Hepar

merupakan

organ

penting

untuk

mempertahankan aliran darah.


10) Fungsi sekresi empedu oleh hati
Salah satu dari fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu,
normalnya natara 600 dan 1000 ml/hari.
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernan dan
absorbsi lemak, bukan karena enzim dalam empedu yang
menyebabkan pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu/
dalam empedu melakukan 2 hal, yaitu :
a) Asam empedu membantu mengelmusikan partikel-partikel
lemak yang besar dalam makanan menjadi banyak partikel
kecil, permukaan partikel tersebut dapat diserang oleh enzim
lipase yang disekresikan dalam getah pankreas.
b) Asam empedu membantu absorbs produk akhir lemak yang
telah dicerna melalui membrane mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah. Hal ini terutama meliputi
10

bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan


kelebihan kolesterol.
f. Empedu
Kandung Empedu dan saluran Empedu
Empedu memiliki 2 fungsi penting :
1) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
2) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah
dan kelebihan kolesterol

g. Usus Besar
Begitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar,
sebagian nutrient telah dicerna dan di absorpsi dan hanya menyisakan
zat-zat yang tidak tercerna. Usus besar tidak memiliki vili, plicae
cilculares (lipatan sirkular) dan diameternya lebih lebar, panjangnya
lebih pendek, dan daya renggangnya lebih besar disbandingkan usus
halus. Usus besar terdiri dari sekum (kantong tertutup yang
menggantung di bawah area katup ileosekal), kolon (kolon asenden,
kolon tranversa, kolon desenden), rectum (bagian saluran dengan
panjang 12-13cm, yang berakhir pada saluran anal dan membuka ke
eksterior di anus.
Usus besar berfungsi diantaranya adalah:
1) Usus besar mengabsorpsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari
kimus yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa
semi padat.
2) Usus besar hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak
mengandung enzim atau hormon pencernaan.
3) Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil
selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrient bagi tubuh dalam
11

setiap hari. Bakteri juga memproduksi vitamin (K, riboflavin, dan


tiamin) dan berbagai gas.
4) Usus besar juga mengekskresi sisa dalam bentuk feses.
h. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Suatu cincin
berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
i. Hormon dalam Saluran pencernaan
Enzim dan hormon pencernaan lambung
Asam HCL, Berfungsi:
1) Mengaktifkan zimogen pepsinogen menjadi pepsin
2) Sebagai disinfektan untuk mematikan kuman
3) Menonaktifkan enzim ptialin yang bekerja dimulut jika jumlah
sekresi HCL nya jumlahnya sudah besar
4) Merangsang pengeluaran hormon sekretin dan kolesistokinin pada
usus halus
5) Memacu terbukanya klep pyloric lambung sehingga chime bisa
turun ke usus 12 jari
6) Merangsang tertutupnya klep isosekum duodenum karena asam
7) Membuat PH lambung menjadi rendah (PH 4)
Hormon Gastrin, Berfungsi:
1) Memacu sekresi enzim pepsinogen
2) Memacu keluarnya HCL (asam klorida)

12

3) Enzim Renin, Berfungsi: Menegendapkan protein susu (kasein)


dari air susu (ASI). Pada bayi akan disekresi dalam jumlah besar
dan akan berkurang banyak ketika dewasa.
Mukus, Berfungsi: melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat
asam HCL.

Enzim dan Hormon pencernaan Usus Halus


1) Disakaridase,

berfungsi:

menguraikan

disakarida

menjadi

monosakarida.
2) Erepsinogen, Berfungsi: erepsin yang belum aktif yang akan diubah
menjadi erepsin. Erepsin mengubah pepton menjadi asam amino.
3) Hormon Sekretin, Berfungsi: merangsang kelenjar pankreas
mengeluarkan senyawa kimia yang dihasilkan ke usus halus.
4) Hormon CCK (Kolesis Tokinin), Berfungsi: merangsang hati untuk
mengeluarkan cairang empedu ke dalam usus halus.
5) Enzim dan hormon pencernaan pankreas
6) Bikarbonat, Berfungsi: menetralkan suasana asam dari makanan yang
berasal dari lambung.
7) Enterokinase, Berfungsi: mengaktifkan erepsinogen menjadi erepsin
serta mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin tripsin mengubah
pepton menjadi asam amino.
8) Amilase, Berfungsi: mengubah amilum menjadi disakarida.
9) Lipase, Berfungsi: mencerna Lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
10) Kimotripsin, Berfungsi: mengubah peptone menjadi asam amino.
11) Nuklease, Berfungsi: munguraikan nukleotida menjadi nukleosida dan
gugus prospat.
12) Hormon insulin, Berfungsi: menurunkan kadar gula dalam darah
sampai menjadi kadar normal.
13) Hormon Glukagon: menaikkan kadar gula darah sampai menjadi kadar
normal.
Konsituen

Sumber sel

Fungsi utama

13

Asam

Sel oxyntic (parietal)

Mensterilkan traktus GI bagian atas

hidroklorida
Faktor

Sel oxyntic (parietal)

Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin


Absorpsi intestinal vitamin B12

intrinsik
Pepsinogen

Chief cell

Pencernaan protein (sebagai pepsin)

Mukus

Sel-sel mukus

Proteksi mukosa lambung

Bikarbonat

Kelenjar pilorus
Sel-sel
epitel Proteksi mukosa lambung

Gastrin

permukaan
Sel-sel
G

(dalam Peningkatan sekresi sel-sel oxyntic dan chief cells

antrum pilorik)
dalam lambung dan bagian eksokrin asinus pankreas
Somatostatin Sel-sel D (di seluruh Supresi sekresi asam
mukosa lambung)
j. Gastrin
Gastrin diproduksi di dinding lambung. Distimulus dan disekresikan
oleh sel-sel dalam lambung untuk produksi makanan dalam lambung,
dan merangsang produksi asam hidroklorat oleh sel parietal lambung
dan meningkatkan pergerakan dari dinding lambung. HCl dalam
lambung bertanggungjawab untuk mengaktifkan enzim pencernaan
terpenting di lumbung, pepsin. Pengaruh hormon ini dalam mengatur
pencernaan sebagai perangsang sekresi terus-menerus getah lambung
dan pengaruhnya kuat untuk mempermudah pengosongan lambung.
Enterogastron (sekretin)
Dihasilkan oleh usus halus yang dipicu oleh kehadiran asam pada usus
12 jari. Hormon ini merangsang pankreas untuk menyekresikan enzim
pencernaan termasuk ion bikarbonat umtuk menetralkan asam. Ion
bikarbonat merupakan buffer dari tingkat keasaman bubur makanan
(chyme) yang memasuki usus halus dari lambung.Hal ini penting
karena enzim-enzim yang diperlukan untuk pencernaan di usus halus
tidak dapat bekerja dalam lingkungan asam. Pengaruh hormon ini
dalam

proses

pencernaan

yaitu

merangsang

pankreas

untuk

mengeluarkan bikarbonat, yang menetralkan bubur makanan (chime)


14

asam dalam duodenum., merangsang hati dan kantung empedu untuk


mensekresikan empedu.
Cholecystokinin(CCK)
Cholecystokinin (CCK) diproduksi di dinding duodenum. Distimulus
untuk produksi asam amino atau asam lemak dalam chime.
Pengaruhnya untuk merangsang pankreas mengeluarkan enzim
pankreas ke dalam usus halus, merangsang kantung empedu untuk
berkontraksi, yang mengeluarkan empedu ke dalam usus halus.
Hormon ini bekerja sebagai penghambat kompetitif untuk memblok
motilitas lambung yang meningkat yang disebabkan oleh gastrin.
Enterogastron
Tempat produksi dinding duodenum. Distimulus untuk produksi chime
dalam

duodenum. Pengaruhnya

menghambat

peristalsis

(memperlambat masuknya makanan dalam usus halus).


Hormon lainnya yang membantu sistem saluran pencernaan adalah
hormon paratiroid yang dihasilkan oleh 4 kelenjar tiroid yang terletak
disekitar kelenjar tiroid di leher. Jika konsentrasi kalsium darah
menurun, kelenjar paratiroid menghasilkan lebih banyak hormon
paratiroid dan jika konsentrasinya meningkat, kelenjar menghasilkan
lebih sedikit hormon. Hormon paratiroid merangsang saluran
pencernaan untuk menyerap lebih banyak kalsium dan menyebabkan
ginjal mengaktifkan vitamin D.
Selanjutnya vitamin D menambah kemampuan saluran pencernaan
untuk menyerap kalsium. Hormon paratiroid juga merangsang tulang
untuk melepaskan kalsium ke dalam darah dan menyebabkan ginjal
membuang lebih sedikit kalsium ke dalam urin.
Fungsi Limfa: Mengembalikan cairan & protein dari jaringan ke
sirkulasi darah, mengangkut limfosit, membawa lemak emulsi dari
usus,

menyaring

dan

menghancurkan

mikroorganisme

menghindarkan penyebaran, menghasilkan zat antibodi.

15

untuk

k. Sistem Peredaran Limfa


Darah selalu mengalir di dalam pembuluhnya. Selain darah ada pula
suatu cairan yang mengalir di seluruh jaringan tubuh, namun tidak
selalu mengalir dalam pembuluh. Cairan ini disebut cairan limfa atau
cairan getah bening. Cairan limfa mengandung sel darah putih,
fibrinogen, dan keping darah yang ketiganya berfungsi dalam proses
pembekuan darah dan mencegah infeksi. Cairan limfa masuk ke dalam
pembuluh limfa. Berbeda dengan pembuluh darah yang memiliki
peredaran tertutup, pembuluh limfa memiliki peredaran terbuka.
Alasannya, pembuluh limfa merupakan pembuluh kecil yang ujungnya
terbuka.
Terdapat dua pembuluh limfa besar dalam tubuh manusia, yaitu
pembuluh limfa kanan dan pembuluh limfa kiri. Pembuluh limfa kanan
berfungsi mengumpulkan limfa yang berasal dari jantung, dada, paruparu, kepala, leher, dan lengan bagian atas. Pembuluh limfa kiri
berfungsi mengumpulkan limfa yang berasal dari bagian-bagian tubuh
yang tidak masuk ke dalam pembuluh limfa kanan. Cairan limfa dari
kedua pembuluh limfa ini masuk ke pembuluh balik untuk dibawa ke
jantung. Di bagian tubuh tertentu, misalnya di ketiak, leher, dan
pangkal paha, pembuluh limfa membentuk simpul yang disebut nodus
limfa. Jika ada bagian tubuh yang terluka, limfa dari kelenjar yang
terdekat dengan luka tersebut akan bereaksi dan membengkak.
B. Trauma Abdomen
1. Definisi
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Musliha, 2010).
16

Trauma abdomen adalah terjadinya kerusakan pada organ abdomen yang


dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolism, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen merupakan cedera yang mengenai bagian abdomen yang
dapat terjadi secara terbuka (penetrating trauma) dan tertutup (blunt
trauma) (Newberry, 2005).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul
atau menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Trauma abdomen adalah cidera pada abdomen, berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. (Brunner &
Suddart,2011).
Kesimpulannya

trauma

abdomen

merupakan

cedera

yang

mengakibatkan kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan


perubahan fungsi fisiologis pada organ tersebut sehingga mengakibatkan
gangguan metabolisme, kelainan imunologi yang dapat terjadi secara
terbuka dan tertutup.
2. Regio dan Kuadran Abdomen
Dalam bentuk kuadran merupakan bentuk garis besar dan sederhana.
Penentuan kuadran ini dengan menarik garis (horizontal dan vertikal)
melalui umbilikus. Dengan cara ini dinding abdomen terbagi atas 4 daerah
yang sering disebut :
a. Kuadran kanan atas
b. Kuadran kiri atas
c. Kuadran kanan bawah
d. Kuadran kiri bawah

17

Kuadran Kanan Atas


Hati, kantung empedu, paru, esofagus

Kuadran Kiri Atas


Hati, jantung, esofagus, paru,

pankreas, limfa, lambung


Kuadran Kanan Bawah
Kuadran Kiri Bawah
Usus 12 jari (duo denum), usus besar, Anus, rektum, testis, ginjal, usus
usus kecil, kandung kemih, rektum, kecil, usus besar
testis, anus
Dalam Bentuk Regio:
Regio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik,
yaitu dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan garis
transversal yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta
dan satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior
(SIAS).
Bedasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan
abdomen terbagi menjadi 9 regio:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Regio hypocondriaca dextra


Regio epigastrica
Regio hypocondriaca sinistra
Regio abdominal lateralis dextra
Regio umbilicalis
Regio abdominal lateralis sinistra
Regio inguinalis dextra
Regio pubica (hypogastrium)
Regio inguinalis sinistra

18

Kepentingan pembagian ini, yaitu bila kita meminta pasien untuk


menunjukan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi
perjalanan rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk
membuat peta lokasi rasa nyeri beserta perjalanannya, sebab sudah
diketahui karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing
organ intra abdominal berdasarkan hubungan persarafan viseral dan
somatik.
Secara garis besar organ-organ dalam abdomen dapat diproyeksikan pada
permukaan abdomen dalam bentuk regio, yaitu antara lain:
a. Hati atau hepar berada di regio hypocondriaca dextra, epigastrica dan
sedikit ke hypocondriaca sinistra.
b. Lambung berada di regio epigastrium.
c. Limpa berkedudukan di regio hypocondrium kiri.
d. Kandung empedu atau vesika felea sering kali berada pada perbatasan
regio hypocondrium kanan dan epigastica.
e. Kandung kemih yang penuh dan uterus pada orang hamil dapat teraba
di regio hypogastrium.
f. Apendiks berada di daerah antara regio inguinalis dextra, abdominalis
lateral kanan, dan bagian bawah regio umbilicalis.
3. Etiologi
a. Penyebab trauma penetrasi
1) Luka akibat terkena tembakan
2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tusukan benda tumpul
b. Penyebab trauma non-penetrasi
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar
2) Hancur (tertabrak mobil)
3) Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan bagian abdomen
4) Cidera akselerasi / deselerasi karena kecelakaan olahraga
4. Klasifikasi
Trauma pada abdomen dapat dibagi menjadi dua jenis. Trauma
penetrasi dan trauma non penetrasi:
a. Trauma penetrasi
1) Trauma tembak / benda tajam / tembus

19

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.
Trauma Luka tembak disebabkan oleh masuknya peluru yang
memiliki energi tinggi sehingga menyebabkan trauma yang tidak
terprediksi. Selain melukai organ abdomen juga dapat mengenai
tulang dan trauma lainnya.
Pada trauma tembus organ yang paling sering terkena adalah :
a) Usus kecil (50%)
b) Usus besar (40%)
c) Hati (30%)
d) Struktur vaskular abdomen (25%)
Luka tusuk disebabkan oleh masuknya benda tajam menembus
dinding abdomen . trauma jenis ini umumnya organ yang terkena
trauma dan polanya lebih bisa diprediksi.
2) Trauma benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh
jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan
bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi,
kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
Trauma abdomen tumpul secara umum dapat disebabkan oleh 3
mekanisme yaitu:
(1) Mekanisme pertama adalah deselerasi/peregeseran.
Perlambatan yang tiba-tiba menyebabkan perbedaan gerak
antara struktur yang berdekatan. Sehingga terjadi pergeseran
pada organ padat maupun berongga di dalam abdomen,
contohnya pada hati dan usus.
(2) Mekanisme kedua adalah aselerasi/penekanan.
Organ-organ yang terdapat dalam abdomen tertekan diantara
dinding abdomen dan ruas tulang belakang atau rongga torak
20

dibagian belakang. Hal ini menimbulkan efek tekanan pada


organ-organ tersebut (limpa, hati dan ginjal merupakan organ
yang paling rentan).
(3) Mekanisme ketiga adalah tekanan eksternal, baik pukulan
secara langsung atau benturan dengan sesuatu objek (sabuk
pengaman). Tekanan eksternal yang tiba-tiba menyebabkan
tekanan intra abdomen meningkat dan akhirnya menyebabkan
organ-organ ruptur.
b. Trauma non-penetrasi (Blunt trauma)
1) Kompresi
2) Hancur akibat kecelakaan
3) Sabuk pengaman
4) Cedera akselerasi
c. Trauma pada dinding abdomen terdiri dan kontusio dan laserasi
1) Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen yakni tidak terdapat cedera
intraabdomen, kemungkinan terjadi ekimosis atau penimbunan
darah dalam jaringan, lunak dan masa darah dapat menyerupai
tumor.
2) Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi atau terjadi karena trauma
penetrasi.
d. Trauma pada organ spesifik
1) Limpa
Limpa adalah organ yang paling sering terluka dalam trauma tumpul
abdomen.Cedera limpa terjadi pada hampir 40% pasien dengan
kerusakan perut besar.Limpa berbentuk padat, sangat banyak
mengandung pembuluh darah, organ yang dikemas dengan aliran
darah sekitar 200 ml/menit.Apabila pecah dapat menyebabkan
perdarahan yang signifikan.
Trauma limpa (terletak di belakang tulang rusuk 9, 10, dan 11)
harus dicurigai sebagai berikut setiap pukulan ke kuadran kiri atas
abdomen.Klinis temuan sugestif cedera yang terdapat tenderness di
kuadran kiri atas, nyeri dibagian kiri bahu (tanda Kehr), iritasi

21

peritoneal, dan hipotensi.Limpa merupakan organ yang paling sering


cedera pada saat terjadi trauma tumpul abdomen.
Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena
adanya perdarahan yang hebat.Limpa terletak tepat di bawah rangka
thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan.Limpa
membantu tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada di dalam
tubuh dan menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi
dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak.Limpa juga
memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel darah
putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di
rongga abdomen.Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman
pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah.Kejadian yang
paling sering meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga,
perkelahian dan kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan
menjadi robeknya limpa segera setelah terjadi trauma pada abdomen.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena
perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan
adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri
atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga
mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada
jam pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal
seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan muncul setelah terjadi
perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan
gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri
atas harus dicurigai terdapat ruptur limpa sampai dapat diperiksa
lebih

lanjut.Penegakan

diagnosis

dengan

menggunakan

CT

scan.Ruptur pada limpa dapat diatasi dengan splenectomy, yaitu


pembedahan dengan pengangkatan limpa.Walaupun manusia tetap
bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat berakibat
mudahnya

infeksi

masuk

dalam

tubuh

sehingga

setelah

pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama

22

terhadap pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha


preventif terhadap terjadinya infeksi.
2) Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun
trauma tembus.Hati merupakan organ yang sering mengalami
laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk
didiagnosis.Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur hati sering
ditemukan adanya fraktur costa VII IX. Pada pemeriksaan fisik
sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri
tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan
pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum ( 2 jam post
trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen
apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika
keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen
yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien
syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan
laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal.Ditemukannya
cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma
pada saluran empedu.Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada
trauma hepar ini yakni:
1) Dinding abdomen yang menegang dan kaku
2) Hipoaktif atau sama sekali tidak terdengar bising usus
3) Rebound tenderness
4) Nyeri dibagian kuadran kakan atas
5) Tanda syok hipovolemik
Pemeriksaan dan tindakan yang dapat dilakukan yakni CT-scan
dan tindakan operatif.Apabila terjadi laserasi stelatta besar harus
dilakukan tindakan pembedahan sedangkan apabila terjadi luka kecil
dapat dilakukan tanpa tindakan operatif/ penyembuhan diri.
3) Lambung
Lambung merupakan organ berongga yang mobile, oleh karena itu
lambung jarang terluka akibat trauma tumpul.Namun, lambung yang
terluka oleh penetrasi.Untuk mengidentifikasi kerusakan lambung,
dapat dilakukan pemasangan NGT dan pemeriksa cairan/darah yang
23

diaspirasi. Rontgen abdomen polos akan menunjukkan udara bebas,


indikasi cedera lambung dan usus. CT-scan dapat dilakukan untuk
pemeriksaan diagnostik difinitif.Pemulihan dapat dilakukan dengan
tindakan pembedahan.
4) Pankreas
Tauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis.Kebanyakan
kasus diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan
harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian tengah
abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau
benturan setir mobil. Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat
kematian yang tinggi.Perlukaan pada duodenum atau saluran
kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi
pada abdomen.Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian
atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung.
Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat
dengan adanya gejala iritasi peritonial.Diagnosis, penentuan amilase
serum biasanya tidak terlalu membantu dalam proses akut.
Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang
meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP (Endoscopic
Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain
telah dalam keadaan stabil.Terapi, penanganan dapat berupa tindakan
operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat keparahan trauma,
dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan. Konsultasi
pembedahan merupakan tindakan yang wajib dilakukan.
5) Usus
Usus, baik besar maupun kecil, mengisi sebagian besar rongga
perut. Organ-organ ini sering terluka akibat trauma Manifestasi klinis
dari trauma usus yakni abdomen yang teraba kaku, spasme,
penurunan bising usus, tanda positif pada diagnostic peritoneal
lavage,rebound tenderness, terdapat darah pada pemeriksaan rectum
(positif pada test Hemoccult).
6) Pembuluh darah besar pada abdomen
24

Aorta, vana cava superior, vena hepatika dan vena mesenterika


merupakan pembuluh darah yang berada didalam rongga abdomen.
Jika terganggu, akan mengakibatkan perdarahan serius bahkan
mengakibatkan kematian. DPL, CT-scan dan angiografi adalah
pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan diagosis. Jika
ditemukan

tanda-tanda

yang

mendukung,

perlu

dilakukan

pembedahan segera.
5. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non penetrasi kemungkinan terjadi
perdarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tandatanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya
gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami
perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritoneum cepat
tampak.
Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila
terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami
takikardia dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis.
Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak .pada fase awal
perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan.
6. Patoflow diagram (terlampir)
7. Manisfestasi Klinis
a. Tanda dan gejala pada kasus trauma abdomen, meliputi:
1) nyeri tekan diatas daerah abdomen,
2) distensi abdomen,
3) deman anorexia,
4) mual dan muntah,
5) takikardi,
6) peningkatan suhu tubuh dan
7) nyeri spontan.
b. Pada trauma non penetrasi (tumpul):

25

1) biasanya terdapat jejas atau rupture di bagian dalam abdomen :


terjadi perdarahan intra abdominal.
2) Apabila trauma terkena usus maka mortilisasi usus akan terganggu
sehingga fungsi usus tidak akan normal dan
3) biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual
muntah dan BAB yang berwarna hitam (melena).
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
terjadinya trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tidak terlihat
tanda kontusio pada dinding abdomen.
c. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat :
1) luka robekan pada abdomen,
2) luka tusuk sampai menembus abdomen,
3) organ yang terkena penetrasi bisa mengakibatkan perdarahan/
memperparah keadaan dengan organ tersebut yang keluar dari
dalam abdomen.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Focused Abdominal Sonography for Trauma (FAST)
Pemeriksaan sangat cepat, dilakukan disamping tempat tidur
pasien,

ultrasound

digunakan

untuk

mengidentifikasi

4area

(pericardial, perihepatik, perisplenik, dan pelvik).Pemeriksaan ini


digunakan untuk mengidentifikasi cairan intraperitoneal pada pasien
dengan trauma abdomen non-penetrasi. FAST ini sangat sensitive dan
dapat mendeteksi volume cairan yang kurang dari 100ml. selain itu test
ini non-invasif bisa dilakukan bersamaan dengan resusitasi dan hanya
memakan waktu 5 menit. Pemeriksaan ini tidak bisa menilai daerah
retroperitoneal atau kolorektal.Sensitive untuk mengevaluasi organ
padat dan kerusakan viseral.Cairan abdomen yang berjumlah 200500ml merupakan hasil pemeriksaan positif.hasil pemeriksaan
negative berkaitan dengan ketidakstabilan nyeri abdomen yang
persisten dan darah, tanda bekas sabuk pengaman, hematuria, atau
cedera terkait yang emmerlukan evaluasi lebih lanjut; hasil positif
menunjukkan kestabilan hemodinamika yang memerlukan tindakan
operasi.

26

Indikasi pemeriksaan:
1) Trauma non-penetrasi atau trauma penetrasi
2) Setiap pasien yang dicurigai cedera oleh benda tumpul
Keterbatasan pemeriksaan meliputi: perawakan tubuh (obesitas),
cedera tanpa hemoperitoneum (30-40% dari cedera abdomen),
cedera retroperitoneal, difragma, usus).

b. Abdominal Computed Tomography


CT-scan adalah pemeriksaan yang cepat dan akurat yang digunakan
untuk mengevaluasi jumlah besar kerusakan akibat trauma di
intrabdominal.Pemeriksaan ini lebih sensitive dalam mendeteksi lesi
pada organ, kerusakan pembuluh darah, dan perdarahan intraperitoneal.
Indikasi pemeriksaan ini meliputi:
1) Pasien terdiagnosa trauma abdomen atau pasien yang dicurigai
yang di sertai penemuan tanda dan gejala yang mendukung
2) Pasien dengan hemodinamik stabil yang dilaukan pemeriksaan
FAST ditemukan cairan yang berada di intraperitoneal
3) Pasien dengan mekanisme cedera yang sangat mendukung
kepada diagnose trauma intraabdomen.
27

c. Diagnostic Peritoneal Lavage


Bilas peritoneal diagnostic adalah pemeriksaan yang 98% sensitive
terhadap cedera abdomen dan dapat mengidentifikasi darah, materi
fekal, isi usus dengan cara menginstalasi cairan ke dalam abdomen dan
kemudian mengeluarkannya serta melakukan analisis. Metode ini
cepat, portabel, dan berguna jika hemodinamika pasien tidak stabil
atau tidak ada CT scan. Pemeriksaan ini tidak mengevaluasi
retroperitoneurn atau diafragma, meskipun jarang dilakukan dengan
munculnya FAST,DPL masih harus tersedia sebagai modalitascadangan untuk pengkajian abdomen.
Cara mengukur tekanan intraabdominal adalah:
Pengukuran ini dilakukan secara langsung dengan menggunakan
kateter intra-peritoneal yang dilakukan semasa berjalannya laparoskopi.
Selain itu, pengukuran tekanan intra-abdominal juga dilakukan dengan cara
transduksi dari tekanan vena femoral, rectal, abdomen, dan keteter
kandung kemih. Metode-metode ini adalah yang sering digunakan
dalam pengukuran tekanan kandung kemih dan tekanan abdomen. Pada
tahun 1984, Kron et al melaporkan bahwa:
1) Tekanan intra-abdominal bisa diukur pada posisi di samping tempat
tidur dengan menggukan Foley kateter steril saline (50-100 cm3)
yang diinjeksi ke dalam Foley kateter.
2) Posisikan tube yang steril di bagian urin bag kateter yang
di klam,distal dari bagian tempat aspirasi.
3) Bagian ujung dari beg drainase disambungkan dengan Foley kateter.
4) Klem dilepaskan untuk melancarkan aliran dari kandung kemih dan
dilakukan kembali.
28

5) Jarum

gauge-16

digunakan

untuk

menyambungkan

manometer dan transducer dengan tempat untuk aspirasi.


6) Bagian atas dari tulang simfisis pubis digunakan sebagai titik
kosong dengan posisi pasien supine.
Cara pengukuran di sebelah tempat tidur juga digunakan untuk
mengukur tekanan intra-abdominal dari sisa nasogastic tube yang ada. Metode ini
berhasil dan berbeda tekanan sebanyak 2.5 cmH2O dengan tekanan di
kandung kemih.
Hasil DPL yang dinyatakan positif adalah
1) Aspirasi darah kotor
2) > 100.000 sel darah rnerah/mm3
3) > 500 sel darah putih/mm3
4) Adanya empedu,-amilase, bakteri, atau isi fekal
5) Hasil DPL positif pada trauma tembus memiliki ambang bawah
dari > 10.000 sel darah merah/mm3. DPL positif mengindikasikan
dibutuhkanpembedahan
Indikasi pasien yang membutuhkan pemeriksaan ini:
1) Penilaian cepat pada pasien dengan multitrauma yang
diindikasikan membutuhkan tindakan operatif segera untuk
trauma yang parah, umumnya pada trauma dada atau trauma
kepala maupun trauma abdomen. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan cepat di ruang operasi sementara intervensi
lain sedang berlangsung
2) Ditemukan adanya tanda trauma tumpul pada bagian
abdominal pasien, dan bila CT-scan tidak tersedia
3) Pasien dengan trauma non-penetrasi dengan hemodinamik yang
4)

tidak stabil
Hemodinamik pasien stabil diantaranya adalah tidak mungkin
untuk memperoleh tanda-tanda yang dapat dikategorikan
trauma tumpul pada abdomen dan tidak ada pemeriksaan Ctscan yang tersedia. Pemeriksaan ini mencakup pasien yang
tidak sadar atau mabuk atau memiliki cedera tulang belakang.

Indikasi pemeriksaan :
1) Terdapat massa di bagian abdomen
2) Penurunan secara terus menerus pada jumlah hemoglobin atau
hematocrit
29

3)
4)
5)
6)
7)
8)

Tanda peritonitis
Peningkatan tanda tenderness, kekakuan
Perforasi peritoneal
Tanda positif pada hasil peritoneal lavage
Cairan pada retroperitoneal
Shok hemoragik yang tidak bisa dijelaskan

Kontraindikasi pemeriksaan:
1) Diagnostic lavage peritoneal tidak diperlukan untuk pasien yang
akan langsung menjalani tindakan pembedahan (laparatomi,
misalnya pada kasus trauma tembus)
2) Prosedur ini tidak dianjurkan untuk anak-anak
3) Distensi pada vesika urinaria. Vesika urinaria perlu dikosongkan
(dengan pemasangan volley kateter) dan bagian abdomen yang
dekompresi atau dihilangkan tekanan udara(dengan NGT atau
suction)
4) Kehamilan
5) Hematoma pada dinding abdomen
6) Scars pada abdomen akibat tindakan pembedahan terdahulu

d. Angiogram
Berguna untuk mengidentikasi cedera vascular signikan yang
dapat ditangani dengan embolisasi di ruang radiologi intervensi.
Berguna untuk manajemen cedera limpa dan hati yang nonoperatif
tempat setiap ekstravasasi aktif dapat dikendalikan melalui embolisasi.
Pada pasien yang hemodinamikanya tidak stabil untuk mengontrol
cederal vaskular dapat dilakukan embolisasi.
9. Komplikasi
a. Trombosis Vena
30

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Emboli Pulmonar
Stress Ulserasi dan perdarahan
Pneumonia
Atelektasis
Syok sepsis
Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)
Syok Hipovolemik.

10. Penatalaksanaan Pre Hospital Dan Hospital Trauma Abdomen


Tumpul dan Tajam
a. Prehospital
Pengakajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
dapat mengancam nyawa, harus dikaji dengan cepat apa yang terjadi
dilokasi kejadian. Paramedic mungkin harus melihat adakah luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan dengan procedur ABC jika ada indikasi, jika
korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1) Airway, dengan control tulang belakang.
Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt chin lift atau
mengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda
asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas.
Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2) Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat.
Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara lihat-dengarrasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada
napas
atau tidak. Selanjumya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
Newberry (2005) menyatakan intervensi yang dapat dilakukan yakni
memberikan oksigen tambahan melalui masker non-rebreathing atau
tabung trakea serta membantu ventilasi yang diperlukan dengan bagvalve-mask atau ventilator mekanik
3) Circulation, dengan Kontrol Perdarahan Hebat
Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka
bantuan napas dapat dilakukan.Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi,
31

lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan


bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan
2 kali bantuan napas (Musliha, 2010)
Newberry (2005) menyatakan diperlukan

mengakji

status

peredaran darah, nadi, tanda-tanda yang nampak pada kulit, dan


tekanan darah.Pasien dengan trauma abdomen dapat kehilangan
sejumlah darah.
Intervensi yang dapat dilakukan:
a) Memasukkan dua atau lebih IV chateter dengan ukuran yang besar
(14 atau 16)
b) Berikan infus hangat, larutan kristaloid isotonic, contohnya larutan
ringer lactat atau saline normal
c) Transfuse darah (PRC).
d) Hal lain yang perlu diperhatikan
1) Identifikasi mekanisme cedera yang terjadi dan tindakan prehospital (misalnya, waktu terjadinya kecelakaan, penggunaan
restrain, ketinggian, jenis dan ukuran senjata,serta perkiraan
jumlah darah yang keluar)
2) Riwayat kesehatan pasien
3) Inspeksi bagian anterior dan posterior abdomen untuk
mengidentifikasi luka lain disekitar abdomen
4) Identifikasi luka besar dibagian tubuh lainnya
e) Tindakan yang dapat dilakukan:
1) Pasang nasogastric atau orogastrik untuk dekompresi lambung,
mencegah mual muntah, aspirasi dan membuang cairan dan
udara dari gastrointestinal
2) Pasang volley chateter untuk memantau output pasien
3) Tutup luka terbuka dengan balutan steril. Jangan berikan organ
dalam terkena udara hingga kering
4) Rencanakan untuk dilakukan pemeriksaan diagnostic dan
tindakan pembedahan.
1) Penanganan awal trauma non-penetrasi (blunt trauma)
a) Hindari memindahkan klien sampai pengkajian selesai. Gerakan
dapat mencegah bekuan dalam pembuluh darah besar dan membuat
hiemoragi pasif
b) Kaji berbagai tanda yang dakibatkan dari kehilangan darah, memar
robekan organ padat, kebocoran sekresi dari ruang visera abdomen
32

c) Awasi cedera dada, khususnya fraktur iga bawah


d) Observasi tanda dan gejala perdarahan
e) Catat nyeri tekan dan lepas, gerakan melindungi, kekakuan dan
spasme.
f) Observasi terhadap peningkatan distensi abdomen. Ukur lingkar
abdomen setinggi umbilicus pada saat masuk
g) Tanyakan nyeri yang menyebar, ini membantu untuk mendeteksi
cedera intraperitoneum. Nyeri pada bahu kiri dapat dialami pada
klien yang mengalami perdarahan karena rupture limpa; nyeri yang
dirasakan pada bahu kanan dikarenakan laserasi hepar
h) Siapkan klien untuk pemeriksaan rektal dan vagina untuk diagnosis
i)
j)
k)
l)

cedera pada pelvis, kandung kencing dan dinding usus


Stop makanan dan minuman
Imobilisasi
Kirim kerumah sakit
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan

dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen.


Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:
(1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan penyebabnya
(2) Trauma pada bagian bawah dari dada
(3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
(4) Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alkohol, cedera otak)
(5) Pasien cedera abdominalis dan cidera medula spinalis
(6) Fraktur pelvis. Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika
terdapat darah segar dalam BAB atau sekitar anus berarti trauma
non-penertasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar,
dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus
berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau
lambung. Apabila telah diketahui basil Diagnostic Peritoneal
Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rekrum atau pada saat
BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari
100.000 sel/mm dari 500 sel/mm3, empedu atau amilase dalam
jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera

33

abdomen.

Tindakan

selanjutnya

akan

dilakukan

prosedur

laparotomy.
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage(DPL),
antam lain;
(7) Hamil
(8) Pernah operasi abdominal
(9) Operator tidak berpengalaman
(10) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan\
2) Penanganan awal trauma Penetrasi (Trauma tajam)
a) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
Penanganannya bila terjadi luka rusuk cukup dengan melilirkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi
pisau sehingga tidak memperparah luka
b) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian
organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih dan
lembab atau bila ada verban steril yang dibasahi dengan larutan
salin.
c) Monitor dalam pemasangan infus, untuk penggantian cairan cepat
d) Perhatikan kejadian syok setelah respon awal terhadap transfuse;
hal ini sering merupakan tanda perdarahan internal
e) Aspirasi lambung dengan selang NGT
f) Imobilisasi pasien
g) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum untuk mencegah
meningkatnya peristaltic usus dan muntah
h) Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan
i) Berikan antibiotic spekrum luas sesuai ketentuan untuk mencegah
infeksi
j) Siapkan pasien pada tindakan pembedahan jika ditemukan tanda
syok,

kehilangan

darah,

udara

bebas

di

diafragma,

eviserasi(pengangkatan organ keluar) atau hematuria


k) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan
l) Kirim ke rumah sakit
m) Penanganan di Rumah Sakit.
Indikasi klien laparatomi:

34

(1) Luka tusuk dengan syok, bising usus hilang, prolapse isi usus,
darah dalam lambung, buli-buli/ rectum, udara bebas
intraperitoneal, parasintesis abdomen/ lavage peritoneal positif,
pad ekplorasi luka menembus peritoneum
(2) Luka tembak
(3) Trauma tumpul dengan; syok, darah dalam lambung, bulibuli/rectum udara bebas intrapetoneal, parasintesis abdomen/
lavase peritoneal positif
3) Pemeriksaan awal pada Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang
ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal
untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan.
a) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna

untuk

menyingkirkan

kemungkinan hemo atau pneurnotoraks atau untuk menemukan


adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur
(supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retropentoneum
b) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scnanninglni di lakukan
untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada
c) Uretrogra. Dilakukan untuk mcngetauhi adanya rupture uretra
d) Sistogra
lni di gunakan untuk mngetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kcncing, contohnya pada frakrur pelvis dan trauma nonpenetrasi.
b. Penanganan pada trauma di hospital
1) Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang
ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara
lokal untuk menentukan dalamnya luka.

35

Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan.
a) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil
tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
b) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetahui jenis cedera ginjal yang ada.
c) Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada : fraktur pelvis
2) Trauma Non-Penetrasi
Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :
a) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan
laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap,
potasium, glukosa, amilase.
b) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada
penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk
mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara
bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan
laparotomi segera.
c) Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).
36

4) Konsep Asuhan keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian dimulai dengan riwayat kesehatan dan melibatkan
pengkajian mekanisme cedera untuk rnembantu menentukan kemungkinan
cedera.Seperti halnya dengan semua trauma, pengkajian riwayat kesehatan
dimulai dengan mekanisme cedera.Pada dasarnya pengkajian yang
dilakukan pada trauma abdomen sama dengan semua pasien dengan
trauma apapun, dengan mengkaji masalah airway, breathing, dan
circulation. Ketiga area ini harus dikaji dan berbagai rnasalah diatasi saat
diidentikasi.
a. Fase 1
Survei primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan
jalan napas.
1) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik head tilt chin lift atau menengadahkan
kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
2) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan
dengan menggunakan cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari
10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak,
selanjutnya

lakukan

pemeriksaan

status

respirasi

korban

(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).


3) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan
korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas
37

dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan


resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan
napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali
bantuan napas.
Ciri khas nyeri pada trauma abdomen:
1) Nyeri, kekakuan, tegang pada abdomen merupakan tanda klasik
patologi intraabdomen.
2) Nyeri tekan dan defans muscular disebabkan karena pergerakan
yang tiba-tiba dan iritasi membrane peritoneal hingga ke dinding
abdomen.
3) Iritasi disebabkan adanya darah atau isi lambung pada kavum
peritoneal.
4) Cidera duodenum dan pankreas menyebabkan perdarahan dan
berefek mengaktifkan enzim di sekitar jaringan sehingga memicu
peritonitis kimiawi area retroperitoneal.
Fase 2
Survey Sekunder
Pemeriksaan Head To Toe
1) Kepala
Kepala diperiksa secara sistematis dan dinilai untuk setiap luka, cacat,
atau asimetris. Meraba keterampilan untuk fragmen tulang tertekan,
hematoma, laserasi, atau kelemahan. Mencatat setiap daerah ekimosis
atau perubahan warna. Ecchymosis belakang telinga, selama proses
mastoid battle masuk) atau di daerah periorbital (mata rakun)
merupakan indikasi dari patah tulang tengkorak basilar.
Intervensi :
a) Jangan biarkan pasien untuk menjadi hipotensi atau hipoksia.
b) Manitol dapat diberikan IV untuk menurunkan tekanan
intrakranial.

38

c) Pada pasien cedera otak yang terus memburuk, pertimbangkan terapi


hiperventilasi jangka pendek untuk mengurangi PaCO2 untuk 30
sampai 35 mm Hg.
d) Memfasilitasi intervensi bedah atau pemantauan tekanan intrakranial.
2) Wajah
Periksa wajah untuk luka dan asimetri. Catat cairan dari telinga,
hidung, mata, atau mulut. Jelas cairan dari hidung atau telinga
diasumsikan cairan serebrospinal sampai terbukti sebaliknya. Menilai
kembali kesimetrisaan pupil, respon cahaya, dan akomodasi. Periksa
ketajaman visual. Mintalah pasien untuk membuka dan menutup mulut
untuk memeriksa maloklusi, laserasi, gigi longgar atau hilang, atau
boodies asing.
3) Leher
Sementara anggota tim lainnya memberikan imobilisasi cervikal leher,
sebagian menghapus kerah kekakuan servikkal untuk menilai leher
pasien. Meraba dan memeriksa untuk luka yang jelas, ecchymosis,
leher vena distensi, udara subcutenous, atau penekanan trakea. dapat
auskultasi untuk bising Arteri karotid. Palpasi untuk cacat, atau nyeri
tulang belakang servikal sebelum mengoleskan kerah. Trauma leher
menembus jarang menyebabkan cedera tulang belakang. "Meskipun
demikian, kerusakan tulang belakang leher harus dipertimbangkan
kemungkinan sampai dapat dikesampingkan dengan kajian klinis atau
radiografi yang tepat.
Untuk tampilan radiografi diperlukan untuk memvisualisasikan
tulang belakang leher sepenuhnya:
a)
b)
c)
d)

Cross-meja lateral (harus memvisualisasikan C1 ke T1)


anterior-posterior
LateralBottom of Form
Buka-mulut dengan odontoid
Mendapatkan computed tomography (CT) studi jika film
rencana tidak dapat disimpulkan. Views fleksi / ekstensi yang
digunakan untuk memeriksa kerusakan jaringan lunak dan
dilakukan lebih jarang. tulang belakang leher tidak bisa
39

dibersihkan secara memadai dengan adanya alkohol atau


intoksikasi obat atau cedera mengganggu utama. Sebaliknya,
tulang

belakang

leher

dari

berisiko

rendah,

peringatan,

berorientasi, pasien non-mabuk dapat dibersihkan berdasarkan


examinatioin klinis saja dengan tidak adanya rasa sakit, nyeri, atau
temuan neurologis.
4) Dada
Periksa secara visual dada untuk asimetri, deformitas, trauma tembus,
atau luka lainnya. Auskultasi jantung dan paru-paru. Meraba dinding
dada untuk deformitas, udara subkutan, dan daerah kelembutan.
Pemeriksaan Diagnostics :
a) Dapatkan rontgen dada portabel jika pasien tidak bisa duduk tegak
untuk posterior-anterior dan lateral.
b) Rekam elektrokardiogram 12-lead pada pasien yang dicurigai atau
aktual trauma dada tumpul.
c) Pertimbangkan menggambar

gas

darah

arteri

jika

pasien

mempunyai kesusahan napas atau telah ditempatkan pada


ventilator mekanik.
5) Abdomen
Memeriksa perut untuk memar, massa, denyutan, atau benda
menembus. Amati untuk distensi atau pengeluaran isi dari isi usus.
Usus auskultasi terdengar di keempat kuadran. Lembut meraba
pemeriksaan perut untuk kekakuan dan daerah atau nyeri, rebound
nyeri, atau menjaga.
Diagnostics :
a) Studi CEPAT (Fokus Sonografi Abdominal Untuk Trauma). Ini
Adalah Cepat, Samping Tempat Tidur, Pemeriksaan Sonografi Dari
Empat Bidang Perut Spesifik (Pericardial, Perihepatik, Perisplenic,
Dan

Panggul)

Digunakan

Untuk

Mengidentifikasi

Cairan

Intraperitoneal Pada Pasien Trauma Tumpul Abdomen.


b) Diagnostic Peritoneal Lavage (Digunakan Kurang Sebagai
Kecepatan CT Meningkat)
c) CT Scan Perut (Biasanya Dilakukan Dengan Media Kontras)
40

d) Perut Atau Ginjal-Ureter-Kandung Kemih Seri Radiografi


6) Pelvis
Periksa secara visual panggul post perdarahan, memar, deformitas,
atau trauma tembus. Pada laki-laki, memeriksa priapism, pada wanita
mencari perdarahan. Memeriksa perineum untuk darah, kotoran, atau
cedera yang jelas. Pemeriksaan dubur dilakukan untuk menilai tonus
sfingter, mengidentifikasi darah, dan memeriksa posisi prostat. Sebuah
prostat tinggi-naik, darah di meatus kemih, atau adanya hematoma
skrotum kontraindikasi untuk kandung kemih kateterisasi sampai
urethrogram retrograde dapat dilakukan. Lembut tekan ke dalam (ke
arah garis tengah) pada iliac untuk menilai stabilitas panggul. Juga
palpasi atas simfisis pubis. Berhenti jika rasa sakit atau gerak yang
menimbulkan, dan memperoleh studi radiografi.
7) Kaki dan tangan
Periksa keempat anggota badan untuk deformitas, dislokasi,
ecchymosis, pembengkakan, atau luka lainnya. Periksa sensorikmotorik dan status neurovaskular setiap ekstremitas. Palpasi untuk
daerah kelainan kelemahan, krepitus, dan suhu. Jika cedera yang
hadir, menilai kembali statusnya neurovaskular distal teratur.
Diagnostik :
Radiografi ekstremitas yang terkena.
Intervensi
a) splinting
b) Perawatan Luka
Memeriksa

permukaan

posterior.

Sementara

mempertahankan keselarasan tulang belakang netral, logroll


pasien ke samping. Prosedur ini memerlukan beberapa anggota
tim. Pemimpin tim menilai permukaan posterior pasien dengan
mencari memar, perubahan warna, atau luka terbuka. Meraba
tonjolan tulang vertebra untuk deformitas, gerakan, dan nyeri. Jika
pemeriksaan dubur tidak dilakukan saat menilai panggul, itu ca
dilakukan pada saat ini. Ini juga merupakan kesempatan yang baik
41

untuk menghilangkan pakaian atau barang-barang basah tersisa di


bawah pasien. Jika tulang belakang dibersihkan, atau pasien dapat
berbaring diam, menghapus papan juga (sesuai dengan protokol
institusional).
Diagnostik:
a) serie Spinal (leher, toraks, lumbar)
b) CT scan Spinal
Intervensi:
a) Pertahankan imobilisasi tulang belakang sampai pasien telah
dibersihkan.
b) Pertimbangkan bantalan atau menghapus papan. Kaji tanda-tanda
kerusakan kulit.
Intervensi yang terjadi selama pengkajian abdomen dilakukan hanya
setelah berbagai masalah utama telah dikendalikan dan survei sekunder
penuh singkat selesai dilakukan.Evaluasi ulang yang dilakukan secara
kontinu adalah sangat penting.
1) Inspeksi
a) Periksa ukuran dan bentuk abdomen; perhatikan adanya distensi
b) Identikasi memar atau lecet di pelvis? (bekas sabuk pengaman):
cedera usus, cedera tulang belakang lumbal
c) Memar di sekitar umbilikus. (tanda Cullen): cedera retroperitoneal
d) Memar di bagian samping (tanda Grey Turner): cedera ginjal, cedera
retroperitoneal
e) Keluhan nyeri di bahu kiri ketika berbaring datar (tanda Kehr): nyeri
alih dari cedera limpa dengan darah di bawah diafragma yang
mengiritasi saraf frenikus
f) Catat adanya lubang akibat luka tembak, tikaman, atau tusukan
1) Identikasi posisi dan beri penanda untuk setiap radiogra
abdomen
2) Ambil foto jika mungkin (ikuti standar rumah sakit untuk
izinnya)
3) Hitung jumlah lubang akibat luka tembakjumlah yang genap
DAPAT menunjukkan cedera tembus

42

4) Untuk cedera tembus di atas umbilikus, lakukanfoto rontgen


biasa pada abdomen dan dada untuk mengidentikasi adanya
benda asing (ATLS, 2004)
g) Diafragma rileks di ruang interkostal ke empat pada ekspirasi penuh.
Oleh karena itu semua luka tembus di bawah ruang interkostal
keempat

harus

dianggap

torakoabdominal

sampai

terbukti

sebaliknya.
h) Observasi adanya eviserasi yang juga dapat terjadi di bagian
samping atau posterior. Segera tutupi usus yang terekspos dengan
kasa yang telah direndam salin agar tetap lembap sampai
pembedahan
i) Stabilkan benda yang menusuk untuk rnencegah kerusakan lebih
lanjut atau perdarahan
j) Pasang slang lambung oral (nasogastrik jika tidak ada cedera wajah
atau kepala) untuk dekompresi lambung dan mencegah aspirasi
1) Jika pasien mulai muntah dengan atau tanpa slang lambung,
miringkan pasien ke kanan
2) Jika pasien masih berada di atas papan, miringkan papan ke
kanan
k) Observasi perineum untuk adanya perdarahan, luka terbuka
1) Jika terdapat luka terbuka, fraktur pelvis terbuka harus
dipertimbangkan
2) Observasi meatus

urinaria

untuk

adanya

perdarahan

mengindikasikan cedera uretra; JANGAN memasang kateter


Foley
3) Darah di meatns urinaria perlu dievaluasi lebih lanjut dengan
uretrograrn fetrograd dan kemungkinan pemasangan kateter
4)
5)
6)
7)

suprapubic
Observasi skrotum dan penis untuk adanya cedera eksternal
Identikasi memar perineum, terutama dengan pola kupu-kupu
Observasi adanya darah yang mengucur dari rectum
Idenfikasi keluhan nyeri pasien, catat lokasi, jenis, radiasi,

menyebar atau lokal


2) Auskultasi
a) Mendengarkan bising usus mungkin sulit dilakukan selama
resusitasi trauma
43

b) Tidak adanya bising usus dapat disebabkan oleh ileus akibat cedera
multisistem atau akibat cedera abdomen (tanda nonspesik),
ataupun diakibatkan oleh iritasi pada peritoneum
c) Auskultasi bising usus yang terdengar di dada rnerupakan tanda
adanya cedera diafragma dengan herniasi
d) Dengarkan adanya kebisingan di atas aorta abdomen dan arteri ginjal
e) Auskultasi di atas lambung setelah pemasangan slang lambung.
Setelah posisi dipastikan, pasang alat pengisap dengan intermiten
rendah
f) Auskultasi di atas area epigastrik setelah pemasangan slang
endotrakeal untuk memastikan bahwa penempatannya tidak berada
di esofagus
3) Perkusi
a) Perkusi juga sulit untuk didengarkan di ruang trauma
b) Bunyi tumpul mengindikasikan adanya organ padat di bawahnya
atau hemoperitoneum
c) Resonansi di atas abdomen menunjukkan adanya dilatasi lambung;
pasang slang lambung untuk dekompresi jika belum dilakukan;
periksa penempatan slang tersebut jika bunyi resonan tetap ada
setelah slang terpasang
d) Daerah timpani lain

yang

terjadi

saat

diperkusi

dapat

mengindikasikan adanya udara di dalam abdomen akibat rupturnya


viskus berongga
e) Catat hilangnya bunyi pekak diatas hepar/limpa yang menandakan
adanya udara bebas
f) Ventilasi kantong-katup-masker yang agresif dapat menyebabkan
distensi lambung akibat udara yang masuk ke dalam perut
g) Jangan lakukan pengkajian yang melibatkan menyentuh perut
sebelum auskultasi dan inspeksi; setelah abdomen disentuh, jika
terdapat nyeri, pengkajian lebil lanjut tidak mungkin untuk
dilakukan. Pada anak-anak, jangan sentuh abdomen sampai
pengkajian akhir karenan yeri yang ditimbulkanm akan mencegah
evaluasi berikutnya
4) Palpasi

44

a) Palpasi abdomen ditujukan untuk mengetahui adanya guarding


(ketegangan dinding otot abdomen untuk melindungi organ yang
cedera), kekakuan, atau nyeri tekan pada pantulan
b) Palpasi
ringan
dapat
mengindikasika
adanya

bidang

ketegangan/kekakuan akibat cedera organ yang mendasari


c) Guarding: involunter, mengindikasikan adanya iritasi peritoneal
d) Nyeri tekan pada pantulan: kompresi dalam pada abdomen yang
kemudian dilepaskan dengan cepat akan menimbulkan nyeri dan
mengindikasikan peritonitis
e) Pemeriksaan rektal digital juga dilakukan untuk mengidentikasi
adanya perdarahan hebat akibat cedera rektal/sigmoid, posisi
prostat-basah, prostat yang naik tinggi merupakan indikasi adanya
cedera uretra
f) Setelah pemeriksaan rektal, kateter Foley dapat dipasangjika
prostat normal
g) Semua denyut harus dipalpasi untuk mengetahui laju dan
kualitasnya.

Hilangnya

denyut

ekstremitas

bawah.

Dapat

mengindikasikan adanya cedera pada struktur vascular ekstremitas


bawah atau abdomen.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pada abdomen atau luka penetrasi
pada abdomen
b. Deficit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka, menurunnya sistem
pertahanan tubuh
5) Konsep Syok Septik dan SIRS (Sindrom Respons Inflamasi
Sistemik)
1. Syok Sepsis
a. Pengertian
Syok septic merupakan suatu proses kompleks dan menyeluruh
yang melibatkan semua system organ. Sepsis, sepsis berat,dan syok
septic menunjukan tahap progresif penyakit yang sama(Morton, 2011)
Syok sepsis merupakan suatu bentuk syok yang menyebar dan
vasogaenik yang dicirikan oleh adanya penurunan daya tahan vaskuler
45

sistemik serta adanya penyebaran yang tidak normal dari volume


vaskuler.
b. Etiologi
Faktor yang dapat menyebabkan syok septik:
1) Risiko hipoperfusi dapat meningkatkan risiko syok septic
2) Terapi invasive tertentu dan alat medis juga meningkatkan risiko.
Syok septic diawali oleh terjadinya suatu infeksi.
3) Infeksi dapat terjadi akibat serangan bakteri gramnegative atau
grampositif,jamur,dan virus. Pada banyak pasien,dikenali terdapat
banyak organism kausatif. Bakteri dapat masuk baik melalui
paru,saluran kemih,atau system pencernaan; melalui luka;atau
melalui alat invasive. Baik organism gramnegative dan gram
positif dapat secara langsung merangsang respons inflamasi dan
aspek system imun lain yang mengaktifkan sitokin,komplemen,
dan system koagulasi.
c. Patofisiologi
Pada sepsis,sitokin dilepaskan dari sel darah putih (SDP) dan sel
lain sebagai respon terhadap suatu infeksi guna melindungi diri dari
cedera tambahan dan memulai proses penyembuhan. Sitokin adalah
protein yang mengatur berbagai fungsi respon inflamasi. Nilai sitokin
merupakan tanda dan gejala yang dijumpai pada proses infeksi awal,
protein ini meningkatkan vasodilasi dan hipotensi,meningkatkan
permeabilitas kapiler, demam, dan penurunan kontraktilitas miokard.
Neutrofil dilepaskan dari sumsum tulang sebagai bagian dari respon
inflamasi,menempel didinding pembuluh diareaa infeksi, keluar,keluar
sirkulasi melalui diaperesis,dan berjalan disepnajang jaringan menuju
tempat infeksi.
Neutrofil melepaskan sitokin yang meningkatkan respon inflamasi
dan enzim yang menghancurkan organism yang menyerang.Namun
enzim tersebut dapat merusak lapisan endotel vaskuler. Bakteri dan
neutrofil

merangsang

pelepasan

mediator

inflamasi

seperti

endotoksin,interleukin 1 (IL 1) dan II 6, faktor nekrosis tumor


46

(TNF, tumor necrotis), dan faktor jaringan. Faktor jaringan


merangsang suatu keadaan prokoagulan dan pembentukan bekuan
fibrin.

APC berkurang pada sepsis,sehingga keadaan prokoagulan

tidak diimbangi oleh fibronolisis yang cukup. Pembentukan sirkulasi


mikro yang menghambat perfusi menuju sel dan jaringa. Hal ini
mendorong perburukan dari sepsis hingga SIRS,MODS,dan kematian.
d. Manifestasi Klinis
1) Perubahan sirkulasi,
2) Termasuk vasodilatasi sistemik
3) Penurunan tahanan vaskuler sistemik
e. Pemeriksaan penunjang
1) Biakan darah, sputum, urine, luka operasi atau non-operasi, sinus,
dan aliran invasive (kateter atau selang).
2) HSD: SDP biasanya akan naik dan akan menurun dengan
berkembangnya syok
3) SMA-7: mungkin akan terlihat hiperglikemia diikuti dengan
hipoglikemia
4) Analisa gas darah: alkalosis respiratorik terjadi sepsis (pH>7, 45,
pCO2 <35) dengan hipoksemia ringan (PO2 < 80)
5) CT-Scan:
mungkin
diperlukan
untuk
mengidentifikasi
kemungkinan lokasi abses
6) Radiograf dada atau abdomen: dapat menunjukkan proses
penularan
f. Penatalaksanaan
1) Terapi definitive
a) Identifikasi dan singkirkan sumber infeksi
b) Multiple antibiotic spectrum luas
2) Aspek perawatan suportif termasuk
a) Pemulihan volume intravaskuler
Akan diperlukan pemasangan kateterisasi arteri dan arterial
pulmonal untuk pemantauan yang ketat.
b) Mempertahankan curah jantung
Dopamine akan meningkatkan TVS dan memperbaiki aliran
darah mesenterika renalis yang merupakan agen yang lebih
dipilih dengan kadang-kadang menambahkan dobutamin untuk
efek inotropiknya pada jantung.
47

c) ventilasi dan oksigenasi yang adekuat


Mempertahankan patensi jalan nafas, memperbanyak ventilasi
serta menjamin oksigenasi yang cukup pada pasien dengan
syok septik biasanya mengharusnya dilakukan intubasi
endorakeal dan ventilasi mekanik.Tekanan akhir ekspirasi
positif (TAEP/ PEEP) seringkali diperlukan untuk membantu
oksigenasi.
d) Memberikan lingkungan metabolic yang sesuai
Secara bersamaan terjadi penipisan cadangan nutrisi pada syok
dan pasien akan memerlukan nutrisi tambahan(misanya nutrisi
parenteral

total)

untuk

mencegah

malnutrisi

serta

mengoptimalkan fungsi seluler.


e) Terapi-terapi penyelidikan
- Terapi lain
- Antihistamin
- Antibody monoclonal untuk endotoksin dan eksotoksin
- Nalokson
- Inhibitor neutrophil
- Inhibitor prostaglandin
- Steroid
g. Komplikasi
1) Sindrom distress pernafasan dewasa (ARDS)
2) Koagulasi intravaskuler diseminata
3) Kegagalan banyak organ
2. SIRS
a. Pengertian
SIRS merupakan respon peradangan sistemik terhadap berbagai gangguan
klinis berat. Respon tersebut ditandai dengan :
1) Suhu > 35oC atau 36oC <
2) Frekuensi jantung > 90 kali/menit
3) Frekuensi pernapasan >20 kali/menit atau Paco2 < 32 mmHg
(<4,3kpal)
4) Hitung SDP > 12.000 sel/mm3,<4.000 sel/mm3,atau > 10% bentuk
amatur (pita)
Istilah sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) dikembangkan
untuk menggambarkan pasien yang secara sempurna dan sistematis

48

mengaktifkan respons inflamasi tersebut,tidak peduli apapun penyebab


syok yang mendasarinya.
b. Etiologi
1) SIRS sering terjadi pada pasien yang mengalami syok septic.
2) Selain itu SIRS pada kasus SIRS yang terjadi sebagai akibat
perburukan syok septic,organisme yang menimbulkan infeksi tidak
terdeteksi pada saat SIRS diidentifikasikan karena antibiotic
sebelumnya. Oleh karena itu, biakan darah negative pada banyak
pasien. SIRS harus diduga terjadi pada pasien yang menimbulkan
syok.
c. Patofisiologi
Kerusakan organ dapat bersifat primer atau sekunder dan
menyebabkan gagal organ.Gangguan primer merujuk pada cedera
langsung

pada

organ

yang

menyebabkan

kerusakan

fungsi

organ.Gangguan sekunder disebabkan oleh mekanisme yang bekerja


pada keadaan syok. Sebagai contoh, infeksi luka dapat menyebabkan
sepsis,namun syok sepsik atau ARDS sebagai akibatnya dapat
menyebabkan ARDS.
Organ pertama yang menunjukan tanda kerusakan fungsi adalah
paru,jantung dan ginjal. Gagal hati cenderung terjadi kemudian karena
hati mempunyai kapasitas kompensasi yang bermakna. Jika keadaan
syok menetap, akhirnya semua organ vital gagal,dan terjadi kematian.
Amat penting dilakukan intervensi yang meningkatkan perfusi organ
terminal dan oksigenasi serta mengurangi respons inflamasi selama
penatalaknaan klinis keadaan syok. Konsep MODS menunjukan
bahwa tidak ada satupun organ yang tidak saling bergantung dengan
organ lainnya.
Oleh karena itu,kegagalan salah satu organ tertentu menyebabkan
kegagalan organ kedua atau ketiga lebih mungkin terjadi. Selain itu,
pemulihan fungsi system organ yang gagal pertama kali mungkin
tidak dapat menyelamatkan pasien karena system organ yang gagal
berikutnya mungkin russak sebelum terjadi perbaikan.
49

d. Manifestasi klinis
Adanya peradangan yang mana keadaan syok yag progresif
melibatkan aktivasi sistemik respon.
e. Penatalaksanaan
Perbaikan hemodinamik-preload

(terapi cairan), afterload, dan

contractility-dilakukan pada tahap akhir.


1) Preload: pemberian cairan kristaloid (Ringers lactate),
2) Dilanjutkan dengan cairan koloid (HES [hydroxyethyl starch]) bila
tidak terjadi perbaikan. Keuntungan cairan koloid HES adalah
memiliki efek anti-inl amasi dengan menghambat produksi
mediator inl amasi termasuk NF-kB. HES dengan berat molekul
besar (100.000-300.000 dalton) mempunyai pengaruh baik
terhadap volume intravaskuler dan mempunyai sealing ef ect.
Larutan seimbang (balanced solution) adalah cairan yang
memiliki

komposisi

mendekati

komposisi

cairan

tubuh,

mengandung elektrolit i siologis (Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan Cl-)


yang memberikan kontribusi terhadap osmolalitas, dan dapat
mempertahankan keseimbangan asam-basa yang normal dengan
bikarbonat atau metabolisable anions.
Cairan koloid HES tersedia dalam beberapa pelarut: NaCl,
larutan seimbang, dan

Ringers acetate. McFarlane dkk.

membandingkan pemberian NaCl 0,9 % dengan dosis 15


mL/kgBB/jam pada 30 pasien yang akan menjalani pembedahan
pankreas atau hepatobilier.Asidosis metabolik terjadi lebih
cenderung terjadi di kelompok salin dibandingkan dengan
kelompok elektrolit seimbang. Scheingraber dkk. melakukan studi
pada 24 pasien yang akan menjalani operasi ginekologik yang
diberi NaCl 0,9 % atau
mL/kgBB/jam;

pemberian

Ringers lactate dengan dosis 30


NaCl

volume

besar

dapat

mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik karena penurunan


SID (strong ion dif erence).

50

Pemakaian salin dalam jumlah besar mengakibatkan asidosis


hiperkloremik. Wilkes dkk. membandingkan pemberian cairan
intravena (HES dalam elektrolit seimbang + Ringers lactate) atau
salin (HES dalam 0,9% NaCl + salin normal) pada pasien yang
akan

menjalani

pembedahan

mayor.

Kejadian

asidosis

hiperkloremik lebih tinggi secara bermakna (p=0,0001) di


kelompok salin jika dibandingkan dengan di kelompok yang diberi
cairan elektrolit seimbang, sehingga British Consensus Guideline
on Intravenous Fuid Therapy for Adult Surgical Patient
merekomendasikan pemakaian cairan balanced crystalloid atau
cairan koloid (HES) di dalam larutan elektrolit seimbang dibanding
cairan salin.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Musliha, 2010). Trauma abdomen adalah terjadinya kerusakan pada
organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolism, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen merupakan cedera yang mengenai bagian abdomen yang
dapat terjadi secara terbuka (penetrating trauma) dan tertutup (blunt trauma)
(Newberry, 2005).
Dalam pebuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta
kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar

51

kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa
khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan
datang.

52

Anda mungkin juga menyukai

  • Leaflet Diet Rendah Lemak
    Leaflet Diet Rendah Lemak
    Dokumen3 halaman
    Leaflet Diet Rendah Lemak
    Edita Manlea
    100% (1)
  • Awas DB
    Awas DB
    Dokumen3 halaman
    Awas DB
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • Trauma Abdomen
    Trauma Abdomen
    Dokumen52 halaman
    Trauma Abdomen
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Cva
    Laporan Pendahuluan Cva
    Dokumen18 halaman
    Laporan Pendahuluan Cva
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • Askep CKD
    Askep CKD
    Dokumen45 halaman
    Askep CKD
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • Onkopneumonia
    Onkopneumonia
    Dokumen3 halaman
    Onkopneumonia
    Mukaromah Saiank'adyslamanya
    60% (5)
  • LP Hipertensi
    LP Hipertensi
    Dokumen14 halaman
    LP Hipertensi
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • Askep Anemia
    Askep Anemia
    Dokumen11 halaman
    Askep Anemia
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • LP Hipertensi
    LP Hipertensi
    Dokumen14 halaman
    LP Hipertensi
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • Askep Anemia
    Askep Anemia
    Dokumen11 halaman
    Askep Anemia
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • Askep Anemia
    Askep Anemia
    Dokumen11 halaman
    Askep Anemia
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Edita Manlea
    Belum ada peringkat