Anda di halaman 1dari 11

ILMU TEKNOLOGI PRODUK HORTIKULTURA

PENGOLAHAN KRIPIK BUAH APEL

Disusun oleh :
1.
RIZKI WAHYU APRISA (15.022)
2. NIKEN YUDIPRATIWI

(15.02264)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA CIPTA HUSADA
PURWOKERTO
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Buah merupakan komoditas yang memiliki kandungan gizi yang relatif


banyak. Diantara beberapa kandungan gizi yang banyak terdapat dalam buah
antara lain vitamin, mineral, serat, pigmen, antioksidan, dan lain-lain. Semua
itu adalah zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh manusia agar dapat
menjalankan fungsi metabolisme tubuhnya secara normal.
Disamping memiliki kandungan gizi yang baik bagi manusia, buah juga
memiliki rasa yang nikmat dan segar. Hal ini tentu menjadikan banyak orang
suka mengkonsumsi buah. Terlebih setiap jenis buah memiliki cita rasa dan
teksturnya sendiri-sendiri, sehingga selalu ada sensasi yang berbeda-beda
antara buah yang satu dengan buah yanga lain. Sedangkan rasa segar yang
dimiliki oleh buah dikarenakan terdapat kandungan air yang relatif tinggi.
Namun, segala kebaikan yang terdapat di dalam buah tersebut menjadikan
buah menjadi sangat rentan mengalami kerusakan. Hal ini tentunya sangat
tidak diharapkan baik bagi produsen, distributor maupun pedagang buah.
Selain itu, umur simpan buah yang relatif pendek menjadikan buah menjadi
resiko tersendiri, mengingat harga buah yang relatif mahal.
Hal inilah yang menjadi pendorong utama perlunya dilakukan proses
pengolahan pada komoditas buah.

B. Tujuan
1.

Menekan jumlah buah yang terbuang ketika produksi buah berada pada
fase panen raya. Sehingga kelebihan buah yang diperoleh, dapat diolah
untuk meningkatkan umur simpan sehingga dapat bertahan meskipun
musim panen telah lewat.

2.

Meningkatkan kualitas, estetika, serta rasa yang tentunya akan


berkorelasi positif terhadap nilai jual komoditi buah tersebut.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Hortikultura adalah cabang pertanian tanaman yang berurusan dengan
tanaman taman, umumnya buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias.
Teknologi pengolahan adalah teknik, cara atau metode untuk mengolah
hasil hortikultura (sayur dan buah) menjadi bentuk atau produk dengan
spesifikasi tertentu sesuai dengan keinginan pemakai, seperti produk yang
dapat dikonsumsi langsung oleh konsumen.
B. Proses pengolahan Produk Hortikultura

1.

Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengurangan kadar air bahan dengan menempatkan


bahan pada ruang dengan kelembaban relatif rendah, atau tekanan rendah. Secara
tradisional, pengeringan dilakukan dengan menjemur bahan pada ruang terbuka
dengan terik matahari. Cara ini telah dimodifikasi dengan menempatkan bahan di
dalam kotak yang sekurang-kurangnya bagian atasnya tembus cahaya matahari
yang merupakan sumber energi panas. Dengan cara ini, suhu udara di dalam
kotak akan naik lebih cepat sehingga tekanan uap air bahan akan naik lebih cepat
pula dan hal ini akan mempercepat proses penguapan air dari bahan.
Pengeringan dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat yang menggunakan
energi panas dari listrik atau bahan bakar (biomassa, batubara, atau bahan bakar
minyak).
Pada pengolahan hasil hortikultura, pengeringan dilakukan pada proses
pengolahan pisang sale, tepung pisang, kerupuk labu, dodol, cabe kering, dan
cabe bubuk.

Pengeringan tersebut dapat dilakukan dengan penjemuran dan

dengan alat pengering pada saat cahaya matahari tidak mencukupi.

2.

Penghalusan
Penghalusan adalah proses penghancuran bahan sehingga secara fisik

bahan berubah menjadi lebih kecil atau menjadi partikel yang lebih kecil, menjadi
bubur atau menjadi pasta. Tujuan dari penghalusan tergantung kepada bentuk
produk secara fisik. Jika produk berukuran lebih kecil, atau partikel yang lebih

halus, maka tujuan pengecilan tersebut adalah untuk memperbesar luas


permukaan sehingga penguapan air pada saat pengeringan akan berlangsung lebih
cepat.

Jika produk berupa pasta atau bubur maka tujuan adalah untuk

memperoleh tekstur bahan yang lebih halus dan cair (contohnya pada pengolahan
saos tomat dan selai), atau agar ekstraksi cairan produk lebih mudah dilakukan
(contohnya pada pengolahan sari buah).

3.

Pemotongan

Pemotongan bertujuan untuk merubah bentuk dan ukuran bahah menjadi bentuk
tertentu dengan ukuran yang tertentu pula. Contohnya pada pembuatan keripik
dimana bahan yang telah dikupas diiris-iris menjadi lempengan cakram dengan
ketebalan tertentu. Pengirisan ini bertujuan agar proses selanjutnya lebih mudah
untuk dilakukan, misalnya lebih cepat kering jika dikeringkan, atau lebih cepat
garing jika digoreng.
Pemotongan dan pengirian sayur yang biasa dilakukan pada saat mengolah
sayur untuk dimasak juga merupakan contoh dari pemotongan yang tujuannya
adalah agar diperoleh bahan dengan ukuran tertentu sesuai dengan selera
penyicip.

5.

Pemanasan

Pemanasan bertujuan untuk:


a.Mematangkan bahan sehingga mempunyai aroma, rasa dan tekstur tertentu,
b. Mengurangi jumlah mikroba pencemar atau senyawa yang membahayakan
kesehatan yang terkandung pada bahan, mengeringkan bahan agar lebih kering
dan renyah. Pemanasan dapat dilakukan dengan menggunakan media minyak
panas,udara panas, air panas, dan uap panas.
Jenis Pemanasan

Pemanasan dapat dikelompokan berdasarkan media yang digunakan untuk


pemanasan atau cara panas dibangkitkan, yaitu: (a) penggorengan, (b)
pemanggangan, (c) perebusan, (d) pengukusan, dan (e) radiasi gelombang
pendek.

Penggorengan.

Penggorengan adalah proses pemanasan dengan menggunakan media


minyak nabati atau minyak hewani. Karena bahan tercelup di dalam cairan
minyak dengan suhu di atas 140C yang jauh di atas titik didih air bahan, maka
proses pindah panas berlangsung cepat sehingga bahan matang dengan cepat,
serta dapat menjadi kering dan renyah.

Dengan demikian, penggorengan

bermanfaat ganda, yaitu untuk memasak bahan sehingga diperoleh karakteristik


tertentu dari produk, dan juga untuk mengeringkan produk.
Penggorengan digunakan secara luas dalam pengolahan makanan di
rumahtangga, restoran, usaha jasa boga dan hotel. Industri makanan yang
memproduksi kerupuk dan keripik siap santap, pada umumnya juga
menggunakan teknik penggorengan sebagai proses terpenting dalam proses
pengolahannya.
Penggorengan vakum adalah penggorengan dengan minyak panas yang
disertai dengan pengurangan tekanan udara di dalam ruangan penggorengan.
pada kondisi tekanan udara yang rendah, proses penggorengan dapat dilakukan
pada suhu yang lebih rendah dan waktu yang lebih singkat.

Biasanya

penggorengan vakum ini dapat dilakukan untuk membuat berbagai keripik.


Pemanggangan

Pemanggangan adalah pemanasan bahan dengan menggunakan udara


panas, mulai dari suhu sekitar 120C sampai suhu mendekati 200C dengan
menggunakan oven, atau dengan panas yang lebih tinggi dengan sumber panas
dari bara atau api pembakaran gas dan kayu. Pemanggangan juga menyebabkan
bahan menjadi matang, dan dapat mengeringkan bahan jika dilakukan relatif
lama.
Perebusan

Perebusan merupakan proses pengolahan yang paling umum dilakukan di


rumahtangga, restoran, jasa boga, hotel dan industri pangan. Pada perebusan
digunakan media air sebagai media pengantar panas. Air tersebut dapat berupa

air yang ditambahkan dari luar, tapi dapat juga dari air yang berasal dari bahan
sendiri.
Pemanasan ini bertujuan untuk memasak bahan sehingga bahan menjadi matang
dengan karakteristik tertentu yang dikehendaki. Tujuan lain adalah untuk
mematikan mikroba dan parasit yang mungkin terdapat pada bahan sehingga
bahan menjadi aman bagi kesehatan bila dikonsumsi.
Pengukusan

Pengukusan adalah pemanasan bahan dengan menggunakan uap panas. Biasanya


uap panas yang digunakan bersuhu 100C atau lebih. Untuk keperluan
membunuh mikroba pada bahan yang dikemas secara aseptis, atau untuk
mempercepat pelunakan jaringan bahan dengan cara pemanasan, digunakan
pemanasan dengan uap panas dengan suhu di atas 121C.
Penerapan Pemanasan untuk Mengendalikan Enzim dan Populasi Mikroba

Secara alami, mikroba terdapat pada bahan yang jumlahnya dapat


berkembang selama penyimpanan. Mikroba tersebut dapat merusak bahan atau
dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi makanan
tersebut.

Pengendalian mikroba pada bahan makanan merupakan salah satu

upaya untuk memperpanjang umur simpan bahan atau untuk meningkatkan


keamanan makanan tersebut bagi kesehatan.
Pemanasan adalah salah satu metode yang efektif untuk mengendalikan
populasi mikroba, baik mikroba perusak makanan, maupun mikroba penghasil
toksin dan / atau penyebab infeksi. Blanching, pasteurisasi dan sterilisasi adalah
metode pemanasan untuk adalah pemanasan yang biasa digunakan dalam
pengolahan makanan.
Blanching

Blanching adalah pemanasan bahan pada suhu 100C

dengan

menggunakan uap panas atau air panas. Pemanasan ini akan membunuh semua
mikroba patogen dan sebagian mikroba pembusuk. Tujuan utama dari blanching

adalah untuk inaktivasi enzim-enzim yang dapat menyebabkan kerusakan warna


dan senyawa-senyawa alamiah pada bahan sebelum bahan diolah dengan panas
yang lebih tinggi atau lebih lama. Selain itu, blanching juga melunakkan jaringan
bahan, dimana kondisi ini bermanfaat jika bahan hendak disusun rapat di dalam
kemasan aseptis.
Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah pemanasan bahan untuk membunuh semua mikroba patogen.


Biasanya suhu yang digunakan adalah sekitar 70C dimana pemanasan pada suhu
tersebut tidak menimbulkan kerusakan yang besar pada aroma dan rasa dari
bahan. Pada mulanya, pasteurisasi diterapkan pada susu segar untuk memastikan
susu tersebut bebas mikroba patogen pada saat diminum. Saat ini, proses ini juga
diterapkan pada sari buah dan beberapa jenis minuman.
Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses pemanasan untuk membunuh mikroba yang dapat


menimbulkan kerusakan bahan yang terkemas selama penyimpanan. Sterilisasi
biasanya dilakukan pada suhu sekitar 121C dengan menggunakan uap panas.
Pada bahan yang banyak mengandung asam (pH di bawah 4,5), misalnya sari
buah, pemanasan dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah (maksimal
100C). Pada pH rendah, biasanya mikroba lebih sensitif terhadap panas sehingga
sudah mengalami kematian pada suhu yang lebih rendah.
Sari buah biasanya dikemas dengan bahan yang tidak dapat dilunakkan
dengan suhu air mendidih. Pada pemanasan dengan uap panas, air dipanaskan
sampai menghasilkan uap dengan suhu dan tekanan tertentu, kemudian uap ini
memanaskan bahan yang hendak dipanaskan.
Pemanasan basah yang digabung dengan pengemasan bahan di dalam
kemasan tahan panas adalah merupakan teknik pasteurisasi atau sterilisasi untuk
produk yang dapat disimpan dari beberapa hari sampai beberapa puluh bulan,
tergantung kepada kepada tingkat suhu panas yang diberikan.

6.

Fermentasi

Fermentasi adalah proses pengolahan yang melibatkan aktivitas mikroba pada


keseluruhan atau salah satu tahapan dari proses tersebut. Mikroba yang
digunakan dapat berasal dari salah satu bahan yang mengandung populasi
mikroba dalam jumlah relatif besar yang ditambahkan secara sengaja pada
pengolahan. Bahan tersebut dikenal sebagai inokulum dan dalam istilah seharihari disebut sebagai ragi atau laru. Penambahan inokulum tidak selalu
diperlukan. Pada pengolahan sayur dan buah dengan cara fermentasi, inokulum
tidak diperlukan. Buah dan sayur yang sedang difermentasi ditempatkan pada
larutan garam yang dapat menghambat mikroba pembusuk. Sementara itu,
mikroba penghasil asam yang dikehendaki tetap dapat tumbuh pada larutan
garam tersebut.

7.

Penggulaan

Penggulaan adalah proses pengolahan dengan menambahkan gula pada bahan


dalam jumlah relatif tinggi. Penambahan gula pada buah akan menyebabkan
perubahan pada tekstur sehingga menjadi lebih liat dan kisut. Pada pengolahan
selai, bubur buah yang telah ditambah gula dipanaskan sampai mendidih
sehingga terjadi interaksi antara gula, asam dan pektin sehingga terbentuk bubur
buah berubah konsistensinya menjadi gel. Pada pembuatan permen, bubur buah
atau sari buah dicampur dengan gula dan bahan pengisi sehingga membentuk
konsistensi yang padat atau liat.

8.

Pengemasan Aseptis
Pengemasan aseptis bertujuan agar bahan yang dikemas tidak mengalami

pencemaran dan interaksi dengan lingkungan di luar kemasan. Pengendalian


populasi mikroba dilakukan sebelum atau selama pengemasan berlangsung.
Biasanya pengendalian populasi mikroba dilakukan dengan teknik sterilisasi
panas dimana bahan yang akan dikemas atau kemasan yang telah berisi bahan
dipanaskan dengan suhu tinggi sehingga populasi mikroba berkurang secara
drastis dan populasi yang tersisa tidak cukup untuk menimbulkan kerusakan
bahan selama penyimpanan yang normal. Agar tidak terjadi kontaminasi atau
interaksi dengan lingkungan laur, kemasan harus tertutup rapat sehingga tidak ada

celah sekecil apapun yang memungkinkan mikroba dan udara luar masuk ke
dalam kemasan.
Bahan yang akan dikemas secara aseptis dapat diolah terlebih dahulu dengan
salah satu atau berbagai kombinasi teknik penghalusan, ekstraksi, pemotongan,
pemanasan, blanching dan pasteurisasi. Misalnya pada pengemasan aseptis
saribuah sehingga produk berupa sari buah dalam kemasan dilakukan terlebih
dahulu dengan ekstraksi sari buah, kemudian diblanching, dikemas dan
disterilkan dengan suhu tinggi.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada kesempatan kali ini kami mengambil contoh penerapan ilmu
teknologi produk hortikultura pada pembuatan kripik apel;
A. Definisi
Keripik

adalah

makanan

ringan

(Snack

food)

yang

tergolong

jenis

makanan crackers, yaitu makanan yang bersifat kering, renyah (crispy), dan
kandungan lemaknya tinggi. Renyah adalah keras tetapi mudah patah. Sifat
renyah pada produk-produk crackers akan hilang bila produk tersebut menyerap
air. Produk ini banyak disukai karena rasanya enak, renyah, tahan lama, praktis,
mudah dibawa dan disimpan, serta dapat dinikmati kapan saja.
Bahan baku keripik dapat berasal dari berbagai macam bahan dan biasanya
berasal dari bahan mengandung pati atau campuran berbagai jenis bahan, yang
salah satunya harus mengandung pati. Salah satu bahan yang potensial untuk
dijadikan keripik adalah sayuran dan buah-buahan (Sulistyowati, 2004).

B. Komposisi
C. Cara pengolahan

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Buah memang merupakan komoditi yang memiliki arti dan nilai
ekonomis yang relatif tinggi bagi masyarakat. Mengingat nilai gizi yang
beragam sehingga memiliki fungsi fisiologis yang baik bagi konsumennya.
Sebagai komoditi yang mudah rusak tentunya buah membutuhkan perlakuan
khusus guna meningkatkan umur simpan serta menjaga kualitasnya.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan guna meningkatkan umur simpan
serta menjaga kualitas adalah melalui proses pengolahan. Dengan adanya
pengolahan maka umur simpan buah dapat ditingkatkan hingga mencapai
beberapa bulan bahkan tahun. Selain itu kualitas produk juga dapat
dipertahankan selama masa penyimpanan setelah menjadi produk olahan.
Selain itu melalui proses pengolahan juga mampu menjadikan produk menjadi
tampak lebih menarik. Oleh karena itu, pengolahan merupakan ujung tombak
utama dalam usaha peningkatan nilai bagi berbagai komoditi pertanian
khususnya pada komoditi buah-buahan.
B. Saran
Perlu dilakukan berbagai study lebih lanjut mengenai teknologi
pengolahan buah-buahan sehingga dapat terwujud teknologi tepat guna yang
murah, efektif, efisien, serta aplikatif untuk dapat diterapkan dikalangan akar
rumpu dalam sistem masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai