Anda di halaman 1dari 33

Makalah

KIMIA KLINIK
UROLOGI DAN TES URIN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK

III (TIGA)

KELAS

B S1 FARMASI 2014

DOSEN

RUDOLF O. E. LUMY, SSi. MM. Apt

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Izin-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah Kimia Klinik yang berjudul Urologi dan Tes Urin .
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing
Rudolf O. E. Lumy, SSi. MM. Apt yang selalu memberikan bimbingan dan arahan
selama mengikuti perkuliahan.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini, masih terdapat banyak
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran untuk menyempurnakan
makalah ini dan memohon maaf apabila terdapat kesalahan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, membantu, menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Gorontalo, April 2016

Kelompok V

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
I.1

Latar Belakang......................................................................................1

I.2

Rumusan Masalah.................................................................................2

I.2.1

Tujuan Percobaan..................................................................................2

I.3

Manfaat Percobaan................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
II.1

Pengertian Urologi................................................................................3

II.2

Organ Urinaria.....................................................................................16

II.3

Organ Uregenetalia..............................................................................18

II.4

Pemeriksaan Urologi...........................................................................22

II.5

Pemeriksaan Laboratorium.................................................................88

BAB IIIPENUTUP........................................................................................24
VI.1

Kesimpulan..........................................................................................24

VI.2

Saran....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Kimia klinik adalah ilmu yang mempelajari teknik terhadap darah,urin,
sputum (ludah, dahak), cairan otak, ginjal, sekret2 yang dikeluarkan.
Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapatdigunakan
darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan kimia darah di
dalam laboratorium klinik antara lain uji fungsihati, otot jantung, ginjal, lemak
darah, gula darah, fungsi pankreas,elektrolit dan dapat pula dipakai beberapa
uji kimia yang digunakan untukmembantu menegakkan diagnosis anemi
(Anonim, 2012).
Urologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran / ilmu bedah yang
mempelajari penyakit / kelainan traktus urinarius lelaki dan perempuan,
genitalia lelaki,dan kelenjar suprarenal. Dokter spesialis yang mengkhususkan
penanganan kasus urologi adalah dokter spesialis urologi yang mendapat
pendidikan dalam mengenal, mendiagnosa, mengobati, dan melakukan
penatalaksanaan kasus urologi. Traktus urogenitalia atau genitourinaria terdiri
atas organ genitalia (reproduksi) dan urinaria. Keduanya dijadikan satu
kelompok system urogenitalia, karena mereka saling berdekatan, berasal dari
embriologi yang sama, dan menggunakan saluran yang sama sebagai alat
pembuangan, misalkan uretra pada pria (Pribakti, 2011).
Penyakit urologi sudah dikenal sejak zaman mesir kuno, setua dengan
tindakan bedah pada umumnya. Salah satu bukti arkeologi adalah
diketemukannya batu di dalam buli-buli pada kerangka tulang pelvis anak lakilaki pada kuburan yang diperkirakan terjadi pada 5000 tahun yang lalu
(Pribakti, 2011).
Pemeriksaan air kemih atau urina sebagai salah satu cara untuk
membantu menetapkan diagnosis berbagai penyakit telah dilakukan selama
berabad-abad oleh praktisi kesehatan. Beberapa metode pemeriksaan yang
hingga kini masih dijalankan tergolong cara yang tradisional, seperti misalnya
mengamati penampakan dan bau contoh urina dan juga pemeriksaan mikroskop

terhadap endapan di dalamnya. Sedangkan yang relatif baru ialah penggunaan


batang/kertas celup (dipstick/test strip) untuk menandai atau mengukur (semi
kuantitatif) beberapa golongan senyawa dan juga dalam mengukur osmolalitas
urina sebagai petunjuk atas konsentrasi zat linarut total. Meskipun tidak
kuantitatif, pemeriksaan visual dan mikroskop tidak boleh diabaikan karena
dapat mengandung informasi klinis yang berguna untuk diagnosis penyakit.
Urinalisis rutin biasanya terdiri atas pemeriksaan air kemih di pagi hari
(bangun tidur) terhadap warna, bau, berat jenis, atau osmolalitas: dapat juga
dilakukan berbagai uji kualitatif atau pun semikuantitatif untuk pH, protein,
glukosa atau gula pereduksi, badan-badan keton, darah dan mungkin juga
biltrubin. Urobilinogen, dan nitrit; dan pemeriksaan mikroskop terhadap
endapan di dalam urin (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Berdasarkan latar belakang di atas maka pada makalah ini akan
membahas mengenai urologi ataupun tata cara dalam melakukan tes urin.
I.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi urologi ?
2. Bagaimana tata cara dalam melakukan tes urin ?

I.3

Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi urologi
2. Untuk mengetahui tata cara dalam melakukan tes urin

I.4

Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah wawasan
dan pengetahuan tentang hal hal yang bersangkutan dengan urologi dan
bagaimana pula tata cara dalam melakukan tes urin.

BAB II

PEMBAHASAN
II.1

Pengertian Urologi
Urologi adalah bedah khusus yang berfokus pada saluran kemih laki-laki
dan perempuan, dan pada sistem reproduksi laki-laki. Profesional medis yang
mengkhususkan diri di bidang urologi disebut urolog dan dilatih untuk
mendiagnosa, mengobati, dan mengelola pasien dengan gangguan urologis.
Organ ditutupi oleh urologi termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, uretra,
dan organ-organ reproduksi pria (testis, epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, prostat dan penis). Baik urologist dan Ahli Bedah Umum
beroperasi pada kelenjar adrenal. Pada pria, sistem saluran kencing tumpang
tindih dengan sistem reproduksi, dan pada perempuan saluran kemih
membuka ke vulva. Dalam kedua jenis kelamin, saluran kemih dan
reproduksi berdekatan, dan gangguan dari satu sering mempengaruhi yang
lain. Urologi mengkombinasikan manajemen medis (non-bedah) masalah
seperti infeksi saluran kencing dan hiperplasia prostat jinak, serta masalah
bedah seperti manajemen operasi kanker, koreksi kelainan bawaan, dan
inkontinensia stres mengoreksi. Urologi adalah terkait erat dengan, dan
dalam beberapa kasus tumpang tindih dengan, bidang onkologi medis,
nefrologi,

ginekologi,

andrologi,

bedah

anak,

gastroenterologi,

dan

endokrinologi.
II.2.

Organ urinaria

II.2.1 Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis,
berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna
vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung
bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan
terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena posisi hati yang berada diatasnya
(Potter & Perry, 2005). Ginjal menyaring zat sisa metabolisme yang
terkumpul dalam darah. Darah mencapai ginjal melalui arteri renalis yang
merupakan cabang aorta abdominalis. Sekitar 20% sampai 25% curah jantung
bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron.

Nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal, membentuk urin (Potter &
Perry, 2010).

Gambar II.2.1
Ginjal

Darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen. Sekelompok pembuluh


darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat
pertama filtrasi darah dan tempat awal pembentukan urin. Tidak semua filtrat
glomerulus akan dibuang sebagai urin. Sekitar 90% filtrat diabsorpsi kembali
kedalam plasma, dan 1% sisanya dieksresikan sebagai urin (Potter & Perry,
2005).
II.2.2 Ureter

Gambar II.2.2
Ureter

Ureter meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang


akan mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan
setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter
merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter

1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum


untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada
sambungan ureterovesikalis. Urin keluar dari ureter ke kandung kemih
umumnya steril (Potter & Perry, 2005).
Gerakan peristaltik menyebabkan urin masuk ke dalam kandung kemih
dalam bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap. Ureter masuk
ke dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan
ini dalam kondisi normal mencegah refluks urin dari kandung kemih ke
dalam ureter selama mikturisi (proses berkemih) dengan menekan ureter pada
sambungan ureterovesikalis (sambungan ureter dengan kandung kemih)
(Potter & Perry, 2005).
II.2.3 Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi,
tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urin dan
merupakan organ eksresi. Apabila kosong, kandung kemih berada di dalam
rongga panggul di belakang simfisis pubis (Potter & Perry, 2005).

Gambar II.2.3
Kandung Kemih

Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urin. Tekanan di


dalam kandung kemih biasanya rendah walaupun sedang terisi sebagian,
sehingga hal ini melindungi dari bahaya infeksi (Potter & Perry, 2005).
Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang
sampai ke atas simfisis pubis. Kandung kemih yang mengalami distensi
maksimal dapat mencapai umbilikus. Pada waktu hamil, janin mendorong

kandung kemih sehingga menimbulkan perasaan penuh dan mengurangi daya


tampung kandung kemih. Hal ini dapat terjadi baik pada trimester pertama
maupun trimester ketiga (Potter & Perry, 2005).
II.2.4 Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami
turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi
uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra. Lendir
dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah
masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra (Potter &
Perry, 2005).

Gambar II.2.4
Uretra

Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4-6,5 cm. Sfingter uretra
eksterna

yang

terletak

di

sekitar

setengah

bagian

bawah

uretra,

memungkinkan aliran volunter urin. Panjang uretra yang pendek pada


Universitas Sumatera Utara wanita menjadi faktor predisposisi untuk
mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari
daerah perineum. Pada wanita meatus uretra urinarius (lubang) terletak di
antara labia minora, diatas vagina dan dibawah klitoris (Potter & Perry, 2005).

II.3

Organ Uregenetalia

II.3.1 Testis

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran


testis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml
berbentuk

ovoid.

Kedua

buah

testis terbungkus oleh jaringan tunika

albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat


tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta
tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan
testis

dapat

digerakkan

mendekati

rongga

abdomen

untuk

mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.


Secara histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap
lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus
terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedang di antara tubuli
seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses
spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi
memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut
sel-sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.

Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan


dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa)
Gambar II.2.3

sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan


Testis getah dari epididimis dan vas
deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah
bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.
II.3.2 Epididimis
Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput,
korpus, dan kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan
testis melalui duktuli eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari
arteri testikularis dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal, epididimis

berhubungan dengan vasa deferens. Sel-sel spermatozoa setelah diproduksi


di dalam testis dialirkan ke epididimis. Di sini spermatozoa mengalami
maturasi sehingga menjadi motil (dapat bergerak) dan disimpan di dalam
kauda epididimis sebelum dialirkan ke vas deferens.
II.3.3 Vas deferens
Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 3035cm, bermula dari kauda

epididimis

dan

berakhir

pada

duktus

ejakulatorius di uretra posterior. Dalam perjalannya menuju duktus


ejakulatorius, duktus deferens

dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1)

pars tunika vaginalis, (2) pars skrotalis (3) pars inguinalis, (4) pars pelvikum,
dan (5) pars ampularis. Pars skrotalis ini merupakan bagian yang
dipotong dan diligasi saat vasektom. Duktus ini terdiri atas otot polos
yang

mendapatkan

persarafan

dari

sistem

simpatik sehingga dapat

berkontraksi untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke uretra posterior.

Gambar II.3.3

Vas deferens

II.3.4 Vesikula seminalis


Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial dari
kelenjar prostat. Panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula.
Vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen.
Cairan ini di antaranya adalah frukstosa, berfungsi dalam memberi nutrisi
pada sperma. Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis
bermuara di dalam duktus ejakulatorius

II.3.5 Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih
20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang
terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona preprostatik sfingter, dan zona anterior (McNeal
1970).
Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar
dan stroma. Komponen stroma ini
pembuluh darah,

saraf,

terdiri atas

dan jaringan

otot

penyanggah

polos,

fibroblas,

yang lain. Prostat

menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari


cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan
bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan
semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan

25% dari seluruh volume ejakulat. Prostat mendapatkan inervasi otonomik


simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus. Pleksus

prostatikus

(pleksus pelvikus) menerima masukan serabut parasimpatik dari korda


spinalis S 2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Stimulasi
parasimpatik meningkatkan

sekresi

kelenjar

pada

epitel

prostat,

sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke


dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi.Sistem simpatik
memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher bulibuli. Di tempat-tempat itu banyak

terdapat reseptor

adrenergik-.

Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut.


Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi
kanker

ganas

dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan

terjadinya obstruksi saluran kemih (Purnomo, 2003).


II.3.6 Penis
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah
korpora kavernosa yang saling

berpasangan

dan

sebuah

korpus

spongiosum

yang

berada

di

sebelah

ventralnya. Korpora kavernosa

dibungkus oleh jaringan fibroelastik tunika albuginea sehingga merupakan


satu

kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal terpisah

sebagai

krura

penis. Setiap

krus

penis

dibungkus

menjadi
oleh

dua
otot

ishiokavernosus yang kemudian menempel pada rami osis ischii. Korpus


spongiosum membungkus uretra mulai dari diafragma urogenitalis dan di
sebelah proksimal dilapisi oleh otot bulbo-kavernosus. Korpus spongiosum
ini berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis seperti tampak pada
gambar 1-8B. Ketiga korpora itu dibungkus oleh fasia Buck dan lebih
superfisial lagi oleh fasia Colles atau fasia Dartos yang merupakan kelanjutan
dari fasia Scarpa. Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika
albuginea

terdapat

jaringan

erektil yaitu berupa jaringan kavernus

(berongga) seperti spon. Jaringan ini terdiri atas sinusoid atau rongga lakuna
yang dilapisi oleh endotelium dan otot polos kavernosus. Rongga lakuna ini
dapat menampung darah yang cukup banyak sehingga menyebabkan
ketegangan batang penis.

II.4

Gambar II.3.6
Penis

Pemeriksaan Urologi (Purnomo, 2011)

II.4.1 Pemeriksaan subjektif


Pemeriksaan subjektif dengan mencermati keluhan yang disampaikan
oleh pasien dan yang digali melalui anamnesis yang sistematik.
II.4.2 Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan objektif yaitu dengan melakukan pemeriksaan fisik terhadap
pasien untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan pasien.

II.4.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan mampu memilih berbagai
pemeriksaan

yang

dapat

menunjang

diagnosis,

diantaranya

adalah

pemeriksaan laboratorium, pencitraan (imaging). Pada beberapa keadaan


mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang yang lebih bersifat spesialistik,
yakni urolometri atau urodinamika, elektromiografi, endourologi, dan
laparoskopi.
II.5

Pemeriksaan Laboratorium

II.5.1 Makroskopik
1. Warna
Sangat penting untuk memperhatikan warna air kemih yang tidak
biasa

(abnormal). Adanya

darah

segar

atau

hemoglobin

dapat

menyebabkan warna kemerahan, sedangkan darah yang sudah lama


menyebabkan warna yang keruh pada air kemih; keduanya menjadi
petunjuk terjadinya pendarahan pada saluran urogenitalia. Pigmen
empedu mengakibatkan air kemih berwarna kehijauan, coklat, atau
kuning tua yang menandakan gangguan fungsi hati atau saluran empedu.
Air kemih yang berwarna coklat tua dapat disebabkan oleh adanya asam
homogentisat yang diproduksi oleh penderita penyakit genetis langka,
yaitu alkaptonuria. Obat-obatan atau zat pewarna tertentu mungkin saja
mengubah warna urina.
2. Bau
Air kemih segar memiliki bau yang khas yang dapat dipengaruhi oleh
makanan tertentu, seperti asparagus. Pada asidosis diabetes, mungkin
urina akan beraroma buah-buahan yang disebabkan oleh asam-asarn keto
dan aseton. Pada penyakit maple syrup, yaitu suatu penyakit genetis yang
langka, urina berbau seperti gula karamel atau sirup mapel. Bila contoh
urina sudah lama, atau bila ada infeksi bakteri proteus, biasanya tercium
bau amonia yang menyengat. Bau busuk menandakan telah terjadi
dekomposisi oleh bakteria karena contoh urina dibiarkan terlalu lama
tanpa disimpan dalam lemari pendingin
3. Berat jenis urin

Berat Jenis (BJ). Berat jenis urina bergantung pada jumlah gram zat
terlarut yang diekskresikan per liternya. BJ memberi informasi tentang
kemampuan ginjal untuk memekatkan filtrat glomerulus. Nilai fisiologis
BJ berkisar dari 1,003 hingga 1,032, namun contoh urin usia 24 jam
biasanya antara 1.015-1.025. Urina paling pekat diperoleh di pagi hari.
Pada penyakit tubula ginjal, kemampuan memekatkan filtrat paling cepat
hilang. BJ dapat diukur secara langsung menggunakan urinometer atau
secara tak langsung dari penentuan indeks refraktif dengan refraktometer.
Cara kerja: Tuangkan urin yang akan diperiksa ke dalam gelas ukur atau
tabung urinometer. Apungkan urinometer di dalam tabung yang telah
berisi cairan urin. Alat ini harus terapung bebas, tidak menempel pada
dinding tabung. Cara membaca berat jenis: Pembacaan BJ ditentukan
dengan menentukan skala pada urinometer yang berhimpit dengan dasar
meniskus urin. Bila urin berbuih, gunakan kertas saring untuk
menghilangkannya. Beberapa alat urinometer telah ditera pada suhu
tertentu.
4. Kimiawi
a. pH
Urin manusia mempunyai pH fisiologis berkisar antara 4,6 hingga 8,0
dengan rerata sekitar 6,0. Kelaparan dan ketosis meningkatkan
keasaman urin. Sangat tidak lazim urin bersifat basa, kecuali pada
kondisi tertentu seperti alkalosis, terlalu banyak mengkonsumsi
senyawa basa seperti obat untuk penderita tukak lambung, atau
adanya bakteri dalam urin yang menghasilkan amonia. Penentuan pH
dapat dilakukan dengan kertas celup yang mengandung indikator
asam/basa atau kertas indikator pH komersil. Cara kerja: Ambil
secarik kertas lakmus biru atau merah dan celupkan ke dalam urin
yang akan diperiksa. Perhatikan perubahan warna kertas tersebut: o
Lakmus biru berubah menjadi merah, urin bersifat asam o Lakmus
merah berubah menjadi biru, urin bersifat basa Ambil kertas
indikator pH universal dan celupkan ujungnya sekejap ke dalam urin

contoh. Warna yang timbul dibandingkan dengan warna yang tertera


pada skala pH yang sama
b. Protein
Setiap hari sedikit protein (50mg-150mg/24 jam) akan terdapat
di dalam urina normal. Sebagian protein tersebut berasal dari albumin
yang disaring di dalam glomerulus tetapi tidak diserap di dalam
tubula, sedangkan sisanya adalah glikoprotein dari lapisan sel saluran
urogenitalia. Normalnya jumlah protein dalam urina kurang dari 10
mg/dL dan tidak akan terdeteksi dengan metode urinalisis yang biasa
digunakan. Proteinuria (adanya protein dalam jurnlah yang, dapat
terdeteksi) biasanya menjadi petunjuk adanya luka pada membran
glomerulus sehingga terjadi filtrasi atau lolosnya molekul protein ke
dalam air kemih. Keadaan ini harus dibedakan dengan proteinuria
sementara yang mungkin terjadi pada keadaan demam atau keadaan
lain yang tidak membahayakan (disebut proteinuria ortostatis). Uji
Koagulasi dengan pemanasan. Urin contoh disaring lebih dahulu,
pipet sebanyak 5 mL dan panaskan sampai mendidih. Kekeruhan yang
timbul dan berwarna putih dapat disebabkan oleh pretein, tetapi bisa
juga oleh fosfat. Tambahkan 1-3 tetes asam asetat 6%. Bila cairan
menjadi jemih kembali maka kekeruhan disebabakan oleh fosfat. Bila
setelah penambahan asam itu kekeruhan makin nyata, penyebabnya
adalah protein di dalam urina.
Perkiraan kadar protein dalam air kemih menurut uji ini:
Cairan tetap jernih seperti awalnya = negatif (-)
Kekeruhan sangat tipis () = 0.01%
Kekeruhan jelas terlihat (+) = 10-30 mg/dL
Kekeruhan lebih banyak (sedang) (++) = 40-100 mg/dL
Sangat keruh (+++) = 200-500 mg/dL
Ada endapan (++++) = 500 mg/dL atau lebih 9
1) Uji Bang
Pipet 5 mL urin yang telah disaring lalu tambah dengan 2 mL
pereaksi Bang, campur baik-baik dan panaskan. Bandingkan uji
ini dengan uji koagulasi. Pereaksi Bang adalah larutan bufer
asetat pH 4.7.
2) Uji Asam Sulfosalisilat

Pipet urin yang telah disaring sebanyak 3 mL ke dalam tabung


reaksi dan miringkan tabung tersebut. Tambahkan perlahanlahan pada dinding tabung reaksi 3 tetes pereaksi (25% asam
sulfosalisilat). Asam ini akan membentuk lapisan di bawah
cairan urina; jangan digoyang/dicampur. Perhatikan setelah 1
menit kekeruhan yang timbul di pertemuan antara lapisan asam
dan urina. Kekeruhan yang sangat tipis, hampir tak terlihat =
(biasanya 5 mg/dL) Kekeruhan selanjutnya = 1+ hingga 4+
3) Gula dalam Urin
Glukosuria. Glukosa dapat ditemukan di dalam air kemih
sebagai akibat dari penyakit ginjal, namun hal ini sangat jarang
terjadi. Umumnya pemeriksaan gula di dalam urina dilakukan
untuk menduga adanya penyakit diabetes atau untuk memantau
khasiat pengobatan insulin pada penderita diabetes. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatis. Pada
prinsipnya secara kimiawi suatu larutan basa CuSO4 yang panas
akan mengoksidasi semua gula pereduksi dan membentuk
endapan Cu2O warna merah bata hingga kuning. Sedangkan
metode enzimatis yang sering digunakan ialah menggunakan
batang celup yang mengandung enzim glukosa oksidase dan
peroksidase serta dua senyawa kimia lain, yaitu suatu peroksida
organik dan otolidina, suatu donor hidrogen yang tak berwarna
tetapi berubah menjadi biru bila dioksidasi (kehilangan 2 atom
H-nya). Glukosa oksidase mengoksidasi glukosa menjadi asam
glukonat dan H2O2. Setelah itu H2O2 diurai oleh peroksidase
menjadi H2O dan terjadi oksidasi terhadap o-tolidina menjadi
pigmen biru. Enzim ini sangat spesifik untuk beta-glukosa,
namun reaksinya dapat dihambat oleh asam askorbat atau asam
urat di dalam urina sehingga menghasilkan reaksi negatif yang
semu (false negative)
4) Uji Benedict

Pipetlah tepat 5 mL pereaksi Benedict ke dalam tabung reaksi


yang bersih dan tambahi 8 tetes urina yang sudah disaring.
Panaskan di atas nyala Bunsen hingga mendidih, dinginkan, dan
perhatikan perubahan warna larutan. Adanya gula pereduksi
dapat dilihat bila larutan berubah warna dari hijau-kuning-merah
bata.
Warna biru (tanpa endapan) = (-)
Biru kehijauan = (+) atau 0.5 g/dL
Hijau = (++) Hijau kekuningan = (+++)
Kuning kemerahan = (++++)
Merah bata = (+++++)
Catatan Urina yang mengandung protein harus diendapkan
dahulu proteinnya dengan pereaksi Bang: pipet 4 mL urina dan
tambahi 2 mL pereaksi Bang, kocok, panaskan, lalu saring. Filtrat
yang jernih uji dengan pereaksi Benedict. Sedangkan urina yang basa
harus dinetralkan dulu dengan asam asetat 6%. Uji ini tidak spesifik
untuk glukosa
5. Retensi Urin
Retensi urin adalah kesulitan miksi (berkemih) karena kegagalan
mengeluarkan urin dari vesika urinaria (Kapita Selekta Kedokteran,
2000). Retensi urin adalah disfungsi pengosongan kandung kemih
termasuk untuk memulai buang air kecil, pancaran lemah, pelan atau
aliran terputus-putus, perasaan tidak tuntas berkemih dan perlu usaha
keras atau dengan penekanan pada suprapubik untuk mengosongkannya
(Purnomo, 2011).
a. Etiologi
Retensi urin dapat dibagi menurut lokasi kerusakan syaraf (Kapita
Selekta Kedokteran, 2000):
a) Supravesikal
Berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis
S2S4 setinggi Th1- L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis
dan parasimpatis baik sebagian atau seluruhnya.
b)Vesikal

Berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang,


berhubungan dengan masa kehamilan dan proses persalinan
(trauma obstetrik).
c) Infravesikal (distal kandung kemih)
Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra,
trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder
necksclerosis)
b. Klasifikasi
a) Retensi urin akut
Pada retensi urin akut penderita seakan-seakan tidak dapat
berkemih (miksi). Kandung kemih perut disertai rasa sakit yang
hebat didaerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat
disertai mengejan. Sering kali urin keluar menetes atau sedikitsedikit (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Pada kasus akut, bila penyebabnya tidak segera ditemukan
maka kerusakan lebih berat yang sifatnya permanen dapat terjadi,
karena otot detrusor atau ganglia parasimpatik pada dinding
kandung kemih menjadimtidak dapat berkompromi (Pribakti,
2011).
b) Retensi urin kronis
Penderita secara perlahan dalam waktu yang lama tidak dapat
berkemih (miksi), merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya
sedikit atau tidak sama sekali walaupun kandung kemih penuh
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000). Pada retensi urin kronik,
terdapat masalah khusus akibat peningkatan tekanan intravesikal
yang menyebabkan refluks uretra, infeksi saluran kemih atas dan

a)
b)
c)
d)
e)

penurunan fungsi ginjal (Pribakti, 2011).


Gambaran klinis
Ketidaknyamanan daerah pubis
Distensi vesika urinaria
Ketidaksanggupan berkemih
Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urin (25-50 ml)
Ketidakseimbangan jumlah urin yang dikeluarkan dengan

asupannya
f) Meningkat keresahan dan keinginan berkemih
g) Adanya urin sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.

II.6

Amnesia dan riwayat penyakit


Kemampuan seorang dokter dalam melakukan wawancara dengan
pasien ataupun keluarganya diperoleh melalui anamnesis yang sistematik dan
terarah. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan diagnosis suatu penyakit.
Anamnesis yang sistematik itu mencakup (1) keluhan utama pasien, (2)
riwayat penyakit lain yang pernah dideritanya maupun pernah diderita oleh
keluarganya, dan (3) riwayat penyakit yang diderita saat ini.
Pasien datang ke dokter mungkin dengan keluhan: (1) sistemik yang
merupakan penyulit dari kelainan urologi, antara lain gagal ginjal (malese,
pucat, uremia) atau demam disertai Pasien datang ke dokter mungkin dengan
keluhan: (1) sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, antara
lain gagal ginjal (malese, pucat, uremia) atau demam disertai.

II.6.1 Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ
urogenitalia dirasakan sebagai nyeri lokal yaitu nyeri yang dirasakan di
sekitar organ itu sendiri, atau berupa referred pain yaitu nyeri yang dirasakan
jauh dari tempat organ yang sakit. Sebagai contoh nyeri local pada kelainan
ginjal dapat dirasakan di daerah sudut kostovertebra; dan nyeri akibat kolik
ke tungkai bawah. Inflamasi akut pada organ padat traktus
urogenitalia seringkali dirasakan sangat nyeri; hal ini disebabkan karena
regangan kapsul yang melingkupi organ tersebut. Oleh sebab itu pielonefritis,
prostatitis, maupun epididimitis akut dirasakan sangat nyeri. Berbeda halnya
pada inflamasi yang mengenai organ berongga seperti pada buli-buli atau
uretra, dirasakan sebagai rasa kurang nyaman (discomfort). Di bidang urologi
banyak dijumpai bermacammacam nyeri yang dikeluhkan oleh pasien
sewaktu datang ke tempat praktek.
II.6.2 Nyeri Ginjal
Regangan kapsul ini dapat terjadi karena pielonefritis akut yang
menimbulkan edema, obstruksi saluran kemih yang mengakibatkan
hidronefrosis, atau tumor ginjal.
II.6.3

Nyeri Kolik

Nyeri kolik terjadi akibat spasmus otot polos ureter karena gerakan
peristaltiknya terhambat oleh batu, bekuan darah, atau oleh benda asing lain.
Nyeri ini dirasakan sangat sakit, hilang-timbul sesuai dengan gerakan
peristaltik ureter. Pertama-tama dirasakan di daerah sudut kosto-vertebra
kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke
daerah kemaluan. Tidak jarang nyeri kolik diikuti dengan keluhan pada organ
pencernakan seperti mual dan muntah.
II.6.4

Nyeri Vesika

Nyeri vesika dirasakan di daerah suprasimfisis. Nyeri ini terjadi akibat


overdistensi buli buli yang mengalami retensi urine atau terdapat inflamasi
pada buli-buli (sistitis interstisialis, tuberkulosis, atau sistosomiasis).
Inflamasi buli-buli dirasakan sebagai perasaan kurang nyaman di daerah
suprapubik (suprapubic dyscomfort). Nyeri muncul manakala buli-buli terisi
penuh dan nyeri berkurang pada saat selesai miksi. Tidak jarang pasien sistitis
merasakan nyeri yang sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan
kadang kala disertai dengan hematuria; keadaan ini disebut sebagai
stranguria.
II.6.5

Nyeri prostat

Nyeri prostat pada umumnya disebabkan karena inflamasi yang


mengakibatkan edema kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. Lokasi
nyeri akibat inflamasi ini sulit untuk ditentukan tetapi pada umumnya dapat
dirasakan pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral, atau nyeri
rektum. Seringkali nyeri prostat diikuti dengan keluhan miksi berupa
frekuensi, disuria, bahkan retensi urine.
II.6.6

Nyeri testis/epididimis

Nyeri yang dirasakan pada daerah kantong skrotum dapat berasal dari
nyeri yang berasal dari kelainan organ di kantong skrotum (nyeri primer) atau
nyeri (refered pain) yang berasal dari kelainan organ di luar kantong skrotum.
Nyeri akut yang disebabkan oleh kelainan organ di kantong testis dapat
disebabkan oleh torsio testis atau torsio apendiks testis, epididimitis/orkitis
akut, atau trauma pada testis. Inflamasi akut pada testis atau epididimis

menyebabkan peregangan pada kapsulnya sehingga dirasakan sebagai nyeri


yang sangat. Nyeri testis seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen
sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ abdominal. Begitu
pula nyeri karena inflamasi pada ginjal dan inguinal, seringkali dirasakan di
daerah skrotum. Nyeri tumpul di sekitar testis dapat disebabkan karena
varikokel, hidrokel, maupun maupun tumor testis.
II.6.7

Nyeri penis

Nyeri yang dirasakan pada daerah penis yang sedang tidak ereksi
(flaksid) biasanya merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa bulibuli atau uretra, yang terutama dirasakan pada meatus uretra eksternum.
Selain itu parafimosis dan keradangan pada prepusium maupun glans penis
memberikan rasa nyeri yang terasa pada ujung penis. Nyeri yang terjadi pada
saat ereksi mungkin disebabkan karena penyakit Peyronie atau priapismus.
Pada penyakit Peyronie terdapat plak jaringan fibrotik yang teraba pada
tunika albuginea korpus kavernosum penis sehingga pada saat ereksi, penis
melengkung (bending) dan terasa nyeri. Pria pismus adalah ereksi penis yang
terjadi terus menerus tanpa diikuti dengan ereksi glans. Ereksi ini tanpa
diikuti dengan hasrat seksual dan terasa sangat nyeri.
II.6.8 Keluhan miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan
iritasi, obstruksi, inkontinensia, dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi,
polakisuria, atau frekuensi, nokturia, dan disuria; sedangkan keluhan
obstruksi meliputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine
melemah, intermitensi, dan menetes serta masih terasa ada sisa urine sehabis
miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract
symptoms.
II.6.9 Gejala iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing sehingga terasa sakit.
Keadaan ini adalah akibat hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli karena
inflamasi, terdapat benda asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi

infravesika, atau karena kelainan buli-buli nerogen. Setiap hari, orang normal
rata-rata berkemih sebanyak 5 hingga 6 kali dengan volume kurang lebih 300
ml setiap miksi. Frekuensi atau polakisuria adalah frekuensi berkemih yang
lebih dari normal, keadaan ini merupakan keluhan yang paling sering dialami
oleh pasien urologi. Polakisuria dapat disebabkan karena produksi urine yang
berlebihan (poliuria) atau karena kapasitas buli-buli yang menurun sehingga
sewaktu buli-buli terisi pada volume yang belum mencapai kapasitasnya,
rangsangan miksi sudah terjadi. Penyakit-penyakit diabetes mellitus, diabetes
insipidus, atau asupan cairan yang berlebihan merupakan penyebab terjadinya
poliuria; sedangkan menurunnya kapasitas buli-buli dapat disebabkan karena
adanya obstruksi infravesika, menurunnya komplians buli-buli, buli-buli
contracted, dan bulibuli yang mengalami inflamasi/iritasi oleh benda asing di
dalam lumen buli-buli. Nokturia adalah polakisuria yang terjadi pada malam
hari. Seperti pada polakisuria, pada nokturia mungkin disebabkan karena
produksi urine meningkat ataupun karena kapasitas bulibuli yang menurun.
Orang yang mengkonsumsi banyak air sebelum tidur apalagi mengandung
alkohol dan kopi menyebabkan produksi urine meningkat. Pada malam hari,
produksi urine meningkat pada pasien-pasien gagal jantung kongestif dan
odem perifer karena berada pada posisi supinasi. Demikian halnya pada
pasien usia tua tidak jarang terjadi peningkatan produksi urine pada malam
hari karena kegagalan ginjal melakukan konsentrasi (pemekatan) urine.
Disuria adalah nyeri pada saat miksi dan terutama disebabkan karena
inflamasi pada bulibuli atau uretra. Seringkali nyeri ini dirasakan paling sakit
di sekitar meatus uretra eksternus. Disuria yang terjadi pada awal miksi
biasanya berasal dari kelainan pada uretra, dan jika terjadi pada akhir miksi
adalah kelainan pada buli-buli.
II.6.10 Gejala obstruksi
Pada keadaan normal, saat sfingter uretra eksternum mengadakan
relaksasi, beberapa detik kemudian urine mulai keluar. Akibat adanya
obstruksi infravesika, menyebabkan hesitansi atau awal keluarnya urine
menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk memulai

miksi. Setelah urine keluar, seringkali pancaranya menjadi lemah, tidak jauh,
dan kecil; bahkan urine jatuh di dekat kaki pasien.
Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian
memancar lagi; keadaan ini terjadi berulang-ulang dan disebut sebagai
intermitensi. Miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di
dalam buli-buli dengan masih keluar tetesan-tetesan urine (terminal
dribbling). Jika pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan
isinya, menyebabkan terjadinya retensi urine yang terasa nyeri pada daerah
suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi yang sangat sakit (urgensi).
Lama kelamaan buli-buli isinya makin penuh sehingga keluar urine yang
menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa.
Obstruksi uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan
pancaran kecil, deras, bercabang, dan kadang-kadang berputar-putar.
II.6.11 Hematuria

Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam


urine. Hal ini perlu dibedakan dengan bloody urethral disharge atau
perdarahan per uretram yaitu keluar darah dari meatus uretra eksterna tanpa
melalui proses miksi. Porsi hematuria yang keluar perlu diperhatikan apakah
terjadi pada saat awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi
(hematuria

total),

atau

akhir

miksi

(hematuria

terminal).

Dengan

memperhatikan porsi hematuria yang keluar dapat diperkirakan asal


perdarahan. Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran
kemih tetapi mulai dari infeksi hingga keganasan saluran kemih. Oleh karena
itu setiap hematuria perlu diwaspadai adanya kemungkinan adanya keganasan
saluran kemih terutama hematuri yang tidak disertai dengan nyeri.
II.6.12 Pneumaturia

Pneumaturia adalah berkemih tercampur dengan udara. Keadaan ini


dapat terjadi karena terdapat fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat
proses fermentasi glukosa menjadi gas CO2 di dalam urine seperti pada pasien
diabetes melitus.
II.6.13 Hematospermia

Hematospermia atau hemospermia adalah didapatkannya darah di


dalam cairan ejakulat (semen). Biasanya dialami oleh pasien usia pubertas
dan paling banyak pada usia 30-40 tahun. Kurang lebih 85-90% pasien
mengeluh hematospermia berulang

Volume cairan semen paling banyak

berasal dari cairan prostat dan vesikula seminalis, oleh karena itu
hematospermia paling sering disebabkan oleh kelainan dari kedua organ
tersebut. Sebagian besar hematospermia tidak diketahui penyebabnya
(hematospermia primer) yang dapat sembuh sendiri. Hematospermia
sekunder dapat disebabkan karena pasca biopsyprostat, inflamasi/infeksi
vesikula seminalis maupun prostat, atau karsinoma prostat. Meskipun jarang,
tuberkulosis

prostat

disebut-sebut

sebagai

salah

satu

penyebab

hematospermia.
II.6.13 Cloudy urine

Cloudy urine adalah urine berwarna keruh dan berbau busuk akibat
dari suatu infeksi saluran kemih.
II.6.14 Keluhan pada skrotum dan isinya
Keluhan pada daerah skrotum yang menyebabkan pasien datang
berobat ke dokter adalah: buah zakar membesar, terdapat bentukan berkelokkelok seperti cacing di dalam kantong (varikokel), atau buah zakar tidak
berada di dalam kantong skrotum (kriptorkismus). Pembesaran pada buah
zakar

mungkin

disebabkan

oleh

tumor

testis,

hidrokel,

spermatokel,hematokel, atau hernia skrotalis.


II.6.15 Keluhan disfungsi seksual
Disfungsi seksual pada pria meliputi libido menurun, kekuatan ereksi
menurun, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd (air mani tidak keluar pada saat
ejakulasi), tidak pernah merasakan orgasmus, atau ejakulasi dini.
II.7

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum
pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang
urologi memberikan manifestasi penyakit umum (sistemik), atau tidak jarang
pasien-pasien urologi kebetulan menderita penyakit lain. Adanya hipertensi

mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema tungkai satu sisi
mungkin akibat obstruksi pembuluh vena karena penekanan tumor buli-buli
atau karsinoma prostat, dan ginekomasti mungkin ada hubungannya dengan
karsinoma testis. Semua keadaandi atas

mengharuskan dokter untuk

memeriksa keadaan umum pasien secara menyeluruh. Pada pemeriksaan


urologi harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal,
bulibuli, genitalia eksterna, dan pemeriksaan neurologi.
II.7.1 Pemeriksaan Ginjal
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas
harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran
itu mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah
retroperitoneum. Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan
memakai dua tangan. Tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk
mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan
pada sudut kostovertebra (yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir
dengan tulang vertebra). Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor
ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.
II.7.2 Pemeriksaan Buli-buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau
jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah
suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli atau karena buli-buli
yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat
ditentukan batas atas buli-buli
II.7.2 Pemeriksaan genitalia eksterna
Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya
kelainan pada penis/uretra antara lain: mikropenis, makropenis, hipospadia,
kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna, fimosis/parafimosis,
fistel uretro-kutan, dan ulkus/tumor penis. Striktura uretra anterior yang berat
menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah

ventral penis, berupa jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis.


Jaringan keras yang teraba pada korpus kavernosum penis mungkin suatu
penyakit Peyrone.
II.7.3 Pemeriksaan skrotum dan isinya
Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada
saat diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada
kriptorkismus. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus yang
terdapat

pada

isi

skrotum,

dilakukan

pemeriksaan

transiluminasi

(penerawangan) pada isi skrotum. Pemeriksaan penerawangan dilakukan pada


tempat yang gelap dan menyinari skrotum dengan cahaya terang. Jika isi
skrotum tampak menerawang berarti berisi cairan kistus dan dikatakan
sebagai transiluminasi positif atau diafanoskopi positif.
II.7.4 Colok Dubur (Rectal toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah
diberi pelican kedalam lubang dubur. Pemeriksaan ini menimbulkan rasa sakit
dan menyebabkan kontraksi sfingter ani sehingga dapat menyulitkan
pemeriksaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu kepada pasien
tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama
dalam pemeriksaan Pada pemeriksaan colok dubur dinilai: (1) tonus sfingter
ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR), (2) mencari kemungkinan adanya
massa di dalam lumen rektum, dan (3) menilai keadaan prostat. Penilaian
refleks bulbo-kavernosus dilakukan dengan cara merasakan adanya refleks
jepitan pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan
pada glans penis atau klitoris. Pada wanita yang sudah berkeluarga selain
pemeriksaan colok dubur, perlu juga diperiksa colok vagina guna melihat
kemungkinan adanya kelainan di dalam alat kelamin wanita, antara lain:
massa di serviks, darah di vagina, atau massa di buli-buli.
II.7.5 Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan neurologi ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya
kelainan neurologic yang mengakibatkan kelainan pada sistem urogenitalia,

seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan
penyebab dari buli-buli neurogen.
II.7

Pemeriksaan Urin

II.7.1 Urin 24 jam


1. Tahap Persiapan
a. Anda akan mendapatkan botol besar untuk mengumpulkan air
kencing anda
b. Tulislah nama anda di botol
c. Beberapa tes memerlukan tambahan bahan kimia yang harus
dimasukkan dalam botol sebelum pengumpulan urin
d. Jangan melakukan olahraga yang lebih berat dari biasa saat anda
mengumpulkan urin anda
e. Jika ada urin yang tumpah atau tidak tertampung maka anda harus
memulai lagi dengan botol yang baru
f. jangan sampai ada kertas tissue atau tinja yang terbawa dalam urin
g. jauhkan botol dan bahan kimia dari jangkauan anak-anak dan dari
hewan peliharaan
h. simpan urin di tempat yang sejuk atau dalam lemari es,jangan
dibekukan
i. letakkan botol di tempat aman dan tidak terpapar langsung dengan
sinar
2. Cara mengumpulkan urin
a. Untuk memulai, kosongkan dahulu kandung kemih
b. Anda dan keluarkan semua urin yang tersisa. Tulislah waktu saat
pengosongan kandung kemih, ini adalah waktu anda memulai tes
anda.
c. Sediakan sebuah mangkok kecil untuk tempat anda berkemih
Mungkin anda akan diberi sebuah wadah yang sesuai dengan
dudukan toilet anda sehingga urine anda dapat tertampung dengan
baik. Berkemihlah di wadah danmasukkan urin anda dengan hati-hati
ke dalam botol. Jika ada bahan kimia yang harus ditambahkan,
masukkan bahantersebut ke dalam botol setelah anda menuangkan
urin andayang pertama
d. Selanjutnya kumpulkan semua urin anda selama 24 jam didalam
botol.
e. Setelah 24 jam, berkemihlah sekali lagi dan masukkan dalam botol.

f. Bawalah botol urin anda beserta surat pengantarnya ke laboratorium


3. Protein
a. Dengan asam sulfosalisil:
1. 2 (dua) tabung reaksi diisi masing-masingnya degan 2 (dua)ml
urin yang akan diperiksa.
2. Tabung yg pertama ditambahkan 8 tetes larutan. Asam
sulfosalisil 20% dan kemuadian dikocok.
3. Bandingkan dengan tabung yang kedua (yang tidak ditambahkan
1. As. sulfosalisil 20%). Kalau tetap samajernihnya test terhadap
protein Negatif/ (-).
4. Jika tabung pertama lebih keruh dari tabung kedua,panasilah
tabung pertama itu diatas nyala api sampaimendidih &
kemudian dinginkan kembali dengan air mengalir
a. Jika kekeruhan tetap ada pada waktu pemanasan & tetapada
juga setelah dingin kembali, tes terhadap proteinPositif.
b. Jika kekeruhan itu hilang pada saat pemanasan & muncullagi
setelah dingin, lakukan pemeriksaan Bence Jones.
b. Pemanasan dengan Asam Asetat
a. Masukkan urin yang akan diperiksa ke dalam tabung
reaksisampai 2/3 tabung penuh.
b. Dengan memegang tabung reaksi tersebut pada ujungbawah,
lapisan atas urin itu dipanasi diatas nyala api sampaimendidih
selama 30 menit
c. Perhatikan terjadinya kekeruhan di lapisan atas urin itu,dengan
membandingkan jernihnya dengan bagian bawahyang tidak
dipanasi. Jika terjadi kekeruhan, mungkin iadisebabkan oleh
protein,

tetapi

mungkin

juga

disebabkanoleh

kalsium

pospat/kalsium karbonat.
d. Kemudian teteskan kedalam urin yang masih panas itu 3-5 tetes
lar. Asam asetat 6%. Jika kekeruhan itutetap/bertambah keruh
berarti tes protein Positif.
e. Panasilah sekali lagi lapisan atas itu sampai mendidih
&kemudian berilah penilaian semikuantitatif kepada hasilnya.
4. Kreatinin
Pada percobaan untuk mengetahui adanya kreatinin dalamurin,
dilakukan reaksi Jaffe. Reaksi Jaffe berdasarkan pembentukan tautomer
kreatin pikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan

larutan pikrat alkalis. Warna ini akan berubah menjadi kuning apabila
larutan di asamkan. Dari hasil percobaan, dipeoleh warna merah
kecoklatan (jernih) dari penambahan urin dengan asam pikrat jenuh
danNaOH 10 %. Warna larutan pada salah satu tabung berubah menjadi
kuning setelah ditambah HCl (tabung yang lain tidak ditambahkan HCl
dan larutan tetap berwarna merah kecoklatan). Hal ini menunjukkan
bahwa di dalam urin yang diuji, terdapat kreatinin.
5. Glukosa
Pemeriksaan glukosa dengan menggunakan pereaksi benedict dimana
pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium
karbonat dan natrium sitrat. Dimana glukosa dapat mereduksi ion Cu++
dari kupri sulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai
CuO.
6. pH
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa,
kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin
normal berkisar antar 4,5 -- 8,0. Selain itupenetapan pH pada infeksi
saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh
Escherichia coli biasanya urinbereaksi asam, sedangkan pada infeksi
dengan kuman Proteus yangdapat merombak ureum menjadi atnoniak
akan menyebabkan urinbersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat
atau

kalsium

fosfaturin

mencegahterbentuknya

dipertahankan
batu

urat

asam,

atau

sedangkan

oksalat

pH

untuk
urin

sebaiknyadipertahankan basa.
7. Urea
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serumatau plasma
heparin. Kumpulkan3-5 ml darah vena pada tabungbertutup merah atau
bertutup hijau (heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian
pisahkan serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk
puasa terlebih dulu selama 8jam sebelum pengambilan sampel darah
untuk mengurangipengaruh diet terhadap hasil laboratorium. Kadar
ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer
atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik

dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease yang sangat


spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai
kandungannitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen,BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum
dinyatakansebagai berat urea total Nitrogen menyumbang 28/60 dari
berattotal

urea,

sehingga

konsentrasi

urea

dapat

dihitung

denganmengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14.

BAB III
PENUTUP
III.1

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Urologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
penyakit dan kelainan traktus urogenitalia pria dan traktus urinaria wanita.

Urogenitalia pria terdiri dari : Testis, Epididimis, Vas deferens, Vesikula


seminalis , Prostat dan Venis. Sedangkan urinaria wanita terdiri dari :
Ginjal beserta salurannya Ureter, Buli-buli dan uretra.
2. Adapun tahapan dalam pemeriksaan urin antara lain : tahap persiapan, cara
dan mengumpulkan urin.
III.2

Saran
Kepada pembaca makalah sederhana ini, diharapkan semoga dapar
memahami betul mengenai hal-hal yang berhubungan dengan urologi dan tata
cara dalam tes urin.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. http://biomedika.co.id/v2/services/laboratorium/33pemeriksaankimia-klinik.html diakses tanggal 5 April 2016
Arief, Manjoer.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3: Medika Aesculpalus.
FKUI: Jakarta
Basuki, B Purnomo. 2013. Dasar-dasar Urologi. FK Universitas Brawijaya: Malang

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan,
Praktik. EGC: Jakarta
Pribakti. 2011. Dasar-dasar Uroginekologi. Sagung Seto: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai