PENDAHULUAN
OMSK (Otitis media supuratif kronik) atau yang biasa disebut
dimasyarakat dengan congek adalah suatu infeksi telinga tengah. OMSK
merupakan penyakit yang sering dijumpai pada negara yang sedang berkembang.
Secara umum, ras dan faktor sosio ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan
serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya
prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. Indonesia merupakan
negara dengan prevalensi tinggi untuk kasus OMSK di mana prevalensi OMSK
3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia.
Penyakit ini ditandai dengan adanya perforasi membran timpani disertai
dengan keluarnya cairan dari telinga yang lamanya lebih dari 2 bulan.
Berdasarkan tipe klinisnya, OMSK dibagi atas tipe jinak (tipe tubotimpanal)
dimana proses peradangannya hanya terbatas pada mukosa telinga tengah, serta
tipe ganas (tipe atikoantral) disertai kolesteatoma yang proses peradangannya
sudah melibatkan tulang dan dapat mengakibatkan komplikasi di tulang
temporal(ekstrakranial) atau ke dalam otak (intrakranial).
Kekurangan pendengaran didapati pada 50% kasus OMSK dan
kematian terjadi akibat komplikasi ke intrakranial pada 18,6% kasus. Sebagian
besar kasus komplikasi OMSK terjadi karena penderita cenderung mengabaikan
keluhan telinga berair menahun yang dapat mengakibatkan komplikasi yang fatal.
BAB II
1
STATUS PASIEN
II.1
Identitas Pasien
Nama
: Tn. J
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 34 tahun
Pekerjaan
: Swasta
Status
: Sudah menikah
Agama
: Islam
Alamat
No RM
: 086xxx
II.2 Anamnesa
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 15 Februari 2016, pukul 09.26 WIB
di Poliklinik THT RSUD Ambarawa.
II.2.1 Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu
II.2.2 Keluhan Tambahan
Telinga kanan terasa nyeri, gatal, pendengaran pada telinga kanan
menurun, dan rasa berdenging pada telinga kanan sejak keluarnya cairan dari
telinga kanan.
II.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan
sejak 2 minggu yang lalu. Cairan yang keluar berwarna bening
kekuningan, kental, agak berbau, hilang timbul, dan telinga kanan nyeri.
Sebelumnya pasien mengaku telah mengorek-orek telinganya dengan
cotton bud. Pasien juga mengeluh telinga kanannya terasa gatal,
pendengaran pada telinga kanan menurun, dan adanya rasa berdenging
pada telinga kanan. Riwayat keluar darah dari telinga, pusing berputar
tidak ada. Riwayat nyeri, bengkak atau keluar nanah di belakang telinga
juga tidak ada. Demam dan batuk pilek tidak dirasakan.
II.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
II.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
II. 3
Pemeriksaan Fisik
: Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Suhu
: 36,8o C
Pernapasan
: 20 x/menit
Kepala
Bentuk
: Normocephal
Mata
Hidung
Mulut
Paru
: Tidak dilakukan
Jantung
: Tidak dilakukan
Abdomen
: Tidak dilakukan
Ekstremitas
: Tidak dilakukan
Auricula
Auricula
Dextra
Sinistra
+
+
+
-
+
-
+
Perforasi
+
-
Inspeksi
Deskuamasi
Otore
Serumen
Tumor
Edema
Hiperemis
Sekret darah
Kelainan Kongenital
Benjolan pada telinga luar
Palpasi
Nyeri tekan tragus
Nyeri tarik auricula
Pembesaran kelenjar limfe
preaurikuler dan
retroaurikuler
Otoskopi
Laserasi Meatus Eksternus
Serumen
Discharge pada CAE
CAE hiperemis
Membran timpani
sentral
Discharge
Refleks cahaya
(anterior
Utuh
inferior)
-
TENGGOROK
Inspeksi
Palpasi
II.6
Resume
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Ambarawa pada tanggal 15
Februari 2016 dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak 1 minggu
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri telinga kanan, terasa gatal, pendengaran
menurun. Sebelumnya pasien mengorek telinga menggunakan cottonbud. Tidak
ada keluhan batuk, pilek, panas badan maupun nyeri menelan pada pasien.
Riwayat darah tinggi disangkal, diabetes disangkal, riwayat alergi obat disangkal.
II.7 Diagnosis
Otitis Media Supuratif Kronik Aurikularis Dextra
II.8
II.9
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Cefixim 2 x 1 tab
Tarivid 3 x 1 tetes
Non medikamentosa
Prognosis
Ad vitam
: bonam
Ad fungsionam
: bonam
Ad sanationam
: bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telinga
Telinga sebagai alat pendengaran adalah salah satu indera terpenting yang
berperan dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia. Gangguan terhadap
fungsi dengar dapat terjadi baik pada sistem konduksi suara maupun
sensorineural. (3)
Bagian telinga terdiri dari tiga bagian: (4)
1
telinga luar
2
3
telinga tengah
telinga dalam.
1 Telinga luar
Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar
terdiri dari daun telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar. Telinga
luar meliputi daun telinga atau pinna. Bagian daun telinga berfungsi untuk
membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju
gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar
berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang
telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan rawan yang
dilapisi kulit tipis. Di dalam saluran terdapat banyak kelenjar yang
menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen atau kotoran telinga.
Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang memiliki
rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan
suara ke telinga dalam. Peradangan pada bagian telinga ini disebut sebagai
otitis Eksterna. Hal ini biasanya terjadi karena kebiasaan mengorek telinga
& akan menjadi masalah bagi penderita diabetes mellitus (DM/sakit gula)
2
Pada manusia dan hewan darat lainnya, telinga tengah dan saluran
pendengaran akan terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada
bagian luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara di
luar tubuh. Telinga tengah terdiri dari :
1. Membran timpani.
3. Prosesus mastoideus.
2. Kavum timpani.
4. Tuba eustachius
Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang
vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9
mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membrana timpani tidak tegak
lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang
luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan
horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak
dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan
umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya ( none of ligth).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum
kutaneum dan mukosum. Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan
anyaman penyabung elastis yaitu: (1) Bagian dalam sirkuler (2) Bagian
luar radier. Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
Merupakan
bagian
terbesar
dari
membran
timpani
suatu
permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada
anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan
lebih tipis dari pars tensa dan pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
1. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
2. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat
sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika ( Rivini). Permukaan
luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n.Aurikulo temporalis
dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n.
timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana
nasofaring
dan
mempunyai
dua
fungsi.
Pertama
a. Epitimpanum.
Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superior
kavum timpani, disebut juga atik karena terletak diatas membran
timpani. sebagian besar atik diisi oleh maleus inkus. Dibagian superior
epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan tipis os posterior. Dinding
medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh penonjolan
kanalis semisirkularis lateral. Pada bagian anterior terdapat ampula
kanalis superior, dan lebih anterior ada ganglion genikulatum, yang
merupakan tanda ujung anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah
dari maleus oleh suatu ruang yang sempit, disini dapat dijumpai muara
sel-sel udara yang membuat pneumatisasi pangkal tulang pipi
(zygoma). Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang berlanjut
kearah lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulang sebelah
atas. Diposterior, atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrum
mastoid, yaitu aditus ad antrum.
b. Mesotimpanum
Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medial
dibatasi oleh kapsul otik, yang terletaknya lebih rendah dari pada
nervus fasialis pars timpani. Dinding anterior mesotimpani terdapat
orifisium timpani tuba eustachius pada bagian superior dan membentuk
bagian tulang dinding saluran karotis asendens pada bagian inferior.
Dinding ini biasanya mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat
dijumpai bagian-bagian tulang lemah.
c. Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus
Terletak dibawah membrana timpani, berhubungan dengan bulbus
jugulare.
Kavum timpani terdiri dari :
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus.
Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :
Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti
sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri
dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot
plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum
anulare. Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada
permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian
leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang
melengkung dari pada posterior. Kedua berhubungan dengan foot plate
yang biasanya mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus
pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior.
panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra
vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh
ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm
Otot-otot pada kavum timpani.
Terdiri dari : otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius (muskulus stapedius) Otot tensor timpani adalah otot kecil
panjang yang berada 12 mm diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada
dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga
bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal.
Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung
timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini
membuat tendon tersebut membelok kearah lateral kedalam telinga tengah.
Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus. Muskulus tensor timpani
disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan
membran timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih tegang dan
meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara serta
melemahkan suara dengan freksuensi rendah. Otot stapedius adalah otot
yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya didalam eminensia
piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut. Serabutserabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada
apek posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang
juga
mengandung
jaringan
sekresi
parasimpatetik
yang
superfisial mayor.
Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabutserabut parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga
tengah melalui suatu saluran yang kecil dibawah m. tensor timpani
kemudian menerima serabut saraf parasimpatik dari N. VII dengan
melalui cabang dari ganglion genikulatum. Secara sempurna saraf
berjalan melalui tulang temporal, dilateral sampai nervus petrosus
superfisial mayor, diatas dasar fosa kranial media, diluar
Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang
menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa
panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari
telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba
terdiri dari 2 bagian yaitu :
1
2
Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).
aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak 1 cm dari
dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki aditus pada
bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan
menuju ke foramen stilomastoid. Prosesus mastoid sangat penting untuk
sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi didefinisikan sebagai suatu
proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara didalam
tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah
sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang
temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang mengandung udara berhubungan
dengan udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi
tulang-tulang kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel
yang berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum. Prosesus
mastoid berkembang setelah lahir sebagai tuberositas kecil yang
berpneumatisasi secara sinkron dengan pertumbuhan antrum mastoid.
Pada tahun pertama kehidupan prosesus ini terdiri dari tulang-tulang
seperti spon sehingga mastoiditis murni tidak dapat terjadi. Diantara usia 2
dan 5 tahun pada saat terjad i pneumatisasi prosesus terdiri atas campuran
tulang-tulang spon dan pneumatik. Pneumatisasi sempurna terjadi antara
usia 6 12 tahun. Luasnya pneumatisasi tergantung faktor herediter
konstitusional dan faktor peradangan pada waktu umur muda. Bila ada
sifat biologis mukosa tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau
kurang. Ini juga terjadi bila ada radang pada telinga yang tidak
menyembuh. Maka nanti dapat dilihat pneumatisasi yang terhenti
(pneumatisationshemung arrested pneumatisation) atau pneumatisasi yang
tidak ada sama sekali (teori dari Wittmack). Menurut derajatnya,
pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Proesesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui
sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel
disini besar. Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum
timpani. Dekat antrum sel-selnya kecil tambah keperifer sel-selnya
bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang pada sel-sel mastoid,
drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid
(mastoiditis). Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :
1. Terminal
5. Zygomatic
2. Perisinus
6. Facial
3. Sudut petrosal
7. Periantral
4. Sub dural
8. Perilabirinter
Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin osea (labirin tulang), sebuah rangkaian
rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan
perilimfe & labirin membranasea, yang terletak lebih dalam dan memiliki
cairan endolimfe. Di depan labirin terdapat koklea atau rumah siput.
Penampang melintang koklea trdiri aras tiga bagian yaitu skala vestibuli,
skala media, dan skala timpani. Bagian dasar dari skala vestibuli
berhubungan dengan tulang sanggurdi melalui jendela berselaput yang
disebut tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga
tengah melalui tingkap bulat. Bagian atas skala media dibatasi oleh
membran vestibularis atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi
oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organo corti
yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organo corti
terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat
membran tektorial yang terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel
rambut
akan
dihubungkan
dengan
bagian
otak
dengan
saraf
vestibulokoklearis.
2.2 Definisi
Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik
(OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah radang kronis telinga tengah
dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan
riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen. OMSK
merupakan lanjutan dari episode initial otitis media akut (OMA) yang ditandai
dengan adanya sekret persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran
timpani. (5,6)
2.3 Prevalensi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih
sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin
Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.(3)
Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul
oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa
daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan
kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi
dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang. Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi
dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,
menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan
telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran
yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan
pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia.(3)
Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan
insiden OMSK sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220
juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah
penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah
setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat
akan kesehatan yang masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang
dilakukan. (7)
2.4 Etiologi
Penyebab OMSK antara lain : (8,9)
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK (8,9) :
epitel
skuamous
dapat
mengalami
pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses
ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif
menjadi kronis majemuk, antara lain : (10)
1
2
3
4
5
mastoid.
Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
Mikroorganisme
yang
paling
sering
menyebabkan
OMSK
ialah
2.5 Patogenensis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media, OM).(5)
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan
tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi
untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar
(tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek,
penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan
mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke
telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.(5)
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel
imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah
permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga
tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang
dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.(5)
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk
dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya selsel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.(5)
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang
tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga
tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada
waktu bayi.(5)
2.6 Klasifikasi
OMSK ini dibagi atas 2 tipe, yaitu:
1
Tipe tubotimpanal.
Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan
perforasi yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan
gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe
ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya
biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman
marginal yang dihasilkan dari suatu kantong retraksi dan muncul di pars
plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan tidak ada sisa pinggir
membran timpani (anulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding bagian
tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat
terlibat dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut penyakit
atikoantral.(5)
Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi
yang dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang
muncul dalam ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma
mempunyai kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang, dan menyebabkan
infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering
dikatakan sebagai penyakit yang tidak aman dan secara umum memerlukan
penatalaksanaan bedah.(5)
2.6 Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara: (5,11)
1
Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap.
Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di
liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan
seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan
pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala
disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang
keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan
keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. OMSK lebih sering
terjadi pada infants dan anak-anak (60%).
Dari penelitian Alabbasi juga didapatkan gejala klinik yang ditemukan
yaitu :
Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri
tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus
2.7 Komplikasi
1
telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam,
sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial.
Penatalaksanaan
bedah
dari
OMSK
adalah
secara
operasi
Mastoidektomi sederhana
Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga
mastoid.
Mastoidektomi radikal
Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga
tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar
Kekurangan pendengaran
Kekurangan Pendengaran sering menyertai OMSK. Kekurangan yang
terjadi biasanya bersifat tuli konduksi (conductive hearing loss) derajat ringan
hingga menengah (sekitar 3060 dB). Kekurangan pendengaran ini merupakan
akibat dari perforasi membrana timpani dan putusnya rantai tulang pendengaran
pada telinga tengah karena proses osteomielitis sehingga suara yang masuk ke
telinga tengah langsung menuju tingkap oval (foramen ovale). Kekurangan
pendengaran derajat yang lebih tinggi lagi dapat terjadi bila proses infeksi
melibatkan koklea atau saraf pendengaran. Penelitian di beberapa negara oleh
WHO, 2004, menunjukkan kekurangan pendengaran terjadi pada 50% penderita
OMSK dan secara keseluruhan tidak kurang dari 164 juta kasus dengan
kekurangan pendengaran merupakan akibat dari OMSK dan sekitar 90% kejadian
ini terjadi pada negara yang sedang berkembang. (5)
BAB IV
KESIMPULAN
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa OMSK atau yang biasa disebut di
masyarakat dengan congek adalah suatu infeksi telinga tengah OMSK merupakan
penyakit yang sering dijumpai pada negara yang sedang berkembang.
Secara umum, ras dan faktor sosioekonomi mempengaruhi kejadian
OMSK, kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status
kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk
meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. Indonesia
merupakan negara dengan prevalensi tinggi untuk kasus OMSK di mana
prevalensi OMSK 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% pasien yang berobat
di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Penyakit ini ditandai dengan adanya perforasi membran timpani disertai
dengan keluarnya cairan dari telinga yang lamanya lebih dari 2 bulan.
Berdasarkan tipe klinisnya, OMSK dibagi atas tipe jinak (tipe tubotimpanal) di
mana proses peradangannya hanya terbatas pada mukosa telinga tengah, serta tipe
ganas (tipe atikoantral) disertai kolesteatoma yang proses peradangannya sudah
melibatkan tulang dan dapat mengakibatkan komplikasi di tulang temporal
(ekstrakranial) atau ke dalam otak (intrakranial). Penatalaksanaannya meliputi
pembersihan sekret telinga, medikamen dan tindakan operasi.
Kekurangan pendengaran didapati pada 50% kasus OMSK dan kematian
terjadi akibat komplikasi ke intrakranial pada 18,6% kasus. Sebagian besar kasus
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar N, sopeardi EA, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorok, edisi ketiga FKUI Jakarta 1997
P.D. Bull : Disease of the Ear, Nose and throat, edisi 6, Blackwell science ;
1995