Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

PATOGEN TUMBUHAN
ACARA II
PATOGEN ABIOTIK

Disusun oleh:
Nama

: Pulung Widi Handoko

NIM

: 13891

Gol./Kel.

: C5.2

Asisten

: 1.
2.

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GAJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

PATOGEN ABIOTIK
I.
TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap pertumbuhan tanaman.
2. Mengenali gejala-gejala penyakit abiotik dan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit merupakan proses dimana bagian-bagian tertetu dari organisme tidak dapat
menjalankan fungsinya sebaiknya. Untuk timbulnya suatu penyakit paling sedikit diperlukan
3 faktor yang mendukung yaitu; tanaman inang atau host, penyebab penyakit atau patogen,
dan faktor lingkungan yang membantu (Martoredjo, 1984).
Biasanya tumbuhan yang sakit menunjukkan gejala yang khusus. Gejala (Symptom)
adalah perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh itumbuhan itu sendiri, sebagai akibat dari
adanya penyebab penyakit. Seringkali penyakit tertentu tidak hanya menyebabkan timbulnya
satu gejala,yang sering disebut sindroma (syndrom). Tetapi seringkali beberapa macam
penyakit paada tumbuhan tertentu menunjukkan gejala yang sama, sehingga dengan
memperhatikan gejala saja kita tidak dapat menetukan diagnosis dengan pasti. Dalam hal ini
disamping memperhatikan gejala kita juga harus memperhatikan tanda (sign) dari
penyakit(Semangun,2001).
Tanaman yang sakit adalah tanaman yang tidak dapat melakukan aktifitasfisiologis
secara sempurna, yang akan mengakibatkan tidak sempurnanya produksi baik secara kualitas
maupun kuantitas. Secara umum penyakit tanamandiakibatkan oleh faktor biotik dan abiotik.
Faktor biotik adalah penyakit tanamanyang disebabkan oleh mikroorganisme (mahluk hidup)
yang antara lain berupa jamur, bakteri, virus, nematoda, MLO dan lain-lain. Sedangkan faktor
abiotik antara lain pengaruh dari suhu, kelembaban, defisiensi unsur hara atau
keracunanunsur hara (Jackson, 2009).
Morfologi penyebab penyakit tumbuhan dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu yang
bersifat biotik dan abiotik. penyakit biotik merupakan penyakit tumbuhan yang disebabkan
oleh penyakit infeksius bukan binatang dan dapat menular dari tumbuhan satu ke tumbuhan
yang lain dengan patogen penyakit biotik meliputi jamur, bakteri, virus, nematode, tumbuhan
tingkat tinggi parasitik, dan mikoplasma. Sedangkan penyakit abiotik merupakan penyakit
yang disebabkan oleh penyakit noninfeksi atau penyakit yang tidak dapat ditularkan dari
tumbuhan satu ke tumbuhan yang lain dengan patogen penyakit abiotik meliputi suhu tinggi,
suhu rendah, kadar oksigen yang tak sesuai, kelembaban udara yang tak sesuai, keracunan
mineral, kekurangan mineral, senyawa kimia alamiah beracun, senyawa kimia pestisida,
polutan udara beracun, dan hujan es dan angin (Purnomo, 2007).

III.

METODOLOGI

Praktikum Patogen Tumbuhan acara II dengan judul Patogen Abiotik dilaksanakan pada
hari Jumat, 16 September 2016 di Sub-Laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Hama
dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan
yang digunakan pada praktikum ini adalah bibit tanaman tomat pada pot, herbisida, dan air
untuk menyiram. Alat yang digunakan adalah ruangan gelap, ruangan dengan pencahayaan
cukup, grow chamber, dan alat semprot.
bahan- bahan yang digunakan pada acara ini adalah pestisida, yaitu antracol dan round
up. Dosis untuk antracol yaitu 1,5 gram per 500 ml, dan 7,5 gram per 500 ml. Sedangkan
dosis untuk roundup yaitu 1 tutup botol per 500 ml air. Kemudian pupuk yang digunakan
yaitu urea dengan dosis sesuai 5 gram per 25 ml dan dosis lethal 25 gram per 25 ml air. 5 pot
tanaman setiap perlakuan pengamatan.
Praktikum acara II terdapat tiga perlakuan yaitu perlakuan suhu, perlakuan herbisisda,
dan perlakuan cahaya. Cara kerja pada perlakuan suhu/cahaya yaitu bibit tanaman tomat
diletakkan di alat yang bernama grow chamber sebagai ruang inkubasi untuk perlakuan di
atas suhu ruangan. Diamati setiap hari meliputi tinggi tanaman apabila tanaman belum mati
dan setiap dilakukan pengamatan juga dilakukan penyiraman. Cara kerja untuk perlakuan
pestisida yaitu bibit tanaman tomat disemprot herbisida dan fungisida. Kemudian diamati
setiap hari meliputi tinggi tanaman apabila tanaman belum mati dan setiap dilakukan
pengamatan juga dilakukan penyiraman. Cara kerja pada perlakuan pupuk yaitu bibit
tanaman tomat diuji dengan pupuk dengan menggunakan dosis anjuran dan melebihi dosis
anjuran. Kemudian diamati setiap hari meliputi tinggi tanaman apabila tanaman belum mati
dan setiap dilakukan pengamatan juga dilakukan penyiraman. Sebagai kontrol maka
digunakan satu tanaman yang meliputi tanaman dengan perlakuan tidak diberi herbisida,
perlakuan suhu ruangan, dan perlakuan dengan cahaya terang.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

Tabel 1. Perlakuan Cahaya


No.
1
2
3
4
5

Perlakuan

Ulangan

Gelap

1
2
3
4
5

Rerata
6
7
8
9
10

Terang

Rerata
Pengamatan

Tabel 2. Perlakuan Suhu


No.
Perlakuan

1
2
3
4
5

1
8
7,4
9
10,6
9,1
8,82
10
10,7
11
11,6
10,9
10,84

Ulangan

Tinggi tanaman (cm) hari ke2


3
4
5
6
0
0
0
0
0
7,6
7,9
8,1
8,3
8,5
9,5
9,9
10,1 10,3 10,5
11
11,3 11,6 11,8
12
9,4
9,5
9,7
10
10,2
7,5
7,72
7,9 8,08 8,24
10,5
10,9 11,2 11,6
12
11
11,3 11,8
12
13
11,3
11,9 12,2 12,4 13,5
12
12,1 12,5 12,8
14
11
11,4 11,8
12
13
11,16 11,52 11,9 12,16 13,1

7
0
8,5
10,8
12
10,5
8,36
12,5
13
14
14,6
13,5
13,52

Tinggi tanaman (cm) hari ke-

H
a
s
i
l

1
2
3
4
5

Suhu normal

1
2
3
4
5

Rerata
6
7
8
9
10

Growth chamber
suhu maksimum

1
2
3
4
5

Rerata
11
12
13
14
15

Growth chamber
suhu minimum

1
2
3
4
5

Rerata
Tabel 3. Perlakuan pestisida
No
Perlakuan
.
1
2
3
Antracol 1,5 gr/ 500ml
4
5

Ulangan
1
2
3
4
5

Rerata
6
7
8
9
10

Antracol 7,5 gr/ 500ml

Round up 1 tutup/500
ml
Rerata

1
14
10,5
13
13
13
12,7

1
2
3
4
5

Rerata
11
12
13
14
15

1
2
3
4
5
6
7
11,6 11,8 12,1 12,7 13,2 13,4 13,6
8,9
9,1
9,3
8,7
10,4 10,7 10,8
11,9 12,1
12
12,1 12,9 13,1 13,4
10,5 10,7 11,2 11,8 12,2 13,6
13
11
11,4 10,1 11,1 11,8 11,8
12
10,78 11,02 10,94 11,28 12,1 12,52 12,56
15,2
15
15,3 15,4 15,5 15,5 15,4
14
14
14,1 14,7
15
15,1 15,1
13
13,2 13,8 14,2 14,2 14,6 14,9
11,2 11,4 12,1 12,1 12,2 12,2 11,9
12,1 12,3 12,7 12,8 13,1 13,2
13
13,1 13,18 13,6 13,84
14
14,12 14,06
9,4
9,9
10
10,2 10,9 10,9 10,6
11,9 12,1 12,1 12,4 12,6 12,7 12,4
12,7 12,8 13,3 13,4 13,4 13,4 13,5
10,2 10,9 11,5 11,6 11,7 11,9 11,6
13,5
14
14
14,3 14,3 14,4 14,4
11,54 11,94 12,18 12,38 12,58 12,66 12,5

12,5
11
12,5
12,5
14
12,5

1
2
3
4
5

12
9,5
10
8
9,5
9,8

Tinggi tanaman (cm) hari ke2


3
4
5
6
13
10
14,5
14,1 13,7
12
13
13,5
13,8 13,5
12
12
13,5
13,8 13,4
9,2
10,7
11
11,3 13,5
12
12,7
13
15,5 15,8
13,9
11,64 11,68 13,1
13,7
8
11,5 11,9
12,4
12,8 13,9
11
11
11.5
11,7 13,5
11,5 12,2
13,3
13,7 13,7
11,5 12,7
13
13,5 13,8
13
14,3
11,4
15,4
13
12,52
13,5
11,7 12,42
13,42
5
8
11
12,1
11,8
0
0
8,5
10
10
9,8
10,2
9
9,9
10,2
0
0
8,5
10,8
10,3
0
0
7
7,8
7,5
0
0
8,8 10,12 9,96
1,96 2,04

7
13,5
12,5
13
14
16
13,8
15
14,5
12,7
12,5
14,5
13,84
0
11
0
0
0
2,2

Tabel 4. Perlakuan pupuk


No.
1
2
3
4
5

Perlakuan

Ulangan

5 gr/25 ml

1
2
3
4
5

Rerata
6
7
8
9
10

25 gr/25 ml
Rerata

1
2
3
4
5

1
9,3
10,6
13,7
9,5
10.3
10,775
8,9
9,4
13,8
5,7
9,4
9,44

Tinggi tanaman (cm) hari ke2


3
4
5
6
9,5
9,8 10,4 10,6 10,7
10,6
10,7 10,9 10,9
11
13,7
13,8 13,9 13,9 13,9
9,7
10
10,5 10,7 10,9
10,3
0
0
0
0
10,76 8,86 9,14 9,22 9,3
8,9
0
0
0
0
9,4
0
0
0
0
13,8
0
0
0
0
5,7
0
0
0
0
9,4
0
0
0
0
9,44
0
0
0
0

7
10,8
11
14
11
0
9,36
0
0
0
0
0
0

2. Pembahasan
Patogen abiotik merupakan suatu penyebab penyakit yang tidak dapat menularkan ke
tanaman inang lain. Penyakit abiotik disebabkan oleh faktor cahaya, suhu, unsur hara,
polutan, kondisi alam, pestisida. Gejala penyakit abiotik pada umumnya kurang
diketahui. Dalam penganilisisan perlu pengetahuan mengenai cara bercocok tanam,
keadaan unsur hara, dan keadaan lingkungan yang sesuai dengan setiap jenis tumbuhan.
Pengaruh unsur hara yang tinggi akan menyebabkan gejala daun terbakar. Pengaruh suhu
yang tinggi akan menyebabkan gejala daun terbakar.
Penyakit abiotik terjadi tanpa keterlibatan organisme penyebab penyakit (patogen).
Penyakit abiotik merupakan penyakit tanaman yang disebabkan oleh penyebab penyakit
noninfeksius atau tidak dapat ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lain, sehingga
penyakit abiotik juga disebut penyakit noninfeksius. Namun demikian, penyakit abiotik
dapat mempengaruhi seluruh fase pertumbuhan tanaman hutan, mulai dari semai,
pertumbuhan vegetatif, perkembangan sampaidengan komoditi yang dihasilkan tanaman.
Gejala yang ditimbulkan dapat mulai dari ringan sampai berat dan bahkan dapat mati.
Beberapa penyakit abiotik berdampak kepada organ tanaman menjadi bentuk dan
ukurannya berbeda. Keparahan penyakit juga tergantung kepada fase pertumbuhan
tanaman ketika faktor abiotik menyimpang. Gejala penyakit abiotik terkadang
menunjukan kekhususan dan faktor penyebabnya dapat diduga dengan menggunakan
acuan cuaca di sekitar tempat tumbuh tanaman, kebiasaan tumbuhan, dan kondisi
tanah(Purnomo, 2007).
Ciri fisik yang khas dari patogen biotik yaitu misalnya pada jamur, Sifat-sifat jamur
yang sangat penting yang digunakan untuk identifikasi adalah spora dan fruktifikasi
(tubuh buah) atau struktur yang menghasilkan spora dan beberapa sifat tubuh jamur

(plasmodium atau miselium). Jamur menyebabkan gejala lokal atau gejala sistemik pada
inangnya, dan gejala tersebut mungkin terjadi secara terpisah pada inang-inang yang
berbeda, secara bersamaan pada inang yang sama atau yang satu mengikuti yang lain
pada inang yang sama. Umumnya jamur menyebabkan nekrosis lokal atau nekrosis
umum atau membunuh jaringan tumbuhan, hipotropfi, dan hipoplasia (kerdil) organ
organ tumbuhan atau keseluruhan tumbuhan, dan hiperplasia (pertumbuhan kerdil)
bagian-bagain atau keseluruhan tumbuhan (Yunasfi, 2002).
Dari hasil pengamatan cahaya, didapatkan hasil sebagai berikut:

Grafik 1. Grafik perlakuan cahaya


Pada grafik menunjuk pertumbuhan pada kondisi gelap yang diletakkan disebuah
ruangan tinggi tanaman tomat dari awalnya pada tinggi 9 cm kemudian hari berikutnya
mengalami penurunan signifikan sampai hari ke 7 tinggi dari tanaman tomat lebih rendah
dari tinggi tomat hari pertama. Sementara pada perlakuan kondisi terang pada hari
pertama tinggi tanman tomat sekitar 11 cm kemudian setiap hari mengalami pertambahan
tinggi sampai hari ke 7 tingginya mencapai 13 cm. Hal ini tidak sesuai teori, kekurangan
cahaya akan menyebabkan etiolasi. Menurut purnomo(2007), Keadaan ini dinamakan
etiolasi. Etiolasi adalah pertumbuhan tumbuhan yang sangat cepat di tempat gelap namun
kondisi tumbuhan lemah, batang tidak kokoh, daun kecil dan tumbuhan tampak pucat.
Gejala etiolasi terjadi karena ketiadaan cahaya matahari. Kloroplas yang tidak terkena
matahari disebut etioplas. Kadar etioplas yang terlalu banyak menyebabkan tumbuhan
menguning.

Grafik Pengaruh Suhu


16
14
12

Suhu normal

10

Tinggi tanaman (cm)

Growth chamber suhu


maksimum

8
6

Growth chamber suhu


minimum

4
2
0

Hari ke-

Grafik 2. Grafik Perlakuan suhu


Pada grafik menunjukkan hasil yang sangat berbeda pada ketiga perlakuan. Pada suhu
normal tanaman hari pertama sampai hari ke empat mengalami penurunan tinggi.
Kemudian pada hari ke 5 sampai hari ke 7 tanaman tomat mengalami pertambahan tinggi
sekitar 1,5 cm. Pada perlakuan growth chamber suhu maksimum tanaman cenderung
selalu mengalami kenaikan tinggi tanaman. Dan dengan rata rata tinggi paling tinggi dari
perlakuan lainnya. Pada perlakuan growth chamber suhu rminimum, tinggi tanman tomat
dari hari pertama sampai hari ke lima mengalami kenaikan. Sementara itu pada hari ke 6
sampai hari ketujuh cenderung konstan. Tanaman di daerah sedang (temperate), suhu
optimum untuk fotosintesa lebih rendah dibandingkan dengan suhu optimum untuk
respirasi. Fotosintesa tanaman menurun aktivitasnya bila suhu tidak favoraible. Menurut
Leopold (1964), suhu optimum untuk fotosintesa berkisar antara 10oC sampai 30oC, di
atas atau di bawah suhu tersebut laju fotosintesa berkurang, tetapi juga tergantung pada
jenis tanaman. Sehingga memungkinkan pada kondisi perlakuan Growt chamber
maksimum suhunya mendekati suhu optimum.

Grafik 3. Grafik Perlakuan Pestisida


Pada grafik perlakuan pestisida diadapatkan hasil bawa perlakuan fungisida memiliki
tinggi tanaman tomat yang lebih dari perlakuan herbisida. Pada perlakuan fungisida
dilakuakan perlakuan 1,5 gr/500ml antracol yang menunjukkan hasil pertumbuhan tinggi
tanaman yang lebih konstan. Pada perlakuan 7,5 gr/500 ml antracol tanaman sempat
mengalami penuruan tinggi tetapi kemudian mampu untuk mengalami pertambahan
tinggi. Pada perlakuan herbisida tinggi tanaman tomat pada hari pertama sampai hari
terakhir terus mengalami penurunan dan kemudian mati. Dapat diketahui herbisida
merupakan racun untuk mengendalikan gulma yang bersifat untuk membunuh. Menurut
Purnomo (2007), Roundup Biosorb 486 SL merupakan herbisida Sistemik purna tumbuh
yang diformulasikan dalam bentuk larutan yang dapat larut dalam air dan bekerja sebagai
racun sistemik. Roundup Biosorb 486 SL adalah herbisida non selektif yang memiliki
spektrum luas, sehingga mampu mengendalikan gulma berdaun sempit, berdaun lebar
dan golongan teki.

Grafik 3. Grafik Perlakuan pupuk


Dari grafik perlakuan pupuk di atas yaitu dengan dosis lima gram pupuk per 25
mililiter air dan pupuk dengan dosis 25 gram per 25 mililiter air keduanya mengalami
perubahan. Pada dosis 5gr/25 ml tanaman tomat mengalami pertumbuhan yang dangat
lambat bahkan pertambahan panjang tiap hari hanya mengalami pertambahan yang
sedikit. Sedangkan pada dosis pemberian pupuk 25gr/ 25ml air ini tanaman mengalami
kematian pada hari ke 3 setelah pemberian pupuk dengan dosis tersebut. Hal ini
disebabkan karena dimingkinkan karena tanaman mendapat unsur hara yang berlebih
sehingga mengalami keracunan. Unsur yang ada pada urea yaitu amonium, sehingga
dimungkinkan tanaman tomat ini keracunan amonium karena amonium memiliki unsur
N yang memiliki efek buruk pada tanaman khususnya buah apabila kelebihan. Menurut
Yusnafi (2002),Tanaman akan tampak terlalu subur, ukuran daun akan menjadi lebih
besar batang menjadi lunak dan berair (sekulensi) sehingga mudah rebah dan mudah
diserang penyakit. penundaan pembentukan bunga, bahkan mudah lebih mudah rontok
dan pemasakan buah cenderung terlambat dan apabila kelebihan pada kondisi sangat
parah akan mengalami kematian.

V.

KESIMPULAN

1. Perubahan warna, kelihatan basah berair, melepuh, dan keringnya jaringan di bawah kulit,
yang menyebabkan permukaan tanman lekuk, kerdil, hijau pucat sampai kuning terang
mempunyai daun, bunga dan buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika kekeringan berlanjut
tumbuhan layu dan mati.
2. Faktor abiotik antara lain pengaruh dari suhu, kelembaban, defisiensi unsur hara atau
keracunanunsur hara, Pestisida, dan polutan.

DAFTAR PUSTAKA
Jackson RW (editor). (2009). Plant Pathogenic Bacteria: Genomics and Molecular Biology.
Caister Academic Press.

Martoredjo, T, 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian Dari Perlindungan


Tanaman. Andi Offset, Yogyakarta.
Pracaya. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purnomo, Bambang.2007. Penyakit Biotik dan Abiotik. Faperta Unib.
Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada Unversity
Yunasfi. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit dan Penyakit
yang Disebabkan Oleh Jamur. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Anda mungkin juga menyukai