Anda di halaman 1dari 2

TEORI BELAJAR SOSIAL

Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku tradisional.
Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar dri pengamatan secara selektif dan melihat
serta meniru tingkah laku orang lain. Arends (1997) mengutip pendapat Bandura yang
menyatakan bahwa belajar akan sangat menghabiskan waktu dan tenaga bahkan akan
menjadi berbahaya jika manusia harus tergantung sepenuhnya pada hasil-hasil kegiatannya
sendiri. Seseorang membentuk pengrtian bagaimana melakukan tingkah laku baru dan pada
kesempatan berikutnya informasi yang telah di kodekan tersebut berfungsi sebagai suatu
pemandu untuk bertindak. Melalui belajar dari contoh atau model sebelum melakukan
kegiatan atau tingkah laku tertentu, maka seseorang dapat terhindar dari melakukan kesalahan
yang tidak perlu.
Menurut Bandura, ada empat fase belajar dari pemodelan yaitu fase perhatian
(attentional phase), fase retensi (retention phase), fase produksi (production phase), dan fase
motivasi (motivational phase). Fase perhaian (attentional phase). Fase pertama dalam proses
belajar melalui pemodelan adalah memberikan perhatian pada suatu model. Bagi seorang
peserta didik akan memberikan perhatian pada model-model yang menarik, populer, atau
yang di kagumi.
Ciri-ciri tingkah laku yang mempengaruhi atensi atau perhatian adalah kompleksitas
dan relevansinya. Agar dapat menarik perhatian peserta didik, maka guru dapat menggunakan
isyarat yang ekspresif. Untuk memastikan agar pengamatan yang di lakukan tidak terlalu
kompleks, supaya dapat di amati dengan akurat, guru dapat membagi keterampilan kompleks
menjadi beberapa komponen.

Fase Retensi (retention phase). Fase ini bertanggung jawab atas pengkodean tingkah
laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang).
Pegkodean (incoding) adalah proses pengubahan pengalaman yangdi amati menjadi kode
memori. Suatu proses retensi yang paling penting adalah pengulangan.
Fase Produksi (production phase). Dalam fase ini bayangan dalam kode-kode atau
memori akan membimbing penampilan yangb sebenarnya dalam tingkah laku yang baru di
pelajari. Telah di temukan bahwa derajat ketelitian yang tinggi dalam belajar observasional
ini terjadi apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Fase ini juga di
pengaruhi oleh tingkat perkembangan individu. Fase reproduksi mengizinkan model untuk
melihat apakah komponen-komponen suatu urutan tingkah laku telah di kuasai oleh si
pengamat. Adakalanya hanya sebagian dari suatu urutan tingkah laku yang di beri kode yang
benar dan di miliki. Kekurangan penampilan hanya dapat di ketahui si pengamat (yang
belajar) di minta untuk menampilkannya. Itulah sebabnya fase ini di perlukan. Dalam fase ini
orang yang menjadi model hendaknya memberikan umpan balik pada aspek-aspek yang
sudah benar dari penampilan, namun yang lebih penting lagi adalah di tujukan pada sapekaspek yang masih salah dari penampilan. Umpan balik sedini mungkin dalam fase reproduksi
ini merupakan suatu variabel penting dalam perkembangan penampilan keterampilan pada
peserta didik.
Fase Motivasi (motivasion phase). Fase terakhir dari proses belajar observasional ini
adalah fase motivasi. Dalam kelas, fase motivasi (penguatan) dari belajar observasional
sering kali berupa pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model (guru). Peserta didik
perlu mengetahui bahwa kemampuan seperti itulah yang di inginkan oleh guru dan dapat
menyenangkan guru (motivasi). Cara pandang teori belajar ini menjadi salah satu landasan
pengembangan model pengajaran langsung (Direct Instruction).

Anda mungkin juga menyukai