PENDAHULUAN
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua
hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
Organ reproduksi merupakan alat dalam tubuh yang berfungsi untuk suatu
proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian
hidupnya atau reproduksi. Agar dapat menghasilkan keturunan yang sehat
dibutuhkan pula kesehatan dari organ reproduksi.
Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) semakin disadari telah menjadi masalah
kesehatan dunia dan masalah kesehatan masyarakat yang serius tetapi
tersembunyi. Infeksi alat reproduksi dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi
keadaan umum dan mengganggu kehidupan seks.
Gejala yang paling sering ditemukan pada penderita ginekologik adalah
leukore (keputihan). Leukore (white discharge, flour albus) adalah gejala penyakit
yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi, dan bukan berupa
darah. Keputihan adalah salah satu alasan yang paling sering mengapa perempuan
memeriksakan diri ke dokter, khususnya dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan. Leukore dapat dibedakan antara yang fisiologik dan patologik.
Penyebab paling penting dari leukore patologik adalah infeksi. Oleh karena itu
penulis tertarik menulis makalah dengan topik Infeksi Ginekologi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vaginosis Bakterial
penelitian, skor Nugent dipakai untuk diagnosis vaginosis bakterial namun tidak
lazim dipakai pada praktik klinis.
Beberapa komplikasi ginekologi yang dapat ditemukan pada wanita dengan
vaginosis bakterial adalah vaginitis, endometrits, dan penyakit radang panggul.
Pada wanita hamil, infeksi vaginosis bakterial meningkatkan risiko lahirnya bayi
prematur.
Regimen terapi vaginosis bakterial menurut CDC 2014 dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.1 Regimen Terapi Vaginosis Bakterial
Rekomendasi Terapi
Metronidazol
500 mg per oral 2 kali sehari selama 7 hari
Metronidazol gel 0.75% 5 g intra vaginal sekali sehari selama 5 hari
Klindamisin krim 2%
5 g intra vaginal sebelum tidur selama 7 hari
Alternatif
Tinidazol
Klindamisin
Klindamisin ovule
dari eksudat ada ulser dianggap lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan
kultur. Pemeriksaan serolgoi terhadapa glikoprotein G2 (HSV-2) dan glikoprotin
G1 (HSV-1) juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis.
Tatalaksana pada kasus ini adalah pemberian anti-viral dan analegitk.
Regimen anti-viral dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Regimen Terapi Infeksi Herpes Simpleks
Terapi Pilihan
Asiklovir
400 mg per oral 3 kali sehari 7-10 hari
200mg per oral 5 kali sehari 7-10 hari
Famsiklovir
250 mg per oral 3 kali sehari 7-10 hari
Valasiklovir
1 g dua kali sehari 7-10 hari
2.2.2 Sifilis
Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
Treponeoma palidum. Diperkirakan pada tahun 2011 terdapat 49.000 kasus di
Amerika Serikat. Perjalanan sifilis tanpa pengobatan dapat dibagi menjadi 4
stadium yaitu:
1. Sifilis primer
Sifilis primer ditandai dengan adanya ulkus tidak nyeri dengan tepi rata dan
dasar bersih. Namun dapat terjadi infeksi sekunder sehingga menjadi nyeri.
Lesi muncul 10 hari sampai 12 minggu setelah terpapar, dengan rata-rata
masa inkubasi 3 minggu. Lesi dapat sembuh spontan tanpa pengobatan
dalam 6 minggu.
Apabila 1 tahun pertama setelah sifilis sekunder tetap tidak ada pengobatan,
maka disebut sebagai perode sifilis laten awal, apabila lebih dari 1 tahun
disebut sebagai sifilis laten akhir
4. Sifilis tertier
Sifilis tertitier dapat muncul bertahun-tahun setelah fase laten. Sifilis tertier
melibatkan sistem kardiovaskular, CSS, dan musculoskeletal
Diagnosis dari sifilis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan lapangan gelap
terhadi eksudat pada lesi dan pemeriksaan serologi TPHA dan VDRL.
Regimen terapi dari sifilis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Regimen Terapi Sifilis
Sifilis Primer, Sekunder, Laten Awal
Benzatin Penisilin G
2.4 juta IU IM dosis tunggal
Sifilis Laten Akhir, Tertier
Benzatin Penisilin G
2.4 juta IU IM 3 kali jarak 1 minggu
2.3 Infeksius Vaginitis
2.3.1 Infeksi Jamur
Penyebab infeksi jamur tersering adalah Candida albicans. Jamur ini
merupakan jamur komensal pada mulut, rectum, dan vagina. Kandidiasis sering
ditemukan pada daerah dengan iklim tropis, pasien obesitas, pasien dengan
imunosupresi, diabetes, dan ibu hamil.
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan adalah rasa gata, nyeri, kemerahan
pada vulva, dan edema disertai eksoriasi. Sekret vagina biasanya berwarna kuning
sehingga sering dideskripsikan sebagai cottage-cheese like. Pemeriksaan sekret
vagina dengan KOH 10% dapat mengidentifikasi jamur. Kultur jamur tidak
direkomendasikan, kecuali pada kasus yang gagal dengan terapi empirik.
dengan salin
Kenaikan LED
Protein reaktif-C meningkat
Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh N.gonorrhoeae
11
hiperemi tuba)
Hasil pemeriksaan laparaskopi yang konsisten dengan PID.
Pada pasien PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral mempunyai
daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral
paling tidak selama 48 jam kemudian dianjurkan dengan terapi oral 24 jam setelah
ada perbaikan klilnis. Rekomendasi terapi dari CDC adalah sebagai berikut:
Terapi parenteral
-
karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat
terapi oral dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi
untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral baik dengan rawat
jalan maupun inap. Regimen terapinya adalah seftriakson 250 mg im dosis
tunggal ditambah doksisiklin 2x1 po selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg 2x1 po selama 14 hari
2.6 Kutil dan Papul pada Genital
2.6.1 Kondiloma akuminatum
Kondiloma akuminata merupakan salah satu manifestasi klinis yang
disebabkan oleh infeksi Human Papillomavirus Virus (HPV), paling sering
12
ditemukan di daerah genital. Penyakit ini biasanya asimptomatik dan terdiri dari
papilomatous papula atau nodul pada perineum, genitalia dan anus. Ada dua
bentuk umum kondiloma akuminata, yaitu kondiloma akuminata dan gigantea,
yang dikenal sebagai tumor Buschke-Lwenstein.
Sekitar 90 % kondiloma akuminata diyakini berhubungan dengan virus
HPV tipe 6 dan tipe 11. Para ahli mencurigai HPV tipe tertentu memiliki
kecenderungan onkogenik (potensial menjadi kanker), terutama tipe 16 dan tipe
18.
Cara penularan infeksi biasanya melalui hubungan seksual dengan orang
yang telah terinfeksi sebelumnya, penularan ke janin atau bayi dari ibu yang telah
terinfeksi sebelumnya dan risiko mengembangkan karsinoma sel skuamosa.
13
Pada perempuan, lesi dapat terjadi pada labia minora, labia mayora, pubis,
klitoris, orificium uretra, perineum, daerah perianal, anus, introitus, vagina, dan
ectocervix. Kutil anogenital dapat bervariasi secara signifikan dalam warna, dari
merah muda ke salmon merah, putih keabu-abuan sampai coklat (lesi berpigmen).
Kondiloma Akuminata umumnya berupa lesi yang tidak berpigmen. Lesi
berpigmen sebagian besar dapat terlihat pada labia mayora, pubis, selangkang,
perineum, dan daerah perianal
Banyak metode pengobatan kondiloma akuminata tetapi secara umum dapat
dibedakan menjadi topikal dan bedah, yaitu:
Podofilin. Lesi diusapi dengan podofilin tiap minggu selama 4-6 minggu.
Podofilin dicuci setelah 6 jam.
Asam trikloasetat dipakai setiap 1 sampai 2 minggu sampai lesi lepas
Krim imikuimod 5% dipakai 3 kali seminggu sampai 16 minggu. Biarkan
krim di kulit selama 6 10 jam
Terapi krio, elektrokauter atau terapi laser dapat digunakan untuk lesi yang
lebih besar.
2.6.2 Moluskum Kontagiosum
Moluskum kontagiosum (MK) merupakan penyakit yang memiliki
karakteristik lesi papul berbentuk kubah yang biasanya disertai eritem (dermatitis
moluskum). Penyakit ini menular melalui hubungan seksual bagi orang dewasa
namun tidak bagi anak-anak.
Infeksi melalui seksual bagi anak-anak bisa saja terjadi pada kasus-kasus
pelecehan seksual. Meskipun penyebarannya luas, moluskum kontagiosum
biasanya terlihat di daerah genital, perineal dan seluruh tubuh pada anak-anak.
Moluskum kontagiosum disebabkan oleh lebih dari empat tipe poxvirus
yang berhubungan, dengan Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV-1
sampai -4, dan varian-variannya.
14
15
16
panjang 1 cm.
Ditemukan S.scabiei pada satu atau lebih stadium hidup. Menemukan
Sarcoptes scabiei merupakan hal paling diagnostik.
Tempat predileksinya biasanya madalah tempat dengan stratum korneum
yang tipis yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan, siku bagian luar, areola
17
mammae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada
bayi biasanya pada telapak tangan dan kaki.
Cara pengobatan skabies adalah seluruh anggota keluarga harus diobati
termasuk penderita yang hiposensitisasi. Jenis obat topikal:
1. Krim pemetrin 5% diaplikasikan ke seluruh permukaan kulit dari leher
sampaii ibu jari kaki. Dipakai selama 10 menit 2x sehari selama dua hari.
2. Benzyl benzoate emulsi topical 25% dipakai diseluruh tubuh dengan
interval 12 jam, kemudian di cuci 12 jam setelah aplikasi terakhir.
3. Asam salisilat 2% dan endapan balerang 4% dipakai pada bagian yang
terkena.
18
Gejala klinis yang tampak terutama adalah rasa gatal di daerah pubis dan
disekitarnya. Gejala patognomonik lainnya adalah black-dot, yaitu adanya bercakbercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat
oleh penderita pada waktu bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta
berasal dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria. Kadangkadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional.
Penatalaksanaan umum yakni dengan mencukur rambut kemaluan, ketiak,
atau jenggot yang terkena infeksi parasit ini. Pakaian dalam harus direbus atau
diseterika. Mitra seksual juga harus diperiksa dan diobat jika memang perlu
diobati, untuk mencegah penularan kembali penyakit pedikulosis pubis ini.
Penatalaksanaan khusus yakni dengan pemberian krim pemetrin 5% atau
losion 1%, diaplikasikankemudian dibiarkan 10 menit lalu, dicuci dengan air.
Dipakai dua kali dengan jarak 10 hari untuk membunuh telur yang baru menetas.
2.8 Infeksi Lain
2.8.1 Abses Vulva
Abses pada vulva disebabkan oleh infeksi staphylococcus, group B
streptococcus, enteroccus, e.coli dan p.mirabilis. Faktor risiko penyakit ini adalah
diabetes. obesitas, riwayat mencukur rambut kemaluan, dan imunosupresi.
Pada fase awal, manifestasi berupa selulitis, lalu berkembang menjadi abses
yang semakin lama semakin membesar. Tatalaksana pada kasus ini adalah
pemberian antibiotik dan drainase abses.
2.8.2 Abses Kelenjar Bartholin
Abses pada kelenjar Bartholin dapat disebabkan oleh infeksi Bacteroides,
Peptostreptococcus spp. aerobic E coli,. S aureus, N gonorrhoeae dan C
trachomatis. Manajemen pada kasus ini adalah pemberian antibiotik dan drainase
abses.
19
20