Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup,mulai dari binatang


primitive sampai manusia.Dalam keadaan fisiologik,darah selalu berada dalam
pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai (a) pembawa
oksigen; (b)mekanisme pertahanan tubuh

terhadap infeksi dan (c) mekanisme

hemostasis.
Susunan darah terdiri dari serum darah atau plasma yang terdiri dari air
(90%), protein (80% terdiri dari albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen), mineral
( 0,9% terdiri dari natrium klorida, natrium bikarbonat, garam dan kalsium, fosfor,
magnesium, dan besi), Gas (oksigen dan karbondioksida), hormone-hormon, enzim
dan antigen.
Serum merupakan bagian dari cairan tubuh yang bercampur dengan darah.
Serum sendiri dapat diartiakan sebagai cairan tanda sel darah dan fator koagulasi
atau fibrinogen.Serum merupakan juga sebuah plasma darah tanpa adanya
fibrinogen. Serum ini terdariadri 4 jenis berdasarkan komponen yang terkandung
didalamnya yaitu, serum albumin,serum globulin, serum lipoprotein dan serum
wewenang. Masing-masing jenis serum memiliki fungsi yang berbeda meskipun
dalam satu larutan plasma darah
Pada pengambilan darah dilakukan pada vena cubiti. Caranya yaitu dengan
membersihkan tempat yang akan diambil darahnya dengan kapas alkohol,dibiarkan
kering

kemudian

dipasang

torniquit

pada

lengan

atas

dan

tangan

dikepal.pembendungan sebaiknya jangan terlalu erat,kemudian kulit ditusuk dengan


jarum sampai

masuk kedalam lumen vena. Selanjutnya penghisap ditarik

perlahan-lahan sampai jumlkah darah yang dinginkan,pembendungan dilepas kan

dan kapas diletakkan diatas jarum kemudian dicabut.Bekas tusukan ditekan dengan
kapas.
SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah
enzim yang biasanya hadir dalam dan jantung sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke
dalam darah ketika hati atau jantung rusak. Tingkat darah SGOT ini adalah demikian
tinggi dengan kerusakan hati (misalnya,dari hepatitis virus ) atau dengan serangan
terhadap jantung (misalnya, dari serangan jantung). Beberapa obat juga dapat
meningkatkan kadar SGOT. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST).
Pemeriksaan SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase) didasarkan
atas reaksi 2-oksoglutarat yang direaksikan dengan L-aspartat dengan bantuan
enzim AST (aspartat transminase) akan menghasilkan L-glutarat dan oksaloasetat.
Kemudian dalam keadaan basa oksaloasetat akan bereaksi dengan NADH yang
terdapat pada reagen 2 SGOT yang akhirnya menghasilkan D-malat dan NAD +.
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamic Piruvic Transaminase, SGPT
atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak
ditemukanpada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler.
Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka.
Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada
kerusakan

parenkim

sebaliknya.SGPT/ALT

hati

akut,

serum

sedangkan

umumnya

pada

diperiksa

proses

kronis

didapat

secara

fotometri

atau

spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Dalam uji SGOT dan SGPT,
hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari
kadar normalnya
Pada pemeriksaan SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase) didasarkan
atas reaksi 2-oksoglutarat yang direaksikan dengan L-alanin yang terdapat pada

reagen 1 SGPT dengan bantuan enzim ALT (alanin transminase) akan menghasilkan
L-glutamat dan piruvat. Kemudian dalam keadaan basa piruvat akan bereaksi
dengan NADH yang terdapat pada reagen 2 SGOT yang akhirnya menghasilkan Llaktat dan NAD+.
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk menentukan kadar
SGOT & SGPT dalam serum dengan metode spektrofotometri dan mengetahui
interpretasi data secara klinis.
Penggunaan metode Spektrofotometri UV untuk mengukur kadar SGOT/ AST
dan SGPT/ ALT dalam serum karena metode ini sangat mudah dan cepat, tetapi
juga paling mungkin menghasilkan hasil yang tidak akurat.
Pada percobaan ini darah di

disentrifuge selama kurang lebih 15 menit

dengan kecepatan 5000 rpm, untuk memisahkan antara serum (lapisan atas) dan
plasma (lapisan bawah). Alasan serum digunakan karena serum tidak mengandung
fibrinogen

dimana

fibrinogen

tersebut

terdapat

pada

plasma

yang

dapat

mengakibatkan pengukuran absorban meningkat 3-5%.


Nilai rujukan untuk SGOT / AST yaitu dewasa : 5-40 u/ml (frankel), 4-36 iu/l,
16-60 u/ml pada 300c (karmen), 8-33 u/l pada 37 0c (unit SI) untuk laki-laki : 0 37
U/L dan perempuan : 0 31 U/L. Anak : bayi baru lahir empat kali dari nilai normal,
Lansia : sedikit lebih tinggi dari orang dewasa. Dengan interpretasi data Penurunan
kadar : kehamilan, diabetik ketoasidosis, beri-beri. Peningkatan kadar : infark
miokard

akut

(IMA),

ensefalitis,

nekrosis,

hepar,

penyakit

dan

trauma

muskuloskeletal, pankreatitis akut, eklampsia, gagal jantung kongestif (GJK).


Untuk nilai rujukan SGPT / ALT yaitu dewasa

:5-35

u/ml

(frankel),

4-25

mu/ml (wrobleweski), 8-50 u/ml pada 30 0c (karmen), 4-35 u/l pada 37 0c (unit SI),
untuk laki-laki : 0 42 U/L, perempuan : 0 32 U/L, Anak: bayi : dua kali dari nilai

normal orang dewasa Lansia : agak lebih tinggi daripada dewasa. Dengan masalah
klinis untuk Peningkatan kadar : peningkatan paling tinggi : hepatitis (virus) akut,
hepatotoksisitas yang menyebabkan nekrosis hepar (toksisitas obat atau kimia);
agak atau meningkat sedang : sirosis, kanker hepar, gagal jantung kongestif,
intoksikasi alkohol akut; peningkatan marginal : infark miokard akut (IMA).
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka didapatkan hasil yaitu kadar
SGOT dan SGPT kelompok I berturut-turut yaitu 0,0285 U/L dan 0,0007 U/L, kadar
SGOT dan SGPT kelompok II berturut-turut yaitu 0,00356 U/L dan 0,0057 U/L, kadar
SGOT dan SGPT kelompok III berturut-turut yaitu 0,005 U/L dan 0,01 U/L, dan
kadar SGOT dan SGPT kelompok IV berturut-turut yaitu 0,00251 U/L dan 0,01 U/L
Dari data tersebut di atas dimana semua probandus adalah laki-laki dan
perempuan dengan nilai rujukan normal SGOT(L = 0-37 U/L dan P = 0-31 U/L) dan
SGPT masing-masing L= 0-42 U/L dan P= 0-32 U/L, maka dikatakan bahwa kadar
SGOT dan SGPT untuk semua probandus berada dalam range normal.
Penyebab yang paling umum dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai
sedang dari enzim-enzim hati ini (SGOT dan SGPT) adalah fatty liver (hati
berlemak), penyalahgunaan alcohol dan

penyebab-penyebab lain dari fatty liver

termasuk diabetes mellitus dan kegemukan (obesity).

N. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat di simpulkan :
1. Kadar SGOT (transaminase oxaloacetic glutamik serum) :
Kelompok I = 0,0285 U/L

Kelompok II = 0,00356 U/L


Kelompok III = 0,005 U/L
Kelompok IV = 0,0251 U/L
2. Kadar SGPT (transaminase piruvat glutamik serum) :
Kelompok I = 0,0007 U/L
Kelompok II = 0,0057 U/L
Kelompok II = 0,01 U/L
Kelompok IV = 0,01 U/L
Dengan nilai rujukan Kadar SGOT pada dewasa normal 0 37 U/L (L) dan 0
31 U/L (P) sedangkan kadar SGPT normal 0 42 U/L (L) dan 0 32 U/L
(P),sehingga probandus dari semua kelompok masuk range.
.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.Tuntunan Praktikum Kimia Klinik . Universitas Muslim Indonesia : Makassar
Gunawan. 2011. http://www.totalkesehatananda.com/darahhati2.html. jakarta. Diakses
tanggan 25 juni 2011
Joyce. L, 1997. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. EGC : Jakarta
Pearce, Evelyn., 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia: Jakarta
Tjay tan hoan. 2002. Obat-Obat Penting edisi V. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo
Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press : Jakarta
Sutedjo, A.Y. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium. Cetakan I, Amara
Books, Yogjakarta
http://repository.unand.ac.id. Diakses tgl 4/7/12.
http://labkesehatan.com. Diakses tgl 4/7/12.

VIII.

Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian pemeriksaan Glutamat Oxaloacetate


Transaminase (GOT). Praktikum ini bertujuan untuk memeriksa fungsi hati dan
menginterpretasikan hasi pemeriksaan yang diperoleh. Berbagai penyakit dan infeksi dapat
menyebabkan kerusakan akut maupun kronis pada hati, menyebabkan peradangan, luka, sumbatan saluran empedu, kelainan pembekuan darah, dan disfungsi hati. Selain itu, alkohol,
obat-obatan, dan beberapa suplemen herbal, serta racun juga bisa memberikan ancaman. Jika
besarnya kerusakan cukup bermakna, maka akan menimbulkan gejala-gejala seperti jaundice,
urine gelap, tinja berwarna keabuan terang, pruritus, mual, kelelahan, diare, dan berat badan
yang bisa berkurang atau bertambah secara tiba-tiba. Deteksi dini penting dengan diagnosis
lebih awal guna meminimalisir kerusakan dan menyelamatkan fungsi hati.
Salah satu cara untuk mendeteksi adanya kerusakan hati adalah dengan memeriksa
aktivitas enzim Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT) atau Aspartat Aminotransferase
(AST) dalam serum. Enzim ini terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria sel hati. Bila
terjadi kerusakan hati akan terjadi peningkatan permeabilitas membran sel sehingga
komponen-komponen sitoplasma akan keluar dari sel, dan apabila membran intraseluler
seperti mitokondria rusak maka enzim-enzim yang terdapat di dalamnya juga mengalami
peningkatan aktivitas dalam serum. Berdasarkan hal tersebut, maka peningkatan aktivitas
enzim GOT atau AST dalam serum dapat diukur dan dijadikan salah satu parameter
kerusakan fungsi hati.
Namun enzim

Glutamat

Oxaloacetate

Transaminase

(GOT)

atau Aspartat

Aminotransferase (AST) tidak hanya terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam otot
jantung, otot rangka, pankreas, ginjal, paru-paru, dan otak. Sehingga, jika terjadi peningkatan
aktivitas enzim GOT tidak hanya mengindikasikan adanya kerusakan hati, tetapi akan
berhubungan dengan adanya kerusakan pada organ lain. Hal itu yang menyebabkan
pemeriksaan SGOT kurang spesifik untuk mendeteksi kerusakan hati. Lebih baik
menggunakan pemeriksaan Serum Glutamat Pyruvat Transaminase (SGPT) karena enzim
GPT hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati.
Tahap pertama dalam melakukan pemeriksaan GOT adalah memipet sampel serum
sebanyak 100 l dan reagen 1 sebanyak 1000 l ke dalam kuvet menggunakan mikropipet
dengan skala yang sudah diatur sebelumnya. Pemipetan menggunakan mikropipet bertujuan
supaya diperoleh volume yang lebih akurat karena akurasi mikropipet ini sangat tinggi. Tip
yang digunakan pun harus diperhatikan kebersihannya unuk meminimalisir kontaminasi yang
mempengaruhi absorbansi sampel. Keduanya zat dicampur dan diinkubasi selama 5 menit
dalam suhu ruang. Inkubasi ini dilakukan agar serum dan reagen bereaksi. Reagen I yang
digunakan berisi Tris pH 7,65 110 mmol/liter, L-Aspartat 320 mmol/liter, MDH (Malat

Dehidrogenase) 800 U/liter, LDH (Laktat Dehidrogenase) 1200 U/liter. Tris pH 7,65 dalam
reagen I berfungsi sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi pemeriksaan ini
supaya menjaga kestabilan aktivitas GPT karena enzim sangat sensitif terhadap perubahan
pH. L-Aspartat berfungsi sebagai asam amino yang akan diubah menjadi L-glutamat dengan
dikatalisis oleh enzim Glutamat Oxaloacetat Transaminase (GOT). MDH (Malat
Dehidrogenase) dan LDH (Laktat Dehidrogenase) juga merupakan enzim yang akan
mengkatalisis reaksi selanjutnya dari produk yang dihasilkan dari reaksi dengan katalisator
GPT tadi.
Setelah diinkubasi selama 5 menit, campuran dalam kuvet ditambahkan reagen II
sebanyak 250 l. Reagen II yang digunakan ini berisi 2-oxoglutarat 65 mmol/liter dan NADH
1 mmol/liter. 2-oxoglutarat akan bereaksi dengan L-Aspartat membentuk L-glutamat dan
oxaloasetat dengan dikatalisis oleh enzim GOT. Enzim GOT ini akan mengkatalisis
pemindahan gugus amino pada L-aspartat ke gugus keto dari alfa-ketoglutarat membentuk
glutamat dan oksalat. Selanjutnya oksaloasetat direduksi menjadi malat.

Reaksi tersebut dikatalisis oleh Malat Dehidrogenase (MDH) yang membutuhkan


NADH dan H+. NADH akan mengalami oksidasi menjadi NAD +. Banyaknya NADH yang
dioksidasi menjadi NAD+ sebanding dengan banyaknya enzim GOT. Hal itulah yang akan
diukur secara fotometri.
Campuran yang telah berisi reagen II diinkubasi selama 3 menit agar seluruh reagen
bereaksi sempurna dengan sampel. Pada setiap menitnya diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang 365 nm karena pada panjang gelombang
tersebut, sampel akan memberikan serapan maksimum. Dilakukan pengukuran dengan
menggunakan spektrofotometer UV/Vis karena mempunyai sensitivitas yang relatif tinggi,
pengerjaanya mudah sehingga pengukuran yang dilakukan cepat, dan mempunyai spesifisitas
yang baik.
Kuvet dimasukkan ke dalam Spektrofotometer UV/Vis untuk diukur absorbansinya.
Namun sebelumnya dilakukan blanko terlebih dahulu. Pembuatan larutan blanko sama
dengan pembuatan larutan sampel yang akan diuji, tetapi hanya berisi reagen I dan II tanpa
adanya sampel. Blanko ini berfungsi supaya alat spektrofotometer UV/Vis mengenal matriks
selain sampel sebagai pengotor. Kemudian setting blank sehingga ketika pengukuran hanya
sampel yang diukur absorbansinya. Setelah itu, kuvet yang berisi sampel dimasukkan ke

tempat kuvet dan diihat absorbansinya pada layar readout. Kuvet diambil dan diukur lagi
setelah interval waktu 1 menit selama 3 menit. Sebelum pengukuran sampel, selalu dilakukan
blanko. Pemeriksaan GOT ini dilakukan duplo untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Selama proses pemeriksaan ini, bagian bening kuvet tidak boleh disentuh oleh tangan
karena sumber sinar akan diteruskan melalui bagian bening kuvet. Jika bagian bening kuvet
terkontaminasi oleh tangan, maka akan mempengaruhi nilai absorbansi. Hal ini akan
memungkinkan kesalahan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh. Pada prinsipnya,
suatu molekul yang dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai akan
menyerap energy dan energi molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi,
sehingga terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul. Banyaknya sinar yang
diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang
menyerap radiasi, dan jumlah cahaya yang diabsorpsi berbanding lurus dengan
konsentrasinya sesuai hukum lambert-beer. Setelah dilakukan pengukuan aborbansi, data
dicatat untuk dihitung dan diinterpretasikan.
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara
semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :
Laki-laki : 0 - 37 U/L (suhu inkubasi 37oC) dan 0-18 U/L (suhu inkubasi 25oC)
Perempuan : 0 - 31 U/L (suhu inkubasi 37oC) dan 0-15 U/L (suhu inkubasi 25oC)
Kemudian, dilihat dari hasil data yang didapat, menunjukan bahwa aktivitas GOT
yang didapat adalah 196,471 U/L. Bila sampel yang didapat dari pasien wanita ataupun pria,
angka aktivitas GOT yang didapat > 5 kali nilai rujukan normal. Hal tersebut menunjukan
bahwa ada kemungkinan pasien mengalami kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard,
kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa.
Selain itu, setelah dibandingkan dengan nilai GPT yang didapat dari sampel yang
sama, didapat bahwa nila aktivitas GPT>GOT. Dapat diketahui bahwa pasien kemungkinan
mengalami hepatitis akut.
Namun, hasil yang didapat tidak begitu baik karena hasil pengukuran sampel yang
pertama dengan yang kedua berbeda jauh. Hal ini dapat disebabkan pengukuran absorbansi
yang tidak benar karena kuvet yang seharusnya terisi hingga volumenya hanya terisi
sekitar nya dan itu menyebabkan pengukuran menjadi lebih sulit, kurang akurat, dan
kurang merata/sama.
Dalam pemerikaan fungsi hati, pada dasarnya tidak ada tes tunggal untuk menegakkan
diagnosis. Terkadang beberapa kali tes berselang diperlukan untuk menentukan penyebab
kerusakan hati. Ketika penyakit hati sudah dideteksi, tes fungsi hati biasanya tetap berlanjut
secara berkala untuk memantau tingkat keberhasilan terapi atau perjalanan penyakit. Ada

beberapa tes tambahan yang mungkin diperlukan untuk melengkapi seperti GGT (gammaglutamyl transferase), LDH (lactic acid dehydrogenase) dan PT (prothrombine time).

IX.
1.

Kesimpulan
Pemeriksaan

fungsi

hati

dapat

dilakukan

dengan

Glutamat

Oxaloacetate

Transaminase(GOT) dimana sampel direaksikan dengan reagen dari kit, lalu diukur
absorbansi hasil reaksi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 365 nm
2.

Dari hasil pemeriksaan diperoleh nilai GOT 196,5645 sedangkan nilai GPT 867,6635,
dimana nilai GPT lebih tinggi dibandingkan GOT sehingga dapat disimpulkan sampel berasal
dari pasien dengan hepatitis kronis

DAFTAR PUSTAKA
Sabiston. 1992. Buku Ajar Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal. Pustaka Bunda. Jakarta
Read more:
http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/sa_7186.html#ixzz3Nrd8kk8d

Anda mungkin juga menyukai