Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kabupaten Cilacap merupakan daerah terluas di Jawa Tengah, dengan

batas wilayah sebelah selatan Samudra Indonesia, sebelah utara berbatasan


dengan Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Kuningan
Propinsi Jawa Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kebumen
dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar
Propinsi Jawa Barat.
Terletak diantara 10804-300 - 1090300300 garis Bujur Timur dan 70300 70450200 garis Lintang Selatan, mempunyai luas wilayah 225.360,840 Ha, yang
terbagi menjadi 24 Kecamatan 269 desa dan 15 Kelurahan. Wilayah tertinggi
adalah Kecamatan Dayeuhluhur dengan ketinggian 198 M dari permukaan laut
dan wilayah terendah adalah Kecamatan Cilacap Tengah dengan ketinggian 6
M dari permukaan laut. Jarak terjauh dari barat ke timur 152 km dari
Kecamatan Dayeuhluhur ke Kecamatan Nusawungu dan dari utara ke selatan
sepanjang 35 km yaitu dari Kecamatan Cilacap Selatan ke Kecamatan
Sampang.Kabupaten

cilacap

memiliki

24

kecamatan

tadinya

memiliki

kecamatan Cilacap barat tetapi kini cilacap barat akan melakukan pemekaran
kecamatan

menjadi

Kabupaten

Cilacap

Barat

dengan

tujuan

agar

kesejahteraan masyarakat di Cilacap Barat tercapai.


Pemekaran wilayah difungsikan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat terutama di Kabupaten Cilacap karena memiliki wilayah yang
sangat luas se JAwa Tengah maka kontroling terhadap pengembangan wilayah
wilayah tersebut serasa kurang efektif seperti yang terjadi pada Kecamatan
Cilacap Barat. Wilayah Cilacap Barat diajukan untuk melakukan pemekaran
karena kurang tercukupinya fasilitas yang ada,masyarakat di cilacap barat
harus menempuh waktu 2-3 jam untuk urusan administrative (kompas.com).
Ketertinggalan perkmbangan wilayah ini yang membuat pemerintah daerah
menekah

bahwa

cilacap

barat

harus

melakukan

pemekaran

menjadi

Kabupaten Cilacap Barat.

1.2

Tujuan

Mengetahui kemampuan wilayah untuk pemekaran menjadi Kabupaten


di Kabupaten Cilacap.

1.3

Rumusan Masalah

1. Mengapa Kecamatan Cilacap Barat ingin melakukan pemekaran


wilayah menjadi Kabupaten ?
2. Mengapa Distribusi dari pusat Kabupaten Cilacap tidak merata
hingga ke wilayah cilacap Barat yang merupakan wilayah perbatasan
Jawa Tengah ke Jawa Barat?
3. Apakah kondisi dari berbagai

aspek

sudah

mempuni

untuk

menjadikan Cilacap Barat menjadi Kabupaten dan berpisah dari

1.4

Kabupaten Cilacap?
4. Apa dampak dari pemekaran wilayah Cilacap barat ?
Ruang Lingkup
Ruang Lingkup terbagi atas ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup

materi, berikut penjelasan masing-masing ruang lingkup


1.4.1
Ruang Lingkup Wilayah
a. Ruang Lingkup Wilayah Makro
Ruang lingkup makro adalah provinsi Jawa tengah karena sangat
diperlukan sebagai pembandi data dan juga data mendukung untuk
kebutuhan

pemekaran

wilayah.

Provinsi

Jawa

Tengah

Luas

wilayahnya 32.548 km, atau sekitar 28,94% dari luas pulau Jawa.
Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah
selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan
Karimun Jawa di Laut Jawa. Provinsi ini ada pula suku bangsa lain
yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti suku
Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada pula
warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang
tersebar di seluruh provinsi ini. Berikut batas Administrasinya :
Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Selatan : Samudera Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat
Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur
b. Ruang Lingkup Wilayah Mikro
Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten terluas se Jawa Tengah
Cilacap merupakan kabupaten di provinsi Jawa Tengah dengan luas
wilayahnya sekitar 6,2% dari total wilayah Jawa Tengah. Begitu
luasnya sehingga kabupaten ini memiliki dua kode telepon yaitu
0282 dan 0280. Sebagian penduduk Kabupaten Cilacap bertutur
dalam bahasa Sunda, terutama di kecamatan-kecamatan yang
berbatasan dengan Jawa Barat, seperti Dayeuhluhur, Wanareja,
Kedungreja, Patimuan, Majenang, Cimanggu, dan Karangpucung,

dikarenakan bahwa pada masa lalu wilayah kabupaten ini adalah


bagian dari Kerajaan Galuh. Berikut batas Administrasinya :
Sebelah Utara
: Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat
Sebelah Timur : Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Kebumen

1.5

Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan dari laporan ini terdiri dari lima bab yang terdiri
dari pendahuluan,kajian teori,gambaran umum, analisis kelayakan
pemekaran wilayah dan Penutup. Sistematika dari laporan ini adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan Latar belakang,tujuan,rumusan masalah,ruang lingkup
dan sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini berisikan pengertian dari pemekaran wilayah, fungsi pemekaran
wilayah,akibat pemekaran wilayah sebab terjadinya pemekaran wilayah
serta manfaat pemekaran disuatu wilayah
BAB III GAMBARAN UMUM
Berisi tentang profil wilayah studi data-data monografi serta data-data
yang terdapat di PP no. 78 2007.
BAB IV ANALISIS
Berisikan tentang pengolahan data serta dianalisis kelayakan wilayah
tersebut untuk pemekaran kabupaten.
BAB V PENUTUP
Berisikan tentang kesimpulan terhadap laporan ini dan hasil dari analisis
serta daftar pustaka.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1

Pemekaran Daerah

Pemekaran daerah adalah memisahkan suatu bagian wilayah yang

merupakan satu kesatuan yang utuh menjadi beberapa bagian yang berdiri
sendiri. (Poerwadaminta, 2005). Pemecahan daerah adalah pemecahan
daerah kabupaten/kota atau wilayah provinsi untuk menjadi dua atau lebih
daerah yang baru (UU Tahun 2014 No Pasal 33 ayat 1).
Sebagaimana
kita
ketahui
bahwa
kriteria

persyaratan

pembentukan/pemekaran

teknis

daerah

meliputi

persyaratan

dan

persyaratan administratif, bahkan sejak berlakunya UU no. 32 tahun 2004


(revisi UU No. 22 tahun 1999) ditambah persyaratan fisik kewilayahan yang
dijabarkan lebih lanjut dalam PP No. 78 Tahun 2007. Adapun prosedur yang
seharusnya dilalui adalah : aspirasi masyarakat, usulan bupati dengan
persetujuan DPRD Kabupaten, usulan Gubernur dengan persetujuan DPRD
Propinsi, menyampaikan poin 1-3 ke Depdagri dan selanjutnya berdasarkan
usulan tersebut Depdagri melakukan kajian awal/observasi, berdasarkan
hasil kajian, Depdagri menyampaikan ke DPOD (Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah) dan selanjutnya DPOD melakukan kajian tim teknis guna
menyampaikan

rekomendasi;

dan

berdasarkan

rekomendasi

tersebut

Pemerintah menyusun RUU beserta Ampres dan selanjutnya pemerintah


mengantarkan RUU untuk dibahas bersama-sama DPR menjadi UU. Dari
persyaratan dan prosedur di atas, meskipun pembentukan/pemekaran
daerah bersifat buttom up, namun harus tetap memperhatikan persyaratan
yang ditetapkan agar tidak serta merta setiap usulan dikabulkan. Karena
keputusan pembentukan daerah mempunyai konsekuensi beban yang
harus ditanggung oleh pemerintah. Selain alokasi dana perimbangan,
pemerintah juga harus membentuk dan membiayai operasional beberapa
instansi vertikal yang menjadi kepanjangan tangan pemerintah pusat di
daerah.
Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya pemekaran wilayah,
terutama pembentukan provinsi baru. Menunjangnya sebuah daerah dalam
beberapa hal menjadi penyebab utama sebuah wilayah menginginkan
melepaskan diri dari wilayah induknya, hal-hal tersebut adalah:
a. kemampuan ekonomi;
b. potensi daerah;
c. sosial budaya;

d. sosial politik;

e. kependudukan;
f. luas daerah;
g. pertahanan;
h. keamanan;
i. dan faktor lain yang menunjang otonomi daerah
1.2.1 Prasyarat Pemekaran Daerah
Pemekaran wilayah di Indonesia sebelum tahun 1999 berdasarkan
UU No. 5 Tahun 1974, ditentukan oleh pemerintah pusat dengan tahap
persiapan yang cukup lama. Tahapan persiapan tersebut menyangkut
penyiapan infrastruktur pemerintahan, aparatur pemerintah daerah hingga
terbangunnya fasilitas-fasilitas umum. Munculnya wilayah pertumbuhan
ekonomi, pemukiman maupun dinamisnya kehidupan sosial politik menjadi
penilaian sebelum daerah tersebut ditetapkan menjadi daerah otonom.
Kewenangan

pemerintah

pusat

yang

tinggi

justru

tidak

banyak

menimbulkan gejolak sosial politik yang berarti di daerah. Sejak UU No.


22/1999 berlaku, pemerintah daerah dapat mengusulkan pemekaran
wilayah asalkan memenuhi kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial-budaya,

sosial-politik,

jumlah

penduduk,

luas

daerah,

dan

pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.


Kriteria lebih lanjut diatur dalam PP No. 129/2000 yang yang diperinci
dalam 7 syarat/kriteria atas 19 indikator dan 43 sub indikator.
Menurut penelitian Nurkholis (2005), kriteria di atas, menggariskan
bahwa daerah akan memiliki kecenderungan untuk dimekarkan apabila
daerah tersebut, terletak di luar Jawa dan Bali, daerah berstatus
Kabupaten;

memiliki

rasio

Pendapatan

Daerah

Sendiri

terhadap

pengeluaran total yang besar; bukan daerah baru hasil pemekaran,


memiliki PDRB yang berkontribusi dominan terhadap PDRB total (atas dasar
harga berlaku) seluruh Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi, mempunyai
jumlah penduduk yang besar, mempunyai wilayah yang cukup luas,
mendapatkan alokasi DAU yang besar, dan memiliki nilai PDRB yang relatif
kecil.

1.2.2 Alasan Pemekaran Daerah


Secara umum terdapat perbedaan persepsi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat, ketika merumuskan PP No. 129
Tahun 2000 berkeinginan untuk mencari daerah otonom baru yang dapat
berdiri sendiri dan mandiri (Atonius Tarigan, 2010). Di sisi lain, ternyata
pemerintah daerah memiliki pendapat yang berbeda. Pemerintah daerah
melihat pemekaran daerah sebagai upaya untuk secara cepat keluar dari
keterpurukan (David Jacson et al, 2008). Sehingga, daerah melakukan
pemekaran daerah didasari atas berbagai alasan (Antonius Tarigan, 2010) ;
A. Preference for homogeneity (kesamaan kelompok) atau historical etnic
memungkinkan ikatan sosial dalam satu etnik yang sama perlu
diwujudkan dalam satu daerah yang sama pula. Keinginan untuk
membentuk

daerah

baru

seiring

dengan

semakin

menguatnya

kecenderungan pengelompokan etnis pada daerah lama. Hal ini muncul


mengingat dalam daerah lama tidak banyak kesempatan ekonomi dan
politik yang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh etnik tersebut
disamping tentunya faktor sejarah etnik tersebut pada masa lampau.
Fitriani et, al (2005) membuktikan bahwa historical etnic menjadi alasan
dalam pemekaran daerah melalui model ekonometrik dan hasilnya
secara statistik signifikan.
B. Fiscal spoil (insentif fiskal untuk memekarkan diri, dapat dari DAU/DAK),
adanya jaminan dana transfer, khususnya Dana Alokasi Umum, dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah menghasilkan keyakinan bahwa
daerah tersebut akan dibiayai. Pembiayaan tersebut melalui alokasi
untuk Pegawai Negeri Sipil Daerah maupun peluang kesempatan kerja
melalui peningkatan jumlah staf pemerintah daerah. Jaminan tersebut
diharapkan

juga

perekonomian,

berdampak

baik

melalui

terhadap
belanja

meningkatkanya

langsung

pegawai

aktivitas
maupun

pembelanjaan barang dan jasa dari aktivitas pemerintahan. Dalam


kacamata ini, akumulasi aktivitas ekonomi diharapkan berimplikasi positif
terhadap kesejahteraan masyarakat.
C. Beaurocratic and political rent seeking (alasan politik, dan untuk mencari
jabatan penting/mobilitas vertikal). Alasan politik dimana dengan adanya
wilayah baru akan memunculkan wilayah kekuasan politik baru sehingga
aspirasi politik masyarakat jauh lebih dekat. Pada level daerah tentu saja

kesempatan tersebut akan muncul melalui kekuasaan eksekutif maupun


legislatif.

Pada

level

nasional,

munculnya

wilayah

baru

akan

dimanfaatkan sebagai peluang untuk dukungan yang lebih besar pada


kekuatan politik tertentu. Pada akhirnya entitas wilayah akan muncul
dalam kalkulasi politik yang lebih representative.
D. Administrative dispersion, mengatasi rentang kendali pemerintahan.
Alasan

ini

semakin

kuat

mengingat

daerah-daerah

pemekaran

merupakan daerah yang cukup luas sementara pusat pemerintahan dan


pelayanan masyarakat sulit dijangkau. Posisi ibukota pemerintahan
menjadi faktor penentu. Hal ini juga nyata terbukti bahwa daerah-daerah
pemekaran merupakan daerah tertinggal dan miskin yang dukungan
pelayanan publik maupun infrastruktur pendukungnya sangat minim.
1.2.3 Dampak negatif dan positif
a. Negatif
Pemekaran wilayah hanya untuk kepentingan segelintir elit atau
kelompok masyarakat yang menginginkan jabatan tertentu, misalnya
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Bupati/Walikota, DPRD, Kepala
Dinas, munculnya primodialisme putra daerah, biaya demokrasi yang
meningkat

tajam,

beberapa

hasil

pemekaran

daerah

tidak

berdampak positif terhadap pelayanan publik dan kesejahteraan


masyarakat, pemekaran daerah dapat berpotensi mematikan daerah
induk di beberapa tempat. Secara lebih spesifik, dalam aspek
ekonomi, Rizal Djalil4 (Juli, 2010), mengatakan bahwa 95% dana
daerah otonomi baru untuk birokrasi, Juga Decentralization Support
Facility (2007), melaporkan bahwa biaya pemekaran terhitung mahal
sedang manfaatnya relatif terbatas. Di sisi lain, David Jackson et. al.,
(2008) dalam Antonius Tarigan (2010) melalui studi kerjasama
Bappenas dan UNDP, menjelaskan tentang hasil-hasil pemekaran
dimana daerah otonom baru sepanjang tahun 2000 hingga 2005
secara umum menunjukkan keadaan yang tidak lebih baik dari
dibandingkan daerah induknya.
b. Positif
Pertumbuhan ekonomi daerah otonom baru (DOB) lebih fluktuatif
dibandingkan dengan daerah induk yang relatif stabil dan terus
meningkat. Memang pertumbuhan ekonomi daerah pemekaran
(gabungan DOB dan daerah induk) menjadi lebih tinggi dari daerahdaerah kabupaten lainnya, namun masih lebih rendah dari daerah
kontrol.

1.3 Syarat-syarat pemekaran wilayah Kabupaten.


1. Jumlah Penduduk:

Semua orang yang berdomisili di suatu daerah selama 6 bulan atau


lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan menetap.
2. Kepadatan Penduduk:
Jumlah penduduk dibagi luas wilayah
efektif.
3. PDRB non migas perkapita:
Nilai PDRB non migas atas dasar harga berlaku dibagi jumlah
penduduk.
4. Pertumbuhan ekonomi:
Nilai besaran PDRB non migas atas dasar harga konstan tahun ke-t
dikurangi nilai PDRB non migas atas dasar harga konstan tahun ke t-1
dibagi nilai PDRB non migas atas dasar harga konstan tahun ke t-1
dikalikan 100.
5. Kontribusi PDRB non migas:
Untuk provinsi adalah nilai PDRB non migas provinsi atas dasar harga
berlaku suatu daerah dibagi PDRB non migas nasional atas dasar
harga berlaku dikalikan 100.Untuk kabupaten/kota adalah nilai PDRB
non migas kabupaten atas dasar harga berlaku suatu daerah dibagi
PDRB non migas provinsi atas dasar harga berlaku dikalikan 100.
6. Rasio Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank per 10.000 penduduk:
Jumlah Bank dan Non Bank dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
7. Rasio kelompok pertokoan/toko per 10.000 penduduk:
Jumlah kelompok pertokoan/toko dibagi jumlah penduduk dikali
10.
000
.
8.

Rasio Pasar per 10.000 penduduk:


Jumlah pasar dibagi jumlah penduduk dikali

10.000.
9.

Rasio sekolah SD per penduduk usia SD:


Jumlah sekolah SD dibagi jumlah penduduk usia 7-12 tahun.

10. Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP:


Jumlah sekolah SLTP dibagi jumlah penduduk usia 13-15 tahun.
11. Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA:
Jumlah sekolah SLTA dibagi jumlah penduduk usia 16-18 tahun.
12. Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk:
Jumlah rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik baik negeri
maupun swasta dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
13. Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk:
Jumlah

dokter,

perawat,

dan

mantri

kesehatan

dibagi

jumlah

penduduk dikali 10.000.


14. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau
perahu atau perahu motor atau kapal motor:
Jumlah rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu
atau perahu motor atau kapal motor dibagi dengan jumlah rumah tangga
dikali 100.
15. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga:
Jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik PLN dan Non PLN
dibagi jumlah rumah tangga dikali 100.
16. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor:
Jumlah panjang jalan dibagi jumlah kendaraan bermotor.
17. Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap
penduduk usia 18 tahun ke atas:
Jumlah pekerja yang berpendidikan SLTA dibagi jumlah penduduk
usia 18 tahun dikali 100.
18. Persentase

pekerja

yang

berpendidikan

minimal

S-1

terhadap

penduduk usia 25 tahun ke atas:


Jumlah pekerja yang berpendidikan S-1 dibagi jumlah penduduk usia
25

tahun

dikali

100.
19. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap 10.000 penduduk:
Jumlah PNS Gol I/II/III/IV dibagi jumlah penduduk dikalikan 10.000.
20. Jumlah Pendapatan Daerah Sendiri (PDS):
Seluruh penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah,
bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam dan penerimaan dari
bagi hasil provinsi (untuk pembentukan kabupaten/kota).

21. Jumlah penerimaan PDS terhadap Jumlah Penduduk:


Jumlah penerimaan PDS dibagi dengan jumlah penduduk.
22. Jumlah penerimaan PDS terhadap PDRB non migas:
Jumlah penerimaan PDS dibagi dengan jumlah PDRB non migas.
. 23. Rasio sarana Peribadatan per 10.000 penduduk:
Jumlah masjid, gereja, pura, vihara dibagi jumlah penduduk dikali
10.
000
.
24. Rasio fasilitas lapangan olah raga per 10.000 penduduk:
Jumlah lapangan bulu tangkis, sepak bola, bola volly, dan kolam
renang dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
25. Jumlah Balai Pertemuan:
Jumlah

gedung

yang

digunakan

untuk

pertemuan

masyarakat

melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial.


26. Rasio Penduduk yang ikut Pemilu legislatif terhadap Penduduk yang
mempunyai hak pilih:
Jumlah penduduk usia yang mencoblos saat pemilu legislatif dibagi
jumlah penduduk usia 17 tahun ke atas atau sudah kawin.
27. Jumlah Organisasi Kemasyarakatan:
Jumlah organisasi kemasyarakatan yang terdaftar.
28. Luas wilayah keseluruhan:
Jumlah luas daratan ditambah luas lautan.
29. Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan:
Jumlah luas wilayah yang dapat digunakan untuk permukiman dan
industri.
30. Rasio jumlah Personil Aparat pertahanan terhadap luas wilayah:
Jumlah personil aparat pertahanan
wilayah.

dibandingkan dengan luas

BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Profil Kabupaten Cilacap
Profil Kabupaten Cilacap yaitu keaadan atau kondisi kabupaten cilacap
yang terdiri dari fisik maupun non fisik.
3.1.1 Aspek Fisik
Aspek fisik dari Kabupaten Cilacap meliputi keadaan geografis, keadaan
alam, dan keadaan cuaca dan iklim.
a. Letak Geografis
Kabupaten Cilacap terletak di bagian Barat dan Selatan Provinsi
Jawa Tengah dan memiliki wilayah terluas di provinsi tersebut, yaitu
sekitar 225.360,840 Ha (termasuk Pulau Nusakambangan yang
luasnya 12.080,000 Ha). Secara geografis Kabupaten Cilacap berada
di antara 1080430-10903030 BT dan 7030-704520 LS.
Secara administratif, wilayah Kabupaten Cilacap terdiri dari 24
wilayah kecamatan dan desa serta 15 kelurahan. Wilayah terluas
adalah

kecamatan

Wanareja

(19.063

ha)

dan

terkecil

adalah

kecamatan Cilacap Selatan (911,00 ha). Ibukota kecamatan terjauh


dari ibukota kabupaten adalah Dayeuhluhur (107 km).
b. Topografi
Secara umum kondisi topografi Kabupaten Cilacap bila dilihat dari
arah barat laut merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian
lebih dari 100 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan puncak
tertinggi berada di G. Subang (1.210 meter dpl) yang berada di
Kecamatan Dayeuhluhur. Selanjutnya ke arah tenggara terbagi
menjadi dua kawasan bentang alam, di bagian utara berupa
pegunungan dan di bagian selatan berupa dataran miring landai ke
arah barat daya selatan, berelevasi kurang dari 100 meter dpl dan
berbatasan dengan Pantai Segara Anakan. Bagian paling timur
berupa dataran dan di bagian selatan berbatasan langsung dengan
Samudera Hindia. Pulau Nusakambangan memanjang dengan jarak
kurang lebih 30 km dari barat ke timur, membatasi Segara Anakan
dan Samudera Hindia, 15 pulau tersebut memiliki bentang alam
pegunungan namun tidak begitu tinggi (kurang dari 100 meter dpl).
Kabupaten Cilacap mempunyai topografi yang beragam namun
kondisi topografi rata-rata merupakan dataran rendah.

c. Jenis Tanah
Jenis-jenis tanah di Kabupaten Cilacap antara lain alluvial (untuk
lahan pertanian dan pemukiman), gley humus (pertanian), litosol,
mediteran (tanah yang subur, cocok untuk pertanian perkebunan
dan hutan), rendzina, regosol, grumosol, latosol, (biasanya untuk
lahan pertanian) dan podzolik (tanah pertanian dan perkebunan).
Luas wilayah Kabupaten Cilacap meliputi areal 225.360,84 hektar,
termasuk Pulau Nusakambangan seluas 12.080.000 Ha.
d. Tata Guna Lahan
Penggunaan

lahan

terbesar

adalah

untuk

sawah

sebesar

63.097.377 ha (29,5%), kemudian untuk tegalan/kebun sebesar


45.224,000 ha (29,998%), luas hutan negara 50.940,67 Ha, hutan
Lindung 6.386,10 Ha, hutan produksi terbatas 11.847,40 Ha, hutan
produksi 31.374,27 Ha, cagar alam 1.206,5 Ha, dan taman wisata
alam 126,3 Ha; untuk penggunaan lahan terkecil adalah untuk
penggembalaan/padang rumput sebesar 30 ha (0,02%).
e. Klimatologi
Kabupaten

Cilacap

mempunyai

iklim tropis

dengan

musim

kemarau dan penghujan bergantian dalam tiap tahun. Berdasarkan


data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cilacap dan
Kantor Meteorologi dan Geofisika Cilacap, curah hujan rata-rata
tertinggi 17 terjadi pada bulan Desember (420 mm) dan terendah
terjadi pada bulan Juli (17 mm). rata-rata hari hujan terbanyak terjadi
pada bulan Januari sebanyak 18 hari, sedangkan hari hujan paling
sedikit terjadi pada bulan Juli sebanyak 1 hari. Suhu maksimum
32,10oC terjadi pada bulan Februari, sedangkan suhu minimum
22,22oC terjadi pada bulan Agustus.
3.1.2 Aspek Non Fisik
Aspek non fisik terdiri dari jumlah penduduk serta perekonomian wilayah
serta social budaya.
a. Kependudukan
Kabupaten

Cilacap

dengan

12

kecamatan

memiliki

jumlah

penduduk sebesar 1,774,649 dengan luas wilayah sebesar 225,361.

Ini merupakan kependudukan terpadat karena Kabupaten Cilacap


juga memiliki wilayah yang luas

b. Perekonomian
Struktur

perekonomian

yang

merupakan

sektor

unggulan

di

Kecamatan dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak


perekonomian Kabupaten Cilacap adalah :
a. Sektor pertanian
terdapat pada Kecamatan Dayeuhluhur, Kecamatan Wanareja,
Kecamatan

Majenang,

Kecamatan

Cimanggu,

Kecamatan

Karangpucung, Kecamatan Cipari, Kecamatan Sidareja, Kecamatan


Kedungreja, Kecamatan Patimuan, Kecamatan Gandrungmangu,
Kecamatan

Bantarsari,

Kecamatan

Kawunganten,

Kecamatan

Jeruklegi, Kecamatan Adipala, Kecamatan Binangun, Kecamatan


Nusawungu. Cilacap juga memiliki potensi pertanian yang cukup
besar. Hal itu terlihat dari luas lahan sawah yang mencapai 63.502
ha. Sedangkan luas lahan non sawah sekitar 150.348 hektare.
b. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor Pertambangan dan Penggalian terdapat pada Kecamatan
Majenang,

Kecamatan

Karangpucung,

Kecamatan

Kedungreja,

Kecamatan Patimuan, Kecamatan Gandrungmangu, Kecamatan


Jeruklegi, Kecamatan Kesugihan, Kecamatan Binangun, Kecamatan
Nusawungu.
c. Sektor Industri
Pengolahan terdapat pada Kecamatan Majenang, Kecamatanh
Cimanggu, Kecamatan Kesugihan, Kecamatan Cilacap Selatan,
Kecamatan Cilacap Tengah, dan Kecamatan Cilacap Utara.
d. Sektor Listrik Gas dan Air Bersih
Sektor Listrik Gas dan Air Bersih terdapat pada Kecamatan Cilacap
Selatan, Kecamatan Cilacap Tengah, dan Kecamatan Cilacap Utara.
Cilacap merupakan daerah pengolah yang ketempatan industri hilir

migas terbesar dan terlengkap di Indonesia. Industri ini mampu


mengolah minyak mentah dengan kapasitas 348.000 barel per
hari.Keberadaan industri besar tersebut membawa risiko yang lebih
besar,

baik

dari

segi

keamanan,

lingkungan,

sosial,

dan

sebagainya..
e. Sektor Bangunan
Sektor Bangunan terdapat pada Kecamatan Adipala, Kecamatan
Maos, Kecamatan Sampang, Kecamatan Binangun, Kecamatan
Cilacap Tengah, dan Kecamatan Cilacap Utara.

f. Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran


Sektor Perdagangan dan Hotel Restoran terdapat pada Kecamatan
Wanareja, Kecamatan Majenang, Kecamatan Cimanggu, Kecamatan
Sidareja,

Kecamatan

Gandrungmangu,

Kecamatan

Sampang,

Kecamatan Kroya.
g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi terdapat pada Kecamatan
Sidareja, Kecamatan Patimuan, Kecamatan Kesugihan, Kecamatan
Adipala,

Kecamatan

Sampang,

Kecamatan

Kroya,

Kecamatan

Nusawungu, Kecamatan Cilacap Utara.


h. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa terdapat pada Kecamatan
Karangpucung,

Kecamatan

Kedungreja,

Kecamatan

Patimuan,

Kecamatan Gandrungmangu, Kecamatan Kawunganten, Kecamatan


Kesugihan, Kecamatan Adipala, Kecamatan Nusawungu, Kecamatan
Cilacap Tengah, dan Kecamatan Cilacap Utara.
i. Sektor Jasa Jasa.
Sektor

Jasa

jasa

terdapat

pada

Kecamatan

Karangpucung,

Kecamatan Patimuan, Kecamatan Gandrungmangu, Kecamatan


Maos,

Kecamatan

Kroya,

Kecamatan

Binangun,

Kecamatan

Nusawungu, Kecamatan Cilacap Tengah, dan Kecamatan Cilacap


Utara.

3.2 Daerah Pemekaran Wilayah Kabupaten Cilacap


Daerah pemekarah wilayah ditentukan melalui dekatnya beberapa
kecamatan di Kabupaten Cilacap terhadap perbatasan Jawa Barat. Jarak Antara
10 kecematan ini lebih dekat ke daerah Jawa Barat daripada ke pusat
Kabupaten Cilacap.
Tabel 3.1
Nama Kecamatan Kabupaten Cilacap

KECAMATAN KABUPATEN CILACAP


Wanareja
Majenang
Cimanggu
Karangpucung
Cipari
Sidareja
Kedungreja
Patimuan
Gandrungmangu
Bantarsari
Kawunganten
Jeruklegi

Kesugihan
Adipala
Maos
Sampang
Kroya
Binangun
Nusawungu
Kampunglaut
Cilacap Selatan
Cilacap Tengah
Cilacap Utara
Dayeuhluhur

Sumber : www.Cilcap.go.id

Tabel

diatas

merupakan

nama

24 kecamatan

yang

terdapat

di

Kabupaten Cilacap 10 dari kecamatan tersebut (yang bertanda merah)


merupakan kecamatan yang diusulkan untuk menjadi Kabupaten Cilacap baru
dengan tujuan agar masyarakat di 10 kecamatan tersebut sangat minim
pembangunannya dan juga letak dari 10 kecamatan ini yang berada pada
perbatasan Provinsi Jawa Barat. Dibawah ini merupakan letak Kabupaten
Cilacap di daerah Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 3.2
Peta Administrasi Jawa Tengah

Dalam peta diatas dapat diketahui posisi Kabupaten Cilacap yang lebih
dekat perbatasannya ke Provinsi Jawa Barat dari pada Provinsi Jawa Tengah.
Sementara untuk kecamatan yang jauh dari pusat Kabupaten Cilacap mereka
lebih dekat menjangkau pelayanannya ke daerah perbatasan yaitu Jawa Barat.
Dari PP no. 78 tahun 2011 untuk menganalisis kelayakan suatu wilayah
melakukan pemekaran terdiri dari 32 data Kabupaten Cilcap tersebut serta data
Provinsi, sebelum memaparkan data data Kabupaten Cilacap untuk uji mampu
atau tidak melakukan pemekaran terlebih dahulu melihat peta Kabupaten Cilacap
sebagai berikut dengan batas kecamatnnya.

Gambar 3.3
Peta Administrasi Kabupaten Cilacap

Dari peta tersebut kecamatan yang beradadisebelah barat Kabupaten


Cilacap memiliki akses yang lebih dekat dengan provinsi Jawa Barat daripada
ke pusat perkotaan Kabupaten Cilacap itu sendiri. Terdapat 10 kecamatan yang
aksesnya

lebih

dekat

Dayeuhleluhu,Kecamatan

ke

daerah

Jawa

Bat

yaitu

ada

Kecamatan

Wanareja, Majenang, Cimangu, Karangpucung,

Sidareja, Patimuan, Gadrungmangu. Daerah yang terlalu dekat dengan


perbatasan

terkadang

memberikan

dampak

yang

kurang

baik

kaerah

kesepuluh kecamatan ini merupakan hak dan kewajiban Kabupaten Cilacap


dalam Pembangunan tetapi karena terlalu luasnya daerah kabupaten Cilacap
maka kurang adanya pengawasan serta kontroling kecamatan tersebut,serta
dengan tidak terjangkaunya pusat perkotaan dimana disana merupakan
sentral aktifitas sehingga membuat kecamatan-kecamatan ini lebih baik
mengakses kedaerah Jawa Barat.

3.3 Pengaruh Pemekaran Wilayah terhadap Wilayah Perbatasan

BAB IV
ANALISIS PERHITUNGAN PEMEKARAN WILAYAH
4.1

Analisis Kependudukan

Analisis kependudukan merupakan salah satu indicator yang memiliki

bobot paling tertinggi yaitu 20. Dalam analisis kependudukan terdapat 2


sub indicator dibawahnya yaitu jumlah penduduk dan kepadatan
penduduk.

4.1.1 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk merupakan jumlah warga Negara yang

berada

di

suatu

daerah.

Kabupaten

Cilacap

memiliki

10

kecamatan yang akan dimekarkan ini merupakan data jumlah


penduduk beserta skoringnya.

KECAMATAN
Gandrungmang
u
Kedungreja
Cimanggu
Wanareja
Kampung Laut
Sidareja
Karang Pucung
Dayeuhluhur
Patimuan
Majenang

Jumlah
Penduduk

SKOR

105426
97237
97237
97660
97237
97237
97237
49667
46223
127769

1
1
4
3
2
1
1
1
1
5

Berdasarkan perhitungan skoring jumlah penduduk didapatkan


skor tertinggi pada kecamatan Majenang yaitu dengan jumlah
skor 5 sedangkan skor terendah terdapat di 6 kecamatan yaitu
Kecamatan Gandrungmangu, Kecamatan Kedungreja, Kecamatan
Sidareja, Kecamatan Karang Puvung , Kecamatan Dayeuhluhur
dan Kecamatan Patimun dengan jumlah skor 1.

4.1.2 Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk didapat dari banyaknya jumlah penduduk di


tiap kecamatan dibagi oleh luas wilayah efektif. Luas wilayah
efektif merupakan luas wilayah yang berupa bangunan dan
industry.

Kepadatan
Penduduk

SKOR

Gandrungma
ngu

2.880019669

Kedungreja

6.413841437

Cimanggu

12.80860434

Wanareja

34.05160391

Kampung Laut

54.83648069

Sidareja

51.6287953

Karang Pucung

37.03111909

Dayeuhluhur

43.26393728

Patimuan

48.70706006

Majenang

77.03833333

KECAMATAN

Berdasarkan

perhitungan

skoring

Kepadatan

Penduduk

didapatkan skor tertinggi di Kecamatan Majenang yaitu dengan


jumlah skor 5 sedangkan skor terendah di 6 kecamatan yaitu
Kecamatan Gandrungmangu, Kecamatan Kedungreja, Kecamatan
Sidareja, Kecamatan Karang Puvung , Kecamatan Dayeuhluhur
dan Kecamatan Patimun dengan jumlah skor 1.
4.2 Kemampuan Ekonomi
Kemampuan ekonomi merupakan aspek ekonomi wilayah
dimana untuk menjadi wilayah baru atau mengalami pemekaran
wilayah wilayah tersebut sudah memiliki PDRB yang mampuni
dan mencukupi. Setelah diketahui PDRBnya di skoring dengan
melihat PDRB Provinsi Jawa Tengah/ PDRB yang berada diatasnya.

4.2.1 PDRB Non Migas Perkapita

PDRB Non Migas Perkapita merupakan Pendapatan Daerah


Regional Bruto tanpa Minyak. Dimana dtanya merupakan PDRB
Non Migas atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah
penduduk.
PDRB non migas atas dasar
harga berlaku
15134724
15134724
15134724
15134724
15134724
15134724
15134724
15134724
15134724
15134724

PDRB NON
MIGAS
264.4636192
206.7189882
200.1365211
154.9736228
118.4538033
143.5577941
244.5857884
155.6477884
304.7239415
327.4284231

SKOR
3
1
1
1
1
1
2
1
4
5

Berdasarkan perhitungan skoring PDRB Non Migas Perkapita


didapatkan skor tertinggi di Kecamatan Patimun yaitu dengan
jumlah skor 5 sedangkan skor terendah di 6 kecamatan yaitu
Kecamatan Karang Pucung, Kecamatan Kedungreja Kecamatan
Wanareja, Kecamatan Gandrungmangu, Kecamatan Majenang dan
Kecamatan Cimanggu, , dengan jumlah skor 1.

4.2.2 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi merupakan PDRB non Migas atas dasar


harga konstan tahun sebelumnya dibagi tahun yang baru
merupakan hasil Pertumbuhan.

KECAMATAN
Sidareja
Karang Pucung
Kedungreja
Wanareja
Majenang

PDRB non
migas atas
dasar harga
konstan
35181674
11892478
11892478
11892478
11892478

Gandrungma Pertumbuhan Ekonomi


ngu
11892478
Kampung Laut
Cimanggu
Dayeuhluhur
Patimuan

94.88524623
11892478
32.07410493
11892478
32.07410493
11892478
32.07410493
11892478
32.07410493
32.07410493
32.07410493
32.07410493
32.07410493
32.07410493

SKOR
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Berdasarkan perhitungan skoring PDRB Non Migas Perkapita


didapatkan skor tertinggi di Kecamatan Patimun yaitu dengan
jumlah skor 5 sedangkan skor terendah di 6 kecamatan yaitu
Kecamatan Karang Pucung, Kecamatan Kedungreja Kecamatan
Wanareja, Kecamatan Gandrungmangu, Kecamatan Majenang dan
Kecamatan Cimanggu, , dengan jumlah skor 1.

4.2.3 Kontribusi PDRB non Migas

Kotribusi PDRB non migas merupakan hasil dari PDRB atas harga
berlaku Kabupaten Cilacap dibagi dengan PDRB atas harga
berlaku non migas Provinsi.

KECAMATAN
Sidareja
Karang Pucung
Kedungreja
Wanareja
Majenang

Gandrungma
ngu
Kampung Laut
Cimanggu
Dayeuhluhur
Patimuan

PDRB non
migas atas
dasar harga
berlaku

PDRB non migas provinsi


atas dasar harga berlaku

15134724
15134724
15134724
15134724
15134724

638,236,000.00
638,236,000.00
638,236,000.00
638,236,000.00
638,236,000.00
638,236,000.00
638,236,000.00
638,236,000.00
638,236,000.00
638,236,000.00

15134724
15134724
15134724
15134724
15134724
Kontribusi PDRB
non Migas
2.371336622
2.371336622
2.371336622
2.371336622
2.371336622
2.371336622
2.371336622
2.371336622
2.371336622
2.371336622

SKOR
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Berdasarkan perhitungan skoring Kontribusi PDRB Non Migas


didapatkan 10 Kecamatan mendapatkan skor tertinggi yaitu
dengan jumlah skor 5

Potensi Daerah
Potensi daerah merupakan

potensi

yang

dimilki

oleh

wilayah,potensi disini merupakan pelengkap sarana disebuah


wilayah yang akan dimekarkan. Potensi ini meliputi sarana
pendidikan,sarana

kesehatan,peribadatan,tenaga

medis,perniagaan. Berikut data potensi daerah yang terdapat di


kesepuluh kecamatan yang ingin dimekarkan menjadi Kabupaten
Cilacap Barat.
4.2.4

Rasio SD per Penduduk usia SD

Rasio SD merupakan hasil dari jumlah SD yang terdapat di


wilayah tersebut dibagi dengan Jumlah Penduduk usia SD yaitu 712 tahun.

KECAMATAN
Sidareja
Karang Pucung
Kedungreja
Wanareja
Majenang

Gandrungmangu
Kampung Laut
Cimanggu
Dayeuhluhur
Patimuan

Jumlah
Sd

Jumlah
Penduduk usia
7-12
20187
8058
4004
16963
22182
16913
103
13909
7280

60
87
37
65
69
57
49
39
49
37

Rasio sekolah
SD
0.002972
0.010797
0.009241
0.003832
0.003111
0.00337
0.475728
0.002804
0.006731

11754

SKOR
1
4
1
1
1
1
5
1
3

0.003148

Berdasarkan perhitungan skoring Rasio Sekolah SD didapatkan


skor tertinggi di Kecamatan Kampung Laut yaitu dengan jumlah
skor 5 sedangkan skor terendah di 6 kecamatan yaitu Kecamatan
Sidareja,

Kecamatan

Kedungreja,

Kecamatan

Majenang,

Kecamatan Gandrungmangu, dan Kecamatan Cimanggu, , dengan


jumlah skor 1.

4.2.5 Rasio SLTP per Penduduk usia SLTP

Rasio SD merupakan hasil dari jumlah SLTP yang terdapat di

wilayah tersebut dibagi dengan Jumlah Penduduk usia SLTP yaitu 1315 tahun.

KECAMATAN
Sidareja
Karang Pucung
Kedungreja
Wanareja
Majenang

Gandrungmangu
Kampung Laut
Cimanggu
Dayeuhluhur
Patimuan

perhitungan
SLTP

Jumlah
Penduduk usia
13-15
19149
7598
3563
15920
22601
15472
16413
5699
12294
11295

Jumlah
SMP
50
5
6
7
13
11
8
10
10
11
Rasio
sekolah
SLTP
0.002611
0.000658
0.001684
0.00044
0.000575
0.000711
0.000487
0.001755
0.000813
0.000974

SKOR
5
1
3
1
1
1
1
4
1
2

Berdasarkan
skoring Rasio Sekolah
didapatkan

skor

tertinggi di Kecamatan Sidareja yaitu dengan jumlah skor 5


sedangkan skor terendah di 6 kecamatan yaitu Kecamatan Karang
Pucung, Kecamatan Wanareja, Kecamatan Majenang, Kecamatan

Gandrungmangu, Kecamatan Kampung Laut, dan Kecamatan


Dayeuhluhur dengan jumlah skor 1.

4.2.6 Rasio SMU per penduduk usia SMU

Rasio SD merupakan hasil dari jumlah SMU yang terdapat di

wilayah tersebut dibagi dengan Jumlah Penduduk usia SMU yaitu 1618 tahun.

Jumlah
Penduduk
usia 16-18
14319
3533
3404
7551
11631
7175
11839
5002
4943
5016

Jumlah
SMA

KECAMATAN
Sidareja
Karang Pucung
Kedungreja
Wanareja
Majenang

2
1
1
0
4
1
2
3
1
5

Gandrungmangu
Kampung Laut
Cimanggu
Dayeuhluhur
Patimuan
Rasio
sekolah
SMU
0.00014
0.000283
0.000294
0
0.000344
0.000139
0.000169
0.0006
0.000202
0.000997

SKOR
1
2
3
0
4
1
1
1
1
5

Berdasarkan perhitungan skoring Rasio Sekolah SLTA didapatkan skor


tertinggi di Kecamatan Patimun yaitu dengan jumlah skor 5 sedangkan skor
terendah di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Karang Pucung, Kecamatan
Gandrungmangu,Kecamatan

Kampung

Laut,

Kecamatan

Cimanggu,

Kecamatan Dayeuhluhur dan Kecamatan Patimun dengan jumlah skor 1.

Anda mungkin juga menyukai