Instalasi karantina tumbuhan adalah suatu tempat beserta segala sarana
yang ada padanya yang digunakan untuk melaksanakan tindakan karantina tumbuhan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Winarto 2006). Pesyaratan penetapan instalasi karantina tumbuhan mengenai tempat dan sarana instalasi karantina tumbuhan yaitu, kondisi dan situasi lingkungan yang dapat menjamin tidak terjadinya penularan dan atau penyebaran OPT/OPTK, bangunan dengan konstruksi permanen harus dilengkapi perizinan sesuai peruntukannya yang dikeluarkan oleh instansi berwenang, bangunan dapat menampung berbagai jenis MP serta alat angkutnya, rekomendasi dari Dinas Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab di bidang perlindungan tanaman. Persyaratan tersebut akan dijelaskan pada pembahasan dibawah ini. Kondisi dan situasi lingkungan yang dapat menjamin tidak terjadinya penularan dan atau penyebaran OPT/OPTK yang harus memenuhi syarat sebagai berikut, lokasi atau tempat strategis dan terjangkau, lokasi/tempat dalam keadaan tertutup berpintu, lokasi/tempet terkendali, terkawal, dan terjaga dari lalu lintas orang atau hewan yang tidak dikehendaki, lokasi/tempat berpagar, lokasi/tempat bebas dari vegetasi sejenis, bersih dari sisa sampah nabati. Bangunan dengan konstruksi permanen harus dilengkapi perizinan sesuai peruntukannya yang dikeluarkan oleh instansi berwenang harus memenuhi syarat sebagai berikut, bangunan perkantoran & bangunan lain yang tertata dengan baik sesuai fungsinya, memiliki ijin mendirikan bangunan (IMB) dari Dinas tata Kota, bangunan/ruang Petugas Keamanan, bangunan/ruang petugas karantina tumbuhan, bangunan/gudang peralatan. Bangunan dapat menampung berbagai jenis MP serta alat angkutnya harus memenuhi syarat sebagai berikut, dapat menampung sejumlah mp dalam pembungkusnya atau dalam keadaan curah, alat angkut dapat bebas bergerak dan mudah dikendalikan. Tempat dengan sarana jalan memadai dan bebas banjir harus memenuhi syarat sebagai berikut, sarana jalan dengan pengerasan tertentu untuk dapat menahan beban alat angkut, memiliki saluran drainase dan septic tank yang memadai, sarana penampung/peralatan berventilasi dan tidak lembab. Rekomendasi dari Dinas Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab di bidang perlindungan tanaman harus memenuhi syarat
sebagai berikut, Dinas Pertanian Propinsi/Kota/Kabupaten, Komisi
perlindungan Tanaman (sesuai dengan peraturan daerah setempat). Ruang lingkup standar persyaratan dan tata cara penetapan Instalasi Karantina Tumbuhan di dalam dan di luar daerah tempat pemasukan dan pengeluaran milik perorangan atau badan hukum adalah agar dapat memenuhi persyaratan dan kelayakan teknis untuk media pembawa yang masuk maupun keluar yaitu: Sarana Pemeriksaan, Sarana Perlakuan, Sarana Penahanan, Sarana Pemusnahan, termasuk didalamnya Pembinaan dan Pengawasan (Sasono, 2012). BKP Kelas 1 Tanjung Emas Semarang memiliki dua jenis instalasi karantina yaitu instalasi tumbuhan dan hewan. BKP Kelas 1 Tanjung Emas Semarang juga memiliki Instalasi Hewan Sementara yaitu PT. Kapo; PT. Multipala Agrinusa (Japfa); PT. Charoen Pokphand Indonesia; PT. Cargil Indonesia; CV. Bakti Nusantara; PT. Jaklin Komoditindo; PT. Bioadi Sasana; PT. Christy Sejahtera; PT. Agung Jaya; CV. Sinar Mandiri; PT. Sayung Adhimukti; PT. Central Proteina Prima, Tbk. 1. Tindakan Karantina secara Umum Pemberlakuan Karantina Tumbuhan dimaksudkan untuk mencegah masuknya hama dan patogen asing dan melindungi tanaman-tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan dari hama dan patogen asing itu. Tindakan karantina berupa pelarangan atau pembatasan masuknya atau lewatnya tamanam, produk tanaman dan bahan-bahan lain yang membawa atau dapat membawa hama dan patogen yang belum ditemukan di dalam negara atau wilayah tertentu. Karantina tumbuhan dilaksanakan oleh petugas-petugas karantina yang ditempatkan di semua tempat masuk. Arti karantina tumbuhan menjadi semakin penting dalam era perdagangan bebas (Pusposendjojo 2005). Pelaksanaan tindakan karantina secara umum khususnya terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina dapat dilakukan dengan tahapan, yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, pembebasan. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kelengkapan isi dokumen dan mendeteksi hama dan penyakit hewan karantina, status kesehatan dan sanitasi media pembawa, atau kelayakan sarana prasarana karantina, alat angkut. Pemeriksaan kesehatan atau sanitasi media pembawa dilakukan secara fisik dengan cara
pemeriksaan klinis pada hewan atau pemeriksaan kemurnian atau
keutuhan secara organoleptik pada bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain. Pengasingan dilakukan terhadap sebagian atau seluruhnya media pembawa untuk diadakan pengamatan, pemeriksaan dan perlakukan dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan penularan hama penyakit hewan karantina. Pengamatan mendeteksi lebih lanjut hama penyakit hewan karantina dengan cara mengamati timbulnya gejala hama penyakit hewan karantina pada media pembawa selama diasingkan dengan mempergunakan system semua masuk semua keluar. Perlakuan merupakan tindakan untuk membebaskan dan mensucihamakan media pembawa dari hama penyakit hewan karantina, atau tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif dan promotif. Tindakan karantina selanjutnya adalah penahanan. Penahanan dilakukan terhadap media pembawa yang belum memenuhi persyaratan karantina atau dokumen yang dipersyaratkan oleh Menteri lain yang terkait atau dalam pemeriksaan masih diperlukan konfirmasi lebih lanjut. Penolakan dilakukan penolakan apabila media pembawa tersebut berasal dari daerah atau negara terlarang karena masih terdapat/tertular atau sedang wabah penyakit hewan karantina golongan I, atau pada waktu pemeriksaan ditemukan gejala adanya penyakit hewan karantina golongan I, atau pada waktu pemeriksaan tidak dilengkapi dengan dokumen karantina (sertifikat kesehatan). Pemusnahan dilakukan apabila media pembawa yang ditahan tersebut melewati batas waktu yang ditentukan dan pemilik/kuasanya tidak dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan, atau terhadap media pembawa tersebut ditemukan adanya hama dan penyakit hewan karantina golongan I atau golongan II tetapi telah diobati ternyata tidak dapat disembuhkan, atau hewan yang ditolak tidak segera di berangkatkan/tidak mungkin dilakukan penolakan dan media pembawa tersebut berasal dari daerah terlarang atau daerah yang tidak bebas dari penyakit hewan karantina golongan I. Pembebasan dilakukan apabila semua kewajiban dan
persyaratan untuk memasukkan/mengeluarkan media pembawa tersebut
telah dipenuhi dan dalam pemeriksaan tidak ditemukan adanya/dugaan adanya gejala hama dan penyakit hewan karantina, atau selama pengasingan dan pengamatan tidak ditemukan adanya hama dan penyakit hewan karantina. Pembebasan untuk masuk diberikan dengan sertifikat pelepasan/pembebasan 2. Fumigasi
Perlakuan fumigasi untuk tindakan karantina tumbuhan merupakan
salah satu jaminan akan mutu komoditas ekspor negara kita di manca negara. Peraturan yang ada perlakuan tersebut dilakukan oleh petugas karantina tumbuhan atau pihak ketiga yang memenuhi persyaratan dan pelaksanaannya di bawah pengawasan petugas karantina tumbuhan. Kenyataannya banyak perusahaan fumigasi (fumigator) banyak yang masuk daftar hitam (blacklist) di negara lain khususnya di Australia, karena dalam pelaksanaannya menyimpang dari persyaratan standar pelaksanaan fumigasi dengan Methil Bromide (CH3Br) untuk perlakuan tindakan karantina tumbuhan, masih sering ditemukan serangga hidup dan residu gas dalam konsentrasi yang cukup tinggi dalam kontainer, sehingga fumigasi yang dilakukan bukan hanya membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan tapi juga tidak bermanfaat/efektif bagi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Upaya untuk merehabilitasi fumigator yang masuk daftar hitam, maka fumigator tersebut harus mendapat Sertifikat Jaminan dari Pemerintah u.p. Kepala Badan Karantina Pertanian melalui proses penilaian (audit) dalam kegiatan Skim Audit Fumigasi. Fumigator selain harus mempunyai peralatan-peralatan sesuai standar, fumigator juga harus mampu melaksanakan fumigasi dengan Methil Bromide (CH3Br) untuk perlakuan tindakan karantina tumbuhan. Beberapa alat yang diwajibkan dimiliki oleh para fumigator yaitu, sheet, vaporiser, slang monitor, alat deteksi kebocoran gas, alat pengukur konsentrasi, tanda peringatan bahaya, masker, canester, pemadam kebakaran, sepatu dan topi keselamatan,
kerja, tali plastik, klem, kipas angin/blower, slang pemasok, sandsnakes, timbangan, alat pengukur ppm, methil bromide, medical warning bad, baju kerja/verpak, ba. Fumigas. Upaya dalam rangka audit fumigasi, fumigator harus mampu melaksanakan kegiatan yaitu, bagaimana cara pemilihan lokasi/tempat fumigasi, bagaimana cara loading, bagaimana cara pemasangan selang penyalur gas (gas supply line), bagaimana cara penempatan kipas angin/blower/fan, bagaimana cara pmasangan selang monitor (gas sampling tube), bagaimana cara pemasangan fumigation sheet, bagaimana cara penempatan san/water snake, bagaimana cara pengukuran volume ruangan, bagaimana cara pengukuran temperatur ruangan, bagaimana cara penghitungan jumlah/dosis fumigan yang digunakan, bagaimana cara pemasangan tanda bahaya, bagaimana cara pemakaian masker/scba yang benar, bagaimana cara pelepasan gas, bagaimana cara pemeriksaan kebocoran gas/fumigant, bagaimana cara penambahan gas/fumigan jika diperlukan, bagaimana cara pengukuran konsentrasi gas, bagaimana cara aerasi, bagaimana cara pengukuran ppm gas/fumigan, dan, bagaimana cara pembukuan/recordi Tidak semua komoditas dapat dilaksanakan perlakuan dengan Methil Bromide, maka sebelum melaksanakan fumigasi , fumigator harus melaksanakan analisa resiko kerja. Beberapa komoditas yang bermasalah bila difumigasi adalah : mentega, lemak babi dan lemak, garam beriodium yang distabilkan dengan natrium hiposulfit, tepung kedelai lemak jenuh, tepung gandum, tepung protein tinggi, dan tepung panir, kacang-kacangan dengan kadar minyak tinggi, soda kue tertentu, makanan ternak, barangbarang dari kulit, bahan wol, rayon, viscose. rayon yang diproses dengan karbon bisulfida, bahan kimia fotografi, kertas penggosok perak, kertas ncr, kertas, karet spons, karet busa, stempel karet, vynil, bulu binatang, bulu burung, barang dari bulu kuda, arang batubara, lukisan minyak, cat berbasis sulfur, kertas kaca tipis, kemasan polystyrene, bibit dan benih tanaman, bunga potong.
Metode pelaksanaan fumigasi dan spraying adalah pada tumpukan
(stapel) disungkup menggunakan plastik kedap udara, kemudian di dalam sungkup tersebut diaplikasikan tablet fumigan. Spraying menggunakan insektisida di luar sungkup yang berfungsi mengendalikan hama yang berada diluar sungkup (Bulog, 2009). Fumigasi komoditas yang masuk ke Balai Karantina Pertanian (BKP) kelas 1 Tanjung Emas Semarang dilakukan oleh PT Pancanaka. Fumigasi dilakukan dengan penerimaan order terlebih dahulu, secara teknis fumigasi dilakukan menggunakan bahan methyl bromide untuk kayu yang disalurkan menggunakan 3 buah selang yang terpasang di atas, tengah dan bawah, kemudian kayu dibungkus menggunakan plastic agar kedap gas, lalu didiamkan selama 24 jam. Sebelum penggunaaan Methyl bromide harus dipanaskan dahulu karena sifatnya dingin. Tidak semua komoditas difumigasi menggunakan methyl
bromide
dan
tidak
semua
komoditas
dapat
difumigasi
menggunakan bahan tersebut. Fumigasi dapat dilakukan jika negara atau
daerah tujuan meminta untuk produk tersebut difumigas serta jika ditemukan OPT atau OPTK meskipun tidak diminta oleh negara tujuan. Fumigasi yang dilakukan oleh PT. Pancanaka telah terstandar, semua bahan yang digunakan menggunakan dosis yang sudah terstandar. Dosis penggunaan fumigant dihitung dengan cara mengalikan volume container dengan dosis yeng tertera pada fumigant. Fumigasi dilakukan dengan periode menyesuaikan jadwal keberangkatan kapal, komoditas yang akan dikirim terlebihdahululah yang akan difumigasi. DAFTAR PUSTAKA Pusposendjojo N. 2005. Karantina Tumbuhan di Indonesia dalam Masa Perdagangan Bebas. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia XI(1) Winarto B. 2006. Kamus Rimbawan. Jakarta: Yayasan Bumi Indonesia Hijau Bulog 2009. Peraturan Pergudangan di Lingkungan Perum Bulog. Jakarta: Divisi Persediaan dan Perawatan Direktorat Pelayanan Publik
Sasono, Herman Budi 2012. Manajemen Pelabuhan dan Realisasi Ekspor Impor. Yogyakarta:Andi Offset