Anda di halaman 1dari 100

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, rumah sakit
harus mempunyai mutu perlayanan kesehatan yang baik. Mutu pelayanan
kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan
terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang baik dengan
pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, dan efektif dalam keterbatasan
secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai norma dan etika yang baik. Oleh
karena itu, mutu pelayanan kesehatan berpengaruh pada sumber daya manusia di
rumah sakit (Bustami, 2011).

Salah satu sumber saya manusia yang berperan penting dalam penyelenggaraan
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah perawat. Perawat adalah seorang
profesional yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab, dan kewenangan
melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan pada berbagai jenjang
pelayanan keperawatan. Sebagai tenaga kesehatan, perawat memiliki peran di
dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada. Peran
perawat yang utama adalah pelaksana, pengelola, pembela, pendidik dan peneliti
(Kusnanto, 2007).
1

Peran perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan, perawat memberikan


layanan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien (individu,
keluarga, dan komunitas) sesuai dengan kewenangannya. Peran perawat sebagai
pengelolaan, yaitu perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam
mengelola layanan keperawatan di semua tatanan layanan kesehatan (rumah
sakit, puskesmas, dan sebagainya) dengan konsep manajemen keperawatan.
Peran perawat sebagai pembela pasien, bertanggung jawab membantu pasien dan
keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan
dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil
persetujuan (inform concern) atas tindakan yang diberikan kepadanya (Kozier,
2011).

Menurut Asmadi (2008) peran perawat sebagai pendidik, perawat berperan


mendidik individu, keluarga, masyarakat, serta tenaga kesehatan lainnya. Perawat
bertugas memberikan pendidikan kesehatannon farmakologi yang ditujukan
untuk membangun kesadaran diri dengan pengetahuan tentang kesehatan dan
sebagai upaya menciptakan atau membangun perilaku yang kondusif bagi
kesehatan secara non farmakologi. Kesehatan bukan sekedar diketahui dan
disikapi, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya pada
pasien nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) yang merupakan
penyakit nyeri di punggung bawah disebakan adanya perilaku yang tidak baik
dalam keseharian pasien yaitu seringkali mengangkat dan mengangkut beban
dengan sikap yang tidak ergonomis atau tulang belakang yang tidak normal tanpa
disadari pada saat melakukan kegiatan sehari-hari seperti ketika bekerja atau
berolahraga, cedera atau trauma punggung, obesitas, merokok, posisi tidur yang

buruk, kebiasaan duduk, bekerja membungkuk dalam waktu yang relatif lama.
Hal ini mengakibatkan pasien LBP susah berjalan, tidak bisa istirahat atau tidur,
serta menghambat aktivitas sehari-hari pada saat nyeri muncul. Pada pasien LBP
mengatasi nyeri muncul agar nyeri berhenti dan tidak akan muncul lagi serta
dapat melakukan aktivitas secara normal perlu melakukan beberapa tahapan,
tidak bisa dilakukan ketika nyeri muncul harus langsung dihentikan begitu saja.
Tahapan dalam mengatasi nyeri punggung bawah, yaitu pasien LBP mengubah
perilaku buruk menjadi baik, dengan cara mengurangi penyebab terjadinya LBP
agar tidak dapat merasakan nyeri kembali (Dachlan, 2009; Widyastuti, 2009).

Mengurangi penyebab terjadinya LBP agar tidak dapat merasakan nyeri kembali,
dapat dilakukan dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Hanya saja, jika
mengurangi nyeri degan cara farmakologi, dapat menimbulkan efek samping jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama. Efek samping seperti apakah yang
dapat terjadi di dalam tubuh jika sering meminum obat anti nyeri?

Obat anti nyeri (analgetik) merupakan golongan obat yang memang memiliki
fungsi mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri. Sifat kerja obat ini ada
yang bersifat menghambat pembentukan mediator rasa nyeri dan ada yang
menurunkan ambang nyeri tubuh di otak. Obat jenis ini umum dipakai untuk
mengobati berbagai jenis penyakit. Hal ini tentu saja karena sebagian besar
penyakit memang bermanifestasi nyeri sebagai keluhannya. Tidak heran pula
obat-obat anti nyeri pun telah banyak dijual bebas terkait luasnya penggunaan
jenis obat ini.

Obat anti nyeri terutama golongan NSAID (nonsteroid anti-inflamatory drugs)


merupakan golongan obat yang memiliki efek samping mengiritasi lambung jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama. Golongan obat ini antara lain
adalah acetic acid (diclofenac, ketorolac), COX-2 inhibitor (celexocib),
fenamates (mefenamic acid), oxicams (meloxicam, piroxicam), propionic acid
(ibuprofen, ketoprofen), dan salicylates (aspirin).

Permasalahan yang dapat timbul dapat beragam mulai dari rasa perih di ulu hati
hingga perlukaan atau tukak lambung. Jika telah terjadi perlukaan mukosa
lambung maka gejala muntah bercampur darah dapat terjadi disertai dengan nyeri
hebat di ulu hati. Nyeri ulu hati yang tidak respon lagi dengan obat-obat maag
biasa juga dapat menjadi tanda mulai munculnya gejala ini.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan adanya perlukaan lambung


ini

dapat

dilakukan

dengan

pemeriksaan

endoscopy

yakni

dengan

memvisualisasikan gambaran mukosa lambung dan usus dengan menggunakan


mikrokamera yang dimasukkan kesaluran pencernaan tubuh, dengan pemeriksaan
ini pula seberapa luas kerusakan yang telah terjadi juga dapat diketahui.

Oleh karena berbahayanya dampak obat anti nyeri ini maka sebaiknya kita lebih
berhati-hati dalam penggunaannya. Hindari mengkonsumsi obat anti nyeri untuk

jangka panjang dan berlebihan, biasakan meminum obat anti nyeri setelah makan
dan konsultasikan ke dokter jika diperlukan. Hal ini bahwa mencegah terjadinya
nyeri pada pasien LBP sebaiknya melakukan pengelolaan nyeri secara non
farmakologi, karena mengelola nyeri secara non farmakologi tidak dapat
menimbulkan efek samping apapun dan dapat dilakukan dalam kehidupan seharihari sebelum melakukan aktivitas atau memulai aktivitas, misalnya seperti
melakukan rehat baring, mobilisasi, meningkatkan mekanika tubuh, mengubah
nutrisi atau penurunan berat badan jika pasien mengalami kelebihan berat badan,
dan melakukan metode latihan senam yang bisa dilakukan sebelum melakukan
aktivitas dan dapat mencegah terjadinya nyeri punggung bawah (LBP).

Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan suatu gangguan
muskuloskeletal, gangguan organ visceral, dan gangguan vaskuler, dimana satu
dari sejumlah sindrom nyeri yang banyak dikeluhkan pasien yang berkunjung ke
rumah sakit. Nyeri punggung bawah yang dikeluhkan dapat berupa berat, pegal,
rasa seperti diikat, otot terasa kaku dan nyeri dapat disertai dengan gangguan
otonom,dan psikis. Keluhan LBP dapat terjadi pada setiap orang dalam
kehidupan sehari-hari,baik jenis kelamin, usia, ras,status pendidikan, dan profesi
(Yanra, 2013; Widyastuti, 2009).

Survei membuktikanmenurut American Osteopathic Association (AOA) tahun


2013 di Benua Eropa, 62% pasien mengeluh nyeri di daerah punggung
bawah.LBP terhitung hampir mengurangi produktivitas hingga 20 Juta USD atau
setara dengan 200 milyar rupiah setiap tahunnya di Amerika Serikat. LBP sering
dijumpai dalam praktik sehari-hari, terutama di negara-negara industri.

Diperkirakan 70-80% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama
hidupnya. Menurut data World Health Organization (WHO), Nyeri punggung
bawah juga sering dikeluhkan oleh pegawai kantoran. Nyeri tersebut merupakan
ketidaknyamanan bagi mereka. Prevalensi LBP pada populasi lebih kurang
16.500.000 per tahun di Inggris. Pasien LBP yang berobat jalan berkisar
1.600.000 orang dan yang dirawat di rumah sakit lebih kurang 100.000 orang.
Dari keseluruhan nyeri punggung bawah, yang mendapat tindakan operasi
berjumlah 24.000 orang pertahunnya.Penelitian oleh Fernandez et.al (2009) pada
orang dewasa diperoleh pravelensi LBP adalah 19,9% di Spanyol. LBP lebih
banyak terjadi pada perempuan (67,5%) daripada laki-laki (33,5%). Pasien LBP
dari usia 31-50 tahun 1,5 kali lebih banyak dibandingkan dengan usia 16-30
tahun.Angka kejadian pasien LBP meningkat tajam pada usia remaja (lebih awal
terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki) dengan usia 12-41 yang
dilakukan berdasarkan studi cross sectional di Denmark.

Angka kejadian LBP lebih sering pada usia dewasa, dimana 20,7% dari populasi
perempuan dan 21% dari populasi laki-laki di Benua Australia. Begitupun di
penelitian yang dilakukan oleh Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI (Perhimpunan
Dokter Saraf Indonesia) tahun 2002 pada 14 rumah sakit pendidikan di
Indonesia, pada bulan Mei 2002 menunjukkan jumlah pasien nyeri sebanyak
4.456 orang (25% dari total kunjungan), dimana 1.598 orang (35,86%) adalah
pasien nyeri punggung bawah, yang dikutip oleh Universitas Pembangunan
Negeri Veteran Jakarta (UPNVJ, 2010).

Terkait jumlah data, di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat
cukup banyak kasus LBP di dapatkan. Berdasarkan hasil wawancara penulis pada
tanggal 26 April 2016 dengan bagian rekam medis Rumah Sakit Royal Taruma
Jakarta Barat terdapat kasus di bulan Januari-April 2016 di Poliklinik yaitu 247
kasus LBP dan penulis juga wawancarai pasien LBP yang berobat jalan di
Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat pada tanggal 11 Mei 2016
diperoleh data bahwa 5 pasien menyatakan masih sering mengeluh nyeri di
daerah punggung bawah dan belum paham bagaimana berperilaku mengelola
nyeri punggung bawah secara non farmakologi. Pasien LBP hanya mengetahui
ketika nyeri muncul mereka mengatasi nyerinya dengan cara berhenti melakukan
aktivitasnya secara tiba-tiba lalu mengambil posisi tidur tengkurap selama
beberapa menit, istirahat, minum obat anti nyeri dan ada juga dengan cara tidur
posisi kesamping dengan menaruh bantal di jempit oleh ke dua kakinya, akan
tetapi perawat di Poliklinik tersebut menyatakan bahwa perawat memberikan
informasi bagaimana berperilaku mengelola nyeri non farmakologi pada pasien
LBP.

Berdasarkan latar belakang masalah dan teori diatas, bahwa peran perawat
sebagai pendidik sebenenarnya sangat berhubungan dengan perilaku pengelolaan
nyeri non farmakologi pada pasien nyeri punggung bawah atau Low Back Pain
(LBP). Oleh karena itu, peneliti perlu untuk mengadakan penelitian tentang
Hubungan Peran Perawat Sebagai Pendidik Dengan Perilaku Pengelolaan Nyeri
Non Farmakologi Pada Pasien Low Back Pain di Poliklinik Rumah Sakit Royal
Taruma Jakarta Barat.

1.2 Keterbaruan Penelitian


Pada sub ini akan diuraikan dua keterbaruan penelitian yang berjudul Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Di Unit
Acacia Eka Hospital BSD Tangerang dan Pengaruh Tingkat Pengetahuan Perawat
Tentang Mekanika Tubuh Terhadap Perawat Yang Mengeluh Low Back Pain Di
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.
1.2.1 Elita Murni (2015) melakukan penelitian dengan judul Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Di Unit Acacia Eka
Hospital BSD Tangerang. Nyeri punggung bawah merupakan keluhan yang
sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu alasan
mengunjungi dokter (Ignatavicius & Workman, 2006). Lebih lanjut, Perdani
(2010) mengutip pernyataan Anderson (2009) bahwa di Amerika Serikat
nyeri punggung bawah merupakan penyebab urutan paling sering dari
pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia kurang dari 45 tahun,
urutan kedua untuk alasan berkunjung ke dokter dan alasan penyebab paling
sering untuk tindakan operasi. Tujuan Penelitian: Agar mahasiswa mampu
mengidentifikasi, menganalisa sampai dengan menemukan hal-hal yang baru
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan HNP di Unit
Acacia Eka Hospital BSD Tangerang. Metode Penelitian: Studi kepustakaan
dengan mengambil beberapa literatur yang berhubungan dengan HNP,
pengamatan langsung di Unit Acacia Eka Hospital BSD Tangerang yang
meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi, dan wawancara dengan klien. Hasil Penelitian : 3
klien usianya 56-65 tahun, laki-laki 3 orang. Perempuan 2 orang. Hasil
pengkajian semua klien mempunyai keluhan nyeri bagian punggung, nyeri
bertambah jika banyak aktivitas. Terdapat lima masalah keperawatan utama.

Implementasi sebagian besar adalah tindakan mandiri keperawatan. Evaluasi:


lima orang klien menunjukan nyeri pre op, gangguan mobilitas fisik dan
kesemutan pada ekstremitas berkurang, nyeri post op terkontrol, tidak terjadi
infeksi pada luka operasi. Empat orang klien cemas berkurang, 1 orang klien
masih merasa cemas menghadapi operasi. Penyakit HNP lebih banyak terjadi
pada usia tua, obesitas, posisi tubuh yang salah ataupun karena terjatuh.
Kesimpulan: Studi kasus ini klien HNP disarankan melakukan Back Exercise
1.2.2

untuk mengurangi rasa nyeri dan mencegah HNP berulang.


Sitti Nurchadidjah (2011) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Mekanika Tubuh Terhadap Perawat
Yang Mengeluh Low Back Pain Di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
Jakarta. Mekanika tubuh adalah istilah yang digunakan dalam menjelaskan
penggunaan tubuh yang aman, efisien dan terkoordinasi untuk menggerakkan
objek dan melakukan aktifitas sehari-hari. Tujuan Penelitian: Untuk
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang mekanika tubuh
terhadap perawat yang mengeluh Low Back Pain.Tempat Penelitian:
Dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta dengan sampel
sebanyak 32 responden berdasarkan total populasi dengan teknik sampel
jenuh. Desain Penelitian: Korelasi Product Moment, dengan variabel
independent pengetahuan perawat tentang mekanika tubuh dan dependen
etiologi LBP. Hasil Penelitian: Membuktikan bahwa ada hubungan tingkat
pengetahuan perawat tentang mekanika tubuh terhadap perawat yang
mengeluh Low Back Pain di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta dengan
analisa yaitu nilai p 0,002 lebih kecil dari r 0,532 yang berarti ada korelasi
sedang, ada hubungan yang significan. Kesimpulan: Dari penelitian ini

10

diharapkan praktisi perawat lebih memperhatikan mekanika tubuh mereka


saat bekerja sehingga dapat bekerja secara efektif.
1.3 Perumusan Masalah
Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) membuat pasien merasakan
nyeri di daerah punggung bawah. Ketika pasien merasakan nyeri di punggung
bawah, pasien membuat posisi nyaman tubuhnya untuk mengurangi nyeri
tersebut dengan cara berhenti melakukan aktivitasnya secara tiba-tiba lalu
mengambil posisi tidur tengkurap selama beberapa menit, istirahat, minum obat
anti nyeri dan ada juga dengan cara tidur posisi kesamping dengan menaruh
bantal di jempit oleh ke dua kakinya. Dalam hal ini, perawat perlu memberikan
pendidikan kepada pasien untuk memahami tentang cara-cara mengelola nyeri
non farmakologi agar dapat melakukan aktivitas, istirahat atau tidur, dan berjalan
dengan baik tanpa adanya hambatan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka
masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan peran perawat sebagai
pendidik dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien Low
Back Pain di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Diketahui hubungan peran perawat sebagai pendidik dengan perilaku
pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien Low Back Pain di Poliklinik
Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.

1.4.2 Tujuan Khusus


1.4.2.1 Diketahui karakteristik (usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan)
pasien Low Back Pain di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.

11

1.4.2.2 Diketahui peran perawat sebagai pendidik di Poliklinik Rumah Sakit Royal
Taruma Jakarta Barat.
1.4.2.3 Diketahui pasien dalam mengelola Low Back Pain dengan terapi non
farmakologi di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.
1.4.2.4 Diketahui hubungan peran perawat sebagai pendidik dengan perilaku
pengelolaan nyeri pada pasien Low Back Pain di Poliklinik Rumah Sakit
Royal Taruma Jakarta Barat.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini digunakan sebagai umpan balik bagi perawat di rumah
sakit untuk melakukan evaluasi sehingga dapat melakukan peran perawat
sebagai pendidik dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada
pasien LBP.

1.5.2 Bagi Pasien LBP


1.5.2.1 Hasil penelitian ini untuk memberikan kesadaran dan pemahaman kepada
pasien LBP penyebab terjadinya keluhan nyeri punggung bawah dan
selanjutnya dapat mengatasinya secara non farmakologi.

1.5.3

Bagi Penelitian
Hasil penelitian ini digunakan sebagai informasi hubungan peran perawat
sebagai pendidik dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada
pasien LBP.

1.5.4

Bagi Instansi Pendidikan

12

Hasil penelitian ini digunakan sebagai strategi penyelenggaraan pendidikan


dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan melalui pembentukan
kerangka berpikir penelitian para mahasiswa sehingga mampu menganalisis
fenomena di lingkungan sekitar dan diharapkan dapat berguna bagi para
pembaca yang ingin memanfaatkan penelitian ini sebagai bahan studi banding.

BAB 2

13

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Perawat Sebagai Pendidik
2.1.1 Pengertian Peran
Menurut Harahap, dkk (2007) dan KBBI Online (2016) peran ialah perangkat
tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat, sedangkan makna peran yang dijelaskan dalam status,
kedudukan dan peran dalam masyarakat, dapat dijelaskan melalui beberapa
cara, yaitu pertama penjelasan histories. Menurut penjelasan histories,
konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang memiliki hubungan erat
dengan drama atau teater yang hidup subur pada zaman yunani kuno atau
romawi. Dalam hal ini, peran berarti karakter yang disandang atau dibawakan
oleh seorang actor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Kedua,
pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran dalam ilmu sosial berarti suatu
fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki jabatan tertentu,
seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya
tersebut.

Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila


melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia
menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan
adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahpisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.
(Soekanto, 2009).
Levinson dalam Soekanto (2009) mengatakan peranan mencakup tiga hal,
antara lain:

11

14

2.1.1.1 Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan

yang

membimbing

seseorang

dalam

kehidupan

bermasyarakat.
2.1.1.2 Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
2.1.1.3 Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.

Merton dalam Raho (2007) mengatakan bahwa peranan didefinisikan sebagai


pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki
status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set).
Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubunganhubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki
status-status sosial khusus.

Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam peran terdapat dua macam harapan,


yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran
atau kewajiban-kewajuban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan
yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orangorang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau
kewajiban-kewajibannya.

2.1.2

Pengertian Perawat
Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti
merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2007), perawat adalah
seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung

15

jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan


pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan.
Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang
didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional
yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat
segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk mengetahui kebutuhan
pasien dan membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin proses
keperawatan mengandung elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat
dan tindakan perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien (Suwignyo,
2007).
2.1.3

Pengertian Peran Perawat Sebagai Pendidik


Sebagai pendidik, perawat berperan mendidik individu, keluarga, masyarakat,
serta tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya. Perawat bertugas
memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dalam hal ini individu,
keluarga, serta masyarakat sebagai upaya menciptakan perilaku individu atau
masyarakat yang kondusif bagi kesehatan. Pendidikan kesehatan tidak semata
ditujukan untuk membangun kesadaran diri dengan pengetahuan tentang
kesehatan. Lebih dari itu, pendidikan kesehatan bertujuan untuk membangun
perilaku kesehatan individu dan masyarakat. Kesehatan bukan sekedar untuk
diketahui dan disikapi, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Perawat sebagai pendidik harus mempunyai kemampuan untuk mengkaji
kekuatan dan akibat yang ditimbulkan dari pemberian informasi dan perilaku
yang diinginkan oleh individu. (Sudarma, 2008; Asmadi, 2008; Nursalam,
2008).
Peran perawat sebagai pendidik tidak hanya ditujukan untuk pasien, tetapi
juga tenaga keperawatan. Upaya ini dilakukan untuk memberi pemahaman

16

yang benar tentang keperawatan agar tercipta kesamaan pandangan dan gerak
bersama diantara perawat dalam meningkatkan profesionalisme. Selain itu,
melalui pendidikan keperawatan, eksistensi profesi keperawatan dapat terus
terpelihara. Peran ini dapat dilaksanakan di institusi pendidikan keperawatan
maupun institusi layanan kesehatan.
Untuk dapat melaksanakan peran sebagai pendidik, ada beberapa kemampuan
yang harus dimiliki seorang perawat sebagai syarat utama. Kemampuan
tersebut berupa wawasan ilmu pengetahuan yang luas, kemampuan
berkomunikasi, pemahaman psikologis, dan kemampuan menjadi model atau
contoh dalam perilaku profesional.

Menurut Asmadi (2008), perawat sebagai pendidik harus memiliki


kemampuan sebagai syarat utama antara lain:
2.1.3.1 Wawasan Ilmu Pengetahuan
Pendidikan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan oleh seorang
pendidik secara sadar untuk membujuk orang lain agar dapat berperilaku dan
mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang sesuai. Ketika pendidik
melaksanakan tugasnya, maka terjadi transfer ilmu pengetahuan yang
mendukung agar perannya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik dan
benar. Agar transfer ilmu pengetahuan kepada pasien baik, perawat harus
memahami ilmu kesehatan yang akan diberikan, sehingga pasien dapat
memahami pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat.Pada pasien
LBP ilmu yang di transfer oleh perawat agar dapat berperilaku dan
mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang sesuai yaitu pengertian
penyakit LBP, klasifikasi LBP, faktor risiko LBP, dan pengelolaan nyeri non
farmakologi.

17

2.1.3.2 Komunikasi
Keberhasilan proses pendidikan dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam
berkomunikasi, baik secara verbal maupun non verbal. Kemampuan
berkomunikasi ini merupakan aspek mendasar dalam keperawatan. Seperti
kita ketahui, perawat harus berinteraksi langsung dengan pasien selama 24
jam. Proses tersebut sudah tentu terjadi komunikasi sebab interaksi
merupakan bagian dari komunikasi.

Melalui komunikasi, perawat dapat memberikan informasi atau penjelasan


kepada pasien, membujuk, menghibur pasien, juga melakukan tugas-tugas
lainnya. Dalam pemberian informasi, perawat harus membina hubungan pada
pasien dengan jelas, lemah lembut, senyum, dan caring. Setelah itu perawat
memberikan nasihat kepada pasien agar pasien yang tidak memahami
menjadi memahami cara mengatasi penyakitnya.
Proses komunikasi ini, perawat di harapkan mampu mempengaruhi dan
meyakinkan pasien, rekan sejawat, dan tenaga kesehatan lainnya tentang
peran, fungsi, serta eksistensi profesi keperawatan. Komunikasi yang baik,
perawat akan mampu meningkatkan citra profesionalisme pada dirinya.
Sebaliknya, jika komunikasi perawat kurang baik, hal ini akan berimbas pada
penilaian pasien terhadap perawat.

Tidak jarang perawat dikatakan judes, kaku, tidak memahami perasaan orang
lain, dan berbagai stigma negatif lainnya. Penilaian negatif ini tentunya akan
berdampak pada profesionalisme keperawatan. Oleh karena itu, mengingat

18

bagitu pentingnya komunikasi yang baik, mengatasi berbagai hambatan


dalam

komunikasi,

serta

memahami

faktor-faktor

yang

menunjang

komunikasi.

2.1.3.3 Pemahaman Psikologis


Sasaran pelayanan keperawatan adalah pasien (manusia), dalam halini
individu,

keluarga,

dan

juga

masyarakat.

Perawat

harus

mampu

mempengaruhi dan memahami psikologis seseorang agar dapat membujuk


orang lain untuk berprilaku sesuai yang diharapkan.

Agar pasien dapat berperilaku sesuai yang diharapkan, perawat memberikan


informasi sesuai yang dibutuhkan oleh pasien, seperti pada pasien LBP,
perawat memberitahu kepada pasien LBP agar menghindari naik turun
tangga, mengangkat beban berat, membungkuk, dan memakai korset saat
beraktivitas. Perawat juga memberikan terapi yang tepat pada pasien,
menjalin komunikasi terapeutik yang baik, dan memberikan rasa senang,
nyaman pada pasien. (Purba JS, 2012; Brunner & Suddarth, 2013).

Oleh karena itu, perawat harus meningkatkan sensitivitas dan kepeduliannya.


Saat berbicara dengan orang lain, perawat harus melakukannya dengan hati,
artinya apa yang perawat sampaikan harus menyentuh hati orang lain, dengan
demikian setiap pemikiran dan ide perawat dapat langsung diterima oleh
pasien sehingga tujuan pendidikan kesehatan dapat tercapai.

2.1.3.4 Role Model

19

Bagusnya gaya komunikasi perawat dan luasnya wawasan ilmu pengetahuan


perawat, orang lain perlu melihat bukti atas apa yang disampaikannya. Jika
terdapat kesesuaian antara perkataan dan perbuatan akan meningkat. Upaya
untuk mengubah dan meningkatkan profesionalisme perawat yaitu melakukan
dengan membuktikan secara langsung melalui peran sebagai model atau
contoh. Perawat harus mampu menjadi model yang baik dalam menjalankan
profesinya.

Menurut standar perawat profesional dari College of Nurses in Ontario


(CNO) tahun 2009, perawat sebagai pendidik di lingkungan klinik harus
mampu memberikan penjelasan kepada pasien, mendukung kemampuan
pasien, memfasilitasi pengajaran, dan memberikan model atau contoh.

Peran perawat sebagai pendidik juga memberikan contoh dalam pengajaran,


seperti memberikan contoh pada pasien LBP dalam berperilaku mengelola
nyeri secara non farmakologi. Contoh yang diberikan oleh perawat kepada
pasien LBP dalam berperilaku mengelola nyeri secara non farmakologi yaitu
tirah baring, mobilisasi, meningkatkan mekanika tubuh, mengubah nutrisi dan
penurunan BB, latihan metode William, dan metode Mc. Kenzie. (Purba JS,
2012; Brunner & Suddarth, 2013).

2.1.4

Standar Pendidikan Pasien


Menurut standar Joint Comission International (JCI) tahun 2012, standar
pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga meliputi:

20

2.1.4.1 Pendidikan pada pasien agar pasien dan keluarga ikut berparitisipasi dalam
pengambilan keputusan.
2.1.4.2 Perawat bertugas melakukan asesmen dan pendokumentasian terhadap
kebutuhan pendidikan pasien.
2.1.4.3 Pemberian pemenuhan kebutuhan kesehatan berkelanjutan kepada pasien
berupa pendidikan dan pelatihan.
2.1.4.4 Pemberian pendidikan kepada pasien dan keluarga terkait dengan pelayanan
pasien seperti penggunaan obat yang aman, penggunaan peralatan medis yang
aman, potensi interaksi antara obat dengan makanan, pedoman nutrisi,
manajemen nyeri dan teknik-teknik rehabilitasi.
2.1.4.5 Metode pendidikan mempertimbangkan nilai-nilai dan pilihan pasien dan
keluarga, dan memperkenankan interaksi yang memadai antara pasien,
keluarga dan staf agar terjadi pembelajaran.
2.1.4.6 Tenaga kesehatan profesional yang memberi pelayanan pasien berkolaborasi
dalam memberikan pendidikan.
2.1.5

Tujuan Pendidikan Kesehatan Pasien


Menurut Efendi dan Makhfudli (2009) menyebutkan tujuan dari edukasi

kesehatan ialah:
2.1.5.1 Peserta didik atau pasien dapat memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan
maupun cara hidup sehat dan teratur;
2.1.5.2 Peserta didik atau pasien dapat memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap
hidup sehat;
2.1.5.3 Peserta didik atau pasien dapat memiliki keterampilan dalam hal
melaksanakan hidup sehari-hari;
2.1.5.4 Peserta didik atau pasien dapat memilki kebiasaan sehat dalam melaksanakan
kehidupan sehari-hari;
2.1.5.5 Peserta didik atau pasien dapat memiliki kemampuan untuk menerapkan
perilaku sehat dalam kehidupan sehari-hari;
2.1.5.6 Peserta didik atau pasien dapat menerapkan pencegahan penyakit dan
keselamatan dalam kehidupan sehari-hari;
2.1.5.7 Peserta didik atau pasien dapat memiliki daya pertahanan yang baik dari
pengaruh buruk yang berasal dari luar dirinya;

21

2.1.5.8 Peserta didik atau pasien dapat memiliki tingkat kesegaran jasmani yang
optimal serta memiliki daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit.
2.1.6

Alat Bantu Pengajaran


Proses pengajaran adalah suatu proses komunikasi yang melibatkan
penyampaian pesan. Agar penyampaian pesan tidak mengalami kegagalan
maka diperlukan suatu media atau alat bantu pengajaran (Simamora, 2009).
Alat bantu pengajaran yang dapat digunakan oleh perawat menurut Simamora

(2009) antara lain:


2.1.6.1 Audio, merupakan alat bantu pengajaran yang berupa pita audio (rol atau
kaset), piringan audio, dan radio (rekaman siaran).
2.1.6.2 Media cetak, berupa buku teks terprogram, buku pegangan manual, dan buku
tugas.
2.1.6.3 Objek, berupa benda nyata dan model tiruan.
2.1.6.4 Media berbasis komputer, misalnya Computer Assisted Instructional (CAI)
dan Computer Managed Instructional (CMI).
2.1.6.5 Media yang diproyeksikan, berupa OHT, slide, dan opaque.
2.1.6.6 Media lain yang sering digunakan misalnya poster, leaflet, buklet, lembar
balik, dan stiker.

2.2 Perilaku Pengelolaan Nyeri Non Farmakologi Pada Pasien Low Back Pain
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan aktivitas dan proses interaksi dengan lingkungan,
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan cara yang
unik, yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung, berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan
atau dalam suasana tertentu. (Heri Maulana, 2009; Notoatmodjo, 2010;
Wikipedia, 2016).

22

Prosedur pembentukan perilaku dipengaruhi oleh tanggapan. Terdapat dua


macam tanggapan, yang pertama adalah tanggapan yang timbul dan
berkembang diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu (operant
response), kemudian yang kedua adalah tanggapan yang relatif tetap dan
disebabkan oleh adanya stimulus tertentu. (Momon Sudarma, 2008; Heri
Maulana, 2009; Notoadmotjo 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dapat dibedakan


menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
merupakan karakteristik untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk
hidup itu dan bersifat genetik atau bawaan seperti jenis ras, sifat fisik,sifat
kepribadian, bakat bawaan, tingkat kecerdasan, dan jenis kelamin. Faktor
eksternal meliputi lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Faktor-faktor ini merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi dengan
lingkungannya. (Sarwono, 2006; Sunaryo.2005; Heri Maulana, 2009).

Berdasarkan perilaku aktif dan pasif, terdapat perilaku kesehatan pada bentuk
perilaku seseorang, dapat disimpulkan bahwa perilaku kesehatan merupakan
segala bentuk respons seseorang terhadap pengalaman dan interaksi dengan
lingkungannya, khususnya menyangkut pengetahuan dan sikapnya mengenai
kesehatan,serta tindakanya yang berhubungan dengan kesehatan.

Perilaku kesehatan mempunyai unsur-unsur perilaku dan klasifikasi yang


berkaitan dengan sakit dan penyakit, sehat, peran sakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan dan berpengaruh pada

23

perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit, pemulihan dari penyakit,


perilaku peningkatan kesehatan, dan perilaku makanan dan minuman.
(Notoatmodjo, 2008; Heri Maulana, 2009; Anies, 2006).

Perilaku kesehatan terhadap sakit dan penyakit berpengaruh terhadap suatu


penyakit khususnya LBP. Perilaku kesehatan terhadap sakit dan penyakit
dapat diklasifikasikan menurut tingkatan pencegahan penyakit, yaitu :
2.2.1.1 Perilaku peningkatan pemeliharaan kesehatan
Perilaku yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.

2.2.1.2 Perilaku pencegahan penyakit


Perilaku yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit.

2.2.1.3 Perilaku pencarian pengobatan


Perilaku yang menyangkut upaya seseorang pada saat menderita sakit atau
kecelakaan.

2.2.1.4 Perilaku pemulihan kesehatan


Perilaku yang dilakukan untuk mengusahakan agar sakit yang diderita tidak
menjadi hambatan, sehingga seseorang yang menderita dapat berfungsi
optimal secara, fisik, mental, dan social.

Terdapat klasifikasi dalam perilaku kesehatan, meliputi perilaku hidup sehat,


perilaku sakit, dan peran sakit. Perilaku kesehatan berpengaruh pada perilaku

24

hidup sehat yang merupakan suatu aktivitas individu yang meyakini dirinya
sehat dan berupaya mempertahankan dan menigkatkan kesehatannya untuk
mencegah datangnya penyakit. Perilaku sakit merupakan tindakan seseorang
yang merasa sakit untuk mengidentifikasi penyakitnya, penyebab penyakit
dan usaha-usaha untuk menemukan pengobatan yang tepat. Perilaku peran
sakit yaitu kegiatan individu yang sakit untuk memperoleh kesembuhan.(Heri
Maulana, 2009).

2.2.2

Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalamaan

sensorik

dan

emosional

yang

tidak

menyenangkan, akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial,


bersifat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. (Aziz Alimul, 2008).
Menurut Tamsuri (2007), secara umum nyeri merupakan rasa yang tidak
nyaman, baik ringan maupun berat yang keadaannya mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalami
nyeri.
Menurut The Joint Commission International (JCI) 2011, nyeri sering disertai
dengan respon emosional dan situasional seperti penderitaan untuk pasien,
oleh karena itu, manajemen efektiflah yang bisa dilakukan untuk responrespon tersebut dalam pengelolaan nyeri.
Jadi, nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan dan
tidak nyaman bersifat subyektif dan hanya eksistensinya diketahui bila
seseorang pernah mengalami nyeri atau yang dapat menjelaskan atau

25

mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya, oleh karena itu manajemen efektif
yang bisa melakukan respon-respon tersebut.
2.2.2.1 Penyebab Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam 2 golongan yaitu penyebab yang

berhubungan dengan fisik dan yang berhubungan dengan psikis.


Secara fisik penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis,
kimiawi maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi
darah, dan lain-lain:
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas

mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka.


Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor

mendapat rangsangan akibat panas, dingin.


Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.
Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik

yang kuat mengenai resptor rasa nyeri.


Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau
kerusakan jaringan yang mengandung resptor nyeri dan juga karena
tarikan, jepitan, atau metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena
kerusakan ujung-ujung saraf resptor akibat adanya peradangan atau
terjepit oleh pembengkakan.

Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan


bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan
pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena faktor disebutkan pula
psychogenic pain. (Asmadi, 2008).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nyeri disebabkan oleh faktor
fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut

26

saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan-jaringan
tertentu yang terletak lebih dalam.

2.2.2.2 Klasifikasi Nyeri


Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada
tempat, sifat, berat ringannya nyeri, waktu, dan lamanya serangan, lokasi

nyeri, kemampuan manusia beradaptasi terhdap nyeri.


Nyeri berdasarkan tempatnya:
Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh

misalnya pada kulit, mukosa.


Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih

dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.


Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ atau struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh

di daerah yang berbeda,bukan daerah asal nyeri.


Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain.

Nyeri berdasarkan sifatnya:


Incidental pain, yaitu nyeri timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
Stedy pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu

yang lama.
Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap 10-15 menit, lalu

menghilang, kemudian timbul lagi.


Nyeri berdasarkan berat ringannya:
Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi

27

Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:


Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti
luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri

koroner.
Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan
periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali
lagi nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang
konstan, artinya rasa nyeri tersebut terusmenerus tersa makin lama
semakin

meningkat

intensitasnya

walaupun

telah

diberikan

pengobatan. (Asmadi, 2010).


Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Sumber : Barbara C. Long dikutip Arif Mutaqqin 2008
Karakteristik
Pengalaman
Sumber

Serangan

Waktu
Pernyataan Nyeri

Gejala-gejala Klinis

Pola
Perjalanan

Nyeri Akut
Nyeri Kronis
Satu kejadian
Satu situasi eksistensi
Sebab eksternal atau Tidak
diketahui
atau
penyakit dari dalam
pengobatan yang terlalu
lama
Mendadak
Bisa
mendadak,
berkembang
dan
terselubung
Sampai 6 bulan
Lebih dari 6 bulan sampai
bertahun-tahun
Daerah
nyeri
tidak Daerah
nyeri
sulit
diketahui dengan pasti
dibedakan intensitasnya,
sehingga sulit di evaluasi
Pola respons yang khas Pola
respons
yang
dengan gejala yang lebih bervariasi dengan sedikit
jelas
gejala (adaptasi)
Terbatas
Berlangsung
terus,
dapatbervariasi
Biasanya
berkurang Penderitaan
meningkat
setelah beberapa saat
setelah beberapa saat

28

Nyeri berdasarkan lokasinya:


Nyeri kulit, adalah nyeri dirasakan dikulit atau dijaringan subkutan
(misalnya nyeri yang dirasakan ketika termasuk jarum atau lutut
lecet). Nyeri kulit terlokasi dengan baik di dermatom (daerah kulit
yang dipersarafi oleh segmen medula spinalis tertentu), dan disalurkan

secara cepat.
Nyeri somatik dalam, adalah nyeri yang berasal dari tulang dan sendi,
tendon, otot rangka, pembuluh darah, tekanan saraf dalam. Sakit
kepala dianggap sebagai nyeri somatik dalam. Nyeri somatik dalam

adalah nyeri lambat, yang dapat menyebar sepanjang rute saraf.


Nyeri viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau toraks. Nyeri
viseral biasanya adalah nyeri hebat dan dapat terlokalisasi dengan baik
disatu titik, tetapi juga dapat dialihkan ke bagian tubuh yang berbeda
(reffered pain). Nyeri viseral terlokalisasi di dertom embrionik dan
disebabkan oleh stimulus beberapa resptor nyeri. (Elizabeth, J.
Corwin, 2009).

2.2.2.3 Tanda dan Gejala Nyeri


Pada nyeri yang menyerang saraf, rasa nyeri bisa berupa rasa terbakar, tajam
menusuk tumpul, rasa terbakar, geli (tingling), menyentak (shooting) yang
bervariasi dalam intensitas dan lokasinya. Sementara pada nyeri menyerang
otot, rasa nyeri bisa berupa rasa lembut di area otot yang nyeri, sakit, atau
kekuatan otot. Nyeri akut dapat mencetuskan hipertensi, takikardi, midriasis
tapi tidak bersifat diagnostik. Untuk nyeri kronis seringkali tidak ada tanda
yang nyata. (Zulliesikawati, 2011).

29

2.2.2.4 Alat Pengukur Nyeri


JCI mengembangkan standar untuk pengkajian dan pengobatan nyeri
berdasarkan pada rekomendasi Panduan Praktik Klinik Nyeri Akut. Standar
untuk pengkajian dan pengobatan nyeri seperti Numeric Rating Scale (NRS),
skala FACES Wong Baker dan Skala Verbal Desecriptor.
Verbal rating scale untuk mengklasifikasikan nyeri rendah, sedang, dan berat,
skala ini sering digunakan. Untuk pasien dengan kemampuan kognitif
terbatas, skala dengan gambar atau foto juga bisa dilakukan seperti skala
FACES Wong Beker. Berikut gambar skala nyeri secara Verbal Rating Scale
dan Numeric Rating Scale :

Gambar 2.1 Skala Nyeri Verbal Rating Scale dan Numeric Rating Scale

2.2.3 Pengertian Pengelolaan Nyeri Non Farmakologi


2.2.3.1 Terapi Non Famakologi
Menurut Intan, (2013) terapi non farmakologi adalah bentuk pengobatan
dengan cara pendekatan, edukasi, dan pemahaman tentang penyakit. Edukasi
kepada pasien atau keluarga betujuan untuk meningkatkan pemahaman
(mengenai penyakit LBP secara umum dan pola penyakit LBP sendiri),
meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan LBP sendiri
atau LBP mandiri), meningkatkan kepuasan, meningkatkan rasa percaya diri,
meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri, dan
membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan LBP.

30

Terapi non farmakologi pada pasien LBPberupa latihan seperti,rehat baring


(bed rest), mobilisasi, meningkatkan mekanika tubuh, mengubah nutrisi dan
penurunan BB, latihan metode William, dan Mc. Kenzie. (Purba JS, 2012;
Brunner&Suddarth, 2013).
1. Pada rehat baring, pasien harus tetap berbaring di tempat tidur selama
beberapa hari dengan sikap tertentu. Tirah baring direkomendasikan
selama 1 sampai 2 hari, maksimal 4 hari dan hanya dilakukan jika nyeri
berat. Tempat tidur diperbolehkan dari papan lurus dan ditutup dengan
lembar busa tipis, hanya saja tempat tidur tidak boleh memakai pegas dan
per. Menggunakan bantal dan sedikit memfleksikan lutut dengan ditopang
oleh sebuah bantal atau, pasien dapat menerapkan posisi lateral atau
miring dengan lutut dan pinggul difleksikan (posisi melengkung). Posisi
ini berguna untuk mengelimir gravitasi, mempertahankan kurvatura
anatomi vertebra, relaksasi otot, mengurangi hiperlordosis lumbal, dan
mengurangi tekanan intradiskal.

Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri punggung mekanik akut,
fraktur, dan HNP. Pada HNP sikap terbaring paling banyak ialah posisi
setengah duduk dimana tungkai dalam sikap fleksi pada sendiri panggul
atau lutut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan
yang dirasakan pasien.

31

2. Mobilisasi, kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah


dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Pada
pasien LBP mengalami kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri, kerusakan muskuloskeletal, kekakuan sendi dan kontraktur. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mencapai mobilitas fisik
dengan kriteria:klien dapat melakukan mobilitas secara bertahap,
penampilan seimbang, menggerakkan otot dan sendi, mampu pindah
tempat tanpa bantuan, dan berjalan tanpa bantuan. Oleh karena itu,
intervensi keperawatan yang dilakukan ialah koreksi tingkat kemampuan
mobilisasi dengan skala 0-4 yaitu 0: klien tidak tergantung pada orang lain,
1: klien butuh sedikit bantuan, 2: klien butuh bantuan sederhana, 3: klien
butuh bantuan banyak, dan 4 : klien sangat tergantung pada pemberian
pelayanan, kemudian atur posisi klien, bantu klien melakukan perubahan
gerak, observasi atau kaji terus kemampuan gerak motorik, keseimbangan,
ukur tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan latihan, anjurkan
keluarga klien untuk melatih dan memberi motivasi, kolaborasi dengan tim
kesehatan lain (fisioterapi untuk pemasangan korset), buat posisi seluruh
persendian dalam letak anatomis dan nyaman dengan memberikan
penyangga pada lekukan lekukan sendi serta pastikan posisi punggung
lurus.

3. Meningkatkan mekanika tubuh, mengajarkan pasien cara berdiri, duduk


berbaring, dan mengangkat barang secara tepat, yaitutumpukan berat
badan secara bergantian pada kedua kaki ketika berdiri dan istirahatkan

32

salah satu kaki pada sebuah bangku pendek, gunakan sepatu bertumit
rendah. Duduk dengan lutut dan pinggul difleksikan dan lutut sejajar
dengan pinggul atau lebih tinggi. Posisikan kaki datar pada lantai. Hindari
duduk pada bangku pendek atau kursi yang tidak menopang punggung
dengan kuat. Tidur miring dengan posisi lutut dan pinggul fleksi atau
telentang dengan posisi lutut fleksi dan ditopang, hindari tidur tengkurap.
Angkat benda dengan menggunakan otot paha, bukan otot punggung.
Buka kaki selebar pinggul sebagai dasar topangan yang luas, tekuk, lutut,
kencangkan otot abdomen, dan angkat benda ke dekat tubuh dengan
gerakan yang halus. Hindari gerakan memuntir dan gemetar. Bantu pasien
melaksanakan kembali tanggung jawab terkaitnya perannya jika perlu atau
tepat. Rujuk pasien untuk mengikuti fisioterapi atau konseling, jika perlu.

4. Mengubah nutrisi dan penurunan berat badan, jika pasien obes, bantu ia
menurunkan berat badan melalui modifikasi diet; dengan cara lain
menurunkan kadar profil lipid. Menurut Adam (2009) adalah dengan
melakukan diet rendah lemak dan karbohidrat, konsumsi lemak sehat,
mengkonsumsi makanan yang mengandung serat, membatasi konsumsi
kolesterol, hindari minuman yang mengandung alkohol, dan melakukan
aktivitas fisik atau olahraga. Untuk mencapai berat badan yang diinginkan
pasien harus

mengidentifikasi perlunya penurunan berat badan,

berpartisipasi dalam pengembangan rencana penurunan berat badan, dan


setia dengan program penurunan berat badan. Untuk perawatperhatikan
keberhasilan yang dicapai, dan berikan penguatan serta dorongan positif
untuk menumbuhkan kepatuhan.

33

5. Latihan Metode William (William Flexion)


William Flexion Exercise adalah program latihan yang terdiri atas 6
macam gerak yang bertujuan mengurangi nyeri punggung bawah atau
lordosis lumbal (kelainan tulang belakang tepat di atas bokong yang
melengkung ke dalam atau terlalu banyak lengkungan). Latihan metode
William telah menjadi dasar dalam manajemen nyeri pinggang bawah
selama beberapa tahun untuk mengobati beragam masalah nyeri pinggang
bawah berdasarkan temuan diagnosis. Dalam beberapa kasus, program
latihan ini digunakan ketika penyebab gangguan berasal dari facet joint
(kapsul-ligamen), otot, serta degenerasi corpus dan diskus. Tn. William
menjelaskan bahwa posisi posterior pelvic tilting adalah penting untuk
memperoleh hasil terbaik.
Gerakan 1
Posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, kemudian menekankan
punggung ke dasar lantai dengan cara mengkontraksikan otot-otot perut,
kontraksi otot perut dilakukan selama 5-8 hitungan (5-8 detik) dengan 4
kali pengulangan.

Gambar 2.2
Gerakan posisi tidur, gerakan 1
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009

34

Gerakan 2
Posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, kemudian
menekankan pantat ke dasar lantai dengan cara mengkontraksikan otototot punggung bagian bawah, kontraksi otot punggung bagian bawah
dilakukan selama 5-8 hitungan (5-8 detik) dengan 4 kali pengulangan.

Gambar 2.3
Gerakan posisi tidur, gerakan 2
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009

Gerakan 3
Posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, kemudian menarik
lutut 1 per 1 hingga menekan dada disertai mengangkat kepala hingga
dagu menyentuh dada, setiap gerakan dilakukan dan ditahan selama 5-8
hitungan (5-8 detik) dengan 4 kali pengulangan.

Gambar 2.4
Gerakan posisi tidur kemudian menarik lutut
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
Gerakan 4

35

Posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, kemudian menarik


kedua lutut hingga menekan dada disertai mengangkat kepala hingga
dagu menyentuh dada, setiap gerakan dilakukan dan ditahan selama 5-8
hitungan (5-8 detik) dengan 4 kali pengulangan.

Gambar 2.5
Gerakan posisi tidur disertai mengangkat dagu
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
Gerakan 5
Posisi tengkurapdengan salah satu lutut ditekuk hingga menempel dada,
posisi kepala terangkat hingga pandangan ke depan, otot-otot perut
ditekan pada paha dengan mengkontraksikan otot-otot punggung, setiap
gerakan dilakukan dan ditahan selama 5-8 hitungan (5-8 detik) dengan 4
kali pengulangan.

Gambar 2.6
Gerakan posisi tengkurap
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
Gerakan 6
Posisi tubuh berdiri dengan bersandar pada tembok atau dinding posisi
kaki satu langkah kedepan, kemudian menekan punggung hingga rata

36

dengan dinding atau tembok dengan mengkontraksikan otot-otot perut,


setiap kontraksi dilakukan dan ditahan selama 5-8 hitungan (5-8 detik)
dengan 4 kali pengulangan.

Gambar 2.7
Gerakan posisi berdiri
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
6. Latihan Metode Mc. Kenzie
Terapi latihan metode Mc. Kenzie merupakan suatu teknik latihan dengan
menggunakan gerakan badan kebelakang atau ekstensi, yang bertujuan
untuk penguatan dan peregangan otot-otot ekstensor dan fleksor sendi
lumbosacralis dan dapat mengurangi nyeri. Latihan ini diciptakan oleh
Robin Mc. Kenzie. Prinsip latihan Mc. Kenzie adalah memperbaiki postur
untuk mengurangi hiperlordosis lumbal. Sedangkan secara operasional
pemberian latihan untuk penguatan otot punggung bawah ditujukan untuk
otot-otot fleksor dan untuk peregangan ditujukan untuk otot-otot ektensor
punggung (Mc. Kenzie, 2008).
Gerakan 1
Posisi tidur tengkurap dengan mata terpejam selama 3-5 menit dengan
mengatur frekuensi pernafasan, yaitu dengan tarik nafas dalam dan
menghembuskan perlahan-lahan hingga seluruh tubuh merasakan rilek.

37

Gambar 2.8
Gerakan posisi tengkurap
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
Gerakan 2
Posisi tidur tengkurap dengan posisi kepala dan badan bagian atas
terangkat disangga dengan kedua lengan bawah, posisi siku fleksi 90,
gerakan ini dilakukan secara perlahan-lahan dengan kontraksi otot
punggung seminimal mungkin yaitu gerakan terjadi akibat dorongan dan
kontraksi dari otot-otot lengan, gerakan ini dilakukan dan ditahan selama 5
hitungan (5 detik) dengan 4 kali pengulangan.

Gambar 2.9
Gerakan posisi tengkurap dengan kepala dan badan terangkat
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
Gerakan 3
Posisi tidur tengkurap dengan posisi kepala dan badan bagian atas
terangkat disangga dengan kedua lengan lurus 180, gerakan ini dilakukan
secara perlahan-lahan dengan kontraksi otot punggung bagian bawah
seminimal mungkin yaitu gerakan terjadi akibat dorongan lengan, gerakan

38

ini dilakukan dan ditahan selama 5 hitungan (5 detik) dengan 4 kali


pengulangan.

Gambar 2.10
Gerakan posisi tengkurap dengan kepala dan badan bagian atas
terangkat disangga dengan kedua lengan lurus
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
Gerakan 4
Posisi tubuh berdiri tegak dengan kedua tangan diletakkan pada pinggang
(tolak pinggang), dorongkan tubuh bagian atas dan kepala ke belakang
sebatas kemampuan setiap gerakan dilakukan dan ditahan selama 5-8
hitungan (5-8) dengan 4 kali pengulangan

Gambar 2.11
Gerakan posisi tubuh berdiri tegak dengan kedua tangan diletakkan
dipinggang
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
Gerakan 5

39

Gerakan ke 5 ini sama dengan gerakan ke 4 pada metode William, yaitu


posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, kemudian menarik kedua
lutut hingga menekan dada namun posisi kepala tidak diangkat atau tetap
diletakkan pada lantai, setiap gerakan dilakukan dan ditahan selama 5-8
hitungan (5-8 detik) dengan 4 kali pengulangan.

Gambar 2.12
Gerakan posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
Gerakan 6
Posisi duduk tegak tanpa bersandar dengan kedua tangan diletakkan diatas
lutus, kemudian tubuh digerakan ke bawah dengan menekukan (fleksi)
pinggang hingga dada menyentuh paha hingga otot-otot punggung terulur
secara penuh, setiap gerakan dilakukan dan di tahan selama 5-8 hitungan (5-8
detik) dengan 4 kali pengulangan.

Gambar 2.13

40

Gerakan posisi duduk tegak tanpa bersandar dengan kedua tangan


diletakkan diatas lutut
Sumber: Leo Muchamad Dachlan, 2009
Gerakan-gerakan yang terdapat pada kedua metode ini pada umumnya
mengakibatkan terjadinya penguluran dan kontraksi yang ringan pada otototot punggung sehingga flesibilitas otot-otot punggung dapat tercapai. Pada
kenyataan dilapangan cuplikan dari kedua metode ini sudah seing
diaplikasikan kepada pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah namu
belum ada pembuktian secara administratif dan klinis terhadap pengurangan
rasa nyeri punggung bawah.

2.2.4

Pengertian Nyeri Punggung Bawah atau Low Back Pain (LBP)


Dalam bahasa kedokteran Inggris, nyeri pinggang dikenal sebagai Low Back
Pain. Nyeri Punggung Bawah atau Nyeri Pinggang (Low Back Pain) adalah
nyeri di daerah lumbosakral dan sakroiliaka.
LBP adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat berupa
nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri yang
berasal dari punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain, atau sebaliknya
nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah
(referred pain). LBP pada hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan
bukan merupakan penyakit spesifik.
LBP adalah nyeri yang terbatas pada regio lumbal, tetapi gejalanya lebih
merata dan tidak hanya terbatas pada satu radiks saraf, namun secara luas
berasal dari diskus intervertebralis lumbal yang mungkin disebabkan oleh

41

masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Nyeri punggung bawah dapat
mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga dapat disebabkan
oleh kondisi degeneratif seperti penyakit artritis, osteoporosis atau penyakit
tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau
kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas, merokok, berat badan saat
hamil, stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan
yang dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga dapat menyebabkan nyeri
punggung bawah. Nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa
diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah
lumbal atau lumbo sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah
tungkai dan kaki. (Dachlan, 2009).
2.2.4.1 Klasifikasi Low Back Pain (LBP)
Nyeri punggung bawah (Low Back Pain) disebakan oleh berbagai kelainan
atau perubahan patologik yang mengenai berbagai macam organ atau jaringan
tubuh. Oleh karena itu, beberapa ahli membuat klasifikasi yang berbeda atas
dasar kelainannya atau jaringan yang mengalami kelainan tersebut.
Klasifikasi LBP sebagai berikut. (Harsono, 2009) :
1. Low Back Pain Viserogenik
LBP yang disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera di
daerah pelvis serta tumor reroperitineal. Nyeri viserogenik ini tidak
bertambah berat dengan aktivitas tubuh dan sebaliknya tidak berkurang
dengan istirahat. Pasien LBP viserogenik yang mengalami nyeri hebat
akan selalu mengeliat dalam upaya untuk meredakan perasaan nyerinya.

42

Adanya ulserasi atau tumor di idnding ventrikulus dan duodenum akan


menimbulkan induksi nyeri di daerah epigastrium. Tetapi bila dinding
bagian belakang turut terlibat dan terutama apabila teras di punggung.
Nyeri tadi biasanya terasa digaris tengah setinggi lumbal pertama dan
dapat naik sampai torakal ke-6.

2. Low Back Pain Vakulogenik


Aneurisma atau penyakit vascular perifer dapat menimbulkan nyeri
punggung atau menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal dapat
menimbulkan LBP di bagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan
aktivitas tubuh.

3. Low Back Pain Neurogenik


Keadaan patologik pada saraf dapat menyebabkan nyeri punggung bawah,
yaitu:

Neoplasma
Neoplasma interkanalis spinal sering ditemukan ialah neurioma,
hemangloma, ependimoma dan meningioma. Nyeri yang diakibatkan
neoplasma ini sering sulit dibedakan dengan nyeri akibat LBP. Pada
umumnya gejala pertama adalah rasa nyeri baru kemudian timbul
gejala neurologik yaitu gangguan motorik, sensibilitas, dan vegetative.
Rasa nyeri sering timbul waktu sedang tidur sehingga membangunkan
pasien. Rasa nyeri berkurang dengan jalan.

Araknoiditis

43

Pada araknoiditis terjadi perlengkapan-perlengkapan. Nyeri timbul


bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut.

Stenosis Kanalis Spinalis


Menyempitnya kanalis spinalis disebabkan oleh karena proses
degenerasi diskus intervertebralis dan biasanya disertai oleh
ligamentum. Gejala klinik yang timbul ialah adanya klauikasio
intermiten yang disertai rasa kesemutan dan pada saat pasien istirahat
maka rasa nyerinya massih tetap ada. Bedanya dengan klausdikasio
intermitten pada penyumbatan arteri ialah disini denyut nadi hilang
dan tidak ada rasa kesemutan.

4. Low Back Pain Spondilogenik


LBP Spondilogenik ialah suatu nyeri yang disebabkan oleh berbagai
proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang
(osteogenik),

diskus

intervertebralis

(diskogenik)

dan

miofasial

(miogenik) dan proses patologik di artikulasio sakroilika.

LBP Osteogenik sering disebabkan oleh:


Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis
tuberkolosa, yang masih sering dijumpai meskipun jarang ditemui di
dareah lumbal, karena predileksinya di daerah torakal.
Trauma, yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis

(bergesernya korpus vertebra terhadap korpus vertebra bawahnya).


LBP Diskogenik, disebabkan oleh:
Spondilitis, ini disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada
diskus vertebralis, yang mengakibatkan menyempitnya jarak antara
vertebra sehingga menyebabkan terjadinya osteofit, penyempitan

44

kanalis spinalis dan foramen intervertebrale dan iritasi persendian


posterior. Rasa nyeri pada spondilitis ini disebabkan oleh terjadinya
osteoarthritis dan tertekannya readiks oleh kantong durameter yang
mengakibatkan iskemi dan radang.
Hernia nukleus pulposus (HNP) ialah keadaan nucleus purposes
keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinal
melalui annulus fibrosus yang robel. Penonjolan dapat terjadi dibagian
lateral dan ini banyak terjadi, disebut HNP lateral, dapat pula terjadi
dibagian tengah dan disebut HNP sentral. Dasar terjadinya HNP ini
adalah proses degenerasi diskus intervertebralis, maka banyak terjadi
pada usia pertengahan.
Spondilitis ankilosa, proses ini biasanya mulai dari sendi sakroiliaka,
yang kemudian menjalar ke atas, ke daerah leher. Gejala permulaan
berupa rasa kaku di punggung bawah waktu bangun tidur dan hilang
setelah mengandakan gerakan. Pada foto rontgen terlihat gambaran

yang mirip dengan ruas-ruas bambu sehingga disebut bamboo spine.


LBP Miogenik, disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot,
defisiensi otot hipersensistif.
Ketegangan otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau
berulang-ulang pada posisi yang sama akan memendekan otot yang
akhirnya akan menimbulkan perasaan nyeri. Keadaan ini tidak akan
terlepas dari kebiasaan buruk atau sikap tubuh yang tidak atau kurang
fisiologik.
Spasme otot atau kejang otot, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba
dimana jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau
kaku atau kurang pemansan. Spasme otot ini memberi gejala khas,

45

ialah dengan adanya kontraksi otot yang disertai nyeri yang hebat.
Setiap gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah
kontraksi.
Defisiensi otot, dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat
dari mekanisasi yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama
maupun karena imobilisasi.
Otot yang hipersensitif akan menciptakan suatu daerah kecil apabila
dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah
tertentu (target area). Daerah kecil ini disebut sebagai noctah picu
(tigger point).
5. Low Back Pain Psikogenik
Nyeri jenis ini tidak jarang ditemui, tetapi biasanya ditemukan setelah
dilakukan pemeriksaan yang lengkap, dan hasilnya tidak memberikan
jawaban yang pasti. Hal ini memang besifat legartis, dimana semua
kemungkinan faktor organik tidak dapat dibuktikan sebagai faktor etiologi
LBP. LBP psikogenik pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa
atau kecemasan dan depresi atau campuran antara kecemasan dan depresi.

2.2.5 Faktor Risiko


2.2.5.1 Usia
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau
makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Nyeri punggung bawah
merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan usia. Secara teori, nyeri
punggung bawah dapat dialami oleh siapa saja, pada usia berapa saja. Namun
beberapa orang lebih rentan daripada yang lainnya. Nyeri punggung bawah
menjadi lebih rentan seiring dengan bertambahnya usia. Nyeri punggung

46

bawah sering terjadi pada usia 35-65 tahun. Pertambahan usia seseorang akan
disertai penurunan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Salah satunya
yaitu terjadinya degenerasi tulang pada usia 40 tahun ke atas dengan proses
kemampuan kerja tulang yang sudah menurun. Hal ini dapat meningkatkan
risiko LBP. Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada
tulang. Pada usia 30 tahun sama halnya terjadi degenerasi yang berupa
kerusakan jaringan, yaitu penggantian jaringan menjadi jaringan parut, dan
pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot
menjadi berkurang. Begitupun dengan anak-anak saat ini semakin berisiko
mengalami nyeri punggung bawah akibat menghabiskan waktu terlalu banyak
di depan komputer atau membawa tas sekolah yang berat (Bull, 2010).
2.2.5.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan
perempuan

yang

menentukan

perbedaan

peran

mereka

dalam

menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan. Laki-laki dan


perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang
sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang
dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita
keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus
menstruasi. Selain itu, perempuan akan mengalami kelemahan otot-otot
abdomen pada saat hamil. Pada masa pertengahan kehamilan massa uterus
menjadi lebih berat sehingga pusat gravitasi ibu hamil berubah sehingga
dapat menimbulkan nyeri punggung bawah (Melatunan, 2008).

2.2.5.3 Berat Badan

47

Berat Badan adalah ukuran yang lazim atau sering dipakai untuk menilai
keadaan suatu gizi manusia dan kelebihan BB disebut obesitas. Obesitas atau
kegemukan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan
terjadinya penimbunan lemak berlebihan di jaringan lemak tubuh. Kondisi ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan
kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan dengan
kebutuhan. Kelebihan tersebut disimpan dalam jaringan lemak. Seseorang
dikatakan obesitas apabila mempunyai berat badan lebih dari 20% berat
badan ideal. Berat badan yang berlebihan (overweight

atau obesitas)

menyebabkan tonus otot abdomen lemah, sehingga pusat gravitasi seseorang


akan terdorong ke depan dan menyebabkan lordosis lumbalis, akan
bertambah yang kemudian menimbulkan kelelahan pada otot paravertebrata,
hal ini merupakan risiko terjadinya LBP (Trimunggara, 2010).
2.2.5.4 Tinggi Badan
Tinggi badan adalah ukuran posisi tubuh berdiri (vertikal) dengan kaki
menempel pada lantai, posisi kepala dan leher tegak, pandangan rata-rata air,
dada dibusungkan, perut datar dan tarik nafas beberapa saat (Murtiantmo,
2008). Beberapa studi telah meneliti hubungan antara dimensi fisik tubuh dan
nyeri punggung bawah. Satu laporan menunjukkan bahwa risiko nyeri
punggung bawah meningkat bagi pria yang bertinggi lebih dari 180 cm dan
wanita diatas 170 cm dibandingkan 10 cm lebih pendek. Juga mereka dengan
massa tubuh yang lebih besar berada pada risiko yang lebih besar. Massa
tubuh yang lebih besar mendorong perubahan degeneratif yang lebih awal
pada pembebanan sendi dan struktur tulang belakang menyebabkan nyeri
punggung. Studi telah menunjukkan bahwa ada korelasi kuat antara obesitas

48

dan nyeri 20 punggung bawah. Perbedaan panjang kaki juga telah dianggap
sebagai factor risiko individu terkena nyeri punggung bawah (Taori, 2011).

2.2.5.5 Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan oleh manusia untuk tujuan yang
dilakukan dengan cara yang baik dan benar. Nyeri punggung bawah dapat
timbul pada berbagai situasi kerja, namun pekerjaan tertentu menyebabkan
risiko yang lebih besar dari yang lainnya. Secara umum, pekerjaan seperti
mengangkat barang berat, menangani benda besar pada tempat yang tidak
seharusnya, atau mengemudi jarak jauh pada tanah yang kasar, semua hal
tersebut dapat meningkatkan risiko nyeri punggung. Pekerjaan kantor juga
dapat meningkatkan risiko tersebut. Duduk sepanjang hari di tempat kerja dan
melakukan tugas berulang seperti mengetik atau menjawab telepon akan
memunculkan masalah (Bull, 2006). Pekerjaan yang mengharuskan
mengangkat benda berat, mendorong, atau menarik, terutama ketika
melibatkan gerakan memutar atau getaran pada tulang belakang, dapat
menyebabkan atau memberikan kontribusi untuk nyeri punggung, terutama
jika memiliki postur tubuh yang buruk atau duduk seharian di kursi tidak
nyaman (Schoenstadt, 2006).
2.2.5.6 Aktivitas
Aktivitas adalah kegiatan atau keaktifan jadi segala sesuatu yang dilakukan
atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Dalam
beraktivitas secara fisik seringkali terdapat sikap tubuh yang salah, sikap
tubuh yang salah tersebut merupakan penyebab nyeri punggung yang sering
tidak disadari oleh pasiennya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan.
Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, 21 mengangkat beban pada

49

posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri punggung, misalnya pada pekerja
kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang
pada kursi, atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan
punggunggnya pada waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri
dengan membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti
tidur pada kasur yang tidak menopang tulang belakang. Kasur yang
diletakkan diatas lantai lebih baik dari pada tempat tidur yang bagian
tengahnya lentur. Posisi menganggkat beban dari posisi berdiri langsung
membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya
beban tersebut langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi
yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih
dahulu. Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan,
beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri
lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang
menonton lebih dari 2 jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10
anak tangga dalam sehari, berjalan dari 3,2 km dalam sehari dapat pula
meningkatkan risiko timbulnya nyeri punggung.

2.2.5.7 Kebiasaan Merokok


Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan
bagi si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik
bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Kebiasaan
merokok diketahui menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan.
Hubungannya dengan kejadian nyeri punggung bawah, di duga karena
perokok memiliki kecenderungan untuk 22 mengalami gangguan pada
peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang. Data dari 562 individu dari

50

sebuah studi prospektif berbasis komunitas mengungkap bahwa diantara


perokok, pekerjaan yang melibatkan mengangkat beban yang dan berdiri
lama terkait dengan nyeri punggung bawah dikalangan non-perokok.
Merokok menyebabkan berkurangnya perfusi dan mal nutrisi jaringan di
daerah tulang belakang, menyebabkan jaringan ini tidak efisien untuk
bereaksi terhadap stress mekanik (Morewitz, 2006).

2.2.5.8 Abnormalitas Struktur


Abnormalitas struktur merupakan ketidaknormalan struktur tulang belakang
seperti pada skoliosis lordosis, maupun kifosis, merupakan faktor risiko untuk
terjadinya LBP. Kondisi menjadikan beban yang ditumpu oleh tulang
belakang jatuh tidak pada tempatnya, sehingga memudahkan timbulnya
berbagai gangguan pada strutktur tulang belakang.

2.2.5.8 Faktor Psikososial


Faktor psikososial merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
baik secara psikologis maupun sosial, masalah-masalah kesehatan reproduksi
dilihat dari aspek psikososial pada saat fase prenatal (dalam kandungan), fase
postnatal, masa remaja, dan fase klimakterium atau menopause. Berbagai
faktor psikologis dan sosial dapat meningkatkan risiko nyeri punggung
bawah. Penelitian telah menunjukkan bahwa kecemasan, depresi, stress,
tanggung jawab, ketidakpuasan kerja, mental, stress di tempat kerja dapat
menempatkan orang-orang pada peningkatkan risiko nyeri punggung bawah
kronis. Takut sakit, keyakinan negatif, pelecehan seksual, ketakutan,

51

penghindaran, dan gejala somatisasi (merasa sakit tanpa adanya penyakit)


juga dapat menimbulkan risiko (Ginting, 2010).

2.2.5.9 Riwayat Nyeri Punggung Bawah


Sebelumnya individu dengan riwayat nyeri punggung bawah sebelumnya
memiliki kecenderungan dan risiko untuk berulangnya kembali gangguan
tersebut.

2.3 Kerangka Teori


Skema 2.1 Kerangka Teori

Peran Perawat Sebagai Pendidik

Wawasan Ilmu Pengetahuan


Komunikasi
Pemahaman Psikologis
Role Model

Mendidik Pasien LBP


Perilaku Pengelolaan Nyeri

Terapi Non Farmakologi

Nyeri
atau
Nyeri jarang muncul

52

Sumber : Sudarma, 2008; Asmadi, 2008; Nursalam, 2008; Colloege of


Nurses in Ontario, 2009; JCI, 2012; Potter&Perry, 2005; Bestable,
2002; Kozier, 2008; Simamora, 2009; Purba JS, 2012;Dachlan, 2009.

BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan hubungan antar variabel yang diteliti. Variabel
dalam penelitian ini adalah peran perawat sebagai educator (wawasan ilmu
pengetahuan, komunikasi, pemahaman psikologis, role model) dan perilaku
pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien Low Back Pain, maka kerangka
konsep dalam penelitian ini adalah :
Variabel Independen
Peran Perawat Sebagai Pendidik

Wawasan Ilmu Pengetahuan


Komunikasi
Pemahaman Psikologis
Role Model

Variabel Dependen
Perilaku Pengelolaan
Nyeri Non Farmakologi
pada Pasien Low Back

53

Skema 3.1 di atas menggambarkan hubungan peran perawat sebagai pendidik


dengan perilaku pengelolaan nyeri pada pasien Low Back Pain di Rumah Sakit
Royal Taruma Jakarta Barat.

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian. Menurut Nursalam (2014), hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi
tentang hibungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab
suatu pertanyaan dalam penelitian. Hipotesis penelitian ini terdiri dari hipotesis
nol dan hipotesis alternatif.
Hipotesis nol (H0) :
52
Tidak ada hubungan peran perawat
sebagai pendidik dengan perilaku
pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien Low Back Pain di Rumah Sakit
Royal Taruma Jakarta Barat.
Hipotesis alternatif (Ha) :
Ada hubungan peran perawat sebagai pendidik dengan perilaku pengelolaan
nyeri non farmakologi pada pasien Low Back Pain di Rumah Sakit Royal Taruma
JakartaBarat.
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan suatu cara untuk memberikan pemahaman yang
sama terhadap variabel penelitian yang akan diteliti. Definisi operasional ini
untuk menentuikan metode penelitian yang akan digunakan dalam meneliti.
Definisi operasional diperlukan agar pengukuran variabel dan pengumpulan data

54

konsisten antara sumber data (responden) yang satu dengan responden yang lain
(Notoatmodjo, 2010).

55

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Analisis Hubungan Peran Perawat Sebagai Pendidik dalam Pengelolaan Nyeri
Non Farmakologi Pada Pasien Low Back Pain (LBP) di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat
Dimensi
No.
Variabel
atau
Definisi Operasional
Sub Variabel
1. Variabel
Wawasan Ilmu Perawat mempunyai ilmu
Independen:
Pengetahuan
pendidikan kesehatan untuk
Peran
Perawat
pasien LBP, agar pasien
Sebagai Pendidik
dapat memahami tentang
cara
mengatasi
nyeri
punggung bawah secara non
farmakologi.

Komunikasi

Perawat berinteraksi dengan


pasien
LBP
untuk
memberikan
penjelasan
tentang mengatasi nyeri
punggung bawah secara non

Alat Ukur
Lembar kuesioner ;
Tidak Setuju (TS) = 1
Kurang Setuju (KS) =
2
Setuju (S) = 3
Sangat Setuju(SS)= 4

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala

Peneliti
1. Kurang
Ordinal
memberika
Baik,
n petunjuk
jika skor
untuk
responde
mengisi
n 84.7
kuesioner,
2.
Baik,
pasien LBP
jika skor
diminta
responde
untuk
mengisi
n 84.7
lembar
kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai
mean,
karena data
distribusi
normal.
Lembar kuesioner ;
Peneliti
1. Kurang
Ordinal
Tidak Setuju (TS) = 1 memberika
Baik,
n
petunjuk
Kurang Setuju (KS) =
jika skor
untuk
2
responde
mengisi

56

farmakologi.

Pemahaman
Psikologis

Perawat peka terhadap


keadaan pasien LBP, ketika
nyeri punggung bawah
muncul dan membantu
pasien dalam mengatasi
nyerinya
dengan
menyampaikan
informasi
secara menyentuh hati agar
setiap ide perawat dapat
langsung diterima oleh
pasien LBP.

Setuju (S) = 3
kuisioner,
n 84.7
Sangat Setuju (SS) = pasien LBP 2. Baik,
diminta
4
jika skor
untuk
responde
mengisi
n 84.7
lembar
kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai
mean,
karena data
distribusi
normal.
Lembar kuesioner ;
Peneliti
1. Kurang
Ordinal
memberika
Tidak Setuju (TS) = 1
Baik,
n
petunjuk
Kurang Setuju (KS) =
jika skor
untuk
2
responde
mengisi
Setuju (S) = 3
n 84.7
kuesioner,
2.
Baik,
Sangat Setuju (SS) = pasien LBP
4
jika skor
diminta
responde
untuk
mengisi
n 84.7
lembar
kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai

57

Role Model

Perawat melakukan dengan


membuktikan
secara
langsung melalui peran
sebagai
contoh
dalam
pengajaran
perilaku
pengelolaan
nyeri
non
farmakologi pada pasien
LBP.

mean,
karena data
distribusi
normal.
Lembar kuesioner ;
Peneliti
1. Kurang
Ordinal
memberika
Tidak Setuju (TS) = 1
Baik,
n
petunjuk
Kurang Setuju (KS) =
jika skor
untuk
2
responde
mengisi
Setuju (S) = 3
n 84.7
kuesioner,
2.
Baik,
Sangat Setuju (SS) = pasien LBP
4
jika skor
diminta
responde
untuk
mengisi
n 84.7
lembar
kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai
mean,
karena data
distribusi
normal.

58

2.

Variabel
Tirah Baring
Dependen:
Perilaku
Pengelolaan Nyeri
Non Farmakologi
Pada Pasien Low
Back Pain

Mobilisasi

Pasien LBP harus tetap Lembar kuesioner ;


istirahat di tempat tidur Tidak Setuju (TS) = 1
selama beberapa hari.
Kurang Setuju (KS) =
2
Setuju (S) = 3
Sangat Setuju (SS) =
4

Peneliti
1. Kurang
Ordinal
memberika
Baik,
n petunjuk
jika skor
untuk
responde
mengisi
n 103.0
kuesioner,
pasien LBP 2. Baik,
jika skor
diminta
responde
untuk
mengisi
n 103.0
lembar
kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai
mean,
karena data
distribusi
normal.
Kemampuan pasien LBP Lembar kuesioner ;
Peneliti
1. Kurang
Ordinal
untuk
bergerak
secara Tidak Setuju (TS) = 1 memberika
Baik,
n
petunjuk
bebas, mudah dan teratur.
Kurang Setuju (KS) =
jika skor
untuk
2
responde
mengisi
Setuju (S) = 3
n 103.0
kuesioner,
Sangat Setuju (SS) = pasien LBP 2. Baik,
4
jika skor
diminta
responde
untuk
mengisi
n 103.0
lembar

59

kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai
mean,
karena data
distribusi
normal.
Meningkatkan
mekanika
tubuh

Pasien LBP memperbaiki


penggunaan tubuh yang
aman,
efisien,
dan
terkoordinasi
untuk
menggerakkan objek dan
melakukan aktifitas hidup
sehari-hari

Lembar kuesioner ;
Tidak Setuju (TS) = 1
Kurang Setuju (KS) =
2
Setuju (S) = 3
Sangat Setuju (SS) =
4

Peneliti
1. Kurang
Ordinal
memberika
Baik,
n petunjuk
jika skor
untuk
responde
mengisi
n 103.0
kuesioner,
2.
Baik,
pasien LBP
jika skor
diminta
responde
untuk
mengisi
n 103.0
lembar
kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai
mean,
karena data
distribusi
normal.

60

Mengubah
nutrisi
dan
penurunan
berat badan

Pasien LBP harus mengatur


diet,
agar
melalui
pengaturan diet pasien LBP
dapat mengurangi terjadinya
penumpukan
lemak
di
dalam tubuh

Metode
William

Program latihan yang terdiri


atas 6 macam gerak yang
bertujuan mengurangi nyeri
punggung
bawah
atau
lordosis lumbal (kelainan
tulang belakang tepat di atas
bokong yang melengkung
ke dalam atau terlalu
banyak lengkungan).

Lembar kuesioner ;
Tidak Setuju (TS) =
1Kurang Setuju (KS)
=2
Setuju (S) = 3
Sangat Setuju (SS) =
4

Peneliti
1. Kurang
Ordinal
memberika
Baik,
n petunjuk
jika skor
untuk
responde
mengisi
n 103.0
kuesioner,
pasien LBP 2. Baik,
jika skor
diminta
responde
untuk
mengisi
n 103.0
lembar
kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai
mean,
karena data
distribusi
normal.
Lembar kuesioner ;
Peneliti
1. Kurang
Ordinal
Tidak Setuju (TS) = 1 memberika
Baik,
n
petunjuk
Kurang Setuju (KS) =
jika skor
untuk
2
responde
mengisi
Setuju (S) = 3
n 103.0
kuesioner,
Sangat Setuju (SS) = pasien LBP 2. Baik,
4
jika skor
diminta
responde
untuk
mengisi
n 103.0
lembar

61

kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai
mean,
karena data
distribusi
normal.
Metode
Kenzie

Mc Latihan
dengan
menggunakan
gerakan
badan kebelakang atau
ekstensi, yang bertujuan
untuk
penguatan
dan
peregangan
otot-otot
ekstensor dan fleksor sendi
lumbosacralis dan dapat
mengurangi nyeri.

Lembar kuesioner ;
Tidak Setuju (TS) = 1
Kurang Setuju (KS) =
2
Setuju (S) = 3
Sangat Setuju (SS) =
4

Peneliti
1. Kurang
Ordinal
memberika
Baik,
n petunjuk
jika skor
untuk
responde
mengisi
n 103.0
kuesioner,
2.
Baik,
pasien LBP
jika skor
diminta
responde
untuk
mengisi
n 103.0
lembar
kuesioner
Cut of point
yang
di
gunakan
adalah nilai
mean,
karena data
distribusi
normal.

62

3.

Variabel
Counfounding :
Faktor Risiko

Usia

Satuan
waktu
yang
mengukur
waktu
keberadaan suatu makhluk
dan
untuk
mengetahui
satuan waktu pada pasien
LBP.

Jenis Kelamin

Suatu ciri yang menentukan


perbedaan secara fungsi
biologi
laki-laki
dan
perempuan pada pasien
LBP.

Berat Badan

Suatu ukuran yang menilai


keadaan gizi pasien LBP.

Lembar kuesioner ;
Tidak Setuju (TS) = 1
Kurang Setuju (KS) =
2
Setuju (S) = 3
Sangat Setuju (SS) = 4

Peneliti
memberika
n petunjuk
untuk
mengisi
kuesioner,
pasien LBP
diminta
untuk
mengisi
lembar
kuesioner
Lembar kuesioner ;
Peneliti
Tidak Setuju (TS) = 1 memberika
Kurang Setuju (KS) = n petunjuk
2
untuk
Setuju (S) = 3
mengisi
Sangat Setuju (SS) = 4 kuesioner,
pasien LBP
diminta
untuk
mengisi
lembar
kuesioner
Lembar kuesioner ;
Peneliti
Tidak Setuju (TS) = 1 memberika

1. 17-25
2. 26-35
3. 36-45
4. 46-55
5. 56-65
6. > 65

Nominal

1. Laki-Laki
2. Perempuan

Nominal

1.41-50 kg
2.51-60 kg

Nominal

63

Kurang Setuju (KS) =


2
Setuju (S) = 3
Sangat Setuju (SS) = 4

Tinggi Badan

n petunjuk
untuk
mengisi
kuesioner,
pasien LBP
diminta
untuk
mengisi
lembar
kuesioner
Jarak maksimum dari vertek Lembar kuesioner ;
Peneliti
ke telapak kaki
Tidak Setuju (TS) = 1 memberika
Kurang Setuju (KS) = n petunjuk
2
untuk
Setuju (S) = 3
mengisi
Sangat Setuju (SS) = 4 kuesioner,
pasien LBP
diminta
untuk
mengisi
lembar
kuesioner

3.61-70 kg
4.71-80 kg
5.81-90 kg

1.141-153 cm Nominal
2.154-165 cm
3.166-170 cm
4.171-176 cm
5.177-181 cm
6. 181 cm

64

65

Tabel 3.2 Kisi Kisi Instrumen Penelitian Analisis Hubungan Peran Perawat Sebagai Pendidik dengan Perilaku Pengelolaan Nyeri
Non Farmaakologi Pada Pasien Low Back Pain (LBP) di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat

Variabel
Variabel
Indenpenden :
Peran Perawat
Sebagai Pendidik

Dimensi
atau
Sub Variabel
Wawasan
Pengetahuan

Komunikasi

Definisi Operasinal
Perawat mempunyai ilmu
pendidikan kesehatan untuk
pasien LBP, agar pasien
dapat memahami tentang
cara
mengatasi
nyeri
punggung bawah secara non
farmakologi.
Perawat berinteraksi dengan
pasien
LBP
untuk
memberikan
penjelasan
tentang mengatasi nyeri
punggung bawah secara non
farmakologi.

Jumlah
No. Item
Pernyataan Pernyataan

Indikator
1.
2.
3.
4.

Paham definisi LBP.


Paham klasifikasi LBP.
Paham faktor risikoLBP.
Paham pengelolaan nyeri
farmakologi LBP.

1-4

5-13

non

1. Jelaskan pengelolaan rehat baring


2. Jelaskan cara mobilisasi.
3. Jelaskan
cara
meningkatkan
mekanika tubuh.
4. Jelaskan cara mengubah nutrisi, dan
penurunan berat badan.
5. Bina hubungan pada pasien dengan
menyampaikan informasi dengan
lemah lembut.
6. Bina hubungan pada pasien dengan
menyampaikan informasi dengan
jelas.
7. Bina hubungan pada pasien dengan
menyampaikan informasi dengan
senyuman.
8. Bina hubungan pada pasien dengan

66

9.

Pemahaman
Psikologis

Perawat peka terhadap


keadaan pasien LBP, ketika
nyeri punggung bawah
muncul dan membantu
pasien dalam mengatasi
nyerinya
dengan
menyampaikan
informasi
secara menyentuh hati agar
setiap ide perawat dapat
langsung diterima oleh
pasien LBP.

1.

2.

3.

4.

5.
6.
7.
Role Model

Perawat melakukan dengan 1.


membuktikan
secara
langsung melalui peran
sebagai
contoh
dalam 2.

menyampaikan informasi dengan


caring pada pasien.
Berikan nasihat kepada pasien, yang
sebelumnya tidak paham cara
mengatasi nyeri punggung bawah
non farmakologi menjadi paham
dengan baik.
Berikan informasi yang dibutuhkan
oleh pasienLBPseperti menghindari
naik turun tangga.
Berikan informasi yang dibutuhkan
oleh pasien LBPseperti menghindari
mengangkat beban berat.
Berikan informasi yang dibutuhkan
oleh pasien LBPseperti menghindari
membungkuk.
Berikan informasi yang dibutuhkan
oleh pasien LBPseperti memakai
korset saat beraktivitas.
Berikan terapi yang tepat pada
pasien LBP.
Jalin komunikasiterapeutik yang
baik dengan pasien.
Berikan rasa senang dan nyaman
pada pasien.
Berikan contoh berbaring di tempat
tidur selama beberapa hari dengan
sikap tertentu (rehat baring).
Berikan contoh bergerak secara

14-20

21-26

67

pengajaran
pengelolaan
farmakologi
LBP.

Variabel Dependen :
Perilaku Pengelolaan
Nyeri Non
Farmakologis Pada
Pasien Low Back Pain

Tirah Baring

Mobilisasi

perilaku
bebas,
mudah,
dan
teratur
nyeri
non
(mobilisasi).
pada pasien 3. Berikan contoh cara berdiri, duduk,
berbaring, dan mengangkat barang
secara
tepat
(meningkatkan
mekanika tubuh).
4. Berikan contoh cara mengubah
nutrisi dan menurunkan BB
5. Berikan contoh latihan yang terdiri 6
macam gerak (William Flexion).
6. Berikan
contoh
latihandengan
menggunakan gerakan badan teknik
kebelakang atau ekstensi (Metode
Mc. Kenzie).
Pasien LBP harus tetap 1. Istirahat di tempat tidur selama 1-2
istirahat di tempat tidur
hari, maksimal 4 hari.
2. Tempat tidur tidak memakai pegas
selama beberapa hari.
dan per.
3. Gunakan bantal.
Kemampuan pasien LBP
tingkat
kemampuan
untuk
bergerak
secara 1. Koreksi
mobilisasi dengan skala 0-4.
bebas, mudah dan teratur.
2. Atur posisi pasien.
3. Bantu pasien melakukan perubahan
gerak.
4. Observasi

atau

kaji

terus

1-3

4-11

68

kemampuan
keseimbangan.

gerak

motorik

5. Ukur tanda-tanda vital sebelum dan


sesudah melakukan latihan.
6. Anjurkan keluarga klien untuk
melatih dan memberi motivasi.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain (fisioterapi untuk pemasangan
korset).

Meningkatkan
mekanika tubuh

Mengubah nutrisi
dan penurunan
berat badan

Pasien LBP memperbaiki


penggunaan tubuh yang
aman,
efisien,
dan
terkoordinasi
untuk
menggerakkan objek dan
melakukan aktifitas hidup
sehari-hari
Pasien LBP harus mengatur
diet,
agar
melalui
pengaturan diet pasien LBP
dapat mengurangi terjadinya
penumpukan
lemak
di
dalam tubuh

8. Buat posisi seluruh persendian


dalam letak anatomis dan nyaman.
1. Ajarkan cara berdiri.
2. Ajarkan cara duduk.
3. Ajarkan cara berbaring.
4. Ajarkan cara mengangkatbarang
secara tepat.

1. Konsumsi lemak sehat.


2. Konsumsi
makanan
mengandung serat.
3. Batasi konsumsi kolesterol.
4. Hindari konsumsi alkohol.
5. Lakukan
aktivitas
fisik

yang

atau

12-15

16-20

69

Metode William

Program latihan yang terdiri


atas 6 macam gerak yang
bertujuan mengurangi nyeri
punggung
bawah
atau
lordosis lumbal (kelainan
tulang belakang tepat di atas
bokong yang melengkung
ke dalam atau terlalu
banyak lengkungan).

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Metode Mc.
Kenzie

Latihan
dengan
menggunakan
gerakan
badan terutama kebelakang
atau
ekstensi,
yang
bertujuan untuk penguatan
dan peregangan otot-otot
ekstensor dan fleksor sendi

1.

2.

olahraga.
Gerakan posisi tidur telentang
dengan kedua lutut ditekuk,
kemudian menekankan punggung
ke dasar lantai.
Gerakan posisi tidur dengan kedua
lutut ditekuk, kemudian pantat ke
dasar lantai.
Gerakan posisi tidur telentang
dengan kedua lutut ditekuk,
kemudian menarik lutut satu per
satu hingga menekan dada.
Gerakan posisi tidur telentang kedua
lutut ditekuk hingga menekan dada
disertai mengangkat kepala hingga
dagu menyentuh dada.
Gerakan posisi tengkurap dengan
lutut kanan di tekuk menempel di
dada
Gerakan
posisi
berdiridengan
bersandar pada tembok atau dinding
posisi kaki satu langkah kedepan.
Gerakan posisi tengkurap dengan
mata terpejam selama 3-5 menit
dengan
mengatur
frekuensi
pernafasan.
Gerakan posisi tengkurap dengan
kepala dan badan terangkatdisangga
dengan kedua lengan bawah..

21-26

27-32

70

lumbosacralis dan
mengurangi nyeri.

Variabel
Counfounding :
Faktor Risiko

Usia

Jenis Kelamin

Berat Badan

dapat

3. Gerakan posisi tengkurap dengan


kepala dan badan bagian atas
terangkat disangga dengan kedua
lengan lurus.
4. Gerakan posisi tubuh berdiri tegak
dengan kedua tangan diletakkan
dipinggang.
5. Gerakan posisi tidur telentang
dengan kedua lutut ditekuk,
kemudian menarik kedua lutut
hingga menekan dada.
6. Gerakan posisi duduk tegak tanpa
bersandar,
kemudian
tubuh
digerakkan ke bawah dengan
menekukan pinggang hingga dada
menyentuh paha.
Satuan
waktu
yang 1. Mengetahui dan menjawab satuan
mengukur
waktu
waktunya di tahun sekarang.
keberadaan suatu makhluk
dan
untuk
mengetahui
satuan waktu pada pasien
LBP.
Suatu ciri yang menentukan 1. Mengetahui dan menjawab ciri dari
perbedaan secara fungsi
fungsi gendernya.
biologi
laki-laki
dan
perempuan pada pasien
LBP.
Suatu ukuran yang menilai 1. Mengetahui dan menjawab ukuran
keadaan gizi pasien LBP.
keadan gizinya sekarang.

71

Tinggi Badan

Jarak maksimum dari vertek 1. Mengetahui dan menjawab ukuran


ke telapak kaki.
fisik sekarang.

72

BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian korelasianalitik dengan rancangan cross sectional
(potong lintang). Rancangan penelitian ini digunakan untuk menganalisa peran
perawat sebagai pendidik dengan perilaku pengelolaan nyeri pada pasien Low
Back Pain (LBP) di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian


4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang
menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Riduwan, 2013).
Populasi target dari penelitian ini adalah pasien LBP yang sedang menjalani
pengobatan di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat sejumlah
247 pasien LBP.

4.2.2

Sampel
Sampel adalah sekelompok individu bagian dari populasi terjangkau dimana
peneliti langsung mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan atau
pengukuran (Kelana, 2011). Teknik yang digunakan dalam pengambilan
sampel penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling yaitu suatu
metode pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan maksud atau tujuan
tertentu yang ditentukan oleh peneliti (Kelana, 2011). Sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien LBP yang menjalani pengobatan di

73

Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat yang memenuhi syarat dengan
ketentuan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
Sampel penelitian dipilih dari populasi secara simple random sampling
dengan kriteria inklusi :
4.2.2.1 Pasien LBP semua usia
4.2.2.2 Pasien LBP laki-laki dan perempuan
4.2.2.3 Pasien LBP mampu berkomunikasi dengan baik
4.2.2.4 Pasien LBP bersedia menjadi responden
59

4.2.2.5 Pasien LBP yang sedang menjalani pengobatan di Poliklinik Rumah Sakit
Royal Taruma Jakarta Barat.

Kriteria eksklusi:
4.2.2.1 Pasien LBP yang tidak ada pada saat penelitian
4.2.2.2 Pasien LBP yang tidak bersedia menjadi responden
4.2.2.3 Pasien LBP yang tidak menjalani pengobatan di Poliklinik Rumah Sakit
Royal Taruma Jakarta Barat.

Pengambilan sampel dengan menggunakan rumus Taro Yamane (Riduwan,


2013), dengan perkiraan besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah 247orang.
n=
=

N.d +1
247

247.(0,10) +1

247
247.(0,01)+1
= 247
3,47

74

= 71,18
Dibulatkan menjadi 71 responden.
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Presisi yang ditetapkan

4.3

Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.

4.4

Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei 2016. Waktu penelitian ini terdiri
dari persiapan, pelaksanaan dan penyusunan laporan yang ditampilkan dalam
bentuk Gant Chart yaitu :

Tabel 4.1 Waktu Penelitian


No.

Kegiatan

1.

Persiapan
a. Penyususnann
proposal
dankonsultasi
dengan
dosen

Maret16

Waktu kegiatan
April16 Mei16 Juni16

Juli16

75

2.

3.
4.5

pembimbing
b. Penyusunan
instrument
penelitian
Pelaksanaan
a. Pengumpulan data

b. Pengolahan data
c. Analisa data
Penyusunan laporan

Etika Penelitian
Etika penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kerahasiaan
identitas responden, melindungi dan menghormati hak responden dengan
dipergunakannya pernyataan persetujuan responden penelitian. Meskipun
demikian dalam rangka menjunjung tinggi etichal clearance, maka peneliti
memegang teguh sikap ilmiah serta menggunakan prinsip etika penelitian
(Hidayat, 2007). Dalam penelitian ini peneliti mengambil data dengan
menekankan prinsip etik seperti :

4.5.1 Prinsip Manfaat


Segala bentuk penelitian yang dilakukan dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan responden. Prinsip ini ditegakkan dengan membebaskan hak
responden. Penelitian yang dihasilkan dapat memberikan manfaat dan
mempertimbangkan antara aspek risiko dan aspek manfaat.

4.5.2

Prinsip Menghormati
Responden memiliki hak yang harus dihormati, karena responden berhak untuk
menentukan pilihannya untuk keikutsertaan menjadi subjek penelitian.

76

4.5.3

Prinsip Keadilan
Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan
menghargai hak serta menjaga privasi responden dan adil dalam perlakuan
kepada responden.
Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada
institusi Program Studi Ners Universitas Esa Unggul untuk mendapatkan surat
izin penelitian. Selanjutnya peneliti menyerahkan surat izin penelitian kepada
direkturRumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.
Setelah mendapatkan izin dari direkturRumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat,
peneliti menyerahkan lembar persetujuan kepada responden serta menjelaskan
tentang identitas peneliti, maksud dan tujuan penelitian, peran serta responden,
harapan peneliti, manfaat hasil penelitian dan kerahasiaan data. Hak responden
untuk menolak ikut serta sebagai responden penelitian, serta memaparkan bahwa
penelitian ini tidak membahayakan responden. Peneliti akan menjaga
kerahasiaan responden dengan tidak mencantumkan nama responden dan
menjamin kerahasiaan data-data yang diberikan. Data-data yang diberikan
responden hanya akan dipergunakan dalam pengolahan data penelitian.
Responden yang bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini akan diminta
untuk menandatangani lembar persetujuan. Calon responden yang tidak bersedia
untuk ikut serta sebagai responden penelitian maka peneliti tidak akan
memaksanya.

Setelah

responden

menandatangani

lembar

persetujuan,

selanjutnya peneliti akan membagikan lembar kuesioner kepada responden serta


menjelaskan cara pengisian kuesioner tersebut. Peneliti juga akan memberikan
kesempatan kepada responden untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti

77

serta menjelaskannya. Responden yang tidak bersedia melanjutkan pada saat


pengisian berlangsung maka responden yang bersangkutan akan dihentikan.

4.6

Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
kuesioner dengan variabel independen yaitu peran perawat sebagai pendidik
(wawasan pengetahuan, komunikasi, pemahaman psikologis, dan role model),
variabel dependen yaitu perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien
Low Back Pain (LBP), dan variabel counfounding yaitu karakteristik pasien
(usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan) menggunakan kuesioner.
Responden akan diberikan kuesioner yang berisi pertanyaan. Dimana responden
mengisi kuesioner dengan memberi tanda () pada kolom yang tersedia.

6.6.1

Uji Validitas dan Reliabilitas


Pada sub bab ini akan diuraikan uji validitas dan uji reliabilitas sebagai

berikut:
6.6.1.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu alat ukur yang digunakan suatu pengukuran yang
menunjukkan ketepatan pengukuran suatu instrument, artinya suatu intrumen
dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur yang seharusnya
diukur. Daftar pertanyaan yang telah dirumuskan oleh peneliti akan diuji
cobakan pada 30 orang responden yang tidak akan dilibatkan pada penelitian.
Berdasarkan hasil uji validitas untuk setiap variabel, nilai r product moment
untuk n=30 dan Alpha 0,10 adalah 0.3061. Apabila semua nilai r pada setiap
pertanyaan memiliki nilai diatas 0.3061 artinya semua pernyataan sudah
valid.
Untuk menguji validitas pada peran perawat sebagai pendidik dengan
perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP menggunakan

78

rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji dengan menggunakan uji t
dan baru dilihat penafsiran dari indeks korelasinya sebagai berikut :
Rumus Pearson Product Moment:
XY
X
Y

X
Y

n . Y

X 2 .
n .

.

n
hitung =

Keterangan:
hitung

= Koefisien korelasi

Xi

= Jumlah skor item

Yi

= Jumlah skor total (item)

= Jumlah responden

Rumus Uji t :
t hitun g=

r ( n2 )
( 1r )

79

Keterangan:
t = Nilai

t hitung

r = Koefisien korelasi hasil

r hitung

n = Jumlah responden

Berikut tabel 58 butir validitas kuesioner yang sudah valid menggunakan


SPSS versi 21.00 yang terdiri dari 26 butir Peran Perawat Sebagai Pendidik
(variabel independent) dan 32 butir Perilaku Pengelolaan Nyeri Non
Farmakologi Pada Pasien LBP (variabel dependent):
Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas Butir Peran Perawat Sebagai Pendidik Dengan
Perilaku Pengelolaan Nyeri Non Farmakologi Pada Pasien LBP
Corrected ItemNo.
No Butir
Total Correlation
Df = 28
Status
(rbt)
1.
Item 1
0.724
0.3061
Valid
2.
Item 2
0.597
0.3061
Valid
3.
Item 3
0.421
0.3061
Valid
4.
Item 4
0.523
0.3061
Valid
5.
Item 5
0.766
0.3061
Valid
6.
Item 6
0.767
0.3061
Valid
7.
Item 7
0.523
0.3061
Valid
8.
Item 8
0.488
0.3061
Valid
9.
Item 9
0.661
0.3061
Valid
10.
Item 10
0.574
0.3061
Valid
11.
Item 11
0.645
0.3061
Valid
12.
Item 12
0.818
0.3061
Valid
13.
Item 13
0.543
0.3061
Valid
14.
Item 14
0.797
0.3061
Valid
15.
Item 15
0.864
0.3061
Valid
16.
Item 16
0.764
0.3061
Valid
17.
Item 17
0.438
0.3061
Valid
18.
Item 18
0.529
0.3061
Valid
19.
Item 19
0.474
0.3061
Valid
20.
Item 20
0.530
0.3061
Valid
21.
Item 21
0.764
0.3061
Valid
22.
Item 22
0.864
0.3061
Valid
23.
Item 23
0.681
0.3061
Valid

80

24.
Item 24
0.614
0.3061
Valid
25.
Item 25
0.468
0.3061
Valid
26.
Item 26
0.767
0.3061
Valid
27.
Item 27
0.642
0.3061
Valid
28.
Item 28
0.328
0.3061
Valid
29.
Item 29
0.109
0.3061
Tidak Valid
30.
Item 30
0.951
0.3061
Valid
31.
Item 31
0.512
0.3061
Valid
32.
Item 32
0.778
0.3061
Valid
33.
Item 33
0.815
0.3061
Valid
34.
Item 34
0.665
0.3061
Valid
35.
Item 35
0.534
0.3061
Valid
36.
Item 36
0.853
0.3061
Valid
37.
Item 37
0.790
0.3061
Valid
38.
Item 38
0.939
0.3061
Valid
39.
Item 39
0.939
0.3061
Valid
40.
Item 40
0.957
0.3061
Valid
41.
Item 41
0.722
0.3061
Valid
42.
Item 42
0.686
0.3061
Valid
43.
Item 43
0.666
0.3061
Valid
44.
Item 44
0.382
0.3061
Valid
45.
Item 45
0.802
0.3061
Valid
46.
Item 46
0.846
0.3061
Valid
47.
Item 47
0.604
0.3061
Valid
48.
Item 48
0.813
0.3061
Valid
49.
Item 49
0.653
0.3061
Valid
50.
Item 50
0.10
0.3061
Tidak Valid
51.
Item 51
-0.391
0.3061
Tidak Valid
52.
Item 52
0.610
0.3061
Valid
53.
Item 53
0.534
0.3061
Valid
54.
Item 54
-0.378
0.3061
Valid
55.
Item 55
0.711
0.3061
Valid
56.
Item 56
0.619
0.3061
Valid
57.
Item 57
-0.110
0.3061
Tidak Valid
58.
Item 58
0.401
0.3061
Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data Exel dan SPSS 21.00, Scale, Analisis Validitas

Melalui uji validitas penulis mendapati semua butir soal variabel peran perawat
sebagai pendidik dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien
LBP dari 58 butir soal semuanya dinyatakan valid, maka dapat dijelaskan bahwa dari
masing-masing variabel baik. Dimana kesemuanya butir soal mempunyai harga
koefisien bobot total (r hasil) positif dan lebih besar dari pada harga r tabel dan

81

jumlah sampel 30, maka r tabel adalah 302 = 28 dua arah sehingga di dapat angka
0.3061, jadi kesemua butir tersebut diata dinyatakan valid yang mengukur konstrak.

6.6.1.2 Uji Reliabilitas


Reliabilitas adalah suatu pengukuran yang menghasilkan data tetap konsisten
jika instrument digunakan kembali secara berulang (Dharma, 2013). Untuk
menguji reliabilitas hubungan peran perawat sebagai pendidik dengan
perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP menggunakan
rumus Cronbach alpha sebagai berikut:
K 1
b2
1
t2
K

r=

Keterangan :
r

= Koefisien reliabilitas instrumen (Cronbach Alpha)

= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

b2

= Total varians butir

t2

= Total varians

Untuk penilaian reabilitas peneliti menggunakan Cronbach alpha dengan


ketentuan bila cronbach alpha 0,6 artinya variabel reliabel dan bila
Cronbach alpha 0,6 artinya variabel tidak reliabel.
Tabel 4.3
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
R Alpha
Peran Perawat Sebagai Pendidik
0.899
Perilaku Pengelolaan Nyeri Non Farmakologi
0.934

Status
Andal
Andal

82

6.7 Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Mengajukan surat permohonan untuk membuat surat keterangan izin
pelaksanaan penelitian kepada pihak Program Studi Ners Universitas Esa
Unggul.
6.7.1

Mengajukan surat permohonan izin kepada direktur Rumah Sakit Royal


Taruma Jakarta Barat.

6.7.2

Mendapatkan izin dari direktur Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.

6.7.3

Menjelaskan tujuan penelitian, kerahasisaan data, serta hak responden untuk


menolak keikutsertaan dalam penlitian bila responden tidak bersedia
berpartisipasi.

6.7.4

Responden yang bersedia ikut dalam penelitian, maka respon diminta untuk
menyatakan persetujuannya dengan menandatangani lembar persetujuan.

6.7.5

Memberikan kuesioner kepada responden dan menjelaskan cara pengisian


kuesioner.

6.7.6

Peneliti memberikan waktu kepada mereka untuk menjawab pertanyaan


dalam kuesioner dan mendampingi serta membantu responden jika terdapat
hal-hal yang tdiak dimengerti.

6.7.7

Memberikan kesempatan kepada responden untuk memeriksa kembali


jawaban dan mengecek apakah kuesioner sudah terisi penuh atau belum.

6.7.8

Mengumpulkan

kuesioner

yang

telah

diisi

responden,

memeriksa

kelengkapan jawaban menghitung kembali jumah kuesioner yang telah

83

dibagikan, melakukan seleksi dan menggolongkan untuk persiapan


pengolahan data.
6.7.9

Mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan terima kasih kepada responden.

Data-data yang telah diperoleh dan terkumpul, selanjutnya dilakukan


pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut :
1. Editing
Kuisioner yang telah diisi oleh responden kemudian dilakukan pengecekan
terhadap pengisian kuesioner, terhadap kelengkapan isian, kejelasan,
relevansi, dan konsistensi jawaban. Data yang tidak lengkap segera
dikembalikan kepada responden untuk dilengkapi pada saat itu juga.
2. Coding
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengolah data berbentuk
huruf menjadi data dalam bentuk angka sehingga mempermudah pada
analisis data dan mempercepat dalam memasukkan data.
3. Scoring
Masing-masing sub variabel pertanyaan diberi skor sesuai dengan kategori
pada jumlah butir sub variabel tersebut. Hasil scoring dari setiap sub
variabel dijumlahkan sehingga setiap responden memiliki skor tersendiri
sesuai dengan butir-butir dalam pertanyaan.
4. Processing
Data yang diisi secara lengkap dan telah melewati proses pengkodean
kemudian dilakukan pemrosesan data dengan memasukkan data dari seluruh
kuesioner yang telah terkumpul kedalam paket data komputer.
5. Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali atas data yang telah dimasukkan dilakukan
untuk melihat ada tidaknya kesalahan terutama kesesuaian pengkodean
yang telah ditetapkan. Apabila ditemukan pada saat entri , data dapat segera
diperbaiki sehingga nilainya sesuai dengan data yang terkumpul.

84

6.8 Rencana Analisis Data


Analisa data hasil penelitian dilakukan dengan cara :
6.8.1

Analisis Univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari


seluruh variabel yang bertujuan untuk melihat kecenderungan data. Tujuan dari
Analisis

6.8.2

Univariat

adalah

untuk

menjelaskan

atau

mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.


Analisis Bivariat, bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara
variabel dependen dan independen. Jenis uji yang akan digunakan adalah
korelasi spearmankarena merupakan data ordinal, sedangkan pengujian
seberapa besar hubungan antara peran perawat sebagai pendidik dengan
perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBPdigunakan
statistik Chi Square (x ) karena merupakan data kategorik. Berikut
pembuktian dengan uji Chi Square (x ) dengan menggunakan formula:
(O E)
X =
E
df = (k-1) (b-1)
Keterangan :
O = Nilai Observasi
E = Nilai Ekspektasi (harapan)
k = Jumlah Kolom
b = Jumlah Baris

BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang didapatkan dari 71
pasien LBP di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat. Hasil penelitian yang

85

didapatkan, disajikan berupa gambaran lokasi penelitian, hasil analisa univariat


dengan penyajian data berupa distribusi frekuensi dan analisa bivariat disajikan
berupa hasil uji Chi Square (x).

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian


Masyarakat yang berdomisili di wilayah Jakarta Barat dan sekitarnya, dapat
menikmati pelayanan kesehatan berkualitas dengan hadirnya Rumah Sakit Royal
Taruma sejak 29 Maret 2007. Rumah Sakit Royal Taruma merupakan rumah
sakit swasta bertipe B yang dibangun oleh Yayasan Tarumanegara yang terletak
di Jl. Daan Mogot No. 34, Jakarta Barat. Rumah Sakit Royal Taruma memiliki 8
lantai yang dibangun dengan luas tanah 9.482 m dan dibuat dengan gaya
arsitekur simple dan modern, dengan rencana pengadaan 279 tempat tidur. Pada
saat ini, Rumah Sakit Royal Taruma membuka kamar perawatan dengan 171
tempat tidur. Oleh karena itu, dengan dukungan SDM yang berkualitas dan
fasilitas lengkap dan terkini diharapkan Rumah Sakit Royal Taruma dapat
memenuhi harapan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat Jakarta Barat
dan sekitarnya. Berikut visi, misi, dan motto yang Rumah Sakit Royal Taruma
Jakarta Barat yaitu:

5.1.1

Visi
Menjadi Rumah Sakit yang terkemuka dan terpandang secara Nasional dan
85

Internasional pada semua aspek pelayanan Rumah Sakit dan pendidikan


tenaga profesional.
5.1.2 Misi
5.1.2.1 Memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada seluruh lapisan masyarakat
dan menyelenggarakan pendidikan pelatihan tenaga professional yang
bermutu sesuai dengan perkembangan zaman.

86

5.1.2.2 Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana untuk menjamin
pelayanan yang semakin baik kepada masyarakat.
5.1.2.3 Melakukan kerjasama dengan mitra di dalam dan di luar negeri dalam
berbagai bentuk.

5.1.3

Motto
Ramah, Obyektif, Yakin, Antisipatif, Lugas, Tuntas, Akurat, Rapih, Unggul,
Mutu Pelayanan, Andal.

5.2 Analisa Univariat


Hasil analisa univariat yang disajikan oleh peneliti, berupa hasil penelitian dari
variabel usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, wawasan pengetahuan,
komunikasi, pemahaman psikologis, role model, tirah baring, mobilisasi,
meningkatkan mekanika tubuh, mengubah nutrisi dan penurunan berat badan,
latihan Metode William, dan Mc. Kenzie.

5.2.1

Usia
Tabel 5.1
Distribusi Pasien LBP Berdasarkan Usia di Rumah Sakit Royal Taruma
Jakarta Barat Juni 2016 (n = 71)
Usia
Jumlah
%
17 25 tahun
3
4.2
26 35 tahun
4
5.6
36 45 tahun
7
9.9
46 55 tahun
16
22.5
56 55 tahun
12
16.9
65 tahun
29
40.8
Jumlah
71
100.0
Tabel 5.1 Diperoleh gambaran distribusi berdasarkan usia pasien LBP,
sebagian besar pasien berusia 65 tahun sebanyak 40.8 % (29 orang).

5.2.2

Jenis Kelamin
Tabel 5.2
Distribusi Pasien LBP Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit
Royal Taruma Jakarta Barat Juni 2016 (n = 71)

87

Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah

Jumlah
26
45
71

%
36.6
63.4
100.0

Tabel 5.2 Diperoleh gambaran distribusi berdasarkan jenis kelamin pasien


LBP, diperoleh gambaran sebagian besar pasien berjenis kelamin Perempuan
5.2.3

sebanyak 63.4% (45 orang).


Berat Badan
Tabel 5.3
Distribusi Pasien LBP Berdasarkan Berat Badan di Rumah Sakit Royal
Taruma Jakarta Barat Juni 2016 (n = 71)
Berat Badan
Jumlah
%
41-50 kg
12
16.9
51-60 kg
21
29.6
61-70 kg
20
28.2
71-80 kg
15
21.1
81-90 kg
3
4.2
Jumlah
71
100.0
Tabel 5.3 Diperoleh gambaran distribusi berdasarkan berat badan pasien LBP,
diperoleh gambaran sebagian besar pasien dengan berat badan 51-60 kg

5.2.4

sebanyak 29.6% (21 orang).


Tinggi Badan
Tabel 5.4
Distribusi Pasien LBP Berdasarkan Tinggi Badan di Rumah Sakit Royal
Taruma Jakarta Barat Juni 2016 (n = 71)
Tinggi Badan
Jumlah
%
141 153 cm
16
22.5
154 165 cm
26
36.6
166 170 cm
10
14.1
171 176 cm
10
14.1
177 181 cm
8
11.3
181 cm
1
1.4
Jumlah
71
100.0
Tabel 5.4 Diperoleh gambaran distribusi berdasarkan tinggi badan pasien
LBP, diperoleh gambaran sebagian besar pasien dengan tinggi badan 154-165

5.2.5

cm sebanyak 36.6% (26 orang).


Peran Perawat Sebagai Pendidik
Tabel 5.5

88

Distribusi Berdasarkan Peran Perawat Sebagai Pendidik di Rumah


Sakit Royal Taruma Jakarta Barat Juni 2016 (n = 71)
Peran Perawat Sebagai Pendidik
Jumlah
%
Baik
43
60.6
Kurang Baik
28
39.4
Jumlah
71
100.0
Tabel 5.4 Diperoleh gambaran distribusi berdasarkan peran perawat sebagai
pendidik, diperoleh gambaran sebagian besar peran perawat sebagai pendidik
baik sebanyak 60.6% ( 43 orang).

5.2.6

Perilaku Pengelolaan Nyeri Non Farmakologi Pada Pasien LBP


Tabel 5.6
Distribusi Berdasarkan Perilaku Pengelolaan Nyeri Non Farmakologi di
Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat Juni 2016 (n = 71)
Perilaku Pengelolaan Nyeri Non
Jumlah
%
Farmakologi Pada Pasien LBP
Baik
41
57.7
Kurang Baik
30
42.3
Jumlah
71
100.0
Tabel 5.6 Diperoleh gambaran distribusi berdasarkan perilaku pengelolaan
nyeri non farmakologi pada pasien LBP, diperoleh gambaran sebagian besar
perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP baik sebanyak
57.7% (41 orang).

5.3 Analisa Bivariat


Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan secara langsung antara
variabel independen dengan variabel dependen. Analisis bivariat yang
digunakan adalah uji Chi Square (x).
Tabel 5.7
Distribusi Rata-Rata Peran Perawat Sebagai Pendidik dengan Perilaku
Pengelolaan Nyeri Non Farmakologi Pada Pasien LBP di Rumah Sakit Royal
Taruma Jakarta Barat Juni 2016 (n = 71)
Peran
Perilaku Pengelolaan Nyeri
Jumlah
P
OR
Perawat
Non Farmakologi
Value
95%
Sebagai
Kurang Baik
Baik

89

Pendidik
Kurang Baik
Baik
Total

n
23
7
30

%
32,4
9,9
42,3

n
5
36
41

%
7,0
50,7
57,7

n
28
43
71

%
39,4
60,6
100

23,657
0,00

(6,70283,507)

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukan hasil analisis hubungan peran perawat sebagai
pendidik dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP,
diperoleh data dari 41 pasien yang mendapat peran perawat sebagai pendidik
kurang baik memiliki perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi baik sebesar 5
orang, sementara yang mendapat peran perawat sebagai pendidik baik memiliki
perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi baik sebesar 36 atau 50,7%. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p value= 0,00 yang berarti p value lebih kecil dari (0,05)
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara peran
perawat sebagai pendidik dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi
pada pasien LBP. Dari hasil analisis tersebut didapatkan nilai OR= 23,657 yang
artinya responden mendapatkan peran perawat sebagai pendidik yang baik
memiliki peluang 23,657 kali lebih besar perilaku pengelolaan nyeri non
farmakologi yang baik pada pasien LBP.

90

BAB 6
PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti akan menyajikan data hasil penelitian hubungan peran perawat
sebagai pendidik dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien
LBP di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat tahun 2016. Jumlah pasien yang
dijadikan sampel berhasil dihimpun datanya secara lengkap melalui penyebaran
kuesioner. Kuesioner dibagikan kepada 71 pasien dan kembali secara utuh. Hasil
pengumpulan dan pengolahan data telah dianalisis dalam 2 bagian, yaitu: 1. Analisis
univariat yang menggambarkan distribusi meliputi: usia, jenis kelamin, berat badan,
tinggi badan, peran perawat sebagai pendidik, dan perilaku pengelolaan nyeri non
farmakologi, 2. Analisis bivariat untuk melihat hubungan antara variabel bebas
(independent) dan variabel terikat (dependent).

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian


Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya maka dapat
dilakukan pembahasan terhadap data-data tersebut sebagai berikut:
6.1.1 Hasil Analisa Data Univariat
Analisa univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi dan persentase
dari masing-masing variabel pasien. Pada penelitian ini variabel yang
dianalisa antara lain usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, peran
perawat sebagai pendidik, dan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi.
6.1.1.1 Deskripsi Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia
Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan pada pasien LBP di Poliklinik
Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat, sebagian besar yang mengalami
LBP berusia 65 tahun (40.8%). Menurut Bull (2010), bahwa LBP
merupakan keluhan yang sangat berkaitan dengan usia, karena dapat dialami

91

oleh siapa saja atau umur berapa saja dan LBP menjadi lebih rentan dengan
bertambahnya usia.
Dalam hasil penelitian tersebut bahwa pertambahan usia seseorang akan
91

disertai penurunan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Salah satunya


yaitu terjadinya degenerasi tulang pada usia 40 tahun ke atas dengan proses
kemampuan kerja tulang yang sudah menurun. Hal ini dapat meningkatkan
risiko LBP. Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada
tulang. Pada usia 30 tahun sama halnya terjadi degenerasi yang berupa
kerusakan jaringan, yaitu penggantian jaringan menjadi jaringan parut, dan
pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan
otot menjadi berkurang.
Berdasarkan asumsi peneliti, bahwa semakin tua seseorang, semakin tinggi
risiko seseorang untuk mengalami penurunan elastisitas pada tulang, yang
menjadi pemicu timbulnya gejala gangguan muskuloskeletal. Oleh karena itu,
hal ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa LBP merupakan masalah
penyakit degeneratif.

6.1.1.2 Deskripsi Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan pada pasien LBP di Poliklinik
Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat, sebagian besar yang mengalami
LBP berjenis kelamin perempuan 63.4%. Menurut Melatunan (2008), bahwa
laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri
punggung bawah, akan tetapi pada kenyataannya jenis kelamin seseorang
dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri punggung bawah, terutama
pada perempuan.

92

Keluhan nyeri punggung bawah pada perempuan salah satunya perempuan


mengalami siklus menstruasi, kelemahan otot-otot abdomen pada saat hamil
karena pada masa pertengahan kehamilan massa uterus menjadi lebih berat
sehingga pusat gravitasi ibu hamil berubah sehingga dapat menimbulkan
LBP, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang
berkurang akibat hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri
punggung bawah.
Berdasarkan asumsi peneliti, bahwa jenis kelamin baik laki-laki dan
perempuan dapat memiliki risiko yang sama akan tetapi perempuan memiliki
keluhan yang sangat rentan terhadap nyeri punggung bawah dan hal ini dapat
menjadi pemicu timbulnya gangguan muskuloskeletal dan saraf punggung
bawah pada perempuan.

6.1.1.3 Deskripsi Karakteristik Pasien Berdasarkan Berat Badan


Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan pada pasien LBP di Poliklinik
Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat, sebagian besar yang mengalami
LBP dengan berat badan 51-60 kg (29.6%). Menurut Trimunggara (2010),
bahwa seseorang dikatakan obesitas apabila mempunyai berat badan 20%
berat badan ideal.
Obesitas merupakan suatu keadaan yang terjadinya penimbunan lemak
berlebihan di jaringan lemak tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi, dimana
konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan. Hal ini dapat
menyebabkan tonus otot abdomen, sehingga pusat gravitasi seseorang akan
terdorong ke depan dan menyebabkan lordosis lumbalis, akan bertambah

93

yang kemudian menimbulkan kelelahan pada otot paravertebrata, hal ini


merupakan risiko terjadinya LBP.
Berdasarkan asumsi peneliti, bahwa dengan berat badan 51-60 kg (29.6%)
menunjukkan adanya obesitas terhadap keluhan nyeri punggung bawah pada
pasien LBP di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.
6.1.1.4 Deskripsi Karakteristik Pasien Berdasarkan Tinggi Badan
Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan pada pasien LBP di Poliklinik
Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat, sebagian besar yang mengalami
LBP dengan tinggi badan 154165cm (36.6%). Menurut Taori (2011), bahwa
risiko nyeri punggung bawah meningkat bagi pria yang bertinggi 180 cm
dan wanita 170 cm dibandingkan 10 cm lebih pendek. Mereka dengan
massa tubuh yang lebih besar berada pada risiko yang lebih besar, karena
massa tubuh yang lebih besar mendorong perubahan degeneratif yang lebih
awal pada pembebanan sendi dan struktur tulang belakang menyebabkan
nyeri.

Berdasarkan asumsi peneliti, bahwa dengan tinggi badan 154-165 (36.6%)


tidak adanya hubungan yang signifikan, karena berdasarkan teori bahwa
risiko nyeri punggung bawah meningkat bagi pria yang bertinggi 180 cm
dan wanita 170 cm.

6.1.1.5 Deskripsi Karakteristik Pasien Berdasarkan Peran Perawat Sebagai Pendidik


Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada pasien LBP di Poliklinik
Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat, sebagian besar yang mengalami
LBP dengan peran perawat sebagai pendidik yang baik 60.6%.

94

Berdasarkan asumsi peneliti, bahwa peran perawat sebagai pendidik yang


baik 60.6%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan
antara peran perawat sebagai pendidik dengan perilaku pasien LBP, serta
peran perawat sebagai pendidik di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma
memberikan wawasan pengetahuan, komunikasi, pemahaman psikologis, dan
role model yang baik, sehingga pasien LBP dapat menerima informasi dan
menerapkan dalam perilaku kesehariannya dalam mengelola nyeri secara non
farmakologi.

6.1.1.6 Deskripsi Karakteristik Pasien Berdasarkan Perilaku Pengelolaan Nyeri Non


Farmakologi
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada pasien LBP di Poliklinik
Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat, sebagian besar yang mengalami
LBP dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi baik 57.7%.
Berdasarkan asumsi peneliti, bahwa perilaku pengelolaan nyeri non
farmakologi yang baik 57.7%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan
yang signifikan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi terhadapat peran
perawat sebagai pendidik, sehingga pasien LBP di Poliklinik Rumah Sakit
Royal Taruma Jakarta Barat dalam kesehariannya sudah menerima informasi
dan menerapkannya dalam perilaku pengelolaan nyeri secara non
farmakologi atau tidak menggunakan obat-obatan dalam kesehariannya.

6.1.2

Hasil Analisa Data Bivariat


Analisa bivariat bertujuan untuk melihat hubungan secara langsung antara
variabel independent dengan variabel dependent. Analisis bivariat yang
digunakan adalah uji Chi Square (x).

95

6.1.2.1 Deskripsi Hasil Penelitian Hubungan Peran Perawat Sebagai Pendidik


Dengan Perilaku Pengelolaan Nyeri Non Farmakologi Pada Pasien LBP
Berdasarkan analisis hubungan peran perawat sebagai pendidik dengan perilaku
pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP, diperoleh data peran
perawat sebagai pendidik kurang baik memiliki perilaku pengelolaan nyeri non
farmakologi baik sebesar 7.0%, sementara yang mendapat peran perawat sebagai
pendidik baik memiliki perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi baik sebesar
50,7%. Hal ini menunjukkan terdapat peran perawat sebagai pendidik yang baik
dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP di
Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat. Berdasarkan hasil uji Chi

Square (x) didapatkan hasil nilai p value = 0.000 (p value <0.05), maka
dapat dikatakan bahwa Ho ditolak dan artinya ada hubungan peran perawat
sebagai pendidik dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada
pasien LBP.
Perawat sebagai pendidik merupakan perawat yang berperan atau bertugas
memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, baik individu, keluarga,
masyarakat, serta tenaga kesehatan lainnya. Hal ini sebagai upaya
menciptakan perilaku individu atau masyarakat yang kondusif bagi
kesehatan. Pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat tidak semata
hanya ditujukan untuk membangun kesadaran diri dengan pengetahuan
tentang kesehatan, akan tetapi pendidikan kesehatan bertujuan untuk
membangun perilaku kesehatan individu dan masyarakat serta diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari (Sudarma, 2008; Asmadi, 2008; Nursalam,
2008).

96

Perilaku kesehatan individu dan masyarakat yang di terapkan dalam


kehidupan sehari-hari pada pasien LBP yaitu perilaku pengelolaan nyeri non
farmakologi. Bentuk dari pengelolaan nyeri non farmakologi tersebut yaitu
berupa terapi non farmakologi yang merupakan bentuk pengobatan dengan
cara pendekatan, pendidikan, serta pemahaman tentang penyakit. Pendidikan
yang diberikan kepada pasien dan keluarga LBP bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman mengenai penyakit LBP secara umum dan pola
penyakit LBP sendiri, meningkatkan keterampilan atau kemampuan dalam
penanganan LBP sendiri atau mandiri, meningkatkan kepuasan, rasa percaya
diri,

kepatuhan,

serta

membantu

pasien

agar

dapat

melakukan

penatalaksanaan LBP (Intan, 2013).


Berdasarkan asumsi peneliti, bahwa sebagian besar pasien LBP mengalami
permasalahan pengelolaan nyeri memiliki ketertarikan terhadap pengelolaan
nyeri non farmakologi yang diberikan oleh perawat yang berperan sebagai
pendidik di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat. Hal ini
pasien LBP menerima informasi tentang pengelolaannya secara non
farmakologi dan menerapkannya dalam kesehariannya, sehingga pasien LBP
sudah memahami bagaimana berperilaku pengelolaan nyeri non farmakologi
sebelum nyeri tersebut terjadi atau datang kembali, pasien LBP juga
mendapatkan efek yang baik dalam pengelolaan nyeri non farmakologi yang
bisa dilakukan sebelum beraktivitas seperti biasanya, tanpa harus
ketergantungan minum obat sebelum nyeri terjadi atau sesudahnya.

6.2 Keterbatasan Penelitian


Dalam proses penelitian ini masih ditemukan berbagai keterbatasan yang
dialami peneliti, diantaranya sebagai berikut:

97

6.2.1

Proses Penelitian
Sulitnya memperoleh izin penelitian di tempat yang mau di teliti oleh
peneliti, oleh sebab itu membuat jadwal penelitian tidak berjalan sesuai yang
sudah dijadwalkan. Hal ini membuat kesulitan tersendiri bagi peneliti karena
menyebabkan sempitnya waktu untuk melaksanakan proses penelitian,
pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian.

6.2.2

Sampel Penelitian
Sulit ditemukannya keberadaan sampel penelitian yaitu pasien LBP yang
mengalami pengelolaan nyeri non farmakologi kurang baik, karena pasien
LBP di Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat hanya ingin
melakukan pengobatan di Poliklinik tersebut tanpa mau diganggu dengan
orang lain atau tidak ingin diketahui penyakit mereka dalam kesehariannya,
sehingga membuat peneliti cukup sulit saat pemberian kuesioner dibagikan.
Akan tetapi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat adalah RS swasta yang
memenuhi kebutuhan layanan kesehatan masyarakat Jakarta Barat dan
sekitarnya dengan baik atau pasien cukup banyak di Poliklinik, sehingga
peneliti dapat mencukupi sampel yang menjadi responden penelitian secara
maksimal.

6.2.3

Variabel yang diteliti


Di dalam teori dikatakan banyak faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP, akan tetapi
karena keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti, maka variabel yang

98

diteliti hanya meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, peran
perawat sebagai pendidik, dan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi.

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran bagi
pihak yang terkait dalam penelitian ini.

7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai hubungan peran perawat sebagai pendidik
dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi di Poliklinik Rumah Sakit
Royal Taruma Jakarta Barat, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
7.1.1 Didapatkan hasil berupa data demografi pasien LBP di Poliklinik Royal
Taruma Jakarta Barat yang mengalami LBP berdasarkan usia 65 tahun
sebanyak 40.8 %, jenis kelamin perempuan sebanyak 63.4%, berat badan 5160 kg sebanyak 29.6%, dan tinggi badan tidak adanya hubungan sebanyak
154165cm (36.6%).
7.1.2 Didapatkan hasil data peran perawat sebagai pendidik yang baik di Poliklinik
Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat sebanyak 60.6%.
7.1.3 Didapatkan hasil data perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi yang baik di
Poliklinik Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat sebanyak 57.7%.

99

7.1.4

Ho ditolak sehingga ada hubungan peran pendidik dengan perilaku


pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP di Poliklinik Rumah
Sakit Royal Taruma Jakarta Barat.

10

7.2 Saran
0
7.2.1 Bagi Rumah Sakit
Selalu memberikan pelayanan keperawatan pendidikan kesehatan kepada
pasien agar pasien dapat memahami informasi penyakitnya, pengelolaannya,
dan penerapan cara mengatasi setiap masalah kesehatan yang muncul dalam
sehari-hari, dengan memberikan informasi kesehatan, dukungan dari perawat
atas penyakitnya dapat menciptakan motivasi pasien dalam melakukan
pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP.

7.2.2

Bagi Pasien LBP


Selalu menerapkan pengelolaan nyeri non farmakologi pada pasien LBP
setiap hari, agar dapat merasakan efek yang baik bagi tubuh dan dapat
memberikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat lainnya yang belum
mengetahui cara mengelola nyeri punggung bawah secara non farmakologi.

7.2.3

Bagi Penelitian
Dapat dijadikan referensi bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian
selanjutnya agar mengetahui hubungan peran perawat sebagai pendidik
dengan perilaku pengelolaan nyeri non farmakologi serta menjadi upaya
penerapan dari teori keperawatan untuk penanganan nyeri pada pasien LBP.

100

Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penambahan variabel yang


mempunyai hubungan terhadap nyeri misalnya tanda-tanda vital, skala nyeri
sebelum dan sesudah, agar variabel penelitian lebih bervariasi. Untuk
penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan
7.2.4

pengelolaan nyeri yang berbeda pada pasien LBP.


Bagi Instansi Pendidikan
Dengan adanya penelitian ini dharapkan dapat menjadikan masukan dalam
memberikan pendidikan kesehatan pada pasien LBP, sehingga pasien dapat
memahami dan menerapakan perilaku pengelolaan nyeri secara non
farmakologi.

Anda mungkin juga menyukai