Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Persepsi Masyarakat Dalam

Program BPJS Kesehatan di Kecamatan Bengalon Kabupaten Kutai Timur


Kalimantan Timur
Tahun 2016
PROPOSAL PENELITIAN

DIAJUKAN OLEH
YULITA CITRA
1411308240378

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
SAMARINDA
TAHUN 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Kualitas Pelayanan
Dewasa ini konsep kualitas telah menjadi faktor yang sangat dominan
terhadap keberhasilan suatu organisasi. Kualitas menjadi pedoman utama dalam
pengembangan dan keberhasilan implementasi program-program manajerial dan
kerekayasaan untuk mewujudkan tujuan-tujuan bisnis yang utama. Secara etimologi
tidak mudah mendefenisikan atau memberikan pengertian mengenai kualitas. Namun
demikian ada beberapa defenisi umum yang diberikan oleh beberapa pakar kualitas.
Dikemukakan oleh Josep M. Juran (Tjiptono, 2014 : 11) bahwa kualitas adalah
kecocokan untuk pemakaian (fitness for use). Defenisi ini menekankan orientasi pada
pemenuhan harapan pelanggan. Secara sederhana pengertian kualitas pelayanan
dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara pelayanan yang diharapkan konsumen
dengan pelayanan yang diterimanya (Parasuraman, Zeithami, dan Berry, 1988:240).
Menurut Zethami, Berry dan Parasuraman (dalam Tjiptono, 2014 : 12) kualitas yang
dirasakan

didefinisikan

sebagai

penilaian

konsumen

terhadap

keseluruhan

keunggulan produk, sedangkan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan


pertimbangan global yang berhubungan dengan superioritas dari pelayanan. Dalam
perspektif TQM (Total Quality Management), kualitas dipandang secara lebih luas,
tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan tetapi juga proses, lingkungan dan
manusia. Hal tersebut tampak dalam definisi yang dirumuskan oleh Goetsh dan
Davis (Tjiptono, 2014 : 51), yaitu bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas adalah penilaian subyektif pelanggan.
Penilaian ini ditentukan oleh persepsi pelanggan terhadap jasa, persepsi tersebut
dapat berubah karena pengaruh. Misalnya iklan yang efektif, reputasi suatu jasa
tertentu, pengalaman, teman dan sebagainya. Jadi yang penting bagi kita adalah
bagaimana jasa kita dipersepsikan oleh pelanggan dan kapan persepsi pelanggan
berubah.

Berkaitan

dengan

masalah

kualitas

pelayanan,

pada

dasarnya

kualitaspelayanan merupakan suatu konsep yang abstrak dan sukar dipahami


(Tjiptono, 2014 : 51). Hal ini dikarenakan adanya empat karakteristik jasa/layanan
yang unik yang membedakannya dari barang, yaitu tidak berwujud, tidak terpisah

antara produksi dan konsumsi, outputnya tidak terstandar dan tidak dapat disimpan
(Kotler, 1997 : 115). Ada 2 (dua) faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan,
yaitu layanan yang diharapkan (expected service) dan layanan yang diterima
(perceived service). Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan
yang diharapkan konsumen, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas
ideal, tetapi sebaliknya jika layanan yang diterima atau dirasakan lebih rendah dari
pada yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian
baik tidaknya kualitas layanan bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi
penyedia jasa/layanan melainkan berdasarkan pada persepsi konsumen. Seperti yang
dikemukakan Kotler (1997 : 116) bahwa kualitas harus dimulai dari kebutuhan
konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen. Persepsi konsumen terhadap
kualitas layanan itu sendiri merupakan penilaian menyeluruh konsumen atas
keunggulan suatu layanan. Terdapat 5 (lima) determinan kualitas jasa yang dapat
dirincikan sebagai berikut :
a. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan instansi untuk memberikan pelayanan
sesuai yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
b. Ketanggapan (responsiveness), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada para masyarakat dengan
penyampaian informasi yang jelas.
c. Asuransi (assurance), yaitu pengetahuan dan kesopansantunan pegawai serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan para
masyarakat kepada instansi.
d. Empati (emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada para masyarakat dengan berupaya memahami
keinginan masyarakat. Bukti fisik (tangible), yaitu kemampuan suatu perusahaan
dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik lembaga pemerintahan dan keadaaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa. Mengukur kualitas pelayanan berarti membandingkan kinerja suatu
jasa dengan seperangkat standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Dikemukakan oleh Lehtinen dan Lehtinen (dalam Tjiptono, 2004 : 97) bahwa ada
dua dimensi kualitas jasa, yaitu process quality (yang dievaluasi pelanggan
selama jasa diberikan) dan output quality (yang dievaluasi setelah jasa
diberikan).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Parasuraman,


Zeithami dan Berry diidentifikasikan 10 (sepuluh) faktor utama yang
menentukan kualitas jasa, yaitu (Tjiptono, 2004 : 69) :
1) Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance)
dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).
2) Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk
memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
3) Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa
tertentu.
4) Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui.
5) Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang
6)

dimiliki para contact person.


Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam
bahasa yang mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan

pelanggan.
7) Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
8) Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, keragu-raguan.
9) Understanding/knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami
kebutuhan pelanggan.
10) Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang
dipergunakan, representasi fisik dari jasa.
2. Pelayanan BPJS tingkat pertama
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, peserta BPJS Kesehatan dalam
memeroleh pelayanan kesehatan harus sesuai dengan indikasi medis. Fasilitas
kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah:
a. puskesmas atau yang setara;
b. praktik dokter;
c. praktik dokter gigi;
d. klinik pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama
milik TNI/POLRI;
e. rumah sakit kelas D pratama atau yang setara; dan
f. fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan fasilitas rawat inap.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama dalam pelayanan peserta BPJS Kesehatan
lebih berfokus kepada pelayanan rujukan, pelayanan medis primer atau dasar dan
pelayanan rawat inap bagi fasilitas kesehatan yang memiliki sarana rawat inap.
Peserta BPJS Kesehatan yang memerlukan rawat jalan tingkat pertama dan
pelayanan gigi harus melalui prosedur sebagai berikut:

1)
2)
3)
4)

Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan (proses administrasi).


Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta
Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian tindakan.
Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing

fasilitas kesehatan.
5) Bila diperlukan atas indikasi medis peserta akan memperoleh obat.
6) Apabila peserta membutuhkan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pasca
melahirkan, maka pelayanan dapat dilakukan oleh bidan atau dokter umum.
7) Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan ataupun
tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka fasilitas
kesehatan tingkat pertama akan memberikan surat rujukan ke fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan sistem
rujukan yang berlaku.
8) Surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan, dan selanjutnya selama masih dalam perawatan dan belum di
rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak dibutuhkan lagi surat
rujukan. Dokter yang menangani memberi surat keterangan masih dalam
perawatan.
9) Fasilitas kesehatan wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang
telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah
disediakan BPJS Kesehatan.
Peserta BPJS Kesehatan yang memerlukan rawat inap tingkat pertama
harus melalui prosedur sebagai berikut:
(a) Peserta datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memiliki fasilitas
rawat inap.
(b) Fasilitas kesehatan dapat melayani peserta yang terdaftar maupun peserta yang
dirujuk dari fasilitas kesehatan tingkat pertama lain.
(c) Peserta menunjukkan identitas BPJS Kesehatan.
(d) Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta.
(e) Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan,
obat dan bahan medis habis pakai (BMHP)
(f) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masingmasing fasilitas kesehatan.
(g) Fasilitas kesehatan wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang
telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah
disediakan BPJS Kesehatan.

(h) Peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan bila secara
indikasi medis diperlukan.
Peserta BPJS Kesehatan yang memerlukan pemeriksaan darah sesuai
indikasi medis harus melalui prosedur sebagai berikut:
1) Darah disediakan oleh fasilitas pelayanan darah yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan.
2) Penggunaan darah sesuai indikasi medis berdasarkan surat permintaan
darah yang ditandatangani oleh dokter yang merawat.
Gambar 2.1. Alur Pelayanan Kesehatan

(Sumber : Buku Panduan Layanan bagi Peserta BPJS


Kesehatan, 2013, 32)

3. Kepuasan
Menurut Tse dan Wilton (dalam Tjiptono, 2014 : 146) disebutkan bahwa
kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual
produk setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari harapan
dan kinerja. Oliver (dalam Tjiptono, 2014 : 146) memberikan pendapat bahwa
kepuasan keseluruhan ditentukan oleh ketidaksesuaian harapan yang merupakan
perbandingan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Kepuasan merupakan
fungsi positif dari harapan pelanggan dan keyakinan diskonfirmasi. Dengan
demikian kepuasan atau ketidakpuasan mayarakat merupakan respon dari
perbandingan antara harapan dan kenyataan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Linder Pelz
dalam Gotleb, Grewal dan Brown (Tjiptono, 2014 : 147) bahwa kepuasan merupakan
respon afektif terhadap pengalaman melakukan konsumsi yang spesifik. Sementara

Engel (dalam Tjiptono, 2014 : 146) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai


evaluasi purna beli terhadap alternatif yang dipilih yang memberikan hasil sama atau
melampaui harapan pelanggan. Kotler (dalam Tjiptono, 2014 : 147) memberikan
definisi kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang
berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan
harapanharapannya.
Menurut Yoeti (2013 : 36) kepuasan pelanggan banyak ditentukan oleh
kualitas performa dalam pelayanan di lapangan. Apabila pelayanan tidak sama atau
tidak sesuai dengan harapan pelanggan maka dimata pelanggan pelayanan yang
diberikan dinilai jelek dan tidak memuaskan. Rasa puas pelanggan terhadap sesuatu
dapat disebabkan antara lain :
a. Tidak sesuai dengan harapan dan kenyataan yang dialami
b. Layanan selam proses menikmati jasa tidak memuaskan pelanggan
c. Perilaku/tindakan personil yang tidak menyenangkan
d. Suasanan dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang
Menurut Kotler dalam Tjiptono (2014 : 55) bahwa beberapa metoda yang
digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan yaitu:
1) Sistem keluhan dan saran (Complain and Suggestion System) Memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggan untuk menyampaikan saran,
kritik, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan berupa kotak saran,
kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website dan lain-lain.
2) Analisis pelanggan yang beralih (Lost Customer Analysis) Perusahaan
seharusnya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang
telah beralih dari pemasok agar dapat memahami mengapa hal ini terjadi dan
supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya.
3) Survei kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Surveys)
Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan
menggunakan metode survei baik via pos, telepon, e-mail maupun wawancara
langsung. Setelah melakukan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan akan
diperoleh informasi yang bermanfaat bagi instansi untuk memperbaiki kinerja.
Informasi ini mempengaruhi kebijakan yang akat dibuat instansi tersebut.
4. Persepsi masyarakat
Notoatmodjo (2010), menyatakan persepsi adalah pengalaman tentang obyek,
peristiwa, atau hubungan hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkannya. Selain itu, Hardiningsih (2011) menyatakan persepsi
sebagai suatu proses pengorganisasian, pengintepretasian terhadap stimulus oleh
organisasi atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti, dan merupakan
aktivitas dalam diri individu.

John R. Wenberg & William W. Wilmot menyatakan bahwa persepsi dapat


didefinisikan sebagai cara organisme memberi makna, sedangkan Rudolph F.
Ferderber menyatakan bahwa persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi
dan J. Cohen menyatakan bahwa persepsi adalah interpretasi bermakna atas sensasi
sebagai representatif objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak
mengenai apa yang ada di luar sana. Persepsi merupakan inti komunikasi, sedangkan
penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik
(decoding) (Riswandi, 2009). Berdasarkan pengertian persepsi dari para ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu pengintepretasian dan penafsiran dari
suatu rangsangan yang diterima.
a. Proses Persepsi
Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan
tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Subproses psikologis
lainnya yang mungkin adalah pengenalan, perasaan, dan penalaran (Sobur, 2003)
Obyek/
stimulasi

Sensoris

Deproses
Indra(input

Persepsi

output

Indra di otak
(pusat syaraf)

Gambar 2.1. Proses Terjadinya Persepsi


(Sumber :Ilmu Perilaku, 2009, 111)

b. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi


Menurut Notoatmodjo (2010: 104) Ada banyak faktor yang akan
menyebabkan stimulus dapat masuk dalam rentang perhatian kita. Faktor
penyebab ini dapat kita bagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan
faktor internal.Faktor eksternal adalah faktor melekat pada objeknya, sedangkan
faktor internal adalah faktor yang ada pada orang yang mempersepsikan stimulus
tersebut.
1) Faktor Eksternal
(a) Kontras
Cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat kontras
baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan.
(b) Perubahan Intensitas

Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah
dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian kita.
(c) Pengulangan (Repetition)
Iklan yang diulang-ulang akan lebih menarik perhatian kita, walaupun
seringkali kita merasa jengkel dibuatnya. Sesuatu yang baru (novelty)
Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada
sesuatu yang telah kita ketahui. Sesuatu yang menjadi perhatian orang
banyak Suatu stimulus yang menarik perhatian orang banyak akan menarik
perhatian kita.
2) Faktor Internal
Pengalaman/pengetahuan Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki
seseorang merupakan faktor yang berperan dalam menginterpretasikan
stimulus yang diperoleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah kita
pelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi.
(a) Harapan atau Expectation
Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus.
(b) Kebutuhan
Kebutuhan akan menyebabkan stimulus tersebutdapat masuk dalam
rentang perhatian kita dan kebutuhan ini akan menyebabkan kita
menginterpretasikan stimulus secara berbeda.
(c) Motivasi
Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang.
(d) Emosi
Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang
ada.
(e) Budaya
Seseorang

dengan

latar

belakang

budaya

yang

sama

akan

menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda,


namun akan mempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sebagai
sama saja. Inilah yang membentuk terjadinya stereotip.
Menurut Bimo Walgito (2010: 101) berkaitan dengan faktor-faktor yang
berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu :
1. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan

stimulus

yang

mengenai

alat

indera

atau

reseptor.Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga
dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf
penerima yang bekerja sebagai reseptor.Namun sebagian besar stimulus datang dari
luar individu.

Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf


Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus.Disamping itu juga
harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima
reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.Sebagai alat
untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.
2. Perhatian
Untuk menyadari atau mengadakan persepsi diperlukan adanya
perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka
mengadakan persepsi.Perhatian merupakan pemusatan
atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukan
kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
c. Pentingnya Persepsi
Menurut Sabaruna BS (2008: 12), penilaian kepuasan pasien
karena hal-hal berikut :
1. Bagian dari mutu pelayanan
Kepuasan pasien merupakan bagian dari mutu pelayanan, karena upaya pelayanan
harus dapat memberikan kepuasan, tidak hanya untuk kesembuhan saja.
2. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit
a) Pasien yang puas akan member tahu pada teman, keluarga, dan tetangga
b) Pasien yang puas akan datang lagi control atau membutuhkan pelayanan yang
lain
c) Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan baru
Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yang
terbatas, peningkatan pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
B. Kerangka Teori
Pelayanan BPJS
KESEHATAN/JKN

1. P. Administrasi
2. P. Medis
3. P. Keperawatan
4. P. Penunjang Medis

Kepuasan
Masyarakat

Faktor Internal :
1. Pengalaman /
Pengetahuan
2. Harapan
3. Kebutuhan
4. Motivasi
5. Emosi
6. Budaya

Faktor Eksternal :
1. Kontras
2. Perubahan Intensitas
3. Pengulangan
4. Sesuatu yang baru
5. Sesuatu yang mejadi
perhatian banyak orang

PERSEPSI

Gambar 2.2. Kerangka Teori (Sumber : Modifikasi, Ilmu Perilaku, 2009, 111. Promosi
Kesehatan Teori dan Aplikasi, 2010, 104. Panduan Layanan bagi Peserta BPJS
Kesehatan,2016,)
C. Kerangka Konsep

Kepuasan masyarakat

Kualitas pelayanan bpjs


Persepsi
Gambar 2.3 Kerangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan masyarakat dalam ikut serta
program BPJS kesehatan.
2. Ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap persepsi masyarakat dalam ikut serta
program BPJS.
3. Ada perbedaan pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan persepsi
masayarkat dalam ikut serta program BPJS.

Anda mungkin juga menyukai