Anda di halaman 1dari 18

Asma Bronkiale Persisten dengan Riwayat Merokok

Problem Based Learning Blok 18 Sistem Respiratorius


Semester 4 Tahun Ajaran 2012/2013

Disusun Oleh:
Yunita Sofianti - 102009208
Fitry Hardiyanti - 102011059
Ira Frayanti Sarewa - 102011060
Ryan Gustomo - 102011209
Tania Angela - 102011234
Alfonso - 102011236
Desak Putu Tri Artha Sari - 102011267
Catherina Oswari - 102011361

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2012
1.

Pendahuluan
1

Sesak napas merupakan keadaan yang paling sering ditemui pada penderita yang
mengalami penyakit paru. Sesak napas atau sering dikenal dispneuadalah perasaan subjektif dari
pasien yang menyatakan adanya rasa tidak nyaman di dada seperti sulit untuk bernapas. Berat
ringannya dispneu tidak dapat diukur dan kadangkadang sulit untuk dinilai. Sulit untuk menilai
apakah suatu dispneu bersifat fisiologi atau patologi. Akan tetapi terdapat beberapa pegangan
untuk menilai dispneu yang patologi, yaitu berdasarkan riwayat penyakit apakah dispneu tersebut
terjadi secara mendadak atau berulang (recurrent). Waktu terjadinya dispneu menentukan pula
apakah setelah bekerja berat atau terjadi tiba-tiba pada tengah malam. Sedangkan berdasarkan
riwayat penyakit yan mendukung terjadinya dispne yang bersifat subyektif, yakni bila terjadinya
dispne berhubungan banyak dengan umur, seperti misalnya dalam menjalankan pekerjaan yang
tidak sebanding dengan usia, atau dispneu yang bersifat ringan, yakni pada penderita yang sehat
tanpa disertai dengan kelainan-kelainan fisik maupun penyakit lainnya.1
Sesak napas merupakan salah satu gejala khas pada penderita asma yang ditandai dengan
pemanjangan ekspirasi dan adanya wheezing (mengi). Oleh karena itu, dibuatlah makalah ini
untuk mengetahui lebih lanjut tentang penyakit asma.
2.

Isi

2.1

Skenario
Tn A, usia 28 tahun di bawa keluarganya ke UGD RS UKRIDA karena sesak nafas sejak

12 jam sebelum masuk RS. Pasien tidak demam, batuk ada sejak 3 hari lalu dahak sulit keluar, jika
keluar kental berwarna putih, tidak terdapat nyeri dada. Pasien mengatakan sesaknya memang
sering timbul 2 bulanan ini, namun tidak sesesak sekarang. Sesak nafasnya biasa muncul pada
malam hari. Pasien juga mengatakan lebih mudah sesak terutama saat suasana dingin dan berdebu.
Seingat pasien dalam 1 bulan terakhir dirinya sudah 4x sesak saat dini hari. Menurut keluarga
pasien biasa sesak-sesak yang dialami sebelumnya mereda seiring waktu dengan pasien
beristirahat. Pasien sebelumnya belum pernah berobat untuk keluhan sesak nafasnya. Riwayat
merokok sejak usia 17 tahun.
2.2

Hipotesis
Pria 28 tahun mengalami sesak napas 12 jam SMRS, yang sesaknya dimulai sejak 2 bulan

lalu terutama malam hari, suasana dingin dan debu serta batuk berdahak putih kental yang sulit

keluar. Pria ini punya riwayat merokok sejak umur 17 tahun sehingga diduga ia mengalami asma
bronkiale.
Sistem Respirasi2
Sistem pernapasan pada manusia merupakan pengangkutan gas oksigen dari atmosfer dan melepaskan
gas karbondioksida dari darah melalui alveoli paru-paru serta untuk menghasilkan energi yang
digunakan untuk aktivitas manusia. Sistem pernapasan ini melibatkan organ-organ tubuh, yaitu :
a.

Rongga Hidung (Cavum Nasalis)


Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput
lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar
sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang
masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choana. Rongga hidung terdiri atas tiga regio, yaitu vestibulum,
penghidu dan pernapasan. Vestibulum hidung merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat di
sebelah dalam nares. Vestibulum ini dilapisi kulit yang mengandung bulu hidung untuk menahan
lairan partikel yang terkandung di dalam udara yang dihisap. Sedangkan regio penghidu berada di
sebelah cranial, dimulai dari atap rongga hidung daerah ini meluas sampai setinggi concha nasalis
superior dan bagian septum nasi yang ada di hadapan concha tersebut. Regio pernapasan adalah

bagian dari rongga hidung selebihnya.2


b.
Faring
Merupakan sebuah pipa musculomembranosa, panjang 12-14cm membentang dari basis cranii
sampai setinggi vertebra cervical VI atau tepi bawah cartilago cricoidea. Paling lebar di bagian
superior, berukuran 3,5cm. Di sebelah caudal, dilanjutkan dengan oesofagus (kerongkongan). Pada
batas faring dengan oseofagus lebarnya menjadi sekitar 1,5cm, tempat ini merupakan bagian
tersempit saluran pencernaan, selain appendix veriformis.2
c.
Larings (Pangkal tenggorok)
Laring merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan juga organ pembentukan suara,
membentang antara lidah sampai trakea atau pada laki-laki dewasa setinggi vertebra cervical III-VI,
tetapi sedikit lebih tinggi pada anak dari perempuan dewasa. Laring laki-laki dewasa berukuran lebih
besar, oleh karena pertumbuhan yang pesat menjelang pubertas.Laring berbentuk sebagai pipa yang
irregular dengan dinding yang terdiri atas cartilago hialine, cartilago elastis, jaringan ikat dan otot
3

bercorak. Laring menghubungkan pharynx dengan trachea. Fungsinya adaalah menyokong,


mencegah makanan/minuman untuk masuk ke dalam trachea, serta fonasi (membentuk
suara).Rangka larynx terdiri dari beberapa potong kartilago, antara lain: tulang rawan hialin (terdiri
atas cartilage thyroidea, cartilage cricoidea dan cartilage aritenoid) serta tulang rawan elastis (terdiri
atas epiglottis, cartilage cuneifomis, dan cartilage corniculata). Otot bercorak dari larynx dapat
dibagi menjadi otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot ekstrinsik berfungsi untuk menopang dan
menghubungkan sekitarnya. Kontraksinya terjadi pada proses digulatio (menelan). Otot instrinsik
berfungsi untuk menghubungkan masing-masing cartilage larings. Kontraksinya berpereran dalam
proses bersuara.2
d.
Epiglotis
Merupakan cartilago elastis yang terdiri dari dua permukaan, yaitu permukaan lingual dan
permukaan laryngeal. Permukaan lingual yang menghadap ke lidah dilapisi oleh epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk. Sedangkan permukaan laryngeal yang menghadap ke laring dilapisi
oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Di bawah epiglottis terdapat dua lipatan mukosa
yang menonjol ke lumen laring. Bagian atas disebut pita suara palsu (plica ventricularis) yang
dilapisi oleh epitel bertingkat torak bersilia. Sedangkan bagian bawah disebut pita suara sejati (plica
vocalis) yang dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Plica vokalis merupakan lipatan
membrane mukosa yang didalamnya mengandung ligamentum vokalis yang merupakan pengikat
elastis. Epitel yang menutupi merupakan epitel gepeng berlapis.2
e.
Trakea (tenggorok)
Panjang trakea sekitar 8 10 cm, dengan diameter 1,5 cm. Struktur trakea berupa pipa udara,
tersusun atas otot polos dan kartilago berbentuk huruf C sebagai penyokong. Bagian dalam licin
dilapisi selaput lendir dan mempunyai sel-sel bersilia. Otot polos berperan untuk mendekatkan kedua
kartilago tersebut. Trakea terletak hampir di bidang sagital, tetapi biasanya bifurkasi trakea sedikit
terdesak ke arah kanan oleh arcus aortae. Selama inspirasi dalam mungkin bifurkasi ini turun sampai
setinggi vertebra thoracal 6. Bentuk trakea sedikit kurang silindrik, karena datar di sebelah posterior.2
f.
Bronkus
Bronkus adalah penghubung trakea dengan paru-paru. Trakea bercabang menjadi bronkus kanan dan
kiri sebagai bronkus primer yang menuju ke paru-paru, mempunyai struktur yang menyerupai trakea.
Bronkus primer bercabang menjadi bronkus skunder yang seterusnya bercabang-cabang membentuk
bronkiolus. Bronkiolus yang paling ujung disebut bronkiolus respirasi. Pada bronkiolus respirasi
terdapat gelembung-gelembung alveolus. Alveolus merupakan tempat terjadinya pertukaran gas

antara darah (di dalam pembuluh darah) dengan udara bebas. Oksigen dari udara berdifusi ke dalam
darah sedangkan karbon dioksida dan uap air dari darah berdifusi ke udara.2
g.
Paru Paru
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga toraks. Kedua paru
dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Paru
kanan lebih besar dari paru kiri. Selain itu, paru juga dibagi menjadi tiga lobus, tiga lobus pada paru
kanan dan dua lobus pada paru kiri.Lobus-lobus tersebut dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu 10
segemen pada paru kanan dan 9 segmen pada paru kiri.Paru-paru terletak di atas diafragma (sekat
rongga badan) dan di bungkus oleh dua lapis selaput (pleura). Di antara selaput rangkap ini terdapat
cairan yang berfungsi untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika mengembang dan
mengempis.2
3.

Pembahasan

3.1

Anamnesis3
Anamnesis luas yang menggali perjalanan waktu, sifat dan keparahan gejala merupakan
faktor paling penting dalam menegakkan penyebab penyakit respirasi. Pendekatan logis
yang sistematik disusun sebagai berikut dan memastikan dilakukannya penyelidikan yang
menyeluruh dan lengkap.3
a. Gambaran Umum
Usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan dan status perkawinan dicatat karenz mungkin
berhubungan dengan penyakit spesifik. Oleh karena itu, tuberkulosis (TB) lebih sering
tterjadi pada orang Asia, sarkoidosi pada orang Afrika-Karibia.
b. Keluhan Utama3
Membuat daftar gejala-gejala utama, biasanya nyeri dada, sesak nafas (dispneu), batuk,
atau hemotisis pada penyakit respirasi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang3
Menanyakan gambaran spesifik (onset, perkembangan) gejala utama dan manifestasi
sistemik terkait (misalnya demam, kaku otot, keringat malam hari, malaise, penurunan
berat badan, limfadenopati, artritis, ruam). Oleh karena itu, badan basah karena
keringat malam hari atau penurunan berat badan berhubungan dengan TB atau kanker
serta eritemnodusum (nodul peradangan pada kulit) dengan sarkoidosis atau TB. Apnea
obstruktif saat tidur menyebabkan penderita tidur di siang hari disertai mengorok,
obesitas dan ukuran leher >17 inci (43cm).

Nyeri dada: menentukan lokasi, jenis (pleuritik, nyeri), keparahan, onset


(bertahap, mendadak), periodisitas (intermitten, konstan), durasi (beberapa
menit,

hari),

faktor

yng

memperberat

dan

menghilangkan

gejala

(memburuk/membaik dengan bernapas, posisi), serta waktu berhenti bekerja.


Nyeri pleuritik merupakan nyeri tajam dan terlokalisir yang diperburuk dengan

napas dalam.
Sesak napas: terjadi saat istirahat, berolahraga, atau ketika berbaring datar
9ortopnea). Menetukan kecepatan onset ( mendadak, bertahap), kapan
terjadinya (nokturnal0, toleransi olahraga (berjalan, berlari, atau naik tangga0,
dan gejala-gejala terkait (misalnya hayfever, mengi, stridor). Pada PPOK sesak
napas meburuk saat berolahraga. Sebaliknya, sesak napas yang disebabkan oleh
edema paru dapat secara mendadak membangunkan pasien yang sedang tidur
(terlentang) dengan gagal jantung. Sesak napas nokturnal dengan mengi atau

sesak napas musiman dengan hayfever menunjukkan asma.


Batuk : batuk di pagi hari menunjukkan bronkitis kronik (batuk perokok), pada
malam hari menunjukkan asma atau dapat persisten setelah infeksi saluran
napas oleh virus dengan bronkus yang hiperresponsif. Batuk dapat kering atau
mengluarkan sputum (produktif). Pada seorang perokok, batuk persisten,
perubahan karakter, atau batuk sapi (bocine cough, akibat palsi nervus laringeus

rekuren) menunjukkan perkembangan karsinoma bronkus.


Sputum :batuk di pagi hari dan produksi sputum selama 3 bulan dalam setahun
selama lebih dari 1 tahun menunjukkan bronkitis kronik. Sputum mukopurulen
kuning atau hijau terjadi pada infeksi dada, dan bila sputum banyak serta berbau
busuk dapat menunjukkan bronkiektasis. Sputum berbusa merah muda khas

untuk edema paru.


Hemoptisis : menentukan frekuensi dan jumalh (yaitu flek pada sputum, darah
merah segar), >550ml, hemoptisis dalam 24 jam mengancam nyawa. Infeksi
(misalnya, TB, pneumonia, bronkiektasis, Aspergillus) menyebabkan ~80%
hemoptisis; karsinoma bronkus dan penyebab yang lebih jarang (infark paru,

vaskulitis) menyebabkan ~20%.


d. Riwayat Penyakit Dahulu3
Menyelidiki keadaan respirasi sebelumnya;

batuk

rejan

masa

kanak-kanak

berhubungan dengan bronkiektasis dewasa; TB dapat akif kembali pada kehidupan


6

selanjunya. Atopi dan eksema sering berhubungan dengan asma. Menilai pemahaman
mengenai penyakit saat ini dan kepatuhan dengan obat-obatan. Meninjau foto toraks
sebelumnya, perawatan di rumah sakit, dan kebutuhan akan ventilasi mekanis.
e. Obat-obatan3
Meninjau kembali obat-obatan yang baru saja diminum sebelumnya, yang termasuk
inhaler, nebulizer, dan oksigen. Menentukan apakah perubahan saat ini berhubungan
dengan gejala-gejala baru (misalnya -blocker dapat mencetuskan atau memperburuk
asma; sitotoksik (misalnya metroteksat) dapat menyebabkan fibrosis paru). Catatlah
alergi pasien terhadap obat-obatan dan makanan.
f. Riwayat keluarga, pekerjaan, dan sosial3
Riwayat keluarga yang menderita atopi, tuberkulosis, PPOK atau fibrosis kistik dapat
membantu menegakkan diagnosis. Riwayat merokok termasuk durasi dan jumlah (1
bungkus/hari selama 1 tahun = 1bungkus/tahun). Penyalahgunaan alkohol merupakan
predisposisi tuberkulosis. Pekerjaan dapat menjadi predisposisi penyakit respirasi
(misalnya pajanan abses berhubungan dengan plak pleura, fibrosis, dan mesoteliom;
pajanan isosianat dengan asma). Faktorfaktor lingkungan mungkin penting (misalnya
burung peliharaan dapat menyebabkan psittakosis). Bepergian berhubungan dengan
infeksi-infeksi spesifik (misalnya penyakit Legionnaire).
3.2

Pemeriksaan Fisik
Deteksi konstelasi khas tanda-tanda klinis membantu menegakkan diagnosis, meskipun

perjanjian antar pengamat yang buruk mempertanyakan keandalannya dan menekankan kebutuhan
akan pemeriksaan penunjang lain.
Pemeriksaan Fisik Umum3
Tentukan apakah pasien akan sehat atau tidak, dan apakah pernapasan, jalan napas, dan sirkulasi
adekuat. Periksalah laju dan pola pernapasan. Nilailah derajat sesak napas saat istirahat atau saat
tidak berpakaian. Periksalah grafik observasi (misalnya temperatur, S aO2) dan pot sputum di
tempat tidur. Perhatikan gambaran umum seperti obesitas, kaheksia, ikterus, gawat napas, ansietas,
dan nyeri. Periksalah :

Tangan : periksa adakah pewarnaan nikotin, jari tubuh, sianosis perifer, tremor halus pada
terapi B2-agonis berlebih, dan tremor kasar pada flap retensi CO 2. Nadi yang berdentum
kuat juga menunjukkan retensi CO2.

Wajah dan leher : periksalah kelenjar getah bening dan gambaran penyakit sistemik.
Periksalah konjungtiva apakah ada tanda anemia dan lidah (bibir) untuk sianosis sntral
(perubahan warna biru akibat peningkatan hemoglobin arterial terdeoksigenasi). Ukur
tekanan vena jugularis dan perubahannya seiring respirasi (yaitu tetap dan meningkat pada
obstruksi vena kava superior). Periksalah adanya deviasi trakea dan stridor (mengi inspirasi
akibat obstruksi jalan napas atas).

Pemeriksaan Dada3
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi anterior dan posterior, dengan
membandingkan sisi kiri dan kanan. Pola tanda-tanda fisik akan menunjukkan kemungkinan
diagnosis.

Inspeksi : meliputi bentuk dada dan tulang belakang, tanda parut akibat radioterapi dan
pembedahan ssebelumnya, nodul-nodul subkutan, vena dinding dada yang membesar dan
berkelok-kelok (obstruksi VKS), hiperinflasi, simetrisitas gerakan dinding dada, dan

penggunaan otot respirasi tambahan.


Palpasi : periksalah adanya nyeri tekan, posisi denyut apeks, dan ekspansi dinding dada

yang adekuat (>3ccm).


Perkusi : nilailah bunyi pekak dan hiper-resonansi
Auskultasi : nilailah bunyi napas dan distribusinya yang meliputi sifat (yaitu vesikular,
bronkus), intensitas (yaitu tidak ada, berkurang) dan bunyi tambahan (mengi, ronki, rub).
Bunyi napas vesikular adalah bunyi inspirasi dan ekspirasi normal; tidak ada gap
antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas bronkial adalah bunyi bernada tinggi
(tiupan) dengan suatu gap antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi tersebut terjadi pada
konsolidasi, kolaps, dan di atas efusi pleura. Bunyi napas yang berkurang terjadi pada
efusi, konsolidasi, pneumotoraks, dan peninggian diafragma. Krepitasi dapat halus, tetap,
dan terdengar saat inspirasi karena fibrosis paru atau konsolidasi dini; atau kasar akibat
sekresi bronkus berlebih (misal bronkiektasis).Resonansi vokal dan fremitus vokal taktil
meningkat di area-area konsolidasi dan menghilang pada efusi dan paru yang kolaps.

3.3

Pemeriksaan Penunjang3
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati:
8

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.


Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

denganviskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.


b. Pemeriksaan darah. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia,hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan
dari SGOT dan LDH.Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimanamenandakan terdapatnya suatu infeksi.Pada pemeriksaan faktorfaktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktuserangan dan menurun pada
waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukangambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan ronggaintercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
-

terdapat komplikasi, makakelainan yang didapat adalah sebagai berikut:


Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akansemakin

bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum,pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapatdilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

3. Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
.4. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian,dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
-

Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan

clockwiserotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle
branch block).
Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.

5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepatdan
sederhana

diagnosis

asma

adalah

melihat

respon

pengobatan

dengan

bronkodilator.Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian


bronkodilator aerosol(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1
atau FVC sebanyak lebihdari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi jugapenting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhantetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.
3.4 Diagnosis
a. Diagnosis Kerja
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan ditemukan
pasien menderita Asma Bronkiale.
Asma Bronkial adalah penyakit peradangan saluran napas dan penyumbatan saluran napas
yang ditandai oleh adanya gejala intermitten, termasuk mengi, rasa sesak di dada, kesulitan
bernapas (dispnea), dan batuk bersama dengan hiperresponsivitas bronkus. Pajanan oleh alergen
tertentu atau berbagai rangsang non spesifik memicu kaskade proses aktivasi sel di saluran napas
sehingga terjadi peradangan akut atau kronik yang diperantai oleh berbagai sitokin lokal dan
mediator lain. Pembebasan mediator dapat mengubah tonus dan kepekaan otot polos saluran
napas, menyebabkan hipersekresi mukus, dan menimbulkan kerusakan epitel saluran napas.
Proses-proses patologis ini menyebabkan arsitektur dan fungsi saluran napas terganggu secara
kronik. Hal yang mendasar dalam definisi asma adalah kemungkinan variasi keparahan dan
manifestasi penyakit pada dan di antara individu seiring dengan berlalunya waktu. Contohnya,
sementara banyak penderita asma jarang memperlihatkan gejala ringan, yang lain dapat
mengalami gejala menetap atau berkepanjangan dengan tingkat keparahan yang tinggi. Demikian
juga, rangsang pemicu yang menyebabkan kekambuhan dapat cukup berbeda antar pasien.4
b. Diagnosis banding
Pada skenario, ada keluhan sesak napas malam hari, yang juga timbul saat dingin dan
debuserta batuk berdahak putih kental yang sulit keluar dan juga ada riwayat merokok sejak
umur 17 tahun. Maka ada beberapa penyakit yang dapat menjadi diagnosa banding dari gejala10

gejala dan permasalahan pada kasus, yaitu penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang
ditandai dengan obstruksi jalan napas ekspiratori yang ireversibel dan peningkatan usaha bernapas.
PPOK meliputi bronkitis kronik dan emfisema paru yang sering terjadi bersamaan. Faktor risiko
untuk PPOK yaitu merokok, usia di atas 50 tahun, laki-laki, infeksi dada masa kanak-kanak,
hiperreaktivitas jalan napas (asma), status sosioekonomi rendah, polusi atmosfer.
1. Emfisema Paru, keadaan patologis yang menunjukkan bahwa di paru terjadi pembesaran
abnormal menetap ruang-ruang udara di sebelah distal bronkiolus terminal, disertai oleh
kerusakan dinding-dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Defek patologis utama bukan di
saluran napas tetapi di dinding unit respiratorik, yaitu hilangnya jaringan elastik
menyebabkan lenyapnya tegangan recoil untuk menahan saluran napas selama ekspirasi.
Kerusakan saluran napas disertai dispne progreif dan obstruksi non revesibel tanpa batuk
produktif yang signifikan. Selain itu, berkurangnya luas permukaan alveoulus serta
jaringan kapiler untuk pertukaran gas ikut berperan menyebabkan hipoksia dan dispnea
progresif. Manifestasi klinis pada emfisema paru yaitu sesak, namun batuk dan mengi
jarang ada. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada
faseremisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan
fisik didapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun,
suara vesikulersangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.3,4
2. Bronkitis Kronik, disebabkan oleh obstruksi jalan napas akibat inflamasi mukosa kronik,
hipertrofi kelenjar mukosa, dan hipersekresi mukus, bersamaan dengan bronkospasme.
Keadaan tersebut didefinisikan sebagai batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun palingsedikit terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya
terjadi pada penderita >35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari,
lama-lama disertai mengi,menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut
ditemukan sianosis dan tanda-tandakor pumonal.3,4
3.5

Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan

asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi5
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
11

alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial
jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan. Genetik diturunkan dalam keluarga dan
berhubungan dengan atopi. Penelitian genetic menunjukkan adanya hubungan
reseptor IgE afinitas tinggi dan gen sitokin T-helper (Th2) (kromosom 5)
b. Faktor presipitasi5
Alergen. Dimana alergen dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :ex: makanan

dan obat-obatan.
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti perhiasan, logam dan

jam tangan.
Perubahan cuaca. Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfiryang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadangserangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Halini berhubungan dengan

arah angin serbuk bunga dan debu.


Stress. Gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisamemperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segeradiobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi
perlu diberi nasehat untukmenyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya

belum diatasi maka gejala asmanyabelum bisa diobati.


Lingkungan kerja. Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal iniberkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan,industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.

Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.


Olah raga atau aktifitas jasmani yang berat. Sebagian besar penderita asma akan
mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmaniatau aloh raga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asmakarena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Meskipun terdapat ketumpangtindihan bermakna antara dua kelompok, penyebab asma dapat
dibagi menjadi dua kategori utama: ekstrinsik dan intrinsik.4
1. Asma ekstrinsik (atopik) secara umum mempengaruhi anak atau remaja muda yang sering
mempunyai riwayat keluarga atau pribadi tentang alergi, bentol-bentol, ruam, dan eczema.
12

Hasil dari tes kulit biasanya positif pada alergen spesifik, yang menunjukkan kemungkinan
bahwa asma ekstrinsik adalah alergis. Obstruksi pernapasan akut, tekanan pada aliran
udara, dan turbulensi dari aliran udara dikaitkan dengan tiga respons berikut : 1) spasme
bronkus, yang melibatkan irama peremasan jalan napas oleh otot yang mengitarinya; 2)
produksi mukus kental yang banyak; dan 3) respons inflamasi, yang mencakup
peningkatan permeabilitas kapiler dan edema mukosa..
2. Asma intrinsik (idiosinkratik) biasanya mempengaruhi orang dewasa, termasuk mereka
yang tidak mengalami asma atau alergi sebelum usia dewasa tengah. Riwayat pribadi atau
keluarga negative untuk alergi, eksema, bentol-bentol, dan ruam. Asma ringan sampai
sedang dikarakteristikan dengan kontraksi otot polos saluran napas, edema mukosa,
infiltrasi seluler, dan sumbatan mukus dalam lumen saluran napas, yang merupakan faktor
yang berkontribusi pada bronkokonstriksi dan hiperaktivitas saluran napas. Hal ini
dihasilkan dari hiperrespons otot polos dan trakeobronkial terhadap ransangan mekanik
kimia, lingkungan, alergik (asma ekstrinsik), farmakologik, atau ransangan yang tidak
diketahui.
3.6

Epidemiologi
Asma adalah penyakit paru kronik tersering, mengenai hingga 15-17% populasi di

sebagian tempat. Angka prevalsi tertinggi dilaporkan di Australia dan New Zealand; di Amerika
Serikat, prevalensinya adalah 3-5%. Asma lebih sering pada anak dan terjadi lebih sering pada ank
laki-laki dibandingkan perempuan. Terdapat beberapa korelasi dengan gaya hidup kebarat-baratan,
termasuk kondisi lingkungan yang disukai tungau debu-rumah dan polusi atmosferik. Banyak
faktor dapat menyebabkan atau mencetuskan asma; 20% orang yang bekerja mungkin rentan
terhadap asma akibat pekerjaan (asma okuapsional).4
3.7

Patogenesis
Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan

sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkiolus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang
alergi membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada
sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus. Bila seseorang terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebutmeningkat, alergen

13

bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus maupun sekresi mukus
yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.6
Pada asma, diameter bronkiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Bronkiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-sekali melakukan
ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan udara ekspirasi
dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest.6
Asma terjadi karena penderita asma telah mengembangkan tingkat kedalaman pernapasan
yang jauh melebihi yang seharusnya, dan tubuh penderita mengkompensasinya dengan langkahlangkah defensif untuk memaksa penderita agar dapat mengurangi frekuensi pernapasannya. Hal
ini menyebabkan restriksi saluran napas dan peningkatan mucus. Rata-rata penderita asma
bernapas 3-5 kali lebih sering dan lebih cepat dibandingkan yang normal6.
3.8

Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitasbronkus.

Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala
asma antara lain5 :
1.
2.
3.
4.

Dispnea yang bermakna.


Batuk, terutama di malam hari.
Pernapasan yang dangkal dan cepat.
Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya

saatekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.


5. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan
kondisi,napas cuping hidung.
6. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang cukup.

14

7. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi
padapasien asma. Kondisi ini terlihat denganmemanjangnya waktu ekspirasi.
8. Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan

tetapi,

dalampemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan di antara serangan


padapasien yang memiliki asma persisten.
3.9

Penatalaksanaan
Tujuan terapi asma adalah3,5 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.


Mencegah kekambuhan.
Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise.
Menghindari efek samping obat asma.
Mencegah obstruksi jalan napas yang ireversibel.
Yang termasuk obat antiasma adalah3,5:
Bronkodilator
a. Agonis 2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan feneterolmemiliki
lama kerja 4-6 jam, sedangkan 2 long-acting bekerja lebih dari 12 jam,seperti salmeterol,
formoterol, bambuterol, dan lain-lain. Banyak aerosol dan inhalasimemberikan efek
bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitusepersepuluh dosis oral
dan pemberiannya lokal.
b. Metilxantin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengankonsentrasinya di
dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan denganpemantauan kadar teofilin serum
dalam pengobatan jangka panjang.
c. Antikolinergik
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsic dari saluran napas.
Antiinflamasi.
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi dan
profilaksis.
a. Kortikosteroid
b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi nonsteroid
Terapi awal yaitu5:
1. Oksigen 4-6 liter/menit.
2. Agonis 2 ( Salbutamol 5 mg atau Feneterol 2,5 mg atau Terbutalin 10 mg)
inhalasinebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
15

Pemberianagonis 2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis Salbutamol 0,25 mg


atauTerbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.
3. Aminovilin bolus iv 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jamsebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada respon segera pasien
sedangmenggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.Respon terhadap terapi
awal baik, jika didapatkan keadaan berikut:
- Respons menetap selama 60 menit setelah pengobatan.
- Pemeriksaan fisik normal.
- Arus puncak ekspirasi (APE) > 70%
Jika respons tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya dirawat
dirumah sakit.
Terapi asma kronik adalah sebagai berikut5:
1. Asma ringan: agonis 2 inhalasi bila perlu atau agonis 2 oral sebelum exercise
atauterpapar alergen.
2. Asma sedang: antiinflamasi setiap hari dan agonis 2 inhalasi bila perlu.
3. Asma berat: steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis 2 long
acting,steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis 2 inhalasi
sesuaikebutuhan.
3.10

Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang mengancam jiwa

yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada beberapa individu. Pada kasus
ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan meningkat, kebutuhan oksigen
juga meningkat. Karena individu yang mengalami serangan asma tidak dapat memenuhi
kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen
yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme
bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan
pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan,
dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.1,6
3.10

Prognosis

16

Asma adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan. Faktor resiko
kematian akibat asma adalah kepatuhan terhadap terapi yang buruk, perawatan di unit terapi
intensif dan perawatan dirumah sakit walaupun diberi terapi steroid.5

Kesimpulan
Asma merupakan suatu sindroma yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen,
berbagai sel inflamasi, mediator dan sitokin yang akan menyebabkan kontraksi otot jalan napas,
hiperaktivitas bronkus dan inflamasi jalan napas yang ditandai dengan dispneu (sesak napas) dan
batuk malam hari.

17

Daftar Pustaka
1. Rab HT. Prinsip gawat paru. Edisi 2. Jakarta: EGC; 1996.h.79-82.
2. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011.h.498-501.
3. Ward J, Wiener CM, Safitri A, editor. At a glance Sistem respirasi. Edisi 2. Jakarta:
Erlangga; 2008.h.46-9;54-9.
4. Timothy HM, Ganong WF, Dany F, editor. Patofisiologi penyakit : pengantar menuju
kedokteran klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2010.h.235-64.
5. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;2005.h.178-80.
6. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.566-71.

18

Anda mungkin juga menyukai