Anda di halaman 1dari 16

Cumulative Trauma Disorder akibat kerja

Desak Putu Tri Artha Sari / 10-2011-267


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
Email: putu.tyara@yahoo.co.id
PENDAHULUAN
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial
seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga
menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma
baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar
mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya,
perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan
timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan
seseorang, menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni:1
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami,buatan), kimia (organik/anorganik, logam
berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi,
pendidikan, pekerjaan).
b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,
rehabilitasi.
d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang
bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar kesehatan pada
sektor industri saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang
dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work). Keselamatan kerja atau
Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

Occupational Safety secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya menuju masyarakat
makmur sejahtera. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap
proses.2
ISI
Langkah 1 : Identifikasi istilah yang tidak diketahui
Tidak ada
Langkah 2 : Rumusan masalah
1. Perempuan 30 tahun keluhan nyeri pada tangan kanan sejak 1 minggu yang lalu
2. Perempuan tersebut bekerja sebagai tukang rujak
Langkah 3 : Analisis masalah

7 langkah diagnosis

System rujukan
Perempuan 30 tahun dengan

Pendekatan
epidemiologis

keluhan nyeri pada tangan


kanan
Pencegahan
Langkah 4 : Hipotesis

Penatalaksanaan

Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

Perempuan 30 tahun mengeluh nyeri pada tangan kanannya. Pasien adalah seorang tukang rujak
Langkah 5 : Sasaran pembelajaran
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuh langkah diagnosis okupasi kerja


Pendekatan epidemiologis
Penatalaksanaan penyakit akibat kerja
Pencegahan terjadinya CTD
System rujukan yang dilakukan

Pendekatan Klinis (Individu) 7 langkah diagnosis okupasi


1. Diagnosis Klinis
A. Anamnesis
- Riwayat penyakit : riwayat penyakit sekarang, dulu dan yang ada dalam keluarga
Tanyakan kepada pasien apa ia memiliki penyakit saat ini, jika tidak merasa ada berarti ia
hanya tahu mengenai masalah keluhan sakitnya, misalnya merasakan tangan kanannya nyeri.
Perlu pula menanyakan riwayat sakit terdahulunya untuk tahu apakah ia ada riwayat keluhan
yang sama atau mengakibatkan penyakitnya yang saat ini.
Riwayat medis harus menentukan apakah pasien pernah menderita nyeri pada tangan
kanan sebelumnya dan apakah dia pernah makan obat untuk menangani sakitnya. Misalnya
analgetik.. 1,2
- Riwayat pekerjaan :
Riwayat pekerjaan harus meliputi informasi pekerjaan sekarang dan semua pekerjaan
sebelumnya. Beberapa pertanyaan yang menyangkut riwayat pekerjaannya, seperti berikut ini :1
* Sudah berapa lama bekerja hingga sekarang ini
* Bagaimana riwayat pekerjaan sebelumnya
* Alat kerja, bahan kerja dan proses kerja yang digunakan
* Barang yang diproduksi/dihasilkan
* Waktu bekerja dalam sehari berapa lama dan waktu kerja dalam seminggu berapa kali
* Ada kemungkinan pajanan apa saja yang dialami
* APD yang dipakai apa saja
* Hubungan antara gejala dan waktu kerja
* Pekerja lainnya ada yang mengalami hal yang sama
B. Pemeriksaan Fisik3,4
- Pemeriksaan Umum : keadaan umum, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan fisik menyeluruh
Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

Pada pasien di skenario ini tidak disebutkan pemeriksaan umumnya, jadi kemungkinan
keadaan umumnya baik dan pemeriksaan fisik menmyeluruh juga bisa baik. Sering penyakit
akibat kerja efeknya berpengaruh terhadap tanda-tanda vital.. 1,2
a) Derajat nyeri dengan Visual Analogue Scale(VAS)
Pasien diminta menunjukkan derajat nyeri pada garis sepanjang 10cm, dimana titik ujung 0
menunjukkan tidak nyeri dan titik ujung100 menunjukkan nyeri tak tertahankan, jarak antara
titik ujung 0 dengan titik yang ditunjuk pasien merupakan gambaran derajat nyeri yang dirasakan
pasien
b) Tes Traksi dan Distraksi Cervical
Dilakukan tes traksi dan distraksi/kompresi pada cervical selama 5 detik pada posisi rotasi,
lateral fleksi dan ekstensi.
c) Tes Phalens
Tangan pasien pada posisi palmar fleksi full ROM dipertahankan selama kirakira 30detik. Jika
muncul keluhan nyeri dalam waktu tersebut mengindikasikan bahwa hasil tes positif.

gambar 1.1 tes phalens


Sumber : http://www.handandwristinstitute.com/cumulative-trauma-disorder/

d) Tes Prayers
Tangan pasien pada posisi dorsi fleksi full ROM dipertahankan kirakira 30 detik. Jika muncul
keluhan nyeri dalam waktu tersebut mengindikasikan bahwa tes positif.
e) Tes Tinel
Tes ini mendukung diagnosa jika timbul parestesia atau nyeri pada daerah ditribusi nervus
medianus kalau dilakukan perkusi pada carpal tunnel dengan posisi tangan sedikit dorsi fleksi.
Jika muncul keluhan nyeri yang menjalar sepanjang distribusi saraf medianus mengindikasikan
bahwa hasil tes positif.
f) Median Nerve Test (ULTT 1)
Depresi bahu dengan fleksi siku 90, abduksi bahu dengan fleksi siku hingga 90, eksorotasi bahu,
siku dan jari ekstensi dengan lengan bawah supinasi dan siku ekstensi. Setiap gerakan dilakukan
sampai titik uncomfortable melalui feedback dari pasien
g) Radial Nerve Test (ULTT 2)

Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

Depresi bahu dengan siku difleksikan hingga 90 diikuti pronasi lengan bawah, ekstensi siku,
fleksi siku dan jari lalu absuksi bahu.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat ada penyebab lain
seperti fraktur atau arthritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain
pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan
dioperasi
Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi CTD belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan
yang repetitive, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormone
tiroid ataupun darah lengkap
D. Pemeriksaan Tempat Kerja
Guna dari pemeriksaan ke tempat kerja ini untuk menemukan pajanan apa saja yang bisa
dialami oleh pasien. Terdapat beberapa faktor pajanan yang bisa menyebabkan penyakit akibat
kerja, yakni pajanan fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikososial. Faktor ini menjadi
penyebab pokok dan menentukan terjadinya penyakit. Contoh keluhan sakit punggung
kemungkinan disebabkan karena masalah ergonomic; dermatitis kontak pada pasien mungkin
disebabkan oleh karena pajanan kimia ataupun biologis. Pasien di skenario ini bekerja sebagai
tukang rujak yang mengharuskan pasien untuk melakukan gerakan pengulangan pada tangan
kanannya
2. Pajanan yang Dialami
Cumulative Trauma Disorders (CTDs) adalah sekumpulan gangguan atau kekacauan pada sistem
muskuloskeletal (musculosceletal disorders) berupa cedera pada syaraf, otot, tendon, ligamen, tulang dan
persendian pada titik-titik ekstrim tubuh bagian atas (tangan, pergelangan, siku dan bahu), tubuh bagian
bawah (kaki, lutut dan pinggul) dan tulang belakang (punggung dan leher).
Biasanya CTDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling rentan terhadap
risiko terkena CTDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data menggunakan keyboard
komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai siklus
pengulangan pendek dan cepat sehingga menyebabkan timbulnya CTDs. 5
Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

Pekerjaan-pekerjaan dan sikap kerja yang statis sangat berpotensi mempercepat timbulnya
kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika kondisi seperti ini berlangsung tiap hari dan dalam
waktu yang lama bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi, tendon, ligamen dan
jaringan-jaringan lain. Semua gangguan akut dan kronis tersebut merupakan bentuk dari gangguan
muskuloskeletal yang biasanya muncul sebagai :
a. Arthritis pada sendi akibat tekanan mekanis.
b. Inflamasi pada sarung pelindung tendon (tendinitis, peritendinitis)
c. Inflamasi pada titik sambungan tendon.
d. Gejala-gejala arthrosis (degenerasi sendi kronis)
e. Kejang dan nyeri otot.
f. Gangguan pada diskus intervertebral pada tulang belakang.
Seringkali CTDs tidak terlihat dan sangat jarang memperlihatkan tanda awal yang nyata. CTDs
terjadi di bawah permukaan kulit dan menyerang jaringan-jaringan lunak seperti otot, tendon, syaraf dan
lain-lain. Oleh karenanya CTDs sering disebut juga musculoskeletal disorders (MSDs). Sikap tubuh yang
dipaksakan adalah salah satu penyebab umum CTDs. Kemunculannya sering tidak disadari sampai
terjadinya inflamasi, syaraf nyeri dan mengerut, atau aliran darah tersumbat. CTDs biasanya muncul
dalam bentuk sindrom terowongan carpal (carpal tunnel syndrome), tendinitis, tenosinovitis dan bursitis.
Selain musculoskeletal disorders (MSDs), beberapa istilah lain yang sering digunakan untuk
menyebut CTDs adalah Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs), Repetitive Strain Injuries
(RSI) atau Overuse Syndrome.6

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit


pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan nya terutama pada jari-jarinya. Keluhan
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Rasa nyeri terlebih timbul pada saat memulai pekerjaan dan
setelah bekerja. Pasien adalah seorang penjual rujak yang cukup lama. Dimana dalam melakukan
pekerjaannya pasien menggunakan tangan kanannya untuk mengulik bumbu rujak, gerakan yang
sama selalu pasien lakukan setiap harinya. Sehingga lama kelamaan menimbulkan keluhan nyeri,
panas dan bengkak pada tangan kanannya.
4. Pajanan yang Dialami Cukup Besar7,8
Faktor Penyebab CTDs
Secara pasti hubungan sebab dan akibat faktor penyebab timbulnya CTDs sulit untuk dijelaskan.
Namun ada beberapa faktor resiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau memberikan kontribusi
Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

terhadap timbulnya CTDs. Faktor-faktor resiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu
pekerjaan, lingkungan dan manusia/pekerja.
A. Faktor pekerjaan
Beberapa faktor yang berhubungan dengan pekerjaan penyebab timbulnya CTDs adalah :
1. Gerakan berulang
Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada saat bekerja
mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan bertambah
jika pekerjaan dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat cepat dan waktu
pemulihan kurang.
2. Sikap paksa tubuh
Sikap tubuh yang buruk dalam bekerja baik dalam posisi duduk maupun berdiri akan
meningkatkan risiko terjadinya CTDs. Posisi-posisi tubuh yang ekstrim akan meningkatkan
tekanan pada otot, tendon dan syaraf.
3. Manual handling
Salah satu penyebab terjadinya cedera muskuloskeletal adalah pekerjaan manual handling.
Manual handling adalah pekerjaan yang memerlukan penggunaan tenaga yang besar oleh
manusia untuk mengangkat, mendorong, menarik, menyeret, melempar, dan membawa.
4. Peralatan kerja tidak sesuai
Penggunaan alat-alat yang menekan tajam ke telapak tangan dan menimbulkan iritasi pada tendon
bisa menyebabkan terjadinya CTDs. Cara memegang alat atau benda dengan menekankan jari-jari
ke ibu jari atau membawa benda dengan posisi pegangan pada titik yang jauh dari pusat
gravitasinya juga bisa menimbulkan CTDs.

B. Faktor lingkungan
1. Getaran mekanis
Getaran atau vibrasi adalah suatu gerakan osilatoris dalam area frekuensi infrasonik dan sebagian
dalam rentang frekuensi suara yang bisa didengar manusia. Respon tubuh manusia terhadap
getaran sangat bergantung pada bagian atau anggota-anggota tubuh yang terpapar. Semakin kecil
bentuk anggota tubuh maka semakin cepat gerakan atau getaran yang ditimbulkan dan semakin
tinggi frekuensi resonansinya.
2. Mikroklimat

Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan
kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot
menurun.
C. Monitoring Biologis
Mengetahui jenis substansi (atau metabolitnya) yang dapat dilakukan monitoring biologis, jenis
spesimen yang perlu diperiksa, menentukan saat yang tepat serta syarat untuk mengambil spesimen dan
harus memiliki kemampuan untuk mengambil spesimen yang dibutuhkan (darah, udara pernafasan, urine
dll.), serta melakukan analisis hasil pengukuran.
D. Hasil Surveilens

Mengembangkan program surveilans medis untuk penyakit yang merupakan risiko bagi
pekerja, dengan memilih/melakukan pemeriksaan diagnostik yang tepat, menentukan saat
pemeriksaan yang tepat, mempersiapkan pekerja/mengambil spesimen sesuai kebutuhan dan
melakukan interpretasi hasil dan melakukan rujukan yang sesuai indikasi.

5. Faktor Individu
1, Umur
Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada umur 30 tahun dan semakin
meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini disebabkan secara alamiah pada usia paruh baya
kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan pada otot
meningkat.
2. Jenis kelamin
Otot-otot wanita mempunyai ukuran yang lebih kecil dan kekuatannya hanya dua pertiga (60%)
daripada otot-otot pria terutama otot lengan, punggung dan kaki. Dengan kondisi alamiah yang
demikian maka wanita mempunyai tingkat risiko terkena CTDs lebih tinggi. Perbandingan
keluhan otot antara wanita dan pria adalah 3 dibanding 1.
3. Ukuran tubuh / antropometri
Meskipun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh mempengaruhi
terjadinya keluhan otot. Misalnya wanita yang gemuk mempunyai risiko keluhan otot dua kali
lipat dibandingkan wanita kurus. Ukuran tubuh yang tinggi pada umumnya juga sering menderita
sakit punggung. Kemudian orang-orang yang mempunyai ukuran lingkar pergelangan tangan
kecil juga lebih rentan terhadap timbulnya CTDs.
4. Kesehatan / kesegaran jasmani

Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada orang yang mempunyai cukup waktu
istirahat dalam aktivitas sehari-harinya. Laporan dari NIOSH menyebutkan bahwa tingkat
kesegaran tubuh yang rendah mempunyai tingkat keluhan 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang
3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi sebesar 0,8%.

6. Faktor Lain di luar Pekerjaan


- Hobi : Di skenario tidak disebutkan
- Kebiasaan : di skenario tidak disebutkan
- Pajanan yang ada di rumah : Tidak diketahui. Pajanan di rumah bisa berupa ke psikisnya
yakni stres bila ada permasalahan di rumah.
- Pekerjaan sambilan : Tidak diketahui.
7. Diagnosis Okupasi
Diagnosis okupasi berdasarkan hubungan dengan kausalnya, terbagi menjadi 4 tipe yakni
A) PAK atau PAHK (penyakit akibat hubungan kerja); B) penyakit yang diperberat pajanan di
tempat kerja; C) belum dapat ditegakkan informasi tambahan; D) bukan PAK.
Diagnosis okupasi untuk pasien skenario ini adalah penyakit akibat kerja (tipe A) yakni
CTD (Cumulative Trauma Disorder).Diagonis CTD akibat kerja ini ditegakkan berdasarkan
riwayat pajanan terhadap gerakan pengulangan, melakukan gerakan yang sama berulang-ulang
tanpa jeda yang adekuat untuk istirahat di tempat kerja dan tidak di tempat lainnya, pemeriksaan
fisik yang telah menyingkirkan penyebab lain. 1,2
Pada kerusakan nervus medianus, terjadi kelumpuhan otot-otot eksor, pronator lengan
bawah dan tangan, dan otot tenar. Akibatnya, pronasi lengan bawah melemah, begitu pula eksi,
abduksi tangan. Letak jempol menjadi sebidang dengan jejari lainnya hingga tangan menyerupai
tangan kera. Fleksi dan oposisi jempol tidak mungkin; kekuatan menggenggam, terutama jempol
dan telunjuk melemah. Sensibilitas kulit palma manus dan sisi palma kulit jejari dari jempol
hingga separuh radial jari manis berkurang. Keadaan seperti ini dapat dijumpai pada sindrom
terowongan karpal di mana nervus medianus tertekan ke bawah ligamentum transversale pada
pergelangan tangan.3
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Diawali dengan
gangguan sensasi rasa, seperti parestesia, mati rasa (numbness), sensasi rasa geli (tingling) pada
Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

ibu jari, telunjuk dan jari tengah (persarafan n. medianus). Timbul nyeri pada jari-jari tersebut,
dapat terjadi nyeri pada tangan dan telapak tangan. Mati rasa dan sensasi geli makin menjadi
pada saat mengetuk, memeras, menggerakkan pergelangan tangan. Nyeri bertambah hebat pada
malam hari sehingga terbangun dari tidur malam (nocturnal pain). Kadang pula pergelangan
tangan serasa diikat ketat (tightness) dan kaku gerak (clumsiness). Selanjutnya kekuatan tangan
menurun, kaku dan terjadi atrofi thenar.8
Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan
tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan
tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh
nervus medianus.8
Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil
misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat
dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu
mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita CTS pada tahap lanjut dapat
dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus melanus.1
Gejala klinis CTS menurut Grafton (2009) adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan.
Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah, khususnya
selama penggunaan.
Penurunan cengkeraman kekuatan.
Kelemahan dalam ibu jari
Sensasi jari bengkak, ( ada atau tidak terlihat bengkak)
Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.1

Pendekatan Epidemiologis (Komunitas) Identifikasi hubungan kausal antara pajanan


dan penyakit:
Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan. Wanita lebih banyak menderita
penyakit ini daripada pria. Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi kemudian bisa
juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada beberapa keadaan tertentu,
misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.1
Prevalens STK pada populasi umum adalah sekitar 1%. Predominan pada wanita, dengan
rasio pria berbanding wanita sebesar 1:3-5. Rentang usia tertinggi antara 40-60 tahun, puncak
prevalens pada usia 55 tahun, jarang terjadi sebelum usia 20 tahun dan di atas usia 80 tahun.
Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

10

Sekitar 50% biasanya bilateral, bila unilateral maka yang sering terkena adalah sisi yang
dominan.6
Di Indonesia prevalensi CTD karena faktor pekerjaan masih belum diketahui dengan
pasti.1 Prevalensi CTD bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173 per
100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16%
wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan
8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita CTD setelah dikonfirmasi dengan
pemeriksaan elektrodiagnostik 1. Pada populasi Rochester, Minnesota, ditemukan rata-rata 99
kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson dkk menemukan bahwa 62%
entrapment neuropathy adalah CTD.1
Pengobatan dan Rehabilitasi
Sangat penting untuk memulai pengobatan pada fase permulaan CTD, sebelum kerusakan
bertambah. Bila kelainan dicetuskan oleh pekerjaan, maka aktivitas harus dikurangi,
memodifikasi pekerjaan dan bahkan berhenti bekerja sementara. Kalau mungkin pasien harus
dilarang melakukan aktivitas yang dapat menambah keluhan CTD di tempat kerja atau di rumah.
Tangan dan pergelangan yang sakit harus diistirahatkan lebih kurang 2 minggu, untuk
mengurangi pembengkakan.
Pemakaian bidai/splint pada posisi netral akan mengurangi penekanan terhadap saraf
medianus dan mengurangi keluhan yang ada. Bidai dapat dipakai pada malam hari atau selama
berolah raga. Bila gejala sudah berkurang pasien boleh melakukan latihan dengan pengawasan
dan disarankan untuk melakukan pelatihan relaksasi.
Pemakaian obat-obatan contohnya obat anti inflamasi non-steroid, injeksi setempat
dengan steroid dapat diberikan bila perlu. Fisioterapi diberikan untuk memperbaiki vaskularisasi
pergelangan tangan. Pembedahan disarankan untuk kasus CTD yang gagal dengan pengobatan
secara konservatif, keluhan sangat mengganggu, terjadi atrofi otot, pada pemeriksaan CTD
terdapat tanda denervasi, CTD akut dengan gejala berat. Kalau pekerja kembali bekerja lagi,
perlu diperhatikan beberapa hal yaitu posisi kerja, manipulasi alat dan tempat kerja.2,3
Pencegahan
Untuk pencegahan, hal yang perlu dilakukan adalah penerapan prinsip-prinsip ilmu
ergonomic pada pekerjaan, peralatan kerja, prosedur kerja dan lingkungan kerja sehingga dapat
Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

11

diperoleh penampilan pekerja yang optimal. Rotasi kerja pada jangka waktu tertentu dapat
dilakukan, yaitu dengan merotasi pekerja pada tugas dengan risiko yang berbeda.
Penyesuaian peralatan kerja dapat meminimalkan masalah yang terjadi contohnya
penyesuaian peralatan yang ergonomik kepada pekerja. Beberapa tahun terakhir telah
dikembangkan pekerjaan sedemikian rupa, sehingga pekerja tidak perlu bekerja dengan
rangsangan berulang pada tangan dan pergelangan tangan. Untuk mengurangi efek beban tenaga
pada pergelangan maka alat dan tugas seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi gerakan menggenggam atau menjepit dengan kuat. Perancangan alat kerja
contohnya tinggi meja kerja yang dipakai sesuai dengan ukuran antropometri pekerja,
penggunaan alat pemotong/ gunting yang tajam sehingga mengurangi beban pada pergelangan
tangan dan tangan. Pekerjaan dengan memegang suatu alat seperti pensil, stir mobil, atau alat
lain untuk waktu yang lama, maka pekerja harus menggenggam alat tersebut senyaman mungkin.
Pegangan alat-alat seperti pemutar sekrup, peraut/peruncing dan penahannya dapat dirancang
sedemikian rupa sehingga kekuatan genggaman dapat disalurkan melalui otot di antara dasar ibu
jari dan jari kelingking, tidak hanya pada bagian tengah telapak tangan. Alat dan mesin
seharusnya dirancang untuk meminimalkan getaran. Pelindung alat seperti pemakaian shock
absorbers, dapat mengurangi getaran yang ditimbulkan.
Postur kerja yang baik sangat penting untuk mencegah CTD, contohnya pada pengetik
dan pengguna komputer. Operator keyboard seharusnya duduk dengan tulang belakang bersandar
pada kursi dengan bahu rileks, siku ada di samping tubuh dan pergelangan lurus. Kaki menginjak
lantai pada footrest. Materi yang diketik berada pada ketinggian mata sehingga leher tidak perlu
menunduk saat bekerja. Usahakan leher lentur dan kepala tegak untuk mempertahankan sirkulasi
dan fungsi saraf pada lengan dan tubuh. Buruknya desain perabot kantor adalah penyumbang
utama terhadap postur buruk. Kursi harus dapat diatur tingginya dan
mempunyai sandaran.
Latihan berguna bagi pekerja yang bekerja dengan gerak berulang. Latihan pada tangan
dan pergelangan tangan yang sederhana selama 4-5 menit setiap jam dapat membantu
mengurangi risiko berkembangnya/mencegah CTD. Peregangan dan latihan isometrik dapat
memperkuat otot pergelangan tangan dan tangan, leher serta bahu, sehingga memperbaiki aliran
darah pada daerah tersebut. Latihan harus dimulai dengan periode pemanasan yang pendek

Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

12

disertai periode istirahat dan bila mungkin menghindari peregangan berlebihan pada otot tangan
dan jari-jari.
Memberlakukan periode istirahat saat bekerja dan memodifikasi pekerjaan dapat
membantu memecahkan permasalahan CTD. Pemakaian alat pelindung diri berupa sarung
tangan khusus yang terbuat dari karet elastis, agar dapat menyangga membatasi pergerakan
pergelangan tangan
Prognosis
Pada kasus CTD ringan, dengan terapi konservatif pacta umumnya prognosa baik. Secara
umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya melakukan pada penderita yang
sudah lama menderita CTD penyembuhan post ratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat
dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya
perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan
proses perbaikan CTD setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus
terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CTD yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.9
Cumulative trauma disorder (CTD) tampaknya menjadi progresif dari waktu ke waktu
(meskipun dengan fluktuasi yang cukup besar dari minggu ke minggu) dan dapat menyebabkan
kerusakan permanen nervus medianus. Keberhasilan manajemen konservatif dapat mencegah
perkembangan tidak jelas. Awalnya, sekitar 90% dari ringan sampai sedang kasus CTD berespon
terhadap manajemen konservatif. Seiring waktu, bagaimanapun, sejumlah pasien pada akhirnya
juga membutuhkan pembedahan. Pasien dengan CTD sekunder yang didasari kelainan patologi
(misalnya, diabetes, patah tulang pergelangan tangan) cenderung memiliki prognosis yang
kurang baik dibandingkan mereka yang tidak memiliki penyebab yang jelas.

Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

13

KESIMPULAN
Pencegahan sangat penting dilakukan seperti bekerja dengan prinsip-prinsip ergonomi
yang baik, yaitu posisi dan sikap kerja yang benar, perbaikan peralatan kerja, penyesuaian
perabot kerja bagi pekerja dengan tubuh yang tidak sesuai dengan ukuran standar. CTD dapat
menimbulkan kecacatan pada pekerja sehingga berpengaruh terhadap pekerjaan.

Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja

14

DAFTAR PUSTAKA
1. J Jeyaratnam, K David. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2010.
2. Ridley J. Ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 3. Jakarta : Erlangga; 2004.
3. Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental medicine.
Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004.
4. Rambe, Aldi S. 2004. Cumulative trauma disorder. Bagian Neurologi FK USU. Diakses
dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234 56789/3459/1/penysaraf -aldi2.pdf pada
bulan agustus 2014
5. Isselbacher, Kurt J. et al. 2000. Gangguan . Dalam: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Volume 4. Edisi ke-13. EGC: Jakarta
6. McKenzie, F James. Kesehatan dan keselamatan di tempat kerja dalam Kesehatan
Masyarakat: Suatu Pengantar. Ed.4; Alih bahasa, Atik Utami, et all. Editor bahasa
Indonesia, Palupi Widyastuti. Jakarta: EGC, 2007. h.615
7. Dainur. Higine perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja (hiperkes) dalam Materimateri Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat; Editor: Jonathan Oswari. Jakarta: Widya
Medika, 1995. h.71-2, 75-8

8. Ridley John. Kecelakaan dalam Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Ed.3. Jakarta:
Erlangga, 2007. h. 113-8
9. Chundawan E. Kecelakaan Kerja dan Penerapan K-3 Dalam Pengoperasian Tower Crane
pada Proyek Industri. Surabaya: Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai