Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)


Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) perawatan pada pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasi di
Ruang 21 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, telah diperiksa dan disetujui oleh

Malang, Oktober 2016

Pembimbing Ruang 21

Pembimbing Institusi

(.....................................................)

(.....................................................)

Kepala Ruang 21

(.....................................................)

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Pokok Bahasan

: Benigna Prostat Hiperplasi

Sasaran

: Pasien dan keluarga pasien di ruang 21


RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Tempat

: Ruang 21

Waktu

: 30 menit

Hari, tanggal

: Jumat, 14 Oktober 2016

Penyuluhan

: Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang


Program Studi D-III Keperawatan Malang

A. Latar Belakang
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau biasanya sering disebut dengan
pembesaran prostat jinak adalah suatu pembesaran yang terjadi pada kelenjar prostat
yang disebakan oleh bertambahnya sel-sel glanduler dan interstitial sehingga
menyebabkan pembatasan pada pengeluaran urine. Penyakit ini sering terjadi pada
saluran kemih pria, kejadiannya akan

mengalami peningkatan sesuai dengan umur

ketika beranjak 60 tahun.


Penting bagi kita untuk mengetahui penyakit Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH), karena hampir setiap 50% pria diatas 60 tahun mengalami hiperplasia prostat,
atau yang disebut dengan pembesaran pada kelenjar prostat. Salah satu tanda dan gejala
pada penyakit BPH ini adalah sulit untuk Buang Air Kecil (BAK). Penyakit BPH ini
belum

diketahui

secara

pasti,

namun

kemungkinan

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron di dalam prostat. (Elizabeth,


2009). Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan perawat mempunyai peran yang penting
dalam pencegahan dan pengobatan pasien BPH.
Menurut data WHO (2013), memperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif. Salah satunya adalah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak 19%,
sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus. Yang ditemukan pada pria
dengan usia lebih dari 65 tahun dan dilakukan pembedahan setiap tahunnya. Tingginya
kejadian BPH di Indonesia telah menempatkan BPH sebagai penyebab angka kesakitan
nomor 2 terbanyak setelah penyakit batu pada saluran kemih. Tahun 2013 di Indonesia
terdapat 9,2 juta kasus BPH, diantaranya diderita pada pria berusia di atas 60 tahun. Di
Jawa Timur tepat 672.502 kasus BPH pada tahun 2013.
Meskipun penyakit ini jarang mengancam jiwa, tetapi memberikan keluhan
sehingga mengakibatkan aktivitas sehari-hari terganggu. Pembesaran prostat ini terjadi

secara perlahan-lahan sehingga perubahannya juga terjadi secara perlahan. Apabila hal ini
tidak segera ditangani maka keadaannya akan semakin parah dan dapat menyebabkan
disfungsi pada saluran kemih bagian atas.
Penyakit ini memang sering diabaikan oleh masyarakat karena gejala yang
kurang dipahami oleh masyarakat. Namun apabila penyakit ini dibiarkan maka bisa
terjadi kanker prostat. Gejala dari penyakit ini adalah nyeri saat BAK, sering miksi
namun hanya keluar sedikit bahkan hanya keluar dengan menetes, maka akn lebih baik
jika segera periksa ke medis.
Dari data di atas, kami dari mahasiswa Poltekkes Kemenkes Malang program
studi DIII-Keperawatan Malang tertarik untuk melakukan penyuluhan mengenai Benigna
Prostat Hiperplasia di Ruang 21 RSUD dr. Saiful Anwar Malang.
B. Analisis Situasi
1. Peserta penyuluhan
Pasien dan keluarga pasien di ruangan 21 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
2. Penyuluhan
Mampu menyampaikan tentang Benigna Prostat Hiperplasia
Mampu menguasai peserta penyuluhan untuk memusatkan perhatian pada
penyuluh dan materi penyuluhan
3. Ruangan
Ruang 21 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
C. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan pada pasien dan keluarga pasien, petugas,
atau pengunjung di Ruang 21 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, dapat memahami dan
mengetahui tentang Benigna Prostat Hiperplasia.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Benigna Prostat Hiperplasia
b. Mengetahui penyebab terjadinya Benigna Prostat Hiperplasia
c. Mengetahui tanda dan gejala Benigna Prostat Hiperplasia
d. Mengetahui komplikasi Benigna Prostat Hiperplasia
e. Mengetahui penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia
f. Mengetahui cara pencegahan Benigna Prostat Hiperplasia
D. Materi Penyuluhan
Terlampir
E. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan
Pembukaan

Kegiatan Penyuluhan

Kegiatan Keluarga

1. Memberi salam
1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri
2. Mendengarkan
3. Bina hubungan saling

percaya
Pelaksanaan Menjelaskan

1. Mendengarkan

Metode

Waktu

Ceramah 2 menit

Ceramah 15 menit

1. Pengertian

Benigna 2. Menanyakan materi

Prostat Hiperplasia
2. Penyebab
terjadinya
Benigna

yang

belum

dimengerti

Prostat

Hiperplasia
3. Tanda
dan

gejala

Benigna

Prostat

Hiperplasia
4. Komplikasi

Benigna

Prostat Hiperplasia
5. Penatalaksanaan
Benigna

Prostat

Hiperplasia
6. Pencegahan

Benigna

Penutup

Prostat Hiperplasia
1. Memberikan

1. Menjawab

Tanya

pertanyaan
2. Menarik

pertanyaan
2. Menjawab salam

jawab

3 menit

Kesimpulan
3. Menutup
penyuluhan/ salam

F.

Media
a. LCD
b. Proyektor
c. Laptop
d. Leaflet

G. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
H. Karakteristik Evaluasi Penyuluhan
1. Kriteria Evaluasi Struktur
- Membuat SAP
- Menyusun Organisasi Penyuluhan
a. Moderator:
Tugas Moderator:
- Orang yang menjalankan jalannya penyuluhan
- Mengendalikan jalannya penyuluhan dan diskusi
- Mengawal dan mengawasi jalannya diskusi agar berjalan sesuai dengan topik
b. Pemateri
Tugas Pemateri

- Orang yang menyampaikan materi


- Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa yang mudah
dipahami pada peserta
- Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses penyuluhan
- Memotivasi peserta untuk bertanya
c.
-

Fasilitator
Orang yang mengondisikn audiens
Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan
Memotivasi peserta untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas

d. Observer
- Orang yang menilai jalannya acara
- Mencatat nama dan jumlah peserta serta menempatkan diri, sehingga
-

memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses penyuluhan


Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta
Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan

2. Kriteria evaluasi proses


a. Diharapkan kegiatan penyuluhan dapat berjalan dengan lancar
b. Diharapkan peserta antusias mendengarkan materi penyuluhan dari awal sampai
akhir
c. Diharapkan setelah kegiatan penyuluhan peserta aktif bertanya
3. Kriteria evaluasi hasil
Diharapkan setelah dilakukan penyuluhan dengan sasaran (pasien, keluarga,
pengunjung di Ruang 21 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang) memahami materi yang
telah diberikan dan terdapat peningkatan pengetahuan.

MATERI PENYULUHAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

A. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasia


Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa
hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya
dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia
(Long, 2006).Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker
(Basuki, 2000).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan
(Soeparman, 2000).
Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra
(Hardjowidjoto, 2000).
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang
keatas kedalam kandungkemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra. (Schwartz, 2000).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang
keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra.
B. Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hiperplasia
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa
pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen
dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim
5-reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam
sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini
jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian
akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk
ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga
terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan
keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui
bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif.
Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis
dan lobus medius) hingga pada hiperestrinisme, bagian inilah yang mengalami
hiperplasia (Hardjowidjoto,2000).
Menurut Basuki (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat

kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.


Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnyahiperplasi prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada
usia lanjut
b. Peranan dari growth faktor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan
stroma kelenjar prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi selstroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi
berlebihan
Penyebab lain meliputi :
1. Anteriosklerosis
2. Inflamasi
3. Gangguan metabolik atau nutrisi
C. Tanda dan gejala Benigna Prostat Hiperplasia
Gambaran klinis BPH bergantung pada luas pembesaran prostat dan lobus
yang terkena. Secara khas, keadaan ini dimulai dengan sekumpulan gejala yang
dikenal sebagai prostatisme, yang meliputi :
1. Penurunan kaliber pancaran urin dan kekuatannya
2. Buang air kecil yang tersendat-sendat (hesitancy)
3. Kesulitan memulai buang air kecil (yang membuat pasien mengejan, merasa
buang air kecilnya tidak tuntas dan mengeluarkan air seni dengan pancaran
yang terputus-putus)
Dengan semakin bertambahnya obstuksi, BPH menyebabkan :
1. Buang air kecil yang sering disertai nokturia
2. Rasa seperti mau kencing (urgency)
3. Buang air kecil yang menetes
4. Retensi urine
5. Inkontinensia
6. Kemungkinan hematuria
D. Komplikasi Benigna Prostat Hiperplasia
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid.
Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah

keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
Ketika BPH semakin bertambah parah, komplikasi yang sering ditemukan
berupa obstruksi total urinarius setelah pasien mengalami infeksi atau obstruksi
total yang temporer ketika pasien menggunakan preparat dekongestan, penenang
(trankuilizer), alkohol, preparat antidepresan, atau antikolinergik.
Komplikasi lain meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.

Infeksi
Hidronefrosis, insufisisensi renal, dan jika tidak diatasi, maka terjadi gagal ginjal
Batu kemih
Perdarahan
Syok

E. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia


Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain
1). Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi,
terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi
dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.

2) Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi
dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut,
dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok septik.
Pemeriksaan

abdomen

dilakukan

dengan

tehnik

bimanual

untuk

mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra


simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya
ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya residual urin.
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur

uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.


Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
a).Derajat I = beratnya 20 gram.
b).Derajat II = beratnya antara 20 40 gram.
c).Derajat III = beratnya 40 gram.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula

digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.

Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.

PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan


adanya keganasan.

4) Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian :
a). Flow rate maksimal 15 ml / dtk

= non obstruktif.

b). Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line.


c). Flow rate maksimal 10 ml / dtk

= obstruktif.

5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik


a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada
tulang.
b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan
besar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan
dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
c). IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk

mengetahui keadaan uretra dan buli buli.

Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1). Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2). Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan
berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan

berasal

dari:

phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa


blocker dan golongan supresor androgen.
3). Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b).Klien dengan residual urin 100 ml.
c). Klien dengan penyulit.
d).Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % )
b).Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c). Perianal Prostatectomy
d).Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi
Ultrasonik .
F. Pencegahan Benigna Prostat Hiperplasia
Pencegahan terbaik benigna prostatic hyperplasia adalah :
1. Jika muncul tanda gejala seperti BAK tidak puas, BAK terputus-putus, atau BAK
tertahan maka segera lakukan pemeriksaan Urologi untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut.
2. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik, terlebih pada Laki-Laki dengan usia
lebih dari 50tahun.
3. Olahraga, mobilitas sehari-hari, berjalan-jalan, dan beraktifitas yang sesuai dengan
kemampuan dapat menghilangkan kemacetan di organ panggul dan berfungsi sebagai
pencegahan yang sangat baik dari Benigna Prostat Hiperplasia.
4. Hindari rokok dan alkohol karena dapat memprovokasi pembentukan tumor.

5. Berat badan ideal dengan cara pengukuran TB-100= BB ideal atau BB(kg):TB(m) 2
Pada obesitas atau berat badan berlebih, lakukan diit sehat. Karena, sebagian besar
pada orang dengan obesitas maka hormon laki-laki akan berkurang secara signifikan.

DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam
Terbitan (KTD): Jakarta.
Long, Barbara C. 2006. Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung.
Soeparman. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. FKUI: Jakarta
Hardjowidjoto, S. 2000. Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press: Surabaya
Schwartz, dkk, 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC:
Jakarta.
McPhee, S.J.& Ganong, W.F.2006.Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran
Klinis,Ed.5.Terjemahan oleh B.U. Pendit.2011.Jakarta: Kedokteran EGC.
Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B.2003.Buku Ajar Patofisiologi.Terjemahan oleh
A.Hartono.2011.Jakarta: Kedokteran EGC.
Corwin,

E.J.

2008.

Buku

Saku

Subekti.2009.Jakarta: Kedokteran EGC.

Patofisiologi,

Ed.

3.

Terjemahan

oleh

N.B.

Anda mungkin juga menyukai