Anda di halaman 1dari 18

Universitas Kairo

Jurnal Penelitian Lanjutan

Artikel Asal
Selenium dan Vitamin E sebagai antioksidan di dalam anemia hemolitik kronis:
Apakah keduanya tidak mencukupi? Sebuah studi kasus-kontrol pada sekelompok
anak Mesir

Mona M. Hamdy1a, Dalia S. Mosallam2a, Alaa M. Jamal3a, Walaa A. Rabie4b,5*

Informasi Artikel
Riwayat Artikel:
Diterima tanggal 19 November 2014
Diterima dalam bentuk revisi tanggal 30 Desember 2014
Disahkan tanggal 7 Januari 2015
Tersedia secara online tanggal 13 Januari 2015
Kata kunci:
Antioksidan, Vitamin E, Selenium, Anemia sel sabit, -talasemia, Anak-anak Mesir

1
2
3
4
5

Jurusan Pediatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Kairo, Kairo, Mesir


Jurusan Pediatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Kairo, Kairo, Mesir
Jurusan Pediatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Kairo, Kairo, Mesir
Jurusan Patologi Klinis dan Kimia, Fakultas Kedokteran, Universitas
Kairo, Kairo, Mesir
Kontak Penulis: +20 1227432769/227001301; fax: +20 223644383. Alamat
email: wl.rabie@gmail.com (W.A. Rabie).

ABSTRAK
Kerusakan oksidatif yang semakin bertambah merupakan salah satu tanda yang terdapat pada
penyakit sel sabit (sickle cell disease (SCD)) dan talasemia mayor (TM). Pada kedua penyakit
tersebut ditemukan jumlah antioksidan yang menurun. Penelitian ini adalah untuk menilai
perbedaan kadar serum Selenium dan Vitamin E yang ada pada sekelompok pasien SCD dan
TM di Mesir yang bergantung pada transfusi, lebih jauh lagi untuk mengkorelasikan kadar
tersebut dengan status kelebihan zat besi atau persyaratan transfusi. Sebuah studi kasuskontrol dilakukan di Rumah Sakit Pediatri Universitas Kairo untuk memeriksa kadar serum
Selenium dengan menggunakan Spektrometer

Serapan Atom dan kadar serum Vitamin E

dengan menggunakan ELISA Kit yang tersedia secara komersil pada anak-anak yang
bergantung pada transfusi, 30 dengan talasemia beta dan 30 dengan SCD dalam kondisi stabil
dari umur 6 sampai 18 tahun, temuan-temuan ini dibandingkan dengan 30 orang dari grup
kontrol yang sehat dan berusia serta berjenis kelamin sama. Hasil kami menunjukkan sebuah
kadar antioksidan yang semakin habis pada sekelompok anak-anak Mesir yang diteliti yang
memiliki TM dan SCD dibandingkan dengan kelompok kontrol sehat (P < 0,05). Sebuah
korelasi positif yang signifikan ditemukan di antara kadar Vitamin E dengan ferritin (r = 0,26,
p = 0,047) pada pasien SCD dan TM. Korelasi yang tidak signifikan ditemukan di antara
serum Selenium dengan Vitamin E. Lalu, nilai-nilai dari antioksidan ini tidak berkorelasi
dengan indeks-indeks hemolisis atau pun tidak berkorelasi dengan indeks-indeks radang pada
pasien TM dan SCD yang ditransfusi secara kronis.
Diproduksi dan dimiliki oleh Elsevier B.V. atas nama Universitas Kairo.

Pendahuluan
Vitamin dan sisa mineral merupakan penghambat utama bagi kerusakan oksidatif [1].
Hemoglobinopati kronis dicirikan oleh adanya kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh
penambahan oksigen yang dikonsumsi ketika beristirahat dan bertambahnya hemoglobin
bebas prooksidatif yang beredar [2]. Pada penyakit sel sabit (SCD), Hgb S tidaklah stabil dan
menghasilkan radikal bebas yang merusak enzim sel dan lipid selaput, produksi spesies
oksigen reaktif dan hiperhemolisis telah dijadikan mekanisme dominan untuk mengkonsumsi
senyawa-senyawa tersebut [3]. Pasien yang memiliki SCD terbukti telah mengurangi kadar
seng, selenium, dan glutathione begitu juga dengan vitamin A, C, riboflavin, D, dan E [4].
Biomarker stres oksidatif juga bertambah pada pasien SCD yang ditransfusi secara kronis dan
pasien talessemia mayor (TM) dan sangat berkorelasi dengan kadar zat besi yang tidak terikat
transferin (NTBI, Non-Transferring Bound Iron) [5]. Sebuah studi yang dilakukan oleh Nur
et al. [6] telah menunjukkan bahwa N-acetylcysteine sebagai antioksidan penting yang
memiliki efek pleiotropis terhadap pengobatan radang dari pasien sel sabit tampaknya
mengurangi tanda erythrocyte phosphatidyserine (PS), sebagai indikator langsung dari
kerusakan selaput erythrocyte (oksidatif). Setelah meninjau semua fakta-fakta yang disebut di
atas, maka penelitian ini dilakukan untuk menilai fungsi kadar Vitamin E dan Selenium
sebagai antioksidan pada pasien anemia sel sabit dan pasien -talassemia dari Mesir yang
menjalani multitransfusi, serta hubungannya dengan tanda-tanda kelebihan zat besi, tandatanda tingkat hemolitik, dan tanda-tanda peradangan.

Pasien dan metode


Studi kasus-kontrol ini dilakukan di Jurusan patologi Kimia; studi ini melibatkan 60 pasien;
30 kasus dengan -talassemia dan 30 kasus dengan penyaki sel sabit di Klinik Hematologi

Rumah Sakit Pediatrik Universitas Kairo. Semua pasien yang terlibat selalu melaksanakan
tindak lanjut secara rutin selama periode studi ini (dari bulan Desember, 2012 sampai Juni,
2013). Kecuali pasien yang memiliki penyakit demam akut selama 72 jam, krisis vasoocclusive akut (VOC, vaso-occlusive crisis) selama tiga bulan sebelum daftar, atau penyakit
konkuren serius. Tidak ada subyek yang direkrut yang menerima antioksidan atau vitamin
tambahan misalnya vitamin E. Protokol studi ini disetujui oleh komite etika setempat bahwa
studi ini telah sesuai dengan Deklarasi Helsinki II, Finlandia. Formulir perijinan telah
diperoleh dari para pasien atau wali sah mereka setelah mereka diberitahu tentang studi ini
serta hasil yang diharapkan. Kemudian, 30 subyek yang tampak sehat yang berusia dan
berjenis kelamin sama dimasukkan dan diperlakukan sebagai grup kontrol, anak-anak ini
tidak memiliki riwayat anemia, laporan darah cukup yang abnormal atau hasil elektroforesis
hemoglobin yang abnormal. Semua pasien dan grup kontrol menjalani proses pengambilan
riwayat secara terperinci dan pemeriksaan klinis secara seksama. Semua pasien TM
menerima transfusi sederhana sebanyak 10-15 cc/kg setiap 3 atau 4 minggu. Tiga pasien yang
memiliki SCD menjalani transfusi darah dua kali dalam satu bulan, 6 pasien sekali sebulan
dan sisanya ditransfusi setiap dua atau tiga tahun. Pasien penyakit sel sabit menjalani
transfusi darah yang tidak teratur tergantung pada pengobatan hydroxyurea-nya (HU),
kepatuhannya dan penghentian penggunaan obat dikarenakan efek samping dari HU. Jumlah
vaso-occlusive crisis (VOC) pada pasien sel sabit adalah berbeda-beda; 20 kali per tahun bagi
4 pasien, 12 kali per tahun bagi 7 pasien, 6 kali per tahun bagi 7 pasien, dua kali setahun bagi
6 pasien dan sekali setahun pada 6 pasien, dua puluh empat dari mereka menjalani
pengobatan hydroxyurea, dua puluh delapan pasien telah menjalani splenectomy. Sampel
darah dari pasien talassemia dan SCD telah diambil sesaat sebelum transfusi.

Sampling
Semua pasien diperintahkan untuk berpuasa selama sekurang-kurangnya 12 jam, 10 ml darah
vena diambil dari subyek dalam kondisi steril. 6 ml dari darah ini diambil dari vacutainer
polos dan sisanya 4 ml dimasukkan ke EDTA anticogulated vacutainer. Serum dipisah oleh
sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu ruangan.

Analisa biokimia, hematologis dan imunologis


Analisa terhadap semua parameter biokimia termasuk ALT, AST, total Kolesterol,
Triglycerides (TG), LDL dan HDL-kolesterol dianalisa dengan menggunakan alat analisa
kimia otomatis Dimension EXL (Siemens Healthcare, Jerman). Serum ferritin diukur
dengan menggunakan chemiluminescent immunoassay pada AxSYM (Abbott Laboratories,
Chicago, IL, USA). CBC dilakukan dengan alat analisa hematologi otomatis Sysmex
(Sysmex Asia Pacific, Jepang); CRP dilakukan dengan teknik latex slide agglutination.

Pengukuran serum Vitamin E dan Selenium


Serum Vitamin E ditentukan dengan menggunakan Vitamin E ELISA Kit (Nomor Katalog:
E0922h, www.eiaab.com).
Penentuan selenium telah dilakukan dengan menggunakan Spektrometer Serap Atom
pada Varian SpectrAA 220 (Labexchange, Jerman).

Analisa Statistik
Semua perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS
(Statistical Package for the Social Science; SPSS Inc., Chicago, IL, USA) versi 15 untuk

Microsoft Windows. Data Numerik dinyatakan dengan mean standard deviation (SD);
perbandingan ketiga grup dilakukan dengan menggunakan pengujian analisa varian satu arah
(ANOVA, one way analysis of variance) dengan pengujian post hoc Bonferroni. Student ttest digunakan untuk perbandingan-perbandingan di antara kedua grup. Data kategori
dinyatakan dengan jumlah (frekuensi) dan persentase, dan dibandingkan antar grup dengan
menggunakan chi-squared test. Korelasi antar bermacam-macam variable dilakukan dengan
menggunakan koefisien korelasi Pearson r. P-values yang kurang dari 0,05 dianggap
signifikan secara statistik.

Hasil
Grup -talassemia terdiri dari 17 (56%) pria dan 13 (43,3%) wanita sedangkan grup SCD
terdiri dari 14 (46,7%) pria dan 16 (53,3%) wanita (P > 0,05). Usia rata-rata dari grup talassemia adalah 12,9 3,2 tahun dan dibandingkan dengan usia rata-rata dari grup SCD
yaitu 11,8 2,9 tahun (P > 0,05). Grup -talassemia menunjukkan sebuah prevalensi
konsanguinitas positif yang lebih tinggi dan siginifikan secara statistik (P = 0,01),
splenectomy (P < 0,001), dan frekuensi transfusi darah/tahun (P = 0,014) dibandingkan
dengan grup SCD, Tabel 1 meringkas demografi pasien kami. Terkait berat, anak-anak
dibawah persentil ke-5 mewakili 86,7% dari grup TM dibandingkan dengan 33,3% pada
kasus SCD (P < 0,05).
Terkait temuan-temuan laboratorium, grup talassemia secara signifikan menunjukkan
kadar Hb, MCV, MCH, MCHC, trombosit, LDH yang lebih rendah dan kadar HCT, ferritin,
dan AST yang lebih tinggi dibandingkan dengan kasus SCD (P < 0,05). Kami menentukan
batas cut-off sampai 1000 ng/ml untuk serum ferritin untuk membedakan antara pasien yang

cukup dikelatikan dengan pasien yang kurang dikelatikan, kami menemukan bahwa hanya
3,3% dari pasien TM yang cukup dikelatikan dengan dibandingkan 26,7% pasien SCD dan
perbedaan ini adalah signifikan secara statistik (P = 0,01). Pasien SCD menunjukkan nilai
ganti (surrogate) yang lebih tinggi secara signifikan untuk hemolysis dan radang ketika
dibandingkan dengan grup talassemia (P < 0,05). LDH hampir lima kali lebih besar dari nilai
normal pada pasien SCD, mengindikasikan bahwa transfusi kuranglah efektif dalam menekan
produksi RBC yang endogen. Protein C-reactive (CRP) juga hampir 3 kali lebih besar pada
pasien SCD. Dua puluh tiga persen grup talassemik memiliki pertambahan transaminase lebih
dari 2 kali lipat dibandingkan nol persen dari grup SCD. Perbedaan yang tidak signifikan
ditemukan pada tingkat WBC rata-rata, persentase Neutrophils, perhitungan Reticulocyte dan
ALT di antara kedua grup (P > 0,05), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 1 Demografis pasien.


Variabel
Umur (tahun)

TM (n = 30)
12,9 3,2

SCD (n = 30)
11,8 2,9

Nilai-P
0,243

Wanita

13 (43,3)

16 (53,3)

0,425

Pria

17 (56,7)

14 (46,7)

Ya

11 (36,7)

16 (53,3)

Tidak

19 (63,3)

14 (46,7)

Ya

20 (66,7)

10 (33,3)

Tidak

10 (33,3)

20 (66,7)

0,010*

Splenektomi (n, %)

23 (76,7)

5 (16,7)

< 0,001*

Berat (kg)

34,2 13

36,1 12,4

0,788

Tinggi (cm)

140,5 12,7

133,8 13,4

0,091

9,8 5,5

0,014*

Jenis kelamin (n, %)

Sejarah keluarga (n, %)


0,194

Konsanguinitas (n, %)

Frekuensi transfusi/ tahun


13,8 5,0
* Nilai signifikan secara statistik, n; jumlah individu

Tabel 2 Perbandingan variabel biokimia, hematologis, dan imunologis antara kelompok


talasemia dan SCD (rata-rata SD).

Variabel
HB (g/dl)

Talasemia (n = 30)
7,1 1,4

SCD (n = 30)
8,2 1,1

HCT (%)

26 5,5

23 3,8

MCV (fl)

63,7 4,8

89,4 15,3

< 0,001*

MCH (pg)

24,8 3,8

30,4 6,1

< 0,001*

MCHC (g/dl)

32,7 1,7

33,8 2,5

0,034*

350 201,7

449,4 189,8

WBC (103/cm m)

13,1 9,8

10,0 4,0

0,275

Neutrofil (%)

53,0 12,4

45,5 18,0

0,068

Retikulosit (5)

9,9 3,8

9,6 6,6

1,000

803,9 231,3

1070,3 251,2

< 0,001*

3855,4 2207,8

1464,9 993,4

< 0,001*

CRP (mg/dl)

24,1 23,9

38,6 22,6

0,003*

ALT (U/L)

68,5 33,5

54,8 20,1

0,164

AST (U/L)
* Nilai signifikan secara statistik

71,7 33,6

53,6 15,4

0,048*

Platelet (103/cm m)

LDH (U/L)
Feritin (ng/ml)

Nilai-P
< 0,001*
0,028

< 0,001*

Tabel 3 Perbandingan profil lipid antara talasemia, SCD, dan grup kontrol (rata-rata SD).

* Nilai signifikan secara statistik


a,b

Grup dalam baris yang sama dengan inisial serupa yang tidak signifikan secara statistik,

namun yang inisialnya berbeda bersifat signifikan secara statistik

Tabel 4 Tingkat Selenium dan Vitamin E dalam tiga grup (rata-rata SD).

* Nilai signifikan secara statistik


a,b

Grup dalam baris yang sama dengan inisial serupa yang tidak signifikan secara statistik,

namun yang inisialnya berbeda bersifat signifikan secara statistik

Tabel 5 Korelasi tingkat selenium dan vitamin E dengan variabel laboratorium milik pasien.

* Nilai signifikan secara statistik

Tabel 3 menggambarkan sebuah perbandingan kadar rata-rata profil lipid pasien kami;
total kolesterol, LDL-kolesterol, begitu juga dengan triglyceride (TG) secara signifikan lebih
rendah pada pasien yang memiliki beta talassemia dan anemia sel sabit dibanding grup
kontrol yang relevan (P < 0,05), yang tidak biasa dengan penyakit ini. Namun, perbedaan
yang tidak signifikan ditemukan pada tingkat rata-rata sebesar (P > 0,05) antara kasus beta
talassemia dengan kasus anemia sel sabit.
Kadar selenium rata-rata dari kasus TM dan SCD secara signifikan lebih rendah
ketika dibandingkan dengan grup kontrol (P < 0,05). Namun, kadar Selenium rata-rata tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara grup talassemia dengan grup SCD (P > 0,05).
Demikian pula, kadar Vitamin E rata-rata dari kasus TM dan SCD secara signifikan lebih
rendah ketika dibandingkan dengan grup kontrol (P < 0,05). Namun, kadar Vitamin E ratarata tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara grup talassemia dengan grup

SCD (P > 0,05) seperti yang diringkas dalam Tabel 4.


Sebuah korelasi positif yang signifikan ditemukan di antara kadar Vitamin E dengan
ferritin. Namun korelasi yang tidak signifikan ditemukan di antara setiap antioksidan yang
telah diteliti dengan setiap variabel laboratorium lainnya, termasuk antioksidan lainnya di
antara kedua grup pasien yang dilibatkan dalam penelitian kami seperti yang ditunjukkan
dalam Tabel 5.

Pembahasan
Penelitian kami dirancang untuk menyelidiki kadar antioksidan (Vitamin E dan Selenium)
dan profil lipid pada anak-anak Mesir yang bergantung pada transfusi yang memiliki penyakit
sel sabit dan -talassemia dan untuk mengkorelasikan kadar-kadar tersebut dengan status
kelebihan zat besi atau persyaratan transfusi.
Penipisan serum Vitamin E yang sangat signifikan (P < 0,001) ditemukan dalam studi
kami ini. Vitamin E memainkan peran penting dalam melindungi sel-sel dari kerusakan
oksidatif. Peran antioksidan Vitamin E bertalian dengan kemampuannya dalam memadamkan
perantara peroksida lipid yang sangat reaktif dengan memberikan hidrogen dan hal ini
mencegah keluarnya hidrogen dari asam-asam lemak yang mengalami Polyunsaturasi (PUFA,
Polyunsaturated fatty acids), hal ini membantu membatasi reaksi beruntun dari peroksidasi
lipid yang berlangsung dengan sendirinya [7]. Sebagai catatan peneliti; satu penelitian
sebelumnya telah dilakukan [8] dan telah menguji status oksidan-antioksidan pada 40 anak
yang memiliki SCD. Hampir semua penelitian sebelumnya terkait tekanan oksidatif pada
hemoglobinopati kronis sebagian besar dilakukan pada orang dewasa dan menguji satu grup
penyakit [9-11]; penelitian lainnya [1] membandingkan tanda-tanda tekanan oksidatif dengan
antioksidan (Vitamin E) pada pasien SCD yang ditransfusi secara kronis dan pasien -

talassemia. Hal ini membuat penelitian kami menjadi sebuah penelitian yang pertama kali
menggabungkan dua antioksidan pada kedua penyakit.
Hubungan antara kekurangan Vitamin E dengan terjadinya VOC pada pasien SCD
bersifat kontroversi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kekurangan Vitamin E tidak
kondusif bagi VOC dan disarankan menggunakan antioksidan yang lebih spesifik seperti total
kapasitas antioksidan (TAO, total antioxidant capacity) atau oksida nitrik [5,8]. Namun,
korelasi terbalik antara kadar Vitamin E dengan frekuensi transfusi dilaporkan oleh Marwah
et al.. [5]
Di antara kasus SCD kami, vitamin E tidak berkorelasi dengan setiap variabelvariabel yang diuji termasuk frekuensi transfusi, frekuensi VOC, dan indeks-indeks
hemolysis, selenium, serum kolesterol, HDL atau LDL-kolesterol.
Selenium memainkan peran yang signifikan dalam mencegah perubahan oksidatif
lipid, mengurangi radang dan mencegah platelet bertambah [12]. Suplementasi pada pasien
yang memiliki penyakit kardiovaskuler ditemukan dapat memperendah kadar total kolesterol
plasma dan kolesterol plasma lipoprotein-rendah-padat (LDL, low-density-lipoprotein) dan
dosis sebanyak 300 mcg/hari secara signifikan dapat menambah kadar HDL [13-15].
Ukuran status Selenium yang paling umum digunakan adalah konsentrasi plasma dan
serum Selenium [16]. Namun konsentrasi dalam darah mencerminkan asupan Selenium
terbaru dan bukan asupan Selenium yang sudah lama. Hal ini juga dapat menjelaskan
mengapa subyek yang normal memiliki kadar Selenium rendah. Kadar Selenium sedang dari
TM adalah 30,6 23,6 g/L dan kasus SCD adalah 29,8 20,8 g/L dan keduanya secara
signifikan lebih rendah ketika dibandingkan dengan grup kontrol yaitu 109,9 8,3 g/L (p <
0,05). Namun, kadar Selenium rata-rata tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara grup
talassemia dengan grup SCD (p < 0,05). Data kami sesuai dengan penelitian-penelitian

sebelumnya [17-19]. Keadaan kurangnya selenium yang tampak pada grup talessemia dan
SCD dapat dijelaskan oleh keadaan tekanan oksidatif kronis yang dengan kemudian
menipisnya semua antioksidan [19]. Untuk mengetahui apakah suplementasi Selenium dapat
membantu atau tidak pada grup pasien tersebut perlu penelitian-penelitian lebih jauh lagi.
Pada penelitian ini 30 pasien (50%) memiliki riwayat konsanguitas positif dan 27
(45%) memiliki kondisi yang serupa pada keluarganya, hal ini dapat dijelaskan bahwa
prevalensi dari beta-talassemia adalah sangat tinggi di wilayah Mediteranian [20] dan SCD
adalah sangat tinggi di Afrika Tengah, wilayah Mediteranian, negara-negara timur [21].
Dua puluh delapan pasien (46,7%) telah displenektomisasi dikarenakan sering
transfusi. Di antara pasien SCD, frekuensi VOC yang median yang membutuhkan perawatan
rumah sakit selama satu tahun terakhir adalah 5 (IQR 2 12) yang dapat dijelaskan sebagai
komplikasi dari SCD [5]. Grup -talassemia menunjukkan sebuah prevalensi konsanguinitas
positif yang lebih tinggi dan signifikan (p = 0,01) dan splenektomi dibandingkan dengan grup
SCD (P < 0,001). Semua pasien -talassemia bergantung pada transfusi dan menerima darah
dengan frekuensi dari 4 sampai 24 kali per tahun dengan mean 13,8 5,0 dan ini secara
signifikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan grup SCD dimana hanya 21 yang
bergantung pada transfusi dan menerima darah pada frekuensi dari 2 sampai 24 kali per tahun
dengan mean 9,8 5,5 (P = 0,014). Perawatan talassemia mayor adalah transfusi darah untuk
menjaga kadar hemoglobin [22]. Celasi zat besi yang tepat merupakan komponen mendasar
dari terapi -talassemia dan SCD yang dapat menunda kerusakan jaringan disebabkan
kelebihan zat besi dan meningkatkan harapan hidup [23]. Grup talassemia menunjukkan
prevalensi anak-anak di bawah persentil berat badan ke-5 sebesar 86,7% dengan 33,3% pada
kasus SCD dan 0% pada grup kontrol dan tinggi badan untuk persentil umur 80% dengan
46,7% dari kasus SCD dan 0% pada grup kontrol. Perbedaan-perbedaan ini adalah signifikan

(P < 0,05) dan sesuai dengan laporan-laporan sebelumnya tentang bertambahnya prevalensi
pertumbuhan yang diperlambat di antara pasien SCD dan talassemia yang bergantung pada
transfusi setelah endokrinopati yang berkaitan dengan kelebihan zat besi.
Pasien anemia kronis mempertahankan hasil jantung yang terus bertambah untuk
mempertahankan pengiriman oksigen [25]. Hal ini menghasilkan keadaan hiperkatabolis
ringan, menambah pengeluaran energi saat istirahat, dan tekanan oksidatif kronis [26,27].
Data kami menunjukkan bahwa semua pasien kami memiliki anemia kronis dan baik
grup talassemia maupun SCD menunjukkan indeks-indeks sel merah dan hemoglobin, di
bawah tingkat fisiologis normal. Namun, pasien beta talassemia secara signifikan
menunjukkan kadar hemoglobin, MCV, MCH dan MCHC mean yang lebih rendah dan kadar
AST yang lebih tinggi ketika dibandingkan dengan pasien SCD, yang menunjukkan keadaan
hemolytis yang lebih berbahaya. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya [28] pada
sekelompok besar pasien -talassemia mayor yang melakukan tindak lanjut di balai yang
sama dan melaporkan adanya kadar hemoglobin pra-transfusi rata-rata (mean) sebesar 5,7
1,16 g/dl yang lebih kurang dari penelitian serupa dimana hemoglobin median minimal
mencapai 10,0 g/dl [29]. Hal ini dapat dijelaskan dengan aturan transfusi yang membatasi
yang digunakan oleh balai kami dan sebetulnya mencerminkan latar belakang keuangan kami
dengan persediaan darah yang terbatas begitu juga halnya keterbatasan persediaan kelating
yang layak. Namun, indeks hemolysis lainnya termasuk perhitungan reticulocytic dapat
dibandingkan di antara kedua grup. Di sisi lain; pasien SCD menunjukkan nilai-nilai
pengganti (surrogate) yang secara statistik lebih tinggi untuk hemolysis dan radang ketika
dibandingkan dengan grup talassemia (P < 0,05); LDH hampir lima kali lebih besar dari nilai
normal pada pasien SCD, menunjukkan bahwa transfusi kurang efektif dalam menekan
produksi RBC yang endogen dan protein C-reaktif rata-rata (CRP) juga hampir 3 kali lipat

lebih besar pada pasien SCD, konsisten dengan keadaan radang kronis. Empat dari 3 pasien
TM menunjukkan nilai transaminase aspartate dan alanine yang tidak normal lebih dari 2
kali dibanding grup SCD yang nilainya tidak ada.
Pasien SCD menunjukkan peningkatan signifikan pada perhitungan platelet
dibandingkan dengan grup talassemia yang dapat dijelaskan melalui keadaan trombositosis
asplenia fungsional dan sekunder di antara para pasien tersebut [30,31].
Ketika kelati yang tepat diterapkan, maka diharapkan bahwa kadar serum ferritin
dapat dipertahankan dalam batas normal tanpa melihat jumlah total transfusi. Hal ini
berkaitan dengan praktek kelati yang tidak tepat atau respon variabel terhadap terapi kelati di
antara pasien [23]. Namun pemeliharaan keseragaman kadar serum ferritin tersebut masih
lemah di antara populasi kami. Kedua grup telah meningkatkan kadar serum ferritin dimana
grup talassemia memiliki nilai serum ferritin di antara 898 dan 12.128 ng/ml dan pasien SCD
menunjukkan kadar mulai dari 560 sampai 6000 ng/ml. Keadaan kelebihan zat besi ini
menunjukkan semakin berkurangnya pemenuhan kelati pada populasi kami [28]. Meski telah
dilaporkan tingkat pemenuhan sebesar 26,3% di antara mereka yang menerima deferoxamine
dan 58,6% di antara mereka yang menerima kelator oral, namun ini bukan hanya kurangnya
pemenuhan namun juga kurangnya persediaan kelator tersebut. Meskipun demikian, kadar di
antara grup talassemia secara signifikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien SCD
dan kadar tersebut menegaskan frekuensi yang lebih tinggi dari ketergantungan transfusi
begitu juga dengan penyerapan zat besi yang berlebihan setelah bertambahnya erythropoiesis
yang tidak efektif di antara talassemika [19]. Ketika kami menentukan batas cut-off untuk
serum ferritin di bawah 100 ng/ml di antara pasien yang cukup dikelatid dengan yang kurang
dikelatid menurut garis pedoman Thalassemia International Federation [32,33] kami
menemukan bahwa hanya 3,3% dari pasien TM yang dikelatid dengan cukup sedangkan

26,7% dari pasien SCD dan perbedaan ini adalah signifikan (p = 0,01). Di antara pasien TM,
nilai ini lebih rendah daripada nilai yang dilaporkan oleh Ragab dkk. [28] dalam kohort TM
mereka yang 30% namun hampir serupa dengan Shah dkk. [23] yang melaporkan nilai
prevalensi 6,3% di antara kelompok penelitian mereka.
Di antara kelompok talasemia; serum feritin dan tingkat selenium tidak berkorelasi
dengan variabel yang diuji, termasuk antioksidan lain. Ini sesuai dengan Claster dkk. [19]
yang mempelajari kelompok pasien transfuse kronis, kami mempelajari 43 pasien dengan
SCD (17 pria, 26 wanita) dan 24 pasien dengan TM (13 pria dan 11 wanita). Rentang usia
mereka adalah 1,5 sampai 31,4 tahun, dan kami mengetahui bahwa Tingkat Vitamin E juga
selenium mereka rendah dan menunjukkan sedikit hubungan dengan kelebihan besi,
hemolisis, atau inflamasi. Juga, kelompok SCD tidak menunjukkan korelasi serum feritin dan
tingkat selenium dengan variabel yang diuji mana pun, termasuk antioksidan lain.
Banyak faktor seperti kelebihan kandungan besi, cidera hati, dan gangguan hormone
yang mempengaruhi pola lipid pada pasien dengan bentuk beta-talasemia mayor. Beberapa
penulis menyarankan bahwa eritropoiesis yang dipercepat dan asupan LDL yang meningkat
oleh makrofagus dan histiosit sistem retikuloendotelial merupakan penentu utama tingkat
kolesterol plasma rendah pada beta talasemia mayor.
Data kami menunjukkan bahwa kolesterol total dan LDL-kolesterol juga TG secara
signifikan lebih rendah pada kelompok talasemia daripada kontrol relevan (P < 0,001), ini
sesuai dengan laporan-laporan sebelumnya [36,37]. Di lain pihak, Chrysohoou dkk. [35]
melaporkan tingkan TG lebih tinggi di antara pasien talasemia. Ini berbeda dengan hasil kami
dan dapat dijelaskan oleh kelompok umur yang lebih muda yang dilibatkan dalam penelitian
kami. Juga, kelompok SGD mempunyai total kolesterol, LDL-kolesterol dan TG lebih rendah
daripada kontrol (P < 0,001), yang merupakan ciri khusus penyakit ini dan ini sesuai dengan

VanderJagt dkk. [38]. Meskipun demikian, total kolesterol, LDL-kolesterol, juga TG di antara
rentang normal dan dapat dibandingkan di antara pasien-pasien dengan beta talasemia dan
anemia sel sabit (P > 0,05). Selain itu, tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata tingkat
HDL-kolesterol pada ketiga kelompok (P > 0,05).
Keterbatasan penelitian
Salah satu keterbatasan penelitian kami adalah kami menguji antioksidan yang berdiri sendiri
seperti Vitamin E dan Selenium, yang kurang informasinya dibandingkan dengan uji lain
seperti kapasitas antioksidan total yang mencerminkan kontribusi kolektif terhadap
penurunan antioksidan terpisah tanpa protein atau komponen penyumbang elektron dan nitrit
oksida yang saat ini populer, karena cidera vascular dan thrombosis dalam konteks hemolisis
namun juga sebagai interakter penting dengan Selenium dan Vitamin E, namun, karena
keterbatasan status pendanaan karya kami, kami tidak dapat mengevaluasi parameterparameter ini dan korelasinya dengan indeks lain, namun kami bermaksud menyelesaikan
karya ini dalam studi lain nanti. Faktor pembatas lainnya adalah ukuran sampel yang sedikit
yang mungkin mempengaruhi kesimpulan kami, dan ini karena terbatasnya sumber daya
keuangan pekerjaan kami karena tidak didanai oleh agen pendanaan mana pun.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kami, pasien dengan -talasemia dan SCD kehilangan
antioksidan dan akibatnya mengalami peningkatan tekanan oksidatif terkait kontrol
kesehatan. Ini merupakan indikasi bahwa pasien talasemia dan SCD menghasilkan lebih
banyak spesies oksigen reaktif yang tidak mungkin dihilangkan secara efektif oleh
mekanisme endogen. Meskipun demikian, tingkat antioksidan ini tidak berkorelasi dengan
indeks hemolisis maupun inflamasi pada pasien transfuse kronis.

Karya ini tidak menerima bantuan finansial dari agen pendanaan mana pun di sektor
publik, komersil, maupun non-profit.

Kontribusi Penulis
Semua penulis memberikan kontribusi yang sesuai dengan kandungan intelektual makalah
ini.
Mona Hamdy, M.D.: Desain penelitian, merevisi artikel untuk kandungan intelektual
dan persetujuan akhir terhadap versi yang akan dipublikasikan.
Dalia Mosallam, M.D.: Desain penelitian, pembuatan konsep dan mendapatkan data
klinis serta penerapan klinis dari hasil yang didapat.
Alaa Jamal, M.Sc.: Mendapatkan data, sampel, dan penerapan klinis dari hasil yang
didapat.
Walaa Rabie, M.D.: Desain penelitian, kerja laboratorium, interpretasi hasil dan
analisis data, penulisan manuskrip. Semua penulis telah membaca dan menyetujui manuskrip
akhir.

Konflik Kepentingan
Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.

Rujukan

Anda mungkin juga menyukai