Upaya Peningkatan Mutu Guru Kimia Di Sekolah
Upaya Peningkatan Mutu Guru Kimia Di Sekolah
161
Everett Hughes menjelaskan, bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu
pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri.
B.J. Chandler menegaskan, bahwa profesi mengajar adalah suatu jabatan yang
mempunyai kekhususan. Kekhususan itu memerlukan kelengkapan mengajar dan
keterampilan yang menggambarkan bahwa seseorang melakukan tugas mengajar,
yaitu membimbing manusia.
Menurut Myron Lieberman mengatakan, bahwa profesi menampakkan diri
dalam bentuk layanan sosial, dimana cirri dari suatu profesi ialah, bahwa orang
tersebut lebih mengutamakan tugas pelayanan sosial dari pada mencari
keuntungan sendiri.
Dengan pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa,
profesi guru adalah suatu sikap dari seseorang akan suatu jabatan dalam pekerjaan
dan selanjutnya menjadi pekerjaannya.
3. Guru yang Profesional
Untuk mengetahui bagaimana Guru profesional yang merupakan tujuan
akhir dari maksud paparan ini, maka perlulah digambarkan lebih jelas apa
sebenarnya yang dimaksud dengan Guru profesional. Pada umumnya orang-orang
banyak yang memberi arti sempit terhadap pengertian profesional , dimana
professional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis yang dimiliki
seseorang, misalnya seorang Guru yang dikatakan profesional bila guru tersebut
memiliki kualitas mengajar yang tinggi, padahal profesional mengandung arti
yang lebih luas. Bukan hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis, akan tetapi
profesional mempunyai makna Ahli (Ekspert), Tanggung Jawab
(Responsibility), baik tanggung jawab intelektual maupun tanggung jawab moral
dan memiliki Rasa Kesejawatan.
Makna Profesional dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu:
a. Ekspert / Ahli
Yang pertama adalah ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli
dalam tugas mendidik.
Guru yang ahli harus memiliki pengetahuan tentang cara mengajar (Teaching
is a Knowledge), juga keterampilan (Teaching is a Skill) dan mengerti bahwa
mengajar itu juga seni (Teaching is an Art).
Dalam kaitan ini orang juga selalu membicarakan Guru yang berhasil (a
succesfull teacher), guru yang efektif (An effective teacher) dan guru yang
baik (a good teacher).
b. Rasa Tanggung Jawab
Guru yang profesional disamping ahli dalam bidang mengajar dan
mendidik, juga memiliki otonomi dan tanggung jawab. Yang dimaksud
dengan otonomi adalah suatu sikap yang profesional yang disebut mandiri, ia
telah memiliki otonomi atau kemandirian yang dalam mengemukakan apa
yang harus dikatakan berdasarkan keahliannya.
162
163
c. Perkembangan adalah perpaduan dari faktor eksternal dan faktor internal, ini
berangkat dari asumsi faktor X adalah eksternal dan faktor Y adalah internal
(Wolfgang dan Glickman)
5. Langkah dan Upaya Nyata
Setelah menelaah memperhatikan latar belakang, tujuan utama dalam
paparan pemakalah dan pandangan atau gambaran hasil akhir yaitu guru yang
profesional dan filosofi dasar untuk mengembangkan profesi maka perlulah
langkah dan upaya nyata untuk meningkatkan mutu guru sekolah menengah
Kejuruan(SMK) khususnya di Jurusan Kimia melalui pemberdayaan programprogram Education, diantaranya:
a. Pre Service Education
Memberi masukan pada Lembaga-lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) mengenai perlunya diperbanyak mahasiswa/mahasiswi yang
melaksanakan praktek mengajar di lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) yang mana selama ini menurut pengamatan Pemakalah masih sangat
sedikit, kalau tidak bisa dikatakan belum ada para mahasiswa/mahasiswi
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang melaksanakan
praktek atau magang di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya di
Jurusan Kimia.
Padahal dengan melakukan praktek atau magang di Sekolah-sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Jurusan Kimia dalam segi Skill yang didapat jelas
lebih menonjol bila dibandingkan dengan Sekolah-sekolah Non kejuruan
khususnya Jurusan Kimia.
Dengan melaksanakan praktek atau magang di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) nantinya diharapkan banyak membantu dalam pelaksanaan mengajar
dan mendidik baik di Sekolah-sekolah Umum maupun di Sekolah-sekolah
Kejuruan, dikarenakan perbandingan antara teori dan praktek di Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) bisa mencapai 30 % teori dan 70 % praktek.
b. In Service Education
Menurut Peter F. Oliva membedakan pengembangan staf (Staff
Development), ia mengatakan istilah itu sama, tetapi sebenarnya berbeda,
dimana pengembangan staf lebih luas dari pada In Service Education dan In
Service Training.
Menurut Serbiovany, dimana pengembangan staf bersumber dari dalam diri
seseorang untuk bertumbuh, sifatnya internal, jadi usaha untuk berkembang
itu bersumber dari dalam diri sendiri.
Yang jelas pemahaman terhadap pengertian dari In Service haruslah dilihat
dari fungsinya, dimana Lembaga pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
difungsikan untuk meningkatkan kemampuan Guru-guru tersebut.
Good Carter menggunakan istilah Pertumbuhan Pendidikan (Education
Growth), yaitu penambahan beberapa keterampilan.
Sedangkan pengembangan pendidikan (Educational Development) adalah
penambahan dalam kemampuan agar mampu menghadapi situasi tertentu
sebagai hasil dari pengembangan orang lain.
164
165
b. Alternatif Kedua
Model pengembangan ini adalah dengan melaksanakan Kunjungan Industri
(Terprogram) dimana maksud dari pada terprogram disini segala sesuatunya
harus benar-benar terprogram sesuai dengan tujuan pendidikan yang juga
untuk menghindari dari unsur-unsur ikutan (misalnya: unsur berwisata) maka
dari itu, pelaksanaan kunjungan industri benar-benar Terprogram antara lain:
-
Terprogram Waktunya
Terprogram Peserta Kunjungannya
Terprogram Lingkup yang Dikunjungi (tidak membias)
Terprogram Hasil Kunjungannya
166
Seberapa jauh daya sebar tinta itu tergantung dari pada kemampuan
penyebaran tinta itu dan jenis kertas yang ada.
Konkritnya salah satu sekolah menjadi pusat penggerak sejumlah guru
yang sudah ditatar dari sekolah tersebut dikembang ide dan latihan yang
sudah diperoleh ke skolah lain di sekitar sekolah tersebut.
Pola ini dapat digunakan dalam lingkup sekolah (kelompok besar).
S1b
S1
S1a
Sekolah sebagai
S4
S3
Pusat Penggerak
S2a
S2
S2b
Keterangan:
- Sekolah sebagai pusat penggerak hasil penataran
- Dari satu sekolah tersebut dapat disebarkan ke sekolah-sekolah lain
(misalnya: dari S1 tersebut ke S1a dan S1b atau S2, S3, S4 dan seterusnya)
Pola Sel
Kalau dalam pola Ink Blot digunakan sekelompok guru dari satu sekolah
sebagai penyebar hasil penataran, maka didalam pola sel guru-guru yang
167
Individual
Inti
I1
I1a
I2
I1b
I2a
I2b
Keterangan:
- Individu Inti memberikan informasi pada individu I1 dan I2
- Individu I1 memberikan informasi pada I1a dan I1b
- Individu I2 memberikan informasi kepada I2a dan I2b.
168
A. LATAR BELAKANG
Mencatat yang efektif adalah salah satu kemampuan terpenting yang pernah
dipelajari orang. Bagi pelajar, hal ini seringkali berarti perbedaan antara mendapatkan
nilai tinggi atau rendah pada saat ujian. Alasan seseorang untuk mencatat adalah
bahwa mencatat meningkatkan daya ingat. (De Porter dan Hernacki, 2001 : 146)
Kebanyakan seseorang mengingat dengan sangat baik ketika menuliskannya.
Tanpa mencatat dan mengulanginya, kebanyakan orang hanya mampu mengingat
sebagian kecil materi yang mereka baca atau dengar kemarin. Pencatatan yang efektif
dapat menghemat waktu dengan membantu menyimpan informasi secara mudah dan
mengingatkannya kembali jika diperlukan. (De Porter dan Hernacki, 2001 : 147)
Secara umum ada tiga gaya utama dari membuat catatan atau mencatat standar
sebagaimana yang dikemukakan oleh Tony Buzan (2004) saat melakukan riset di
beberapa negara dengan menyertakan pengamatan, mengajukan pertanyaan dan
percobaan praktis (Buzan, Tony dan Barry, 2004 : 53), yaitu : gaya kalimat yang
dikomunikasikan dalam bentuk naratif, gaya daftar, dan gaya garis besar numerik
atau alfabet yang berbentuk urutan hierarki kategori utama dan subkategori.
Masih menurut Buzan (2004), terdapat empat kekurangan dari sistem standar
membuat catatan atau mencatat yaitu : 1) mengaburkan kata kunci, karena kata kunci
sering tercantum di halaman yang berbeda dan dikaburkan oleh kata-kata yang
kurang penting, 2) membuat sulit untuk mengingat, karena catatan monoton (satu
warna) membosankan secara visual dan membuat otak dalam keadaan setengah
terhipnotis, 3) memboroskan waktu, sebab mengharuskan orang membaca ulang
catatan yang tidak perlu dan harus mencari kata-kata kunci, 4) gagal merangsang
kreatifitas otak. (Buzan, Tony dan Barry, 2004 : 5-59)
Berkaitan dengan kemampuan penguasaan materi ajar, ada sebuah teknik
pencatatan yang efektif yaitu mind mapping (peta pikiran). Cara ini membuat siswa
mampu melihat seluruh gambaran secara selintas dan menciptakan hubungan mental
yang membantu untuk memahami dan mengingat. (De Porter dan Hernacki, 2002 :
152) Stratregi belajar Mind Mapping ini merupakan suatu bentuk mengajarkan siswa
cara belajar yang efektif.
Strategi mind mapping diharapkan dapat membantu siswa dalam membuat
catatannya serta membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar. Menurut De Porter &
Hernacki (2002) dalam Alwiyah, mind mapping merupakan teknik mencatat efektif
yang dihasilkan dengan riset tentang bagaimana otak menyimpan dan mengingat
informasi.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan kepala SMP Al Falah 2
Tropodo Sidoarjo pada tanggal 4-7 Desember 2006 diperoleh informasi bahwa sejak
169
kelas VII telah dikenalkan dan diterapkan strategi belajar mind mapping (peta
pikiran). Sehingga ketika berada di kelas VIII dan IX, siswa tidak asing dengan
strategi tersebut. Bahkan di kelas IX semester I setiap tahunnya, SMP Al Falah 2
Tropodo bekerjasama dengan Konsorsium Pendidikan Islam (KPI) Surabaya
mengadakan pelatihan Quantum Learning untuk mengingatkan kembali strategi
belajar efektif, salah satunya adalah mind mapping sebagai persiapan UTS, UAS dan
Ujian Nasional (UNAS).
Ketika peneliti menanyakan kepada siswa kelas IX.1 hampir 95,23 % dari
mereka menjawab senang dengan strategi belajar mind mapping dan sebanyak 4,76 %
menjawab tidak senang. Alasan mereka yang senang dengan mind mapping adalah
karena menarik, tidak monoton, dan cepat masuk ke hafalan (cepat hafal).
Menurut Sri Winarni, salah seorang guru kimia di SMA N 3 Magetan, selama
ini dalam proses belajar mengajar terutama bidang studi kimia, para siswa belum
pernah menggunakan strategi mind mapping dalam mencatat. Sedangkan guru kimia
yang lain menyatakan belum tahu dan belum pernah mengikuti pelatihan quantum
learning, sehingga siswa rata-rata belum mengenal mind mapping. Selain itu menurut
angket yang diberikan kepada siswa salah satu kelas X, dari 40 siswa yang ada,
sebanyak 80% mereka menyukai pelajaran kimia, tetapi sebanyak 67,5% merasa sulit
untuk memahami pelajaran kimia. Hal itu merupakan permasalahan yang perlu
diatasi. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah pemilihan model pembelajaran
yang tepat untuk mencapai ketuntasan yang diharapkan. Oleh karena itu guru harus
dapat memilih model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas yang
efektif agar dapat memotivasi siswa untuk aktiv dalam belajar dan dapat merangsang
siswa untuk dapat mengemukakan pendapatnya.
Dari permasalahan di atas, diperlukan suatu cara / strategi agar dapat
meningkatkan pemahaman siswa, salah satunya dengan menggunakan strategi dan
model pembelajaran yang cocok dengan materi alkana, alkena, alkuna sehingga
mencapai hasil belajar pada materi tersebut secara optimal. Untuk menentukan suatu
model pembelajaran guru harus dapat memadukan antara suatu materi dengan suatu
model pembelajaran maupun strategi yang digunakan agar proses belajar mengajar
dapat berjalan sesuai dengan perencanaan. Dipilihnya materi pokok alkana, alkena,
alkuna lebih berkarakteristik hafalan dan pemahaman konsep.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengelolaan kelas menggunakan model pengajaran langsung
dengan strategi Mind Mapping.
2. Untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa di kelas X SMA N 3 Magetan
melalui penggunaan strategi Mind Mapping pada pokok bahasan alkana, alkena,
alkuna.
3. Mengetahui respon siswa terhadap penerapan strategi Mind Mapping pada pokok
bahasan alkana, alkena, alkuna.
C. TINJAUAN PUSTAKA
Strategi Mind Mapping merupakan teknik pencatatan efektif yang
dikembangkan sejak tahun 1970-an oleh Tony Buzan dan didasarkan pada riset
170
tentang bagaimana cara kerja otak yang sebenarnya. Otak seringkali mengingat
informasi dalam bentuk gambar, simbol, suara, bentuk-bentuk, dan perasaan. Mind
Mapping menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola
dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar,
mengorganisasikan, dan merencanakan. Mind Mapping dapat membangkitkan ide-ide
orisinal dan memicu ingatan yang mudah. Cara ini menenangkan, menyenangkan,
dan kreatif. Pikiran tidak akan menjadi mandeg karena mengulangi catatan jika
catatan-catatan tersebut dibuat dalam bentuk peta pikiran. (De Porter & Hernacki.
2001 : 152)
Menurut Buzan, Tony (2001) Mind Mapping adalah ekspresi dari pemikiran
radian karena Mind Mapping merupakan fungsi alami dari pikiran manusia. Ini
adalah teknik grafik yang berdaya guna yang menyediakan kunci universal untuk
membuka potensi otak. Mind Mapping dapat diterapkan pada setiap aspek kehidupan
di mana perbaikan pengetahuan dan pemikiran yang lebih jelas akan meningkatkan
potensi manusia.
Mind Mapping dapat dibuat dengan menggunakan pulpen berwarna dan
memulai dari bagian tengah. Kalau bisa, kertas digunakan secara melebar untuk
mendapatkan lebih banyak tempat. Lalu mengikuti langkah-langkah berikut :
a. Menuliskan gagasan utamanya ditengah-tengah kertas dan melingkupinya
dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain.
b. Menambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap poin atau
gagasan utama. Jumlah cabang-cabangnya akan bervariasi, tergantung dari
jumlah gagasan atau segmen.
c. Menggunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cabang.
d. Menuliskan kata kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan
untuk detail. Kata-kata kunci adalah kata-kata yang menyampaikan inti sebuah
gagasan dan memicu ingatan. Jika menggunakan singkatan, pastikan bahwa
singkatan-singkatan tersebut dikenal sehingga dengan mudah diingat.
e. Menambahkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan
yang lebih baik.
D. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskripsi
ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan keadaan obyek penelitian setelah diberikan
perlakuan. Jadi penelitian ini bersifat menggali informasi setelah memberi perlakuan
terhadap obyek penelitian.
Desain penelitian ini menggunakan One Shot Case Study Design. Rancangan
dapat digambarkan sebagai berikut :
X
O
Keterangan : X = Perlakuan
(Arikunto, 2002 : 77)
O = Hasil
Sedangkan perangkat pembelajaran dan instrumen yang digunakan terdiri darin
rencana pembelajaran (RP), lembar kerja siswa (LKS), lembar pengamatan
kemampuan guru, soal tes hasil belajar, dan angket respon siswa.
Metode analisis data terbagi menjadi 5 analisis yaitu : 1) analisis butir soal, 2)
analisis data hasil pengamatan kemempuan guru mengelola kelas dalam kegiatan
171
belajar mengajar, 3) analisis data hasil belajar siswa, 4) analisis angket respon siswa,
dan 5) analisis lembar observasi.
E. HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN
Berdasarkan hasil rekapitulasi pengamatan pengelolaan pembelajaran pada
tabel 1di bawah dapat diperoleh bahwa skor rata-rata dari tiga rencana
pembelajaran untuk kategori persiapan (secara keseluruhan) memperoleh skor
3,40 dengan kriteria baik. Pada kriteria pelaksanaan, aspek pendahuluan mendapat
skor rata-rata 3,33, kegiatan inti memperoleh skor rata-rata 3,47, dan penutup
memperoleh skor 3,33. Sehingga pada kategori pelaksaan ini memperoleh skor
rata-rata 3,42 dengan kriteria baik.
Berdasarkan hal tersebut diatas, kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran dikategorikan baik dengan skor rata-rata 3,40.
Tabel 1
Hasil pengelolaan pembelajaran penerapan mind mapping
dengan pembelajaran langsung
Rata-rata
RataNo.
Aspek yang diamati
sub
rata
Kriteria
kategori
kategori
1. Persiapan
3,67
3,67
Baik
2. Pelaksanaan
A. Pendahuluan
3,29
Fase I :
Menyampaikan
tujuan
dan
mempersiapkan siswa
B. Kegiatan inti
Fase II :
3,42
Mendemonstrasikan
suatu
pengetahuan atau ketrampilan
3,42
Baik
Fase III :
3,61
Membimbing pelatihan
Fase IV :
3,27
Mengecek
pemahaman
dan
memberikan umpan balik
Fase V :
3,33
Memberikan kesempatan untuk
pelatihan lanjutan dan penerapan
C. Penutup
3,33
3. Pengelolaan waktu
3,33
3,30
Baik
4. Pengamatan suasana
A. Siswa antusias
3,67
3,44
Baik
B. Guru antusias
3,83
C. KBM sesuai dengan RP
2,83
Rata-rata keseluruhan
3,40
Baik
172
Sedangkan analisis data mengenai hasil tes akhir bahwa siswa dapat
dikatakan tuntas jika mendapat nilai sama atau lebih dari 65. Pada pertemuan
pertama (RP I) siswa yang tuntas sebanyak 32 siswa atau 74,42 %. Indikator hasil
belajar yang digunakan dalam RP I ini sebanyak 5 indikator.
Pada pertemuan kedua (RP II) siswa yang tuntas sebanyak 42 siswa atau
97,67 %. Indikator hasil belajar yang digunakan dalam RP II ini sebanyak 4
indikator.
Pada pertemuan ketiga (RP III) siswa yang tuntas sama dengan pertemuan
kedua yaitu sebesar 97,67 %. Indikator yang digunakan juga sama dengan RP II
yaitu empat indikator.
Alkana
Skor
Ket
80
T
70
T
70
T
70
T
60
TT
70
T
70
T
80
T
60
TT
80
T
70
T
80
T
70
T
70
T
70
T
80
T
60
TT
60
TT
70
T
60
TT
60
TT
60
TT
70
T
70
T
60
TT
70
T
70
T
80
T
70
T
70
T
70
T
70
T
60
TT
60
TT
Alkena
Skor
66.67
77.78
66.67
66.67
66.67
77.78
66.67
66.67
55.56
66.67
66.67
77.78
77.78
66.67
66.67
66.67
66.67
66.67
66.67
77.78
77.78
77.78
66.67
66.67
66.67
77.78
77.78
77.78
77.78
66.67
77.78
77.78
66.67
66.67
173
ket
T
T
T
T
T
T
T
T
TT
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
Alkuna
Skor
Ket
100
T
87.5
T
87.5
T
100
T
100
T
100
T
75
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
100
T
100
T
100
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
100
T
100
T
87.5
T
75
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
75
T
100
T
35
36
37
38
39
40
41
42
43
60
TT
70
T
70
T
70
T
70
T
60
TT
70
T
70
T
70
T
Tuntas : 74,42 %
66.67
T
66.67
T
77.78
T
77.78
T
77.78
T
77.78
T
66.67
T
77.78
T
66.67
T
Tuntas : 97,67 %
100
T
62.5
TT
100
T
87.5
T
87.5
T
100
T
100
T
75
T
100
T
Tuntas : 97,67 %
Tabel 3
Data Hasil Rekapitulasi Angket Respon Siswa Secara Umum
Terhadap Penerapan Strategi Mind Mapping
No.
83.72
81.39
60.46
88.37
Mudah
16.28
18.61
39.54
11.63
Tidak mudah
48.83
51.17
74.42
25.58
Berminat Tidak berminat
3
Minat siswa apabila pokok bahasan lain
berikutnya menggunakan mind mapping
79.07
20.93
Jelas
72.09
Tidak jelas
27.91
74.42
25.58
F. SIMPULAN
Dari hasil analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :
174
Hasil Mind Mapping siswa pada pokok bahasan alkana, alkena, alkuna :
175
176
177
instrumen untuk menilai kinerja siswa tersebut yang berupa lembar penilaian
kinerja siswa. Salah satu kriteria instrumen penilaian yang baik adalah validitas,
karena itu harus dikembangkan instrument penilaian kinerja siswa melalui
mekanisme penelitian. Dalam hal ini validitas yang di maksud meliputi validitas
konstruksi, validitas isi, dan validitas keterbacaan.
2. Tujuan
a. Mengetahui kelayakan instrumen penilaian kinerja siswa dalam praktikum
larutan elektrolit dan non elektrolit yang dikembangkan ditinjau dari syarat
validitas konstruksi, validitas isi dan validitas keterbacaan.
b. Mengetahui respon guru terhadap hasil pengembangan instrument penilaian
kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit.
c. Mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja siswa dalam
praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit.
B. Kajian Pustaka
1. Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam
Kurikulum Berbasis Kompetenesi (KBK). PBK dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar. PBK dapat berupa unjuk kerja (performance), proyek dan
investagasi (penyelidikan), pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil karya
(produk), jurnal, presentasi, dan diskusi serta tes kerja (paper and pencil). Guru
menilai kompetensi dan hasil belajar siswa berdasarkan level pencapaian prestasi
siswa. Dalam PBK, informasi-informasi dalam kemajuan belajar baik formal
maupun non formal dikumpulkan secara terpadu. Siswa terlibat secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran dan dalam suasana yang menyenangkan serta
memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan
apa yang diketahui, dipahami dan mampu dikerjakan siswa.
Untuk menentukan ada dan tidaknya kemajuan belajar siswa, maka dalam
PBK dilakukan pengumpulan informasi dengan berbagai cara sehingga kamajuan
belajar siswa dapat terdeteksi secara lengkap. Dengan terdeteksinya kemajuan
belajar siswa, dapat terdeteksi pula perlu tidaknya bantuan yang diberikan pada
siswa berdasarkan bukti yang cukup akurat. Bukti yang dikumpulkan guru tidak
hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga diluar kelas, secara formal dan
informal.
Penilaian berbasis kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui
langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti
yang menunjukan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan penggunaan
informasi tentang hasil belajar siswa. Dalam PBK, siswa dituntut agar dapat
mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk mengerahkan semua potensi dalam
menanggapi, mengatasi masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri. Siswa
dilatih untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri berdasarkan kemampuan dan
pengalaman belajarnya siswa tidak hanya sekedar dilatih untuk memilih jawaban
yang tersedia.
Penilaian Berbasis Kelas harus memperhatikan tiga ranah, yaitu
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik). Ketiga
ranah tersebut sebaiknya dinilai secara proporsional sesuai dengan sifat mata
pelajarannya.
2. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah prosedur yang memungkinkan siswa untuk
menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan ketika dihadapkan dengan situasi
178
masalah nyata yang tidak dapat mereka tunjukan dengan tes pensil dan kertas.
Jadi penilaian kinerja tidak hanya menilai apa yang diketahui siswa tetapi juga
menilai apa yang dilakukan siswa (Jatmiko, 2001).
Penilaian kinerja dilakukan berdasarkan tugas jawaban terbuka (open
ended task) atau kegiatan hands-on untuk mengukur kinerja siswa terhadap
perangkat kriteria tertentu. Hal ini menuntut siswa menggunakan berbagai macam
keterampilan, konsep dan pengetahuan serta menerapkan pengetahuan faktual dan
konsep-konsep ilmiah pada suatu masalah atau suatu tugas realistis. Penilaian
tersebut meminta siswa untuk menjelaskan Mengapa atau Bagaimana dan suatu
konsep atau proses. Dalam penilaian kinerja, siswa merestruktur informasi faktual
tidak sekedar menyatakan ulang informasi tersebut. Penilaian kinerja memberikan
kesempatan siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan-keterampilan proses
mereka, berpikir secara logis. Menerapkan pengetahuan awal ke suatu baru dan
mengidentifikasi pemecahan-pemecahan baru terhadap suatu masalah (Nur,
2002).
3. Keterampilan-Keterampilan Proses
Keterampilan-keterampilan proses adalah keterampilan-keterampilan yang
dipelajari siswa saat mereka melakukan inquiri ilmiah. Pada saat mereka terlibat
aktif dalam penyelidikan ilmiah, mereka menggunakan berbagai macam
keterampilan proses. Keterampilan proses tersebut adalah pengamatan,
pengklasifikasian, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan
hipotesis, pendefinisian secara operasional, dan perumusan model.
C. Instrument Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan jenis penelitian pengembangan yang
pelaksanaannya mengikuti 4-D Models dari Thiagarajan, Semmel and Semmel
(Ibrahim, Muslimin. 2001) yang dimodifikasi, yaitu: define, design, develop, dan
dessiminate. Pada penelitian ini dibatasi sampai tahap pengembangan saja. Dalam
penelitian ini yang dikembangkan adalah Lembar Kegiatan Siswa dan Lembar
Penilaian Kinerja Siswa.
2. Teknik Analisis Data
a. Analisis Validitas Konstruksi dan Isi Instrumen Penilaian Kinerja
% Kriteria = Jumlah Skor Responden x 100%
Jumlah Skor Kriteria
b. Analisis Validasi Keterbacaan Siswa
P = Jumlah skor dari seluruh siswa 100%
Jumlah skor tertinggi
c. Analisis Lembar Angket Respon Guru dan Siswa
P= f x 100%
N
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Tahap Pendefinisian
a. Analisis Ujung Depan
Pada tahap ini dilakukan telaah terhadap Kurikulum Kimia 2004 untuk SMA.
Berdasarkan kurikulum tersebut standar kompetensi untuk materi pokok larutan
elektrolit dan non elektrolit yaitu mendeskripsikan sifat-sifat larutan, metode dan
pengukurannya, sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah menyelidiki
daya hantar listrik berbagai larutan untuk membedakan larutan elektrolit dan non
179
elektrolit. Hasil telaah disimpulkan bahwa materi larutan elektrolit dan non elektrolit
menuntut siswa untuk membangun sendiri konsep-konsep yang akan dipelajari
sehingga pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
praktikum dengan penilaian kinerja siswa.
b. Analisis Siswa
Analisis siswa dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan awal yang
dimiliki oleh siswa dan kemampuan akademik siswa. Pengetahuan awal siswa
sebelum materi pokok larutan elektrolit dan non elektrolit adalah unsur, senyawa dan
campuran yang telah diperoleh siswa pada waktu kelas VIII di SMP. Sedangkan
kemampuan akademik siswa kelas X SMA Negeri 3 Magetan beragam yang terdiri
dari siswa yang memiliki kemampuan yang dikategorikan kelompok atas, kelompok
tengah, dan kelompok bawah. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan penelitian di
lapangan usia kelas X SMA Negeri 3 Magetan berkisar 15-16 tahun.
c. Analisis Konsep
Peta konsep larutan elektolit dan non elektrolit yang diajarkan adalah sebagai
berikut:
LARUTAN
Disebut
Disebut
Larutan Elektrolit
Larutan Elektrolit
Kuat
contoh
Larutan Elektrolit
Lemah
contoh
CH3COOH, NH4OH
180
d. Analisis Tugas
Tugas kinerja I: Merumuskan Hipotesis
Permasalahan
Hipotesis
Gambar 4.2 Analisis tugas merumuskan hipotesis
Tugas Kinerja II: Melakukan pengamatan
Menyiapkan bahan dan alat yang akan
digunakan untuk praktikum
Gambar
4.3 Analisis
tugasdengan
melakukan
pengamatan
Pengamatan
dilakukan
tepat dan
teliti
181
Dianalisis hasilnya
Berdasar hasil analisis angket respon guru yang diberikan kepada guru
kimia SMA Negeri 3 Magetan diperoleh bahwa guru memberikan respon positif
terhadap instrument penilaian kinerja yang dikembangkan. Secara umum,
instrument penilaian kinerja yang dikembangkan dapat membantu guru dalam
menilai kinerja siswa dalam kegiatan praktikum, relevan untuk kegiatan
praktikum, mendorong pengembangan instrument yang serupa untuk materi
pokok yang lain, membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi yang
sedang disampaikan, memotivasi guru dalam menyampaikan materi kepada
siswa. Rata-rata persentase angket respon guru sebesar 87,5 % yang menunjukkan
bahwa hasil angket respon guru adalah positif menurut skala Likert.
5. Angket Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Penilaian Kinerja Siswa Pada
Praktikum Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit.
Berdasarkan angket respon siswa yang diberikan peneliti setelah
pelaksanaan penilaian kinerja, didapatkan
bahwa respon siswa terhadap
instrument penilaian kinerja adalah positif. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa
hampir keseluruhan pertanyaan angket respon siswa yang diberikan kepada siswa
memberikan respon yang baik. Rata-rata persentase angket respon siswa sebesar
95,62 % yang menunjukkan bahwa hasil angket respon siswa adalah positif
menurut skala Likert.
E. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa
kesipulan sebagai berikut:
1. Instrumen penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non
elektrolit yang telah dikembangkan layak digunakan dengan kriteria
konstruksi memenuhi sebesar 75,23%, Kriteria isi yang meliputi aspek materi
sebesar 78,33%, Aspek kebahasaan sebesar 80,00%, aspek penyajian sebesar
79,83%, dan kriteria keterbacaan sebesar 98,43%.
2. Respon guru terhadap hasil pengembangan instrumen penilaian kinerja siswa
dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit termasuk dalam kategori
positif dengan rata-rata persentase sebasar 87,5%.
3. Respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja siswa dalam praktikum
larutan elektrolit dan non elektrolit termasuk dalam kategori positif dengan
rata-rata persentase sebesar 95,62%.
Daftar Pustaka
Ibrahim, Muslimin. 2001. Model Pengembangan perangkat pembelajaran Menurut
Jerold E. Kemp & Thiagarajan. Surabaya: PSMS-PPS Unesa.
Jatmiko, Budi, Wasis dan Wahono. 2002. Contoh Tes Kinerja. Makalah Pelatihan
Pembelajaran yang Berkaitan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi
pada Para Guru MIPA SMU Negeri I Sidoarjo pada tanggal 13-14 Maret
2002. surabaya: PSMS-PPS Unesa.
Nur, Mohammad. 2002. Assesmen Tradisional, assesmen Kinerja dan Rubrik.
Makalah Disampaikan dalam Latihan Pembelajaran Berkaitan Dengan
KBK Kepada Guru MIPA SMAN Kabupaten Sidoarjo Pada Tanggal 13-14
Maret 2002 di Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca
Sarjana UNESA.
184
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan, penilaian memegang peranan penting. Penilaian
dapat dijadikan sebagai masukan baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru penilaian
belajar dapat digunakan untuk melihat sejauh mana kinerja yang telah dilakukan,
sedangkan bagi siswa dapat untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang telah
dicapai sebenarnya (Arikunto, 2001). Sudjana (2002) juga mengemukakan bahwa
salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas proses belajar sebagai bagian dari
peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan sistem penilaian.
Selama ini penerapan evaluasi yang diterapkan di SMA Negeri 1 Sidayu
Gresik sudah memenuhi aspek kognitif dan aspek psikomotor. Akan tetapi
penilaian terhadap proses kinerja siswa pada aspek psikomotor belum dilakukan
secara mendetail. Penilaian hanya dilakukan secara umum misalnya bagaimana
kemampuan dan keterampilan siswa dalam merangkai alat dan bahan,
mengoperasikan alat, mengukur larutan dengan gelas ukur, dan cara memipet
larutan. Sedangkan ketelitian siswa kurang diperhatikan, misalnya:
ketepatan
siswa dalam mengukur dan membaca skala yang ada pada gelas ukur, cara memipet
yang baik dan benar, cara menggunakan dan membaca skala buret pada saat titrasi,
cara mengguncang erlenmeyer larutan saat titrasi, dan sebagainya. Sesuai dengan
kebijakan pemerintah bahwa penilaian harus mengacu pada authentic assesment
(penilaian yang sebenarnya) artinya penilaian tentang kemajuan belajar siswa
*
185
186
187
188
X 100 %
Persentase
189
Siswa
Hasil Kinerja
Nilai Rata-rata
Kemampuan
melakukan
observ asi
kemampuan
merumuskan
pertanyaan
Kemampuan
membuat
kesimpulan
Kelo mpok
Gambar 1. Diagram Nilai Rata-rata Hasil Kinerja Siswa dalam Melakukan Observasi,
Merumuskan Pertanyaan, dan Membuat Kesimpulan Pada Eksperimen I
2. Hasil Kinerja Siswa Pada Eksperimen II
Dalam melakukan observasi rata-rata munculnya semua elemen pada
seluruh kelompok sebesar 68,05 % dan rata-rata keberhasilan seluruh kelompok
sebesar 100 %. Rata-rata munculnya semua elemen pada seluruh kelompok dalam
merumuskan pertanyaan sebesar 59,9 % dan rata-rata keberhasilan seluruh
kelompok adalah 66,67 % . Dalam membuat kesimpulan rata-rata munculnya
semua elemen pada seluruh kelompok sebesar 75 % dan rata-rata keberhasilan
seluruh kelompok adalah 100 %.
Siswa
Hasil Kinerja
Nilai Rata-rata
Kemampuan
melakukan
observ asi
Kemampuan
merumuskan
pertanyaan
Kemampuan
membuat
kesimpulan
Kelo mpok
Gambar 2. Diagram Nilai Rata-rata Hasil Kinerja Siswa dalam Melakukan Observasi,
Merumuskan Pertanyaan, dan Membuat Kesimpulan Pada Eksperimen II
Darii diagram diatas tampak adanya perbedaan kualitas kinerja siswa pada
masing-masing elemen penilaian (melakukan observasi, merumuskan pertanyaan, dan
membuat kesimpulan) pada tiap-tiap kelompok.
190
3. Respon Siswa
Berdasarkan data respon siswa, diketahui bahwa sebanyak 26,67 %
menyatakan setuju dan 10 % sangat setuju terhadap pernyataan Pembelajaran
dengan menggunakan penilaian kinerja adalah hal baru bagi saya. Bagi siswa
yang tidak setuju ditengarai mereka sudah pernah mendengar tentang penilaian
kinerja tetapi belum diterapkan secara langsung di kelas. Meskipun demikian
seluruh siswa (100%) berpendapat bahwa penilaian kinerja dapat mendorong
siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat dilihat dari 56,67 %
siswa menjawab setuju dan 43,33 % siswa menjawab sangat setuju. Demikian
pula pada pernyataan Pembelajaran dengan menggunakan penilaian kinerja
adalah hal yang sangat menyenangkan dan banyak manfaatnya bagi saya. Hal
ini dapat dilihat dari 76,67 % siswa menjawab setuju dan 23,33 % siswa
menjawab sangat setuju.
Selain itu 83,33 % siswa setuju dan 13,33 % sangat setuju bahwa
penilaian kinerja dapat memotivasi untuk meningkatkan cara belajar saya.
Sebanyak 80 % siswa menjawab setuju dan 13,33 % sangat setuju pada bahwa
penilaian kinerja dapat menunjukkan keterampilan dan kreatifitas. Sebanyak
66,7% menjawab setuju dan 26,67 % menjawab sangat setuju bahwa melalui
penilaian kinerja siswa dapat mengetahui materi mana yang sudah dipahami dan
belum .
Penilaian kinerja dapat memacu semangat siswa untuk berkompetisi di
kelas (86,67 % siswa menjawab setuju dan 6,67 % siswa menjawab sangat
setuju). Siswa juga menyatakan bahwa melalui penilaian kinerja dapat
menghilangkan rasa takut untuk belajar serta mendorong keberanian untuk dapat
berbicara di depan umum. Hal ini didukung oleh 96,67 % siswa menyatakan
bahwa pada saat diskusi siswa dapat menyampaikan ide atau atau pendapatnya.
Dari angket, siswa berpendapat bahwa manfaat penilaian kinerja antara
lain: (1) dapat mendorong siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran, (2)
penilaian kinerja adalah hal yang sangat menyenangkan dan banyak manfaatnya,
(3) dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, (4) siswa dapat
menunjukkan keterampilan dan kreatifitasnya, (5) siswa dapat mengetahui
kondisi belajar yang sesungguhnya, (6) memacu semangat siswa untuk
berkompetisi di kelas, dan (7) menghilangkan rasa takut siswa untuk belajar.
Dari manfaat diatas, seluruh siswa merasa senang apabila penilaian kinerja
terus diterapkan pada pelajaran kimia, hal ini didukung dengan data angket
respon 73,33 % menyatakan setuju, dan 26,67 % menyatakan sangat setuju.
E. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan berikut ini:
a. Implementasi asesmen kinerja secara umum sudah terlaksana dengan baik,
pemberian contoh-contoh sederhana dalam menjelaskan elemen-elemen dan
kriteria penilaian sangat diperlukan serta pembahasan hasil kinerja siswa pada
eksperimen sebelumnya menjadi umpan balik bagi siswa untuk memperbaiki
kinerja pada eksperimen sebelumnya. Hasil kinerja siswa dalam melakukan
observasi, merumuskan pertanyaan, dan membuat kesimpulan pada eksperimen
I dan II bervariasi pada setiap kelompok. Pada eksperimen I, kemampuan siswa
191
192
193
sks diskusi dengan pembagian : 1 sks menggali pertanyaan setiap mahasiswa terhadap
suatu topik (melatih sifat kritis) dan 2 sks mendiskusikan jawabannya (melatih sifat
berani, terbuka). Materi diskusi akan dirancang dengan komposisi 75% konsep dasar
(analisis reaktifitas unsur) dan 25% aplikasi. Untuk diskusi aplikasi, topik yang
diangkat adalah lingkungan dan pengolahan mineral alam menjadi produk industri.
Penyertaan gambar-gambar berwarna sebagai pendukung akan ditingkatkan baik dalam
hand out maupun diskusi agar lebih menarik.
Dalam menerapkan metode pembelajaran tersebut, profesionalisme dosen
sangat dituntut untuk selalu memotivasi mahasiswa agar aktif berdiskusi sekaligus
mampu membawa suasana kelas tetap fun agar mahasiswa nyaman dalam belajar.
Penguasaan materi oleh dosen juga sangat dituntut karena dosen di kelas selain sebagai
moderator juga berperan sebagai reviewer dalam setiap diskusi. Fasilitas penunjang
seperti OHP atau LCD akan disediakan sebagai sarana untuk diskusi mahasiswa. Ujian
tidak lagi sekedar menjawab pertanyaan, tetapi ujian dibagi dua, yaitu ujian penggalian
pertanyaan dan ujian menjawab pertanyaan analisis. Nilai ujian yang cenderung kurang
bagus selama 2 tahun terakhir ini terkait dengan ujian menjawab pertanyaan analisis
dan merupakan bukti bahwa mahasiswa kurang daya analisisnya. Oleh karena itu pada
sistim pembelajaran yang baru ini daya analisis mahasiswa akan lebih dipacu melalui
asah diskusi secara terus-menerus.
Kurangnya aktif berbicara mahasiswa diperkirakan terkait dengan penilaian
mahasiswa bahwa dosen kurang memotivasi mahasiswa sekaligus penyediaan waktu
diskusi yang kurang banyak. Oleh karena itu penambahan jumlah waktu diskusi
sangatlah tepat. Hal ini juga sesuai dengan rambu-rambu yang diberikan oleh
kurikulum berbasis kompetensi sebagaimana ditetapkan oleh Depdiknas th 2005,
bahwa lulusan yang berkualitas adalah lulusan yang mampu belajar secara kritis,
kreatif, mandiri serta terbuka (KKMT) terhadap penanganan suatu masalah.
Kekritisan mahasiswa akan diasah melalui forum penggalian pertanyaan, sifat kreatif
diasah melalui pencarian jawaban pertanyaan itu, dan sifat terbuka akan diasah melalui
debat ilmiah dalam forum diskusi tentang jawaban tersebut.
Apabila sifat kritis dan terbuka mahasiswa akan diasah dengan penerapan full
diskusi, maka sifat kreatif dan mandiri akan diasah melalui pengerjaan tugas
terstruktur. Hasil jajak pendapat, diketahui bahwa mahasiswa cenderung menyukai
tugas terstruktur yang berupa hunting informasi dari internet dan membuat
ringkasannya. Untuk pengerjaan tugas terstruktur mahasiswa diwajibkan membuat
daftar pertanyaan terlebih dahulu tentang topik yang diangkat dan dicari jawabannya.
Ringkasan artikel yang diperoleh tidak lagi dituliskan dalam kertas seperti tahun-tahun
sebelumnya, tetapi diwujudkan dalam pembuatan poster yang melibatkan baik
informasi dan gambar-gambar menarik.
Tujuan kegiatan ini adalah : Memperbaiki seluruh perangkat pembelajaran (
sarana, peran dosen, waktu, dan metode)., Merangsang mahasiswa untuk bersikap
KKMT , Meningkatkan daya tarik materi dan cara penyampaian materi , Meningkatkan
kepuasan mahasiswa dalam mengikuti kuliah
Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi institusi dan mahasiswa karena dapat
meningkatkan kualitas mahasiswa ditinjau dari rana kognitif (pemahaman materi Kimia
194
Unsur), afektif (perilaku yang terkait dengan permasalahan dalam Kimia Unsur), dan
motoriknya (ketrampilan).
BAB II : KONSEP DAN PENGEMBANGAN DAN TINJAUAN TEORITIK
a. Lulusan Perguruan Tinggi yang Berkualitas (Djanali, dkk, 2005(a) dan 2005(c)
Sesuai dengan SK Mendiknas No.232/U/2000 dan No.045/U/2002, kurikulum
yang diterapkan di Perguruan Tinggi adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Proses perencanaan pembelajaran berbasis kompetrensi dilakukan dengan
menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang berorientasi pada masiswa untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan. Pada KBK tersebut, persyaratan yang harus
dipenuhi agar lulusan dapat disebut kompeten antara lain: Mempunyai kemampuan
berlandaskan pada kepribadian, Berkemampuan menguasai IPTEKS, Berkemampuan
berkarya, Berkemampuan bersikap mandiri, menilai dan mengambil keputusan dengan
bertanggung jawab, Berkemampuan hidup bermasyarakat dengan bekerjasama,
menghargai perbedaan dan kedamaian.
Kemampuan yang harus digali dari peserta didik agar menjadi lulusan yang
berkualitas antara lain: Minat ternalar terhadap profesi yang dituju, Kemampuan belajar
secara mandiri, Kemampuan mengembangan kreatifitas dan kritis, Kemampuan terbuka
terhadap penanganan masalah
Agar lulusan berkualitas, pembelajaran harus merupakan upaya bersama antara
dosen dan mahasiswa untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar
pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta didik dan menjadi
landasan untuk menciptakan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Subyek kajian
yang harus diberikan agar lulusan berkualitas antara lain: Kemampuan subyek kajian,
Kemampuan metodologi, Kemampuan berkehidupan masyarakat, Kemampuan
berkomunikasi, Kemampuan menguasai teknologi informasi.
b. Strategi Pembelajaran di Perguruan Tinggi (Djanali, dkk, 2005(a) dan 2005(b)
Yang dimaksud dengan pembelajaran di PT adalah kegiatan terprogram dalam
desain FEE (Facilitating, Empowering, Enabling) untuk membnuat mahasiswa belajar
secara aktif. Pembelajaran merupakan proses pengembangan kreativitas berpikir yang
dapat meningkatkan kemampuan pikir mahasiswa serta dapat meningkatkan dan
mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upayah meningkatkan penguasaan dan
pengembangan yang baik terhadap materi perkuliahan.
Proses pembelajaran sudah saatnya bergeser dari sekedar transfer ilmu menjadi
mengkonstruksikan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga problem based learning
menjadi standar pembelajaran yang penting bidang imu-ilmu dasar untuk saat ini. PBL
merupakan salah satu motode pembelajaran jenis SCL (Student Centered Learning),
yaitu pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa bukan hanya pada
aktivitas dosen mengajar.
Peran dosen dalam SCL antara lain : Sebagai fasilitator, Mengkaji kompetensi
mata kuliah yang perlu dikuasai mahasiswa, Merancang strategi dan lingkungan
pembelajaran, Membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya,
Mengidentifikasi dan menentukan pola penialaian belajar mahasiswa
Kemampuan yang harus dimiliki oleh dosen antara lain : memotivasi diri dan
mahasiswa, menguasai materi agar dapat berperan sebagai dinamisator dan fasilitator,
195
menguasai
196
B. Evaluasi
- Evaluasi hasil belajar
Nilai akhir
Nilai ujian
: 50% nilai ujian membuat pertanyaan analisis dan 50% ujian menjawab
pertanyaan analisis.
Nilai diskusi : 50% aktifitas berbicara (individu), 30% kualitas pertanyaan dan
jawaban individu (diskusi 2 sks), dan 20% kualitas jawaban kelompok
(hasil diskusi di luar kelas).
Nilai tugas terstruktur : 50% daya tarik penampilan dan 50% kelengkapan isi poster
(kelompok)
- Evaluasi proses belajar
Evaluasi oleh dosen adalah Evaluasi terhadap kebiasaan belajar mahasiswa,
meliputi : a. Keaktivan bertanya dan menjawab b. Kualitas pertanyaan dan jawaban, c.
Kepatuhan mengerjakan tugas, d. Kehadiran
Evaluasi oleh mahasiswa adalah Evaluasi terhadap perangkat pembelajaran,
meliputi : Profesionalisme dosen (kemampuan sebagai ,motivator, fasilitator,
dinamisator), Metode pembelajaran, Sarana belajar (media belajar, hand out), Waktu.
- Indikator kinerja
Sebagai patokan keberhasilan terhadap setiap parameter KKMT adalah sebagai berikut
:
a. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan kritis apabila minimal
60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk kualitas pertanyaan lisan
dalam forum diskusi 2 sks dan ujian membuat pertanyaan
b. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan kreatif apabila
minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk kualitas
jawaban lisan dalam forum diskusi 2 sks maupun ujian menjawab pertanyaan
c. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan terbuka apabila
minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk aktivitas
berbicara dalam forum diskusi 2 sks
d. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan mandiri apabila
minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk tugas
terstruktur membuat poster
BAB IV : HASIL YANG DICAPAI
Dari Gambar 4.1 diketahui bahwa mahasiswa cukup aktif dalam menyusun
pertanyaan sebagaimana ditunjukkan oleh persen jumlah pertanyaan yang berhasil
dibuat lebih dari 70% dari 10 soal yang ditargetkan. Hal ini dapat terjadi karena
mahasiswa merasa dilatih dan termotivasi untuk bersifat kritis sebagaimana
ditunjukkan pada data evaluasi dari mahasiswa. Tidak tercapainya angka 100%
diperkirakan karena mahasiswa merasa waktu yang disediakan sedikit karena kurang
dari 60% mahasiswa menyatakan baik atau juga karena factor daya nalar mengingat
dengan pencapaian yang tidak 100% tersebut lebih dari 70% mahasiswa sudah merasa
197
aktif Dari segi kualitas, pertanyaan yang mendominasi adalah pertanyaan analisis yang
tidak didasari analisis awal atau dengan nilai B dengan mencapai lebih dari 70%,
sementara pertanyaan analisis yang didasari analisis awal (nilai A) masih sangat kecil.
Kemungkinan hal ini terkait dengan faktor kemampuan nalar yang masih kurang atau
bisa juga karena keterbatasan waktu diskusi yang tersedia.
100
80
jml
60
40
20
0
% jml
% pertany.
pertanyaan analisis A
% pertany.
analisis B
% pertany.
deskripsi
Gambar 4.1 Jumlah dan kualitas pertanyaan pada Latihan bersifat Kritis
Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa kedisiplinan mahasiswa dalam mengerjakan
tugas sangat baik, yaitu mencapai 88%. Sementara kualitas jawaban yang disusun
mahasiswa juga baik karena didominasi oleh jawaban dengan kualitas nilai A dengan
pencapaian > 60%, yaitu jawaban yang lengkap untuk pertanyaan yang diberikan. Hal
ini disebabkan lebih dari 60% mahasiswa menyatakan selalu berdiskusi dalam mencari
jawaban atas soal-soal yang diberikan, dengan kehadiran yang sangat baik (> 80%),
penggunaan referensi terutama internet, serta sangat termotivasi untuk berlatih bersifat
kreatif.
100
80
60
40
20
0
% tepat
%
%
%
waktu jawaban A jawaban B jawaban
C
Gambar 4.2
Dari Gambar 4.3 diketahui bahwa mahasiswa yang aktif bertanya atau
menjawab pada tiap sesi diskusi rata-rata masih kurang dari 40%. Sedang dari Gambar
4.4 nampak bahwa secara akumulasi dari 3 X diskusi yang diselenggarakan kebanyakan
mahasiswa berbicara 2 3 X (total hampir 65%) yang berarti kebanyakan mahasiswa
hanya berbicara 1X dalam setiap sesi deskusi. Hal ini diperkirakan karena sebagian
198
mahasiswa masih merasa kurang percaya diri dalam mengemukakan pendapat secara
lisan, bukan karena kurang niat, karena dari hasil evaluasi mahasiswa menunjukkan
bahwa sebenarnya mahasiswa sangat termotivasi untuk berlatih bersikap berani. Selain
itu waktu yang tersedia juga masih terlalu pendek. Hal ini dibuktikan dari evaluasi oleh
mahasiswa bahwa hanya sekitar 60% mahasiswa menyatakan waktunya cukup. Namun
demikian jumlah jawaban yang lebih banyak dari jumlah pertanyaan menunjukkan
adanya proses pembahasan yang cukup interaktif antar mahasiswa untuk soal-soal
tertentu sehingga melibatkan komentar lebih dari satu kali. Selain itu dari evaluasi
diketahui bahwa secara kumulatif dari 3 X diskusi tersebut semua mahasiswa pernah
berbicara dalam forum diskusi untuk kelas A dan 95% untuk kelas B.
60
jumlah
40
20
0
%mhs
bertanya
%mhs
menjawab
Gambar 4.3.
%
mahasiswa
pasif
jml
pertanyaan
jml jawaban
Dari Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 diketahui bahwa pertanyaan besifat analisis
maupun jawaban yang bersifat lengkap dalam forum diskusi telah mencapai lebih dari
60%. Hal ini menunjukkan bahwa daya nalar mahasiswa secara rata-rata sudah cukup
bagus selain ditunjang motivasi yang tinggi untuk berlatih bersifat berani dan terbuka.
199
% mahasiswa
40
30
20
10
0
1
Gambar 4.5
80
prosentase(%)
70
60
50
40
30
20
10
0
pertany.
analisis
Gambar 4.4
pertany.
paparan
jawaban
lengkap
jawaban
kurang
% mahasisw a
100
99
98
97
96
95
94
93
sosialisasi
diskusi 1
sks
Gambar 4.6
diskusi 2
sks
ujian/quiz
Dari
200
baik 86,05%), kejelasan penyampaian materi (nilai baik 93,30%), dan penguasaan
materi (nilai baik 90,55%).
80
sgt baik
cukup baik
70
% pe nil aia n
60
kurang baik
50
40
30
20
10
0
motivator
Gambar
fasilitator
4.7.
kejelasan
penyampaian
materi
penguasaan materi
201
Kualitas pembelajaran
% penilaian
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
sgt baik
cukup
kurang
rangsangan
bersikap KKMT
Gambar
daya tarik
penyampaian
materi
kepuasan
mengikuti kuliah
120
100
80
awal
60
KKMT
40
20
0
kejelasan penyamp
Gambar 4.9.
daya tarik
penyampaian
materi
kepuasan
mengikuti kuliah
202
90
80
% jml mhs
70
60
50
40
30
20
10
0
Sifat kritis
Sifat kreatif
indikator keberhasilan
DAFTAR PUSTAKA
Harjanto, 1997, Perencanaan Pengajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Rohani, A., 2004, Pengelolaan Pengajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Suharjono, 2006, Lokakarya Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran, Program
Hibah Kompetisi A-2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya,
Malang.
Djanali,S., dkk.,2005(a), Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang-bidang Ilmu,
Depdiknas.
Djanali,S., dkk.,2005(b), Tanya Jawab Seputar Unit Pengembangan Materi dan
proses Pembelajaran di PT, Depdiknas.
Djanali,S., dkk.,2005(c), Tanya Jawab Seputar KBK di PT, Depdiknas.
203
ABSTRAK
Lesson Study diangkat sebagai bentuk kegiatan di sekolah-sekolah Jepang
dengan atau tanpa diawali dengan riset. Lesson Study bisa diangkat dari pemikiran, ide,
atau gagasan pembelajaran inovatif dari seseorang (pemikir, dosen, atau guru), individu
ataupun kerja kolektif. Namun pada umumnya merupakan kerja kolaboratif, antara
dosen dengan guru, antara peneliti dengan guru, atau guru dengan guru untuk
menghasilkan pembelajaran inovatif. Pada prinsipnya Lesson Study tidak selalu harus
diset sebagai penelitian, namun ide atau gagasan individual atau kolektif baik dari ahli
pendidikan ataupun guru kebanyakan.
Sejumlah sekolah di Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Pasuruan serta beberapa sekolah di Surabaya telah melakukan Lesson Study,
memperlihatkan bahwa guru: (1) berlatih membuat perencanaan pembelajaran beserta
perangkat-perangkat lainnya, (2) berlatih mengiplementasikan rencana pembelajaran
yang telah dibuat, dan (3) memperoleh masukan atau klarifikasi atas berbagai
kekurangan jelasan, keraguan serta kekeliruan yang terjadi selama pembuatan rencana
pembelajaran dan mengimplementasiannya melalui refleksi dan diskusi bersama-sama
para guru sejawat dan fasilitator.
Atas dasar pengalaman itu maka Lesson Study dapat digunakan sebagai
alternatif pembinaan guru kimia dalam upaya meningkatkan profesionalan dan
kompetensi guru.
Key word: Lesson Study, profesional guru
* Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unesa
204
Pendahuluan
Banyak model perlatihan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat sampai
pemerintah daerah, misal TOT, TOT-Terintegrasi, Pelatihan CTL dan Life skill dan
lain-lainnya. Pelatihan-pelatihan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
kompetensi guru mengimplementasikan kurikulum dan meningkatkan kompetensi guru
yang dinilai belum memadai. Namun pelatihan-pelatihan tersebut masih dirasakan
kurang memberikan dampak yang signifikan bagi peserta. Banyak peserta pelatihan
yang sampai akhir kegiatan pelatihan merasa belum mempunyai kesiapan yang cukup
untuk mencobakan hasil pelatihan itu di kelas mereka. Bahkan ada yang berpendapat
bahwa sekembali dari pelatihan para guru kembali ke kebiasaan semula; tidak
memunculkan
inovasi maupun perubahan-perubahan yang berarti. Hal ini
dimungkinkan akibat kurangnya porsi waktu untuk latihan implementasi. Kemungkinan
lain, pelatihan-pelatihan ini belum maksimal dalam mengagendakan monitoring dan
penjaminan sustainabilitas.
Pemerintah Indonesia sudah berusaha dengan berbagai cara menghasilkan guru
yang bermutu. Lembaga pendidikan guru, ratusan jumlahnya di negeri ini, sayangnya
mutunya sangat bervariasi. Pelatihan guru juga sering kali dilaksanakan oleh berbagai
lembaga. Namun usaha-usaha pemerintah Indonesia tersebut belum mampu
meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) yang tercermin dari hasil study
UNDP 2005 bahwa indek pembangunan manusia Indonesia menempati peringkat 110,
ketinggalan dari negara-negara tetangga kita: Singapura (peringkat 25), Brunei
(peringkat 33), Malaysia (peringkat 61), Thailand (peringkat 73), Pilipina (peringkat
84), dan Vietnam (peringkat 108). Pertanyaan kita adalah, sudah efektifkah pembinaan
guru di Indonesia? Sudah sistematikkah pembinaan guru di Indonesa? Sudah
berkelanjutankah pembinaan guru di Indoesia?
Dalam perkembangannya, Lesson Study diangkat sebagai bentuk kegiatan di sekolahsekolah di Jepang dengan atau tanpa diawali dengan pembelajaran riset. Lesson Study
bisa diangkat dari pemikiran, ide, atau gagasan pembelajaran inovatif dari seseorang
(pemikir, dosen, atau guru), individu ataupun kerja kolektif. Namun pada umumnya
merupakan kerja kolaboratif, antara dosen dengan guru, antara peneliti dengan guru,
atau guru dengan guru untuk menghasilkan pembelajaran inovatif. Pada prinsipnya
Lesson Study tidak selalu harus diset sebagai penelitian, namun ide atau gagasan
individual atau kolektif baik dari ahli pendidikan ataupun guru kebanyakan.
Berikut akan dipaparkan suatu alternatif solusi bagi pembinaan guru di
Indonesia melalui lesson study: apa, mengapa, dan bagaimana?
Apa Lesson Study?
Lesson study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Gambar 1
memperlihatkan tahapan pelaksanaan pengkajian pembelajaran melalui kegiatan lesson
study.
Pelaksanaan pengkajian pembelajaran melalui kegiatan lesson study dilakukan
dalam siklus-siklus kegiatan yang tiap siklusnya terdiri dari 3 tahapan (Plan, Do, See).
Tahap pertama, Plan, membuat perencanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa
secara kolaboratif. Tahap kedua, DO, menerapkan rencana pembelajaran di kelas oleh
seorang guru sementara guru lain mengamati aktifitas siswa dalam pembelajaran.
205
PLAN
(merencanakan
pembelajaran
yang berpusat
pada siswa)
DO
(melaksanakan
pembelajaran
dan observasi)
SEE
(merefleksikan efektifitas
pembelajaran untuk
perbaikan)
Konsep lesson study telah puluhan tahun dipraktekan di Jepang sebagai bentuk
pembinaan profesi guru berkelanjutan. Sekarang, negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, German, dan Australia belajar lesson study dari Jepang. Sekarang lesson study
telah berkembang pula di Indonesia. Cikal bakal lesson study di Indonesia
dikembangkan melalui IMSTEP (Indonesia Mathematics and Science Teacher
Education Project), suatu proyek kerjasama teknis JICA, sejak tahun 1998.
Mengapa Lesson Study?
Ilmu pengetahuan dan teknologi cepat sekali berkembang oleh karena itu
pengetahuan dan keterampilan guru pun harus selalu dimutahirkan secara periodik,
sebulan sekali, setahun sekali, atau lima tahun sekali. Walau seorang guru lulus dari
suatu lembaga pendidikan guru terkemuka, apabila yang bersangkutan tidak pernah
diikut sertakan dalam pelatihan maka guru tersebut akan ketinggalan informasi
perkembangan pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya guru tersebut akan menyendiri
melakukan persiapan dan tertutup terhadap inovasi serta saran untuk perbaikan.
Kemungkinan besar guru seperti itu mendominasi kelas dengan ceramahnya, tidak
memberi kesempatan kepada siswa untuk berkreatifitas.
Sementara Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, pasal 19, ayat 1 mengatakan bahwa Proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
206
Lesson Study
Di Sumedang
guru dan ahli pendidikan untuk berlatih melakukan preparasi atau penyiapan
perencanaan pembelajaran inovasif, pengimplementasikan rencana, dan melakukan
refleksi secara bersama-sama dan berkesinambungan.
Dengan pelatihan menggunakan Lesson Study, memungkinkan seseorang guru
untuk: (1) Berlatih membuat perencanaan pembelajaran beserta perangkat-perangkat,
penyela lainnya, (2) berlatih mengiplementasikan rencana pembelajaran yang telah
dibuat, dan (3) memperoleh masukan atau klarifikasi atas berbagai kekurangan jelasan,
keraguan serta kekeliruan yang terjadi selama pembuatan rencana pembelajaran dan
mengimplementasiannya melalui refleksi dan diskusi bersama-sama para guru sejawat
dan fasilitator.
Kegiatan Lesson Study ini haruslah berujung pada upaya meningkatkan
keprofesionalan dan kompetensi guru. Selanjutnya Lesson Study haruslah mengatrol
kualitas pembelajaran dan kualitas belajar siswa yang pada akhirnya berujung kepada
peningkatan kualitas hasil belajar siswa. Oleh karenanya, mengangkat suatu inovasi
yang benar-benar akan mendatangkan manfaat bagi perbaikan kualitas pembelajaran
dan mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa menjadi fokus perhatian
pengembangan Lesson Study ini.
Secara substansi, sebagian atau bahkan keseluruhan langkah-langkah ini,
mungkin bukanlah hal yang baru, yang sudah banyak dikembangkan dalam pelatihanpelatihan atau kegiatan penelitian. Namun bentuk coopetarive dan collaborative work
yang menonjol dalam berlatih membelajarkan siswa tersebut merencanakan
pembelajaran inovative work yang menonjok dalam berlatih membelajarkan siswa
tersebut rupanya sulit ditemukan pada model-model pelatihan sebelumnya. Latihanlatihan merencanakan pembelajaran inovasive, latihan implementasi dan analisis
performansi, serta refleksi secara bersama-sama merupakan warna khas Lesson Study
yang dapat meningkatkan kesejawatan antar guru, meningkatkan kompetensi dan
keprofesionalan guru. Oleh karenanya memungkinkan dijadikan sebagai alternatif
model pelatihan guru.
Lesson Study di
Yogjakarta
208
Lesson Study
Di Malang
Lesson Study
Di Surabaya
209
Kegiatan lesson study pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu
mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara
konsisten melakukan continuous improvement baik pada level individu, kelompok,
maupun pada sistem yang lebih umum. Pengetahuan yang dibangun melalui lesson
study dapat menjadi modal sangat berharga untuk meningkatkan kualitas kinerja
masing-masing fihak yang terlibat. Sebagai contoh, seorang guru yang terlibat dalam
observasi sebuah lesson study berhasil menemukan sejumlah hal penting berkenaan
dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Menurut pendapatnya, bahan ajar
eksploratif yang digunakan ternyata telah mampu mendorong kreativitas siswa
sehingga mereka mampu menampilkan sebuah strategi baru yang bersifat orisinal.
Berdasarkan pengalaman ini guru akan berusaha mencoba menerapkan pendekatan
tersebut dalam pembelajaran di sekolahnya.
Seorang Kepala Sekolah, setelah mengikuti beberapa kali lesson study secara
intensif, mengajukan pendapatnya bahwa kegiatan tersebut sangat potensial
mendorong banyak fihak untuk melakukan hal yang terbaik. Siswa ternyata
menunjukkan motivasi yang sangat tinggi untuk menunjukkan potensinya masingmasing pada saat lesson study dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut
mampu menjadi dorongan untuk tumbuhnya motivasi berprestasi pada diri siswa. Guruguru lain yang baru melihat aktivitas lesson study banyak yang mulai tertarik untuk
mencobanya. Dengan mencoba melakukan lesson study, berarti guru terdorong untuk
melakukan persiapan yang lebih baik dibanding biasanya sehingga proses pembelajaran
yang dikembangkan kadang-kadang sangat di luar dugaan bahkan sangat inovatif.
Seorang guru kimia yang telah memerankan sebagai guru model berpendapat
bahwa dengan Lesson Study memungkinkan melakukan menilaian aspek psikomotor
dan afektif siswa yang selama ini sulit dilakukan oleh guru. Hal ini dimungkinkan
karena hadirnya observer yang cukup banyak.
Seorang dosen, setelah beberapa kali mengikuti kegiatan lesson study juga
mengaku mulai terpengaruh untuk mencoba memperkenalkan dan menerapkan hal-hal
positif yang dia dapatkan dari aktivitas tersebut pada kelas yang menjadi
tanggungjawabnya. Seorang Dekan juga tidak kalah dengan fihak-fihak lain untuk
mencoba mengambil manfaat dari lesson study bagi mahasiswa calon guru di
fakultasnya. Berdasarkan pengalamannya melakukan lesson study bersama guru-guru
di sekolah, dia akhirnya menetapkan suatu kebijakan bahwa setiap mahasiswa peserta
Program Pengalaman Lapangan diharuskan terlibat secara aktif dalam kegiatan lesson
study. Keterlibatan mahasiswa tersebut tidak hanya terbatas sebagai observer, akan
tetapi juga sebagai pelaku utama yakni sebagai guru pengajarnya.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan lesson study ternyata memiliki dampak
cukup luas bagi munculnya kegiatan-kegiatan lain yang inovatif. Dengan demikian, jika
lesson study yang dilakukan benar-benar dipersiapkan dengan baik sehingga setiap
orang yang mengikuti merasa memperoleh pengetahuan yang sangat berharga, maka
baik disadari atau tidak tindak lanjut dari kegiatan tersebut akan terjadi dengan
sendirinya yang dapat berlangsung pada tataran individu, kelompok, atau sistem
tertentu. Sehingga dapat dijadikan suatu alternatif bagi pembinaan (in service) guru
kimia di berbagai lokasi.
210
Konsep Lesson Study juga perlu disampaikan kepada calon guru yang saat ini
masih berstatus mahasiswa, dengan harapan bila meraka nanti menjadi guru akan bisa
melakukannya.
Daftar Pustaka
Baba,T. and Kojima, M. (2003). Lesson Study, In Japan International Cooperation
Agency (Ed.) Japanese Eductional Experiences. Tokyo: Japan International
Cooperation Agency.
Fernandez, C., and Yoshida, M. (2004). Lesson Study: A Japanese Approach to
Improving Mathematics Teaching and Learning. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
FMIPA Unesa. 2007. Pelaksanaan Lesson Study di FMIPA Unesa (Laporan Pada
Pertemuan Forum MIPA LPTK se Indonesia di UPI Nov 2007). Surabaya:
FMIPA Unesa
Indonesia (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen.
Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Pendidikan Nasional.
Lewis, C., Perry, R., and Hurd, J. (2004). A Deeper Look at Lesson Study. Educational
Leadership.
Lutfi, Achmad. 2005. Model Pelatihan Guru dengan Lesson Study (Makalah Seminar).
Gresik: Unmuh Gresik.
Stevenson., H.W., and Stigler, J.W. (1999). The Learning Gap. New York: Touchstone.
Nonaka (2005). Knowledge Creation. Makalah Presentasi pada Seminar Nasional yang
diselenggarakan Universitas Indonesia.
Stigler, J.W., and Hiebert, J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the Worlds
Teachers for Improving Education in the Classroom. New York: The Free
Press.
Saito, E., Harun, I., Kuboki, I. and Tachibana, H. (2006). Indonesian Lesson Study in
Practice: Case Study of Indonesian Mathematics and Science Teacher
Education Project. Journal of In-service Education. 32 (2): 171-184.
Saito, E., Sumar, H., Harun, I., Ibrohim, Kuboki, I., and Tachibana, H. (2006).
Development of School-Based In-Service Training Under an Indonesian
Mathematics and Science Teacher Education Project. Improving School. 9
(1): 47-59.
Saito, E., Harun. I., Sumar, H. (2006). Affect of Lower Secondary Students Towards
Mathematics and Science Education in Indonesia. Spektra, 6(1): 11-21.
Sumar Hendayana, et.al. (2006). Lesson Study: Pengalaman IMSTEP-JICA. Bandung
UPI Press.
211
212
A. PENDAHULUAN
Pendidikan selalu menjadi sorotan atau topik pembicaraan bagi pemerintah
maupun masyarakat. Pola pikir masyarakat yang semakin kritis telah melahirkan
kritik dan saran bagi kondisi pendidikan di Indonesia.
Pemerintah berusaha memperbaiki dan meningkatkan pendidikan dengan
melaksanakan kurikulum 2004 yang dapat membekali peserta didik dengan
berbagai kemampuan sesuai dengan tuntutan zaman dan reformasi yang sedang
bergulir, menjawab tantangan dan arus globalisasi, berkontribusi pada
pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur dan adaptif terhadap
berbagai perubahan (Mulyasa, 2003:7).
Kurikulum sains menyediakan berbagai pengalaman belajar yang mencakup
baik konsep atau proses sains dimana ada keseimbangan antara pengetahuan
deklaratif yaitu pengetahuan yang dimiliki pebelajar tentang sesuatu (fakta,
generalisasi, pendapat, aturan permainan) dan pengetahuan prosedural yaitu
pengetahuan yang dimiliki siswa tentang bagaimana melakukan sesuatu
(mendeklamasikan sesuatu, memainkan permainan) (Depdiknas, 2003: 1).
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara
lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru
maupun peserta didik. Aneka ragam sumber belajar dapat didayagunakan dalam
proses pembelajaran. Selain itu sumber belajar juga dapat memberikan kemudahan
kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar sebab pada
hakekatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru (perubahan).
Bahan ajar merupakan sumber belajar dan perangkat pembelajaran yang
sangat penting dalam proses belajar mengajar. Buku dalam proses belajar mengajar
adalah salah satu sumber yang berisi materi utama kurikulum sesuatu bidang studi
atau sub bidang studi. Maka jelaslah bahwa buku merupakan sarana umum yang
dianggap paling efektif, walaupun sekarang peralatan elektronik lebih canggih dan
modern.
Bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum 2004 SMA harus memenuhi tiga
aspek yaitu aspek afektif yang menitik beratkan pada motivasi dan minat belajar,
sikap, kerjasama, kedisiplinan, kehadiran. Aspek kognitif yang menitik beratkan
pada pengetahuan/ teori, misalnya : menghafal, memahami, mengaplikasi,
menganalisa, sintesa dan evaluasi. Aspek psikomotorik yang menitik beratkan pada
keterampilan gerak fisik, contoh : mempraktikkan, melaksanakan tugas,
penguasaan pengetahuan sesuai dengan standar operasional prosedur (Depdiknas,
2003: 1).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terdapat beberapa
kelebihan dan kelemahan dari buku-buku yang beredar khususnya pada materi
pokok Termokimia, diantaranya: Buku 1 (penerbit I) telah menyajikan materi yang
didukung dengan fitur-fitur seperti orbital kimia yang berisi informasi mengenai
tokoh kimia dan topik faktual yang berhubungan dengan ilmu kimia, kimia
interaktif yang menghubungkan kimia dengan lingkungan sekitar, rangkuman dalam
bentuk peta konsep dan soal-soal latihan. Kelemahan dalam buku ini yaitu belum
dilengkapi dengan lab mini yang berisi kegiatan laboratorium sederhana dan belum
213
214
215
DEFINE
ANALISIS SISWA
ANALISIS TUGAS
ANALISIS KONSEP
DESIGN
DRAFT I
REVISI I
DEVELOP
DOSEN KIMIA
GURU KIMIA
ANALISA DATA
DRAFT III
REVISI II
REVISI III
DISSEMINATE
PENGGUNAAN BUKU AJAR DALAM SKALA LUAS (KELAS)
216
217
kepada 3 orang ahli materi (dosen kimia), 3 orang guru kimia, dan 9 orang siswa
SMA kelas XI.
Hasil validasi tersebut digunakan untuk menilai kelayakan dan mengetahui
pendapat mereka tentang buku ajar yang dikembangkan. Selanjutnya dianalisis dan
direvisi II sehingga menghasilkan draft III yang di uji cobakan pada 9 siswa SMA
kelas XI sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dan mengalami revisi III
sehingga menghasilkan master buku ajar (draft IV).
Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan mengelompokkan data yang berasal dari penilaian ahli materi (dosen kimia)
dan penilaian guru kimia, kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan skala likert.
Tabel 1. Skala Likert.
Penilaian
Nilai skala
Sangat baik
4
Baik
3
Cukup
2
Kurang
1
Cara penilaian kelayakan dari tiap kriteria digunakan rumus sebagai berikut :
JumlahSkorYangDicapai
HasilPenilaian
JumlahPeserta
Tabel 2. Kriteria Interpretasi Skor (Memenuhi/ Tidak Memenuhi), yaitu :
Skor
Kriteria
0 0,83 Sangat kurang memenuhi kriteria
0,84 1,63 Kurang memenuhi kriteria
1,64 2,43 Cukup memenuhi kriteria
2,44 3,23 Baik memenuhi kriteria
3,24 4
Sangat baik memenuhi kriteria.
(Riduwan, 2003: 15)
Penilaian respon siswa diperoleh dari angket (lembar observasi) respon
siswa setelah membaca buku panduan siswa, kemudian di analisis dengan
prosentase. Hasil prosentase tersebut disimpulkan dalam kalimat deskriptif.
Cara penilaian :
Jumlah skor dari seluruh siswa
%Hasil penilaian
x100%
JumlahSkorTertinggi
Penilaian menggunakan penilaian :
Ya
:3
Kurang
:2
Tidak
:1
218
Komponen Materi
Kriteria Kebahasaan
3,25
Sangat memenuhi
3,44
Sangat memenuhi
3,53
Sangat memenuhi
3,44
Sangat memenuhi
Kriteria Penyajian
4
Kriteria Penilaian buku siswa dalam menunjang inovasi
dan mendukung kegiatan belajar mengajar
Pertanyaan
Kriteria penyajian fisik
95,06%
92,93%
Kriteria Bahasa
95,06%
Nilai kategori
Sangat
memenuhi
Sangat
memenuhi
Sangat
memenuhi
Pertanyaan
Kriteria penyajian fisik
95,06%
94,27%
219
Nilai kategori
Sangat
memenuhi
Sangat
Kriteria Bahasa
95,06%
memenuhi
Sangat
memenuhi
Berdasarkan tabel 4, tabel 5 dan tabel 6 dapat disimpulkan bahwa buku ajar kimia
SMA sebagai penunjang kurikulum 2004 pada materi Termokimia yang dikembangkan
layak digunakan dalam proses pembelajaran.
D. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa buku ajar kimia yang
dikembangkan pada materi termokimia telah layak dipergunakan dalam kegiatan
belajar mengajar. Hal ini dilihat dari hasil penilaian rata-rata dari dosen, guru kimia,
uji coba terbatas dan respon siswa pada tahap penyebaran. Kelayakan buku ajar
tersebut ditinjau dari:
1. Hasil penilaian dosen dan guru kimia :
a. Kriteria komponen model buku siswa dengan skor rata 3,34 yang diartikan
sangat memenuhi
b. Kriteria materi dengan skor rata-rata 3,25 yang diartikan sangat memenuhi.
Kriteria penyajian dengan skor rata-rata 3,53 yang diartikan sangat
memenuhi
c. Kriteria kebahasaan dengan skor rata-rata 3,25 yang diartikan sangat
memenuhi
d. kriteria penilaian buku siswa dalam menunjang inovasi dan mendukung
kegiatan belajar mengajar dengan skor rata-rata 3,44 yang diartikan sangat
memenuhi
2. Respon siswa pada data uji coba terbatas:
Kriteria penyajian fisik 95,06%, kriteria penyajian materi 92,93% dan
kriteria bahasa 95,06%. Secara umum siswa mengatakan bahwa buku ajar yang
dikembangkan menarik, memudahkan siswa dalam belajar dan memotivasi
siswa dalam belajar.
3. Respon siswa pada tahap penyebaran :
Kriteria penyajian fisik 95,06%, kriteria penyajian materi 94,27% dan
kriteria bahasa 95,06%. Secara umum siswa mengatakan bahwa buku ajar yang
dikembangkan menarik, memotivasi siswa dan memudahkan siswa dalam
belajar.
E. DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Utiya. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Lamongan : Tim PKM Dosen
FMIPA.
Azizah, Utiya. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning
(CTL)). Surabaya: Kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
Belawati, Tian. 2004. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Universitas Terbuka
Depdiknas, 2003. Kurikulum 2004. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
220
221
Abstrak:
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar pada saat ini
terutama dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut Depdiknas melaksanakan wajib belajar 9 tahun
pada pendidikan dasar (SD dan SMP) yang dimulai pada tahun 1993/1994. Salah
satu upaya untuk menuntaskan wajar 9 tahun antara lain menambah daya tampung
SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan membangun Unit Sekolah Baru
(USB) di daerah yang belum memiliki SMP/MTs dan menambah ruang kelas bagi
daerah memiliki SMP/MTs (www.kapanlagi.com).
Selain itu pamerintah juga terus melakukan inovasi untuk dapat
menuntaskan wajar 9 tahun. Salah satu di antaranya adalah dengan membuka
SMP Terbuka karena dengan pertimbangan banyaknya lulusan SD yang tidak
tertampung untuk bersekolah di SMP Reguler. Banyak hal yang menyebabkan
mengapa banyak lulusan SD tidak tertampung pada SMP Reguler, di antaranya:
nilai yang kurang memenuhi persyaratan, faktor ekonomi orang tua, transportasi,
letak geografis, dan harus membantu orang tua untuk bekerja. SMP Terbuka
merupakan salah satu pendidikan jalur formal yang menggunakan prinsip belajar
secara mandiri.
Bahan belajar utama siswa adalah bahan cetak (modul) dan bahan
penunjang lain seperti program radio, kaset audio, OHP, dan televisi. Di Tempat
Kegiatan Belajar (TKB) siswa wajib datang 4-5 hari dalam seminggu dengan
alokasi waktu kurang lebih 4 jam pelajaran. Di TKB siswa dibimbing oleh guru
pamong sebagai fasilitator (tutor) yang diharapkan akan mampu membantu siswa
dalam belajar lebih intensif di TKB (www.dwp.or.id).
Mata pelajaran yang diajarkan di SMP Terbuka sama dengan yang
diajarkan di SMP reguler lainnya termasuk pelajaran IPA. Dalam mempelajari
IPA diperlukan kreativitas yang tinggi dan bercirikan belajar aktif serta lebih
diutamakan peran siswa sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Pembelajaran
222
223
METODE PENELITIAN
1. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian adalah fenomena pembelajaran IPA di SMP Terbuka,
khususnya pada komponen: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana,
ketenagaan, dan peserta didik. Sekolah sasaran adalah SMP Terbuka di Kota
Mojokerto.
2. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan berjenis triangulasi dengan sumber yaitu
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
3. Prosedur Penelitian
Terdiri dari tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan
meliputi: mencari data dan informasi di Depdiknas Provinsi Jawa Timur, mencari
informasi dan data serta meminta surat rekomendasi di Depdiknas Kota
Mojokerto, dan menyusun panduan wawancara dan panduan observasi.Tahap
pelaksanaan penelitian meliputi: pelaksanakan wawancara dan observasi di SMPSMP Terbuka di Kota Mojokerto. Wawancara dan observasi ditujukan untuk
mencocokkan komponen-komponen pembelajaran yang seharusnya ada dengan
komponen-komponen pembelajaran yang ada (kenyataan) di TKB dan sekolah.
4. Instrumen Penelitian
Panduan Wawancara dan observasi dikembangkan oleh peneliti dengan
mengadopsi format Evaluasi Diri untuk SMP yang diterbitkan BAS Kota
Surabaya. Adopsi instrumen lebih diarahkan kepada empat komponen sekolah
yaitu: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, ketenagaan, serta
224
225
226
227
228
229
230
a. Sarana dan prasarana ruang kelas yang digunakan merupakan ruang kelas
milik sekolah induk, SMP Terbuka dipinjami 3 ruang kelas SMP Induk.
Kelas 1 diletakkan di ruang aula SMP induk, Kelas 2 diletakkan di ruang
UKS yang sempit 2 m x 7 m, sedangkan kelas 3 diletakkan di ruang kantor
SMP Terbuka yang juga sempit 4 m x 4 m. Hal ini seharusnya
diperhatikan karena ruang belajar harus cukup untuk kegiatan
pembelajaran.
b. SMP Terbuka 2 tidak memiliki OHP, Transparansi OHP, VCD Player,
Komputer /Laptop, LCD, File dalam bentuk power point atau MS Word,
hubungan internet, ruang media, di SMP Terbuka 2 juga tidak ada televisi
dan CD kaset pembelajaran. SMP Terbuka 2 juga tidak memiliki televisi
dan tape recorder.
c. Dengan demikian pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 tidak didukung
oleh media tersebut. Padahal, agar modul SMP Terbuka mudah dipahami
dan dikuasai siswa kemudian dilengkapi pula dengan program audio
visual/video, program slide dan program transparansi (Selayang Pandang
SLTP Terbuka, 2002).
d. SMP Terbuka 2 memiliki kendaraan bermotor berupa sepeda motor yang
dipakai oleh guru pamong sebagai alat transportasi. Dengan demikian
kendaraan bermotor memiliki kontribusi secara langsung terhadap
pembelajaran IPA karena guru pamong menggunakan kendaraan bermotor
tersebut sebagai alat transportasi ke sekolah induk untuk mengajar.
e. SMP Negeri 3 Kota Mojokerto tidak meminjamkan laboratorium,
perpustakaan, dan ruang media kepada SMP Terbuka, dengan demikian
pembelajaran IPA tidak didukung oleh praktikum di laboratorium dan
siswa SMP Terbuka tidak diberi kesempatan untuk memperdalam materi
dengan membaca buku di perpustakaan.
f. SMP Induk tidak meminjamkan sarana dan prasarana kepada SMP
Terbuka 2 karena SMP Induk menganggap siswa SMP Terbuka tidak bisa
merawat sarana dan prasarana tersebut atau takut jika sarana dan prasarana
akan dirusak.
Dari hasil penilitian yang diperoleh maka sarana dan prasarana sebagai
penunjang pembelajaran IPA yang ada di SMP Terbuka di Kota Mojokerto
banyak yang tidak dimiliki sedangkan penggunaan sarana prasarana yang dimiliki
masih belum optimal. Sarana dan prasarana yang ada di SMP Terbuka 1 hanya
23% sedangkan di SMP Terbuka 2 hanga 15%.
3. Kualifikasi Ketenagaan SMP Terbuka di Kota Mojokerto Ditinjau dari
Sisi Pembelajaran IPA
Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian
untuk SMP Terbuka 1 sebagai berikut:
a. SMP Terbuka 1 menggunakan sistem pengajaran semi reguler yaitu
pengajaran oleh guru bidang studi masing-masing atau yang disebut guru
bina.
231
232
d.
e.
f.
g.
mandiri (14 jam di tempat yang sesuai. Jumlah tatap muka seluruhnya
adalah 42 jam. Alternatif 2: Pola Tatap Muka Kombinasi di SMP Induk
dan di TKB yaitu 4 hari kegiatan pembelajaran di TKB (16 jam), 2 hari
kegiatan tatap muka (6 jam di sekolah induk), 1 hari pembelajaran tatap
muka (6 jam di TKB oleh Guru bina, dan kegiatan belajar mandiri (14 jam
di tempat yang sesuai). Jumlah tatap muka seluruhnya adalah 42 jam.
Alternatif 3: Pola tatap muka guru kunjung yaitu 4 hari kegiatan
pembelajaran di TKB (16 jam), 2 hari kegiatan tatap muka (12 jam di TKB
oleh guru bina), dan kegiatan belajar mandiri (14 jam di tempat yang
sesuai). Jumlah tatap muka adalah 42 jam. Alternatif 4: Pola Temu Wicara
melalui Radio Komunikasi Dua Arah (RKDA) yaitu 4 hari pembelajaran
di TKB (16 jam), 2 hari kegiatan pembelajaran temu wicara (12 jam oleh
guru bina melalui radio RKDA dari sekolah induk ke TKB dan
sebaliknya), dan kegiatan belajar mandiri (14 jam di tempat yang sesuai).
Jumlah seluruh tatap muka adalah 42 jam.
TKB ada di sekolah induk, siswa SMP reguler masuk pagi sedangkan
siswa SMP Terbuka masuk siang hari pukul 13.00-17.00 setiap hari SeninJumat. TKB dengan SMP induk dalam satu lokasi dikarenakan keinginan
dari siswa sendiri. Sistem TKB dulu pernah dibuat di kantor kelurahan
tetapi lama-kelamaan bubar, karena menurut mereka tidak bersekolah jika
tidak di sekolahan.
Proses pembelajaran di SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto
oleh tenaga pendidik masih kurang, karena hanya 20 jam/minggu dan tidak
termasuk dalam keempat alternatif pola tatap muka di SMP Terbuka.
Pembelajaran yang kurang ini dimungkinkan karena kurangnya jumlah
guru bina dan guru pamong dan kepedulian para pengelola SMP Terbuka
di Kota Mojokerto terhadap pembelajaran di SMP Terbuka serta
kurangnya perhatian terhadap kemajuan SMP Terbuka. Hal tersebut juga
akan mempengaruhi pembelajaran IPA karena materi yang banyak untuk
disampaikan sedangkan waktu untuk proses belajar mengajar kurang.
Guru bina IPA datang setiap 2 hari setiap minggu, yaitu setiap Hari Senin
dan Kamis. Kualifikasi guru bina sudah layak atau sesuai dengan bidang
studi masing-masing tentang pembelajaran IPA karena 100% merupakan
lulusan sarjana. Sebagian besar Guru pamong yang mengajar tidak sesuai
untuk mengajar siswa SMP. Hanya 25% di SMP Terbuka 1 dan 33,34% di
SMP Terbuka 2 yang merupakan lulusan sarjana. Hal ini juga akan
mempengaruhi dalam pembelajaran IPA karena jika ada siswa yang
bertanya tentang pembelajaran IPA mungkin guru pamong tidak bisa
menjawab.
Salah satu tugas guru pamong pada kegiatan belajar di TKB adalah
menyampaikan daftar kesulitan tiap minggu sebelum tatap muka di SMP
Induk (Petunjuk Praktis bagi Guru Pamong, 2005). Guru pamong di SMP
Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 tidak membuat buku cacatan materi
esensial dan sulit, dengan demikian perkembangan siswa dalam
pembelajaran IPA tidak diketahui oleh guru bina. Ini menunjukkan
rendahnya kualitas guru pamong yang bukan merupakan lulusan sarjana
233
4. Peserta Didik
a. Sebagian besar orang tua siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2
Mojokerto yaitu sebanyak 64,29% dan 66,67% memiliki penghasilan
kurang dari Rp. 250.000.
b. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 yaitu sebanyak 50% merupakan
anak usia 15-16 tahun. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 2 yaitu 52,09%
adalah anak usia 13-14 tahun.
c. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 yaitu sebesar 75% pekerjaan orang
tuanya adalah swasta/ dagang. Sebagian besar orang tua siswa SMP
Terbuka 2 yaitu sebesar 50% pekerjaannya adalah jasa/tukang.
d. Banyak juga di antara siswa SMP Terbuka 1 yang bekerja, ini ditunjukkan
dari keadaan di sekolah pada setiap Hari Jumat hanya sedikit siswa yang
hadir, sekitar 2 orang setiap kelas. Menurut guru pamong mereka bekerja
sebagai pengamen jalanan.
e. Siswa SMP Terbuka 1 Mojokerto umum merupakan lulusan SD. Sebagian
besar siswa SMP Terbuka 1 dan 2 yaitu sebesar 75% dan 68,75% berasal
dari SD Negeri. Ada 2 siswa SMP Terbuka kelas 3 yang sudah pernah
menjadi siswa SMP sebelumnya, mereka berhenti dari SMP Reguler
karena dikeluarkan dan karena tidak ada biaya.
f. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 yaitu sebanyak 60,71% menganggap
kondisi belajar mengajar cukup menyenangkan. Siswa SMP Terbuka 2
sebagian besar yaitu 43,75% menganggap kondisi belajar mengajar sangat
menyenangkan.
g. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 dan 2 yaitu sebesar 64,29% dan
72,92% tidak tahu akan melanjutkan ke SMA/SMK atau tidak. Siswa yang
memilih untuk tidak melanjutkan ke SMA/SMK
dikarenakan tidak ada
biaya untuk melanjutkan sekolah.
h. Seluruh siswa baik dari SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 tidak ada
yang berprestasi dalam bidang IPA.
Pembahasan tentang sarana dan prasarana di SMP Terbuka 1 kota
Mojokerto adalah sbb:
a. Siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Kota Mojokerto pada
umumnya memilih bersekolah ke SMP Terbuka bukan karena letak
geografis, melainkan karena kondisi ekonomi. Jarak rumah mereka tidak
ada yang terlalu jauh. Kondisi ekonomi mereka yang kurang mampu
dilihat dari penghasilan orang tua sebagian besar di bawah Rp. 250.000.
Bahkan, banyak diantara siswa SMP Terbuka 1 yang bekerja sebagai
pengamen dapat diluhat pada setiap Hari Jumat sedikit siswa yang hadir
dengan alasan bekerja.
234
b. Kondisi usia siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto sudah
sesuai dengan usia siswa SMP yaitu tidak ada yang melebih usia 18 tahun,
karena SMP Terbuka dirancang khusus untuk melayani para siswa usia 1315 tahun dan maksimal 18 tahun yang tidak dapat mengikuti pelajaran
secara biasa pada SMP Reguler setempat.
c. Keinginan untuk melanjutkan ke jenjang SMA/SMK dari siswa SMP
Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 juga rendah ini terbukti sebagian besar dari
mereka tidak tahu akan melanjutkan atau tidak ke SMA/SMK dengan
alasan belum ada biaya atau karena ingin bekerja membantu ekonomi
keluarga. Bahkan, ada diantara mereka yang tidak melanjutkan ke
SMA/SMK.
d. Di antara siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto tidak ada
yang pernah berprestasi dalam bidang IPA. Hal demikian menunjukkan
bahwa tingkat pencapaian pembelajaran IPA di SMP Terbuka tidak untuk
mencetak siswa-siswi yang berprestasi tetapi agar siswa mengerti saja
tentang pembelajaran yang diberikan. Kesadaran akan pendidikan oleh
siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Kota Mojokerto juga masih
rendah. Ini terbukti dengan masih banyaknya siswa yang absen sertiap
harinya. Bahkan, setiap ada ulangan umum, guru pamong harus
menjemput sebagian siswa karena tidak mau masuk sekolah dengan alasan
membantu orang tua bekerja. Banyak juga diantara siswa SMP Terbuka 1
yang bekerja menjadi pengamen, dan siswa SMP Terbuka banyak juga
yang bekerja membantu membuat helm atau menjahit sepatu. Hal ini juga
menunjukkan rendahnya kesadaran orang tua tentang pendidikan karena
orang tua menginginkan anaknya untuk bekerja membantu perekonomian
keluarga.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat dituliskan simpulan penelitian
sebagai berikut:
1. Komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 Kota
Mojokerto sudah sesuai dengan kurikulum SMP/MTs karena di SMP
Terbuka 1 komponen kurikulum dan pembelajaran IPA sebesar 87,5%
sedangkan komponen kurikulum dan pembelajaran yang dimiliki oleh SMP
Terbuka 2 belum sesuai dengan kurikulum SMP/MTs karena hanya sebesar
50% komponen kurikulum yang terpenuhi. Meskipun komponen kurikulum
dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 sudah lengkap namun komponen
yang penting seperti evaluasi formatif dan catatan untuk materi esensial dan
sulit masih belum ada.
2. Sarana dan prasarana sebagai penunjang pembelajaran IPA yang ada di
SMP Terbuka di Kota Mojokerto banyak yang tidak dimiliki sedangkan
penggunaan sarana dan prasarana yang dimiliki masih belum optimal.
3. Kualifikasi guru bina sudah layak atau sangat sesuai dengan bidang IPA
karena 100% merupakan lulusan sarjana. Sebagian besar Guru pamong
yang mengajar tidak sesuai untuk mengajar SMP karena guru pamong yang
235
lulusan sarjana hanya 25% di SMP Terbuka 1 dan 33,34% di SMP Terbuka
2 tetapi bukan dalam bidang IPA.
4. Kualifikasi peserta didik SMP Terbuka Kota Mojokerto secara umum sudah
sesuai yaitu menurut usia dan asal sekolah mereka, namun kurangnya
kesadaran dari siswa dan orang tua siswa tentang pendidikan dan kondisi
keadaan ekonomi menyebabkan siswa kurang berprestasi dalam bidang
IPA.
5. Dari 4 simpulan di atas dapat dibuat simpulan umum yaitu pembelajaran
IPA SMP Terbuka di Kota Mojokerto masih belum maksimal.
Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan serta ditemukannya simpulansimpulan, penulis mengajukan saran atau rekomendasi sebagai berukut:
1. Silabus dan RPP untuk mata pelajaran IPA perlu dibuat secara khusus oleh
guru bina untuk SMP Terbuka.
2. SMP Induk perlu meminjamkan sarana dan prasarana seperti: laboratoium
IPA, ruang media, dan perpustakaan kepada SMP Terbuka untuk
menunjang pembelajaran IPA.
3. Perlu segera dilakukan upaya-upaya perbaikan kualitas guru pamong,
perbaikan kurikulum di SMP Terbuka, prebaikan sarana dan prasarana , dan
peningkatan kesadaran belajar siswa dengan memberikan motivasi.
4. Pentingnya catatan kesulitan siswa dan materi yang esensial yang dibuat
oleh guru pamong sehingga memberi masukan atau gambaran kepada guru
bina dalam menetapkan tindakan yang akan dilakukan terhadap
pembelajaran IPA.
DAFTAR PUSTAKA
Slamet, 2005. Pendidikan Berbasis Kompetensi. Makalah disampaikan dalam
seminar Pendidikan Berbasis Kompetensi.
Depdiknas. 2002. Selayang Pandang SLTP Terbuka. Jakarta: Ditjen Pendidikan
Dasar dan Menengah Dierektorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama.
Depdiknas. 2003. Kurikulum SMP Panduan Pengembangan Silabus SMP Mata
Pelajaran IPA. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Depdiknas. 2004. Instrumen Evaluasi Diri SMP. Surabaya: Badan Akreditasi
Sekolah Nasional.
Depdiknas. 2005. Monitoring dan Evaluasi Sekolah Standar Nasional. Jakarta:
Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama.
236
Depdiknas. 2005. SMP Terbuka. Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Depdiknas. 2005. Petunjuk Operasional SMP Terbuka. Jakarta: Ditjen
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama.
Depdiknas. 2005. Petunjuk Praktis Bagi Guru Bina. Jakarta: Ditjen Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama.
Depdiknas. 2005. Petunjuk Praktis Bagi Guru Pamong. Jakarta: Ditjen
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama.
Depdiknas. 2005. Petunjuk Pengelolaan SMP Tebuka. Jakarta: Ditjen Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama.
Depdiknas 2006. Data Pokok Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur
2005/2006. Pemerintah Propinsi Jawa Timur: Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data.
Depdiknas. 2006. Instrumen Pendataan SMP Tebuka Tahun 2006. Jakarta: Ditjen
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama.
Depdiknas. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 17 ayat 2
dan Pasal 20 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Mari Kita Mengenal SMP Terbuka.
http://www.dwp.or.id/prg/pagel.php?utk=590&ctg=INF. 22 September 2006.
Program SMP Terbuka. http://www.pikiran
rakyat.com/cetak/2005/0405/04/1105.htm. 22 September 2006.
237