Anda di halaman 1dari 77

UPAYA PENINGKATAN MUTU GURU KIMIA DI SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN (SMK) KHUSUSNYA DI JURUSAN KIMIA


Alifa, Wahyuningsih
1. PENDAHULUAN
Untuk menghadapi perubahan yang serba cepat kita perlukan usaha
pengembangan Sumber Daya Manusia yang dilakukan melalui proses pendidikan
dan pelatihan.
Yang melatarbelakangi Pemakalah untuk menyampaikan / mengangkat Upaya
Peningkatan Mutu Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Khususnya di
Kejuruan Kimia, dimana dasar pemikirannya adalah secara:
a. Kuantitas
- Telah bermunculannya Jurusan Kimia pada Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) yang selama ini belum ada, dalam kurun waktu dua sampai dengan
tiga tahun Terakhir, khususnya di Jawa Timur telah tercatat Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) yang Negeri telah bertambah menjadi sepuluh
sekolah yang telah membuka Jurusan Kimia.
- Berkembangnya Industri-industri Kimia baik skala kecil maupun skala
besar
b. Kualitas
- Banyak dibutuhkan tenaga kerja level menengah oleh Perusahaan untuk
Jurusan Kimia Industri maupun Analis Kimia.
- Masih perlunya peningkatan kemampuan Guru-guru Kimia yang benarbenar kompeten di bidangnya sesuai dengan kompetensi yang ada di
Kejuruan kimia baik secara Metodik maupun Dedaktik serta kemampuan
Skill (aplikasi praktikumnya)
Sedangkan tujuan utama Pemakalah adalah mengharapkan adanya Guruguru yang professional nantinya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
khususnya untuk jurusan Kimia.
Sesuai dengan yang melatar belakangi dan tujuan utama dalam upaya
peningkatan mutu Guru Kimia di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
khususnya untuk Jurusan Kimia.
Pemakalah mencoba memberikan dasar-dasar pijakan untuk lebih jelasnya,
yaitu:
- Profesi Guru
- Guru yang profesional
- Dasar-dasar filosofi pengembangan profesi
- Langkah atau upaya nyata
2. Profesi Guru
Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka
(To Profess yang artinya menyatakan), yang menyatakan bahwa seseorang itu
mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan, karena orang tersebut
merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.

161

Everett Hughes menjelaskan, bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu
pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri.
B.J. Chandler menegaskan, bahwa profesi mengajar adalah suatu jabatan yang
mempunyai kekhususan. Kekhususan itu memerlukan kelengkapan mengajar dan
keterampilan yang menggambarkan bahwa seseorang melakukan tugas mengajar,
yaitu membimbing manusia.
Menurut Myron Lieberman mengatakan, bahwa profesi menampakkan diri
dalam bentuk layanan sosial, dimana cirri dari suatu profesi ialah, bahwa orang
tersebut lebih mengutamakan tugas pelayanan sosial dari pada mencari
keuntungan sendiri.
Dengan pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa,
profesi guru adalah suatu sikap dari seseorang akan suatu jabatan dalam pekerjaan
dan selanjutnya menjadi pekerjaannya.
3. Guru yang Profesional
Untuk mengetahui bagaimana Guru profesional yang merupakan tujuan
akhir dari maksud paparan ini, maka perlulah digambarkan lebih jelas apa
sebenarnya yang dimaksud dengan Guru profesional. Pada umumnya orang-orang
banyak yang memberi arti sempit terhadap pengertian profesional , dimana
professional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis yang dimiliki
seseorang, misalnya seorang Guru yang dikatakan profesional bila guru tersebut
memiliki kualitas mengajar yang tinggi, padahal profesional mengandung arti
yang lebih luas. Bukan hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis, akan tetapi
profesional mempunyai makna Ahli (Ekspert), Tanggung Jawab
(Responsibility), baik tanggung jawab intelektual maupun tanggung jawab moral
dan memiliki Rasa Kesejawatan.
Makna Profesional dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu:
a. Ekspert / Ahli
Yang pertama adalah ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli
dalam tugas mendidik.
Guru yang ahli harus memiliki pengetahuan tentang cara mengajar (Teaching
is a Knowledge), juga keterampilan (Teaching is a Skill) dan mengerti bahwa
mengajar itu juga seni (Teaching is an Art).
Dalam kaitan ini orang juga selalu membicarakan Guru yang berhasil (a
succesfull teacher), guru yang efektif (An effective teacher) dan guru yang
baik (a good teacher).
b. Rasa Tanggung Jawab
Guru yang profesional disamping ahli dalam bidang mengajar dan
mendidik, juga memiliki otonomi dan tanggung jawab. Yang dimaksud
dengan otonomi adalah suatu sikap yang profesional yang disebut mandiri, ia
telah memiliki otonomi atau kemandirian yang dalam mengemukakan apa
yang harus dikatakan berdasarkan keahliannya.

162

c. Memiliki Rasa Kesejawatan


Dimana untuk hal ini adalah menciptakan rasa kesejawatan sehingga
ada rasa aman dan perlindungan jabatan dan ini dikembangkan melalui
organisasi profesi dengan menciptakan rasa kesejawatan dalam semangat
korps (Lesprit De Corps)

Apakah Saya Profesional


(Wiles, 1955: 27)

4. Dasar-Dasar Filosofi Pengembangan Profesi


Setiap profesi harus mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan menuju kepada otonomi profesi, inti dari setiap otonomi ialah
memiliki kemandirian dan tanggung jawab.
Setiap pemilik profesi yang sudah mandiri dan bertanggung jawab harus
memberi dan sanggup dimintai pertanggung jawaban.
Untuk dapat mencapai sikap profesional seperti itu memerlukan pemeliharaan dan
perawatan yang kontinyu, dan tugas ini termasuk dalam bidang pembinaan dan
pengembangan profesi.
Setiap pembinaan dan pengembangan berangkat dari asumsi tertentu, atau
sekurang-kurangnya harus mempunyai asumsi dasar, yaitu:
a. Perkembangan adalah hasil dari pengaruh eksternal dimana orang berangkat
dari asumsi bahwa perkembangan terjadi oleh karena pengaruh factor luar,
bertolak dari asumsi, bahwa jiwa manusia adalah tabularasa (John Locke).
b. Perkembangan adalah hasil dari pengaruh faktor internal. Pandangan ini
berangkat dari asumsi bahwa dalam jiwa manusia ada kemungkinankemungkinan untuk berkembang.

163

c. Perkembangan adalah perpaduan dari faktor eksternal dan faktor internal, ini
berangkat dari asumsi faktor X adalah eksternal dan faktor Y adalah internal
(Wolfgang dan Glickman)
5. Langkah dan Upaya Nyata
Setelah menelaah memperhatikan latar belakang, tujuan utama dalam
paparan pemakalah dan pandangan atau gambaran hasil akhir yaitu guru yang
profesional dan filosofi dasar untuk mengembangkan profesi maka perlulah
langkah dan upaya nyata untuk meningkatkan mutu guru sekolah menengah
Kejuruan(SMK) khususnya di Jurusan Kimia melalui pemberdayaan programprogram Education, diantaranya:
a. Pre Service Education
Memberi masukan pada Lembaga-lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) mengenai perlunya diperbanyak mahasiswa/mahasiswi yang
melaksanakan praktek mengajar di lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) yang mana selama ini menurut pengamatan Pemakalah masih sangat
sedikit, kalau tidak bisa dikatakan belum ada para mahasiswa/mahasiswi
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang melaksanakan
praktek atau magang di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya di
Jurusan Kimia.
Padahal dengan melakukan praktek atau magang di Sekolah-sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Jurusan Kimia dalam segi Skill yang didapat jelas
lebih menonjol bila dibandingkan dengan Sekolah-sekolah Non kejuruan
khususnya Jurusan Kimia.
Dengan melaksanakan praktek atau magang di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) nantinya diharapkan banyak membantu dalam pelaksanaan mengajar
dan mendidik baik di Sekolah-sekolah Umum maupun di Sekolah-sekolah
Kejuruan, dikarenakan perbandingan antara teori dan praktek di Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) bisa mencapai 30 % teori dan 70 % praktek.
b. In Service Education
Menurut Peter F. Oliva membedakan pengembangan staf (Staff
Development), ia mengatakan istilah itu sama, tetapi sebenarnya berbeda,
dimana pengembangan staf lebih luas dari pada In Service Education dan In
Service Training.
Menurut Serbiovany, dimana pengembangan staf bersumber dari dalam diri
seseorang untuk bertumbuh, sifatnya internal, jadi usaha untuk berkembang
itu bersumber dari dalam diri sendiri.
Yang jelas pemahaman terhadap pengertian dari In Service haruslah dilihat
dari fungsinya, dimana Lembaga pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
difungsikan untuk meningkatkan kemampuan Guru-guru tersebut.
Good Carter menggunakan istilah Pertumbuhan Pendidikan (Education
Growth), yaitu penambahan beberapa keterampilan.
Sedangkan pengembangan pendidikan (Educational Development) adalah
penambahan dalam kemampuan agar mampu menghadapi situasi tertentu
sebagai hasil dari pengembangan orang lain.

164

Program In Service Education adalah suatu usaha yang memberi kesempatan


kepada Guru-guru untuk mendapatkan penyegaran atau menurut Jacobson
sebagai penyegaran yang membawa Guru-guru kearah Up to Date.
Dalam upaya nyata pada In Service Education yang bisa dilaksanakan
adalah:
- Melaksanakan Pendidikan akta IV bagi Guru-guru yang belum
mempunyai akta IV atau Guru-guru hasil Pendidikan non tenaga
Kependidikan (Non LPTK)
- Melaksanakan pendidikan Pasca Sarjana (S2, S3) yang sesuai dengan
bidang kejuruan, yaitu: KIMIA.
c. In Service Training
Pada umumnya yang paling banyak dilakukan ialah melalui pola penataranpenataran yang diantaranya:
Penataran Penyegaran.
Yaitu usaha peningkatan kemampuan Guru agar sesuai dengan kemampuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta memantapkan kemampuan tenaga
kependidikan agar dapat melaksanakan tugas sehari-hari dengan lebih baik,
sifat penataran ini adalah memberi penyegaran sesuai dengan perobahan yang
terjadi.
Penataran Peningkatan Kualifikasi
Yaitu usaha peningkatan kemampuan Guru sehingga mereka memperoleh
kualifikasi formal tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.
Penataran Penjenjangan
Adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan Guru sehingga dipenuhi
persyaratan suatu kepangkatan atau jabatan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Dalam upaya nyata pada In Service Training adalah:
- Melaksanakan penataran-penataran bekerja sama dengan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), maupun Non kependidikan
(Non LPTK) dengan tujuan, memberi penyegaran sekaligus up date
keilmuan khususnya Kimia.
- Melaksanakan penataran-penataran bekerja sama dengan dunia idustri
kimia yang bertujuan untuk memberikan aplikasi lapangan yang
sebenarnya di Industri Kimia.
Hanya saja perlu dipahami bersama bahwa kegiatan In Service Training
dalam bentuk penataran-penataran bagi Guru-guru pada umumnya cenderung
masih mengandalkan anggaran Pemerintah, baik dari pusat maupun daerah
(APBN dan APBD). Dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang ada
sekarang kecenderungan frekuensi penataran-penataran jauh lebih sedikit pada
akhir-akhir ini, maka dari itu perlulah diadakan program terobosan-terobosan
dalam rangka untuk peningkatan mutu Guru-guru Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), khususnya Jurusan Kimia yang kami coba sebut dengan Alternatif

165

Model Pengembangan Profesi.


a. Alternatif Pertama
Model pengembangan profesi ini adalah mengikut sertakan Pihak Ketiga,
dalam hal ini adalah perusahaan/industri yang masih memiliki perhatian
terhadap bidang pendidikan. dasar-dasar filosofinya, yaitu dimana dunia
industri/ perusahaan adalah merupakan pengguna dari hasil proses didik dalam
bentuk Tenaga Kerja yang kompeten pada bidangnya berarti
Industri/Perusahaan yang merasakan manfaat terbesarnya nanti.
Walaupun dalam kenyataan sebenarnya masih banyak industri/perusahaan
yang kurang memperhatikan Dunia Pendidikan, akan tetapi juga masih ada
industri/perusahaan yang mempunyai perhatian pada Dunia Pendidikan baik
itu yang berbentuk BUMN/BUMD maupun swasta murni (PMA/PMDN). Hal
ini dapat dilihat dengan adanya suatu bagian dalam Perusahaan tersebut yang
disebut dengan CSR (Corporate Social Responsibility). Melalui bagian CSR
inilah sebagian keuntungan perusahaan dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan pada masyarakat, termasuk didalamnya adalah Dunia
Pendidikan dengan jalan melaksanankan training-training yang dibiayai oleh
perusahaan.
Sedangkan strategi training yang dapat untuk peningkatan mutu guru kimia di
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dapat dipilih beberapa strategi, antara
lain:
- Strategi Datang
Yaitu peserta training mendatangi tempat training yang telah ditentukan
oleh industri/perusahaan.
- Strategi Pergi
Dimana para penatar/nara sumber yang telah ditunjuk oleh
perusahaan/industri mendatangi salah satu sekolah yang dianggap
memadai untuk pelaksanaan training ataupun menggunakan Lembagalembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), maupun Lembaga
Pendidikan Non Kependidikan yang ditunjuk oleh perusahaan/industri
tersebut.

b. Alternatif Kedua
Model pengembangan ini adalah dengan melaksanakan Kunjungan Industri
(Terprogram) dimana maksud dari pada terprogram disini segala sesuatunya
harus benar-benar terprogram sesuai dengan tujuan pendidikan yang juga
untuk menghindari dari unsur-unsur ikutan (misalnya: unsur berwisata) maka
dari itu, pelaksanaan kunjungan industri benar-benar Terprogram antara lain:
-

Terprogram Waktunya
Terprogram Peserta Kunjungannya
Terprogram Lingkup yang Dikunjungi (tidak membias)
Terprogram Hasil Kunjungannya

166

Untuk lebih mengoptimalkan hasil dari dua jenis alternatif model


pengembangan profesi dalam upaya peningkatan mutu guru kimia di Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) khususnya dijurusan kimia, hasil-hasil tersebut dapat
dikembangkan baik secara kelompok (sekolah) maupun secara individu, dengan
menggunakan cara/pola sebagai berikut:
-

Pola Ink Blot


Pola ini juga disebut pola daya serap dan daya sebar seperti tinta yang
diteteskan pada sehelai kertas putih, bila setitik tinta diteteskan pada
sehelai kertas putih maka tinta itu akan terserap dan kemudia tersebar.

Seberapa jauh daya sebar tinta itu tergantung dari pada kemampuan
penyebaran tinta itu dan jenis kertas yang ada.
Konkritnya salah satu sekolah menjadi pusat penggerak sejumlah guru
yang sudah ditatar dari sekolah tersebut dikembang ide dan latihan yang
sudah diperoleh ke skolah lain di sekitar sekolah tersebut.
Pola ini dapat digunakan dalam lingkup sekolah (kelompok besar).

S1b

S1

S1a

Sekolah sebagai
S4

S3

Pusat Penggerak

S2a

S2

S2b

Keterangan:
- Sekolah sebagai pusat penggerak hasil penataran
- Dari satu sekolah tersebut dapat disebarkan ke sekolah-sekolah lain
(misalnya: dari S1 tersebut ke S1a dan S1b atau S2, S3, S4 dan seterusnya)

Pola Sel
Kalau dalam pola Ink Blot digunakan sekelompok guru dari satu sekolah
sebagai penyebar hasil penataran, maka didalam pola sel guru-guru yang

167

telah ditatar secara individual diharapkan menjadi sumber penyebar pada


rekan-rekan sejawatnya.

Individual
Inti
I1
I1a

I2
I1b

I2a
I2b
Keterangan:
- Individu Inti memberikan informasi pada individu I1 dan I2
- Individu I1 memberikan informasi pada I1a dan I1b
- Individu I2 memberikan informasi kepada I2a dan I2b.

168

PENERAPAN STRATEGI MIND MAPPING (PETA PIKIRAN)


PADA POKOK BAHASAN ALKANA, ALKENA, ALKUNA
UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR SISWA
DI KELAS X SMA NEGERI 3 MAGETAN
Ismiati, Dian Novita

A. LATAR BELAKANG
Mencatat yang efektif adalah salah satu kemampuan terpenting yang pernah
dipelajari orang. Bagi pelajar, hal ini seringkali berarti perbedaan antara mendapatkan
nilai tinggi atau rendah pada saat ujian. Alasan seseorang untuk mencatat adalah
bahwa mencatat meningkatkan daya ingat. (De Porter dan Hernacki, 2001 : 146)
Kebanyakan seseorang mengingat dengan sangat baik ketika menuliskannya.
Tanpa mencatat dan mengulanginya, kebanyakan orang hanya mampu mengingat
sebagian kecil materi yang mereka baca atau dengar kemarin. Pencatatan yang efektif
dapat menghemat waktu dengan membantu menyimpan informasi secara mudah dan
mengingatkannya kembali jika diperlukan. (De Porter dan Hernacki, 2001 : 147)
Secara umum ada tiga gaya utama dari membuat catatan atau mencatat standar
sebagaimana yang dikemukakan oleh Tony Buzan (2004) saat melakukan riset di
beberapa negara dengan menyertakan pengamatan, mengajukan pertanyaan dan
percobaan praktis (Buzan, Tony dan Barry, 2004 : 53), yaitu : gaya kalimat yang
dikomunikasikan dalam bentuk naratif, gaya daftar, dan gaya garis besar numerik
atau alfabet yang berbentuk urutan hierarki kategori utama dan subkategori.
Masih menurut Buzan (2004), terdapat empat kekurangan dari sistem standar
membuat catatan atau mencatat yaitu : 1) mengaburkan kata kunci, karena kata kunci
sering tercantum di halaman yang berbeda dan dikaburkan oleh kata-kata yang
kurang penting, 2) membuat sulit untuk mengingat, karena catatan monoton (satu
warna) membosankan secara visual dan membuat otak dalam keadaan setengah
terhipnotis, 3) memboroskan waktu, sebab mengharuskan orang membaca ulang
catatan yang tidak perlu dan harus mencari kata-kata kunci, 4) gagal merangsang
kreatifitas otak. (Buzan, Tony dan Barry, 2004 : 5-59)
Berkaitan dengan kemampuan penguasaan materi ajar, ada sebuah teknik
pencatatan yang efektif yaitu mind mapping (peta pikiran). Cara ini membuat siswa
mampu melihat seluruh gambaran secara selintas dan menciptakan hubungan mental
yang membantu untuk memahami dan mengingat. (De Porter dan Hernacki, 2002 :
152) Stratregi belajar Mind Mapping ini merupakan suatu bentuk mengajarkan siswa
cara belajar yang efektif.
Strategi mind mapping diharapkan dapat membantu siswa dalam membuat
catatannya serta membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar. Menurut De Porter &
Hernacki (2002) dalam Alwiyah, mind mapping merupakan teknik mencatat efektif
yang dihasilkan dengan riset tentang bagaimana otak menyimpan dan mengingat
informasi.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan kepala SMP Al Falah 2
Tropodo Sidoarjo pada tanggal 4-7 Desember 2006 diperoleh informasi bahwa sejak
169

kelas VII telah dikenalkan dan diterapkan strategi belajar mind mapping (peta
pikiran). Sehingga ketika berada di kelas VIII dan IX, siswa tidak asing dengan
strategi tersebut. Bahkan di kelas IX semester I setiap tahunnya, SMP Al Falah 2
Tropodo bekerjasama dengan Konsorsium Pendidikan Islam (KPI) Surabaya
mengadakan pelatihan Quantum Learning untuk mengingatkan kembali strategi
belajar efektif, salah satunya adalah mind mapping sebagai persiapan UTS, UAS dan
Ujian Nasional (UNAS).
Ketika peneliti menanyakan kepada siswa kelas IX.1 hampir 95,23 % dari
mereka menjawab senang dengan strategi belajar mind mapping dan sebanyak 4,76 %
menjawab tidak senang. Alasan mereka yang senang dengan mind mapping adalah
karena menarik, tidak monoton, dan cepat masuk ke hafalan (cepat hafal).
Menurut Sri Winarni, salah seorang guru kimia di SMA N 3 Magetan, selama
ini dalam proses belajar mengajar terutama bidang studi kimia, para siswa belum
pernah menggunakan strategi mind mapping dalam mencatat. Sedangkan guru kimia
yang lain menyatakan belum tahu dan belum pernah mengikuti pelatihan quantum
learning, sehingga siswa rata-rata belum mengenal mind mapping. Selain itu menurut
angket yang diberikan kepada siswa salah satu kelas X, dari 40 siswa yang ada,
sebanyak 80% mereka menyukai pelajaran kimia, tetapi sebanyak 67,5% merasa sulit
untuk memahami pelajaran kimia. Hal itu merupakan permasalahan yang perlu
diatasi. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah pemilihan model pembelajaran
yang tepat untuk mencapai ketuntasan yang diharapkan. Oleh karena itu guru harus
dapat memilih model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas yang
efektif agar dapat memotivasi siswa untuk aktiv dalam belajar dan dapat merangsang
siswa untuk dapat mengemukakan pendapatnya.
Dari permasalahan di atas, diperlukan suatu cara / strategi agar dapat
meningkatkan pemahaman siswa, salah satunya dengan menggunakan strategi dan
model pembelajaran yang cocok dengan materi alkana, alkena, alkuna sehingga
mencapai hasil belajar pada materi tersebut secara optimal. Untuk menentukan suatu
model pembelajaran guru harus dapat memadukan antara suatu materi dengan suatu
model pembelajaran maupun strategi yang digunakan agar proses belajar mengajar
dapat berjalan sesuai dengan perencanaan. Dipilihnya materi pokok alkana, alkena,
alkuna lebih berkarakteristik hafalan dan pemahaman konsep.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengelolaan kelas menggunakan model pengajaran langsung
dengan strategi Mind Mapping.
2. Untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa di kelas X SMA N 3 Magetan
melalui penggunaan strategi Mind Mapping pada pokok bahasan alkana, alkena,
alkuna.
3. Mengetahui respon siswa terhadap penerapan strategi Mind Mapping pada pokok
bahasan alkana, alkena, alkuna.
C. TINJAUAN PUSTAKA
Strategi Mind Mapping merupakan teknik pencatatan efektif yang
dikembangkan sejak tahun 1970-an oleh Tony Buzan dan didasarkan pada riset

170

tentang bagaimana cara kerja otak yang sebenarnya. Otak seringkali mengingat
informasi dalam bentuk gambar, simbol, suara, bentuk-bentuk, dan perasaan. Mind
Mapping menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola
dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar,
mengorganisasikan, dan merencanakan. Mind Mapping dapat membangkitkan ide-ide
orisinal dan memicu ingatan yang mudah. Cara ini menenangkan, menyenangkan,
dan kreatif. Pikiran tidak akan menjadi mandeg karena mengulangi catatan jika
catatan-catatan tersebut dibuat dalam bentuk peta pikiran. (De Porter & Hernacki.
2001 : 152)
Menurut Buzan, Tony (2001) Mind Mapping adalah ekspresi dari pemikiran
radian karena Mind Mapping merupakan fungsi alami dari pikiran manusia. Ini
adalah teknik grafik yang berdaya guna yang menyediakan kunci universal untuk
membuka potensi otak. Mind Mapping dapat diterapkan pada setiap aspek kehidupan
di mana perbaikan pengetahuan dan pemikiran yang lebih jelas akan meningkatkan
potensi manusia.
Mind Mapping dapat dibuat dengan menggunakan pulpen berwarna dan
memulai dari bagian tengah. Kalau bisa, kertas digunakan secara melebar untuk
mendapatkan lebih banyak tempat. Lalu mengikuti langkah-langkah berikut :
a. Menuliskan gagasan utamanya ditengah-tengah kertas dan melingkupinya
dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain.
b. Menambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap poin atau
gagasan utama. Jumlah cabang-cabangnya akan bervariasi, tergantung dari
jumlah gagasan atau segmen.
c. Menggunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cabang.
d. Menuliskan kata kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan
untuk detail. Kata-kata kunci adalah kata-kata yang menyampaikan inti sebuah
gagasan dan memicu ingatan. Jika menggunakan singkatan, pastikan bahwa
singkatan-singkatan tersebut dikenal sehingga dengan mudah diingat.
e. Menambahkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan
yang lebih baik.
D. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskripsi
ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan keadaan obyek penelitian setelah diberikan
perlakuan. Jadi penelitian ini bersifat menggali informasi setelah memberi perlakuan
terhadap obyek penelitian.
Desain penelitian ini menggunakan One Shot Case Study Design. Rancangan
dapat digambarkan sebagai berikut :
X
O
Keterangan : X = Perlakuan
(Arikunto, 2002 : 77)
O = Hasil
Sedangkan perangkat pembelajaran dan instrumen yang digunakan terdiri darin
rencana pembelajaran (RP), lembar kerja siswa (LKS), lembar pengamatan
kemampuan guru, soal tes hasil belajar, dan angket respon siswa.
Metode analisis data terbagi menjadi 5 analisis yaitu : 1) analisis butir soal, 2)
analisis data hasil pengamatan kemempuan guru mengelola kelas dalam kegiatan

171

belajar mengajar, 3) analisis data hasil belajar siswa, 4) analisis angket respon siswa,
dan 5) analisis lembar observasi.
E. HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN
Berdasarkan hasil rekapitulasi pengamatan pengelolaan pembelajaran pada
tabel 1di bawah dapat diperoleh bahwa skor rata-rata dari tiga rencana
pembelajaran untuk kategori persiapan (secara keseluruhan) memperoleh skor
3,40 dengan kriteria baik. Pada kriteria pelaksanaan, aspek pendahuluan mendapat
skor rata-rata 3,33, kegiatan inti memperoleh skor rata-rata 3,47, dan penutup
memperoleh skor 3,33. Sehingga pada kategori pelaksaan ini memperoleh skor
rata-rata 3,42 dengan kriteria baik.
Berdasarkan hal tersebut diatas, kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran dikategorikan baik dengan skor rata-rata 3,40.
Tabel 1
Hasil pengelolaan pembelajaran penerapan mind mapping
dengan pembelajaran langsung
Rata-rata
RataNo.
Aspek yang diamati
sub
rata
Kriteria
kategori
kategori
1. Persiapan
3,67
3,67
Baik
2. Pelaksanaan
A. Pendahuluan
3,29
Fase I :
Menyampaikan
tujuan
dan
mempersiapkan siswa
B. Kegiatan inti
Fase II :
3,42
Mendemonstrasikan
suatu
pengetahuan atau ketrampilan
3,42
Baik
Fase III :
3,61
Membimbing pelatihan
Fase IV :
3,27
Mengecek
pemahaman
dan
memberikan umpan balik
Fase V :
3,33
Memberikan kesempatan untuk
pelatihan lanjutan dan penerapan
C. Penutup
3,33
3. Pengelolaan waktu
3,33
3,30
Baik
4. Pengamatan suasana
A. Siswa antusias
3,67
3,44
Baik
B. Guru antusias
3,83
C. KBM sesuai dengan RP
2,83
Rata-rata keseluruhan
3,40
Baik

172

Sedangkan analisis data mengenai hasil tes akhir bahwa siswa dapat
dikatakan tuntas jika mendapat nilai sama atau lebih dari 65. Pada pertemuan
pertama (RP I) siswa yang tuntas sebanyak 32 siswa atau 74,42 %. Indikator hasil
belajar yang digunakan dalam RP I ini sebanyak 5 indikator.
Pada pertemuan kedua (RP II) siswa yang tuntas sebanyak 42 siswa atau
97,67 %. Indikator hasil belajar yang digunakan dalam RP II ini sebanyak 4
indikator.
Pada pertemuan ketiga (RP III) siswa yang tuntas sama dengan pertemuan
kedua yaitu sebesar 97,67 %. Indikator yang digunakan juga sama dengan RP II
yaitu empat indikator.

Tabel 2. Hasil Nilai Tes Akhir


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Alkana
Skor
Ket
80
T
70
T
70
T
70
T
60
TT
70
T
70
T
80
T
60
TT
80
T
70
T
80
T
70
T
70
T
70
T
80
T
60
TT
60
TT
70
T
60
TT
60
TT
60
TT
70
T
70
T
60
TT
70
T
70
T
80
T
70
T
70
T
70
T
70
T
60
TT
60
TT

Alkena
Skor
66.67
77.78
66.67
66.67
66.67
77.78
66.67
66.67
55.56
66.67
66.67
77.78
77.78
66.67
66.67
66.67
66.67
66.67
66.67
77.78
77.78
77.78
66.67
66.67
66.67
77.78
77.78
77.78
77.78
66.67
77.78
77.78
66.67
66.67

173

ket
T
T
T
T
T
T
T
T
TT
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T

Alkuna
Skor
Ket
100
T
87.5
T
87.5
T
100
T
100
T
100
T
75
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
100
T
100
T
100
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
100
T
100
T
87.5
T
75
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
87.5
T
75
T
100
T

35
36
37
38
39
40
41
42
43

60
TT
70
T
70
T
70
T
70
T
60
TT
70
T
70
T
70
T
Tuntas : 74,42 %

66.67
T
66.67
T
77.78
T
77.78
T
77.78
T
77.78
T
66.67
T
77.78
T
66.67
T
Tuntas : 97,67 %

100
T
62.5
TT
100
T
87.5
T
87.5
T
100
T
100
T
75
T
100
T
Tuntas : 97,67 %

Tabel 3
Data Hasil Rekapitulasi Angket Respon Siswa Secara Umum
Terhadap Penerapan Strategi Mind Mapping
No.

Aspek yang diamati

Respon siswa (%)


Tertarik
Tidak tertarik

1 a. Pendapat siswa tentang :


1) Materi yang sedang dipelajari
2) Lembar kerja siswa
3) Suasana belajar
4) Cara mengajar guru
2 Pendapat siswa dalam memahami :
1) Lembar kerja siswa
2) Cara mengajar guru

83.72
81.39
60.46
88.37
Mudah

16.28
18.61
39.54
11.63
Tidak mudah

48.83
51.17
74.42
25.58
Berminat Tidak berminat

3
Minat siswa apabila pokok bahasan lain
berikutnya menggunakan mind mapping

4 a. Penjelasan guru pada saat KBM


b. Bimbingan guru pada saat mengerjakan
LKS selama KBM berlangsung

79.07

20.93

Jelas
72.09

Tidak jelas
27.91

74.42

25.58

F. SIMPULAN
Dari hasil analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :

174

1. Pengelolaan pembelajaran oleh guru (peneliti) dalam menerapkan strategi mind


mapping dengan pembelajaran langsung pada pokok bahasan alkana, alkena,
alkuna di kelas X.5 SMA N 3 Magetan adalah baik dengan skor rata-rata 3,42.
2. Hasil belajar siswa kelas X.5 SMA N 3 Magetan yang diperoleh setelah
pembelajaran strategi mind mapping dengan model pembelajaran langsung pada
pokok bahasan alkana, alkena, alkuna telah tuntas secara klasikal dengan
prosentase ketuntasan sebesar 97,67 %.
3. Respon siswa kelas X.5 SMA N 3 Magetan setelah penerapan strategi
mind mapping pada pokok bahasan alkana, alkena, alkuna yang mendapat respon
paling besar adalah ketertarikan siswa dengan cara mengajar guru sebesar 88,37
%, kemudian ketertarikan siswa pada materi / pokok bahasan alkana, alkena,
alkuna, sebesar 82,72% dan urutan ketiga adalah ketertarikan siswa pada lembar
kerja siswa yaitu sebanyak 81,39%.
G. SARAN
Setelah melihat hasil penelitian, maka peneliti merumuskan beberapa saran
sebagai berikut :
1. Strategi mind mapping hendaknya dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam
KBM karena strategi ini mendorong siswa untuk berfikir kreatif, lebih mudah
memahami materi, dan menyenangkan.
2. Siswa hendaknya lebih sering dilatih untuk menerapkan mind mapping agar lebih
terampil dan terasah kemampuan berfikir dan kreatifitasnya.
3. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan ada peneliti lain yang dapat
melakukan penelitian serupa tetapi dengan menggunakan model pembelajaran
lain atau dengan pokok bahasan yang berbeda.

Hasil Mind Mapping siswa pada pokok bahasan alkana, alkena, alkuna :

175

176

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA SISWA DALAM


PRAKTIKUM LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT
Etik Tri Lisdaningsih dan Bambang Sugiarto*)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen penilaian kinerja
siswa dalam melakukan praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit. Penelitian ini
juga untuk mengetahui respon guru terhadap instrumen penilaian kinerja yang telah
dikembangkan dan respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja. Rancangan
penelitian instrumen yang digunakan adalah 4-D models, yaitu Define, Design,
Devolop, dan Disseminate. Akan tetapi penelitian ini dibatasi sampai tahap develop.
Sebagai subyek penelitian adalah empat guru bidang studi kimia dan empat kelompok
dari siswa kelas X SMA Negeri 3 Magetan, yang terdiri dari 4 siswa yang heterogen.
Dari hasil validasi dinyatakan bahwa hasil rata-rata penilaian validitas
konstruksi yaitu 75,23%. Hasil rata-rata penilaian validitas isi meliputi aspek materi,
aspek kebahasaan, dan aspek penyajian yaitu berturut-turut sebesar 78,33%, 80,00%,
dan 79,83%. Hasil rata-rata penilaian siswa terhadap validitas keterbacaan sebesar
98,43%. Hasil angket respon guru terhadap instrumen penilaian kinerja siswa yang
telah dikembangkan termasuk dalam kategori positif dengan rata-rata persentase
sebesar 85,75%. Hasil angket respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja
termasuk dalam kategori positif dengan rata-rata persentase sebesar 95,62%.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa instrumen
penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit yang
dikembangkan layak digunakan sebagai instrumen penilaian kinerja.
Kata kunci: Penilaian kinerja, Kriteria konstruksi, isi, dan keterbacaan.
*) Jurusan Kimia FMIPA Unesa
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Penilaian berbasis kelas (PBK) dilakukan selama proses belajar mengajar
berlangsung di kelas. Penilaian dalam pembelajaran kimia perlu melibatkan
kegiatan-kegiatan yang memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat
merumuskan masalah, komunikasi, penalaran dan analisis konsep. Pada
umumnya dalam pembelajaran kimia yang dilaksanakan di sekolah-sekolah
selama ini, sistem penilaiannya masih banyak didominasi oleh metode pengujian
tes tertulis yang hanya mengukur ingatan siswa terhadap informasi-informasi
faktual. PBK dapat diakukan melalui beberapa cara, seperti: penilaian kinerja
(performance assesment), hasil karya (produk), penugasan (proyek dan
investigasi), pengumpulan kerja siswa (portofolio), dan tes tertulis (paper and
pencil test).
Kinerja dalam melakukan penyelidikan termasuk pengamatan dapat
dilatihkan pada siswa melalui kegiatan praktikum yang disesuaikan dengan materi
pokok. Kegiatan praktikum siswa dipandu dengan Lembar Kegiatan siswa (LKS).
Keterampilan-keterampilan yang dilatihkan melalui LKS pada saatnya harus di
ukur untuk mengetahui tingkat ketercapaiannya. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu

177

instrumen untuk menilai kinerja siswa tersebut yang berupa lembar penilaian
kinerja siswa. Salah satu kriteria instrumen penilaian yang baik adalah validitas,
karena itu harus dikembangkan instrument penilaian kinerja siswa melalui
mekanisme penelitian. Dalam hal ini validitas yang di maksud meliputi validitas
konstruksi, validitas isi, dan validitas keterbacaan.
2. Tujuan
a. Mengetahui kelayakan instrumen penilaian kinerja siswa dalam praktikum
larutan elektrolit dan non elektrolit yang dikembangkan ditinjau dari syarat
validitas konstruksi, validitas isi dan validitas keterbacaan.
b. Mengetahui respon guru terhadap hasil pengembangan instrument penilaian
kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit.
c. Mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja siswa dalam
praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit.
B. Kajian Pustaka
1. Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam
Kurikulum Berbasis Kompetenesi (KBK). PBK dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar. PBK dapat berupa unjuk kerja (performance), proyek dan
investagasi (penyelidikan), pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil karya
(produk), jurnal, presentasi, dan diskusi serta tes kerja (paper and pencil). Guru
menilai kompetensi dan hasil belajar siswa berdasarkan level pencapaian prestasi
siswa. Dalam PBK, informasi-informasi dalam kemajuan belajar baik formal
maupun non formal dikumpulkan secara terpadu. Siswa terlibat secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran dan dalam suasana yang menyenangkan serta
memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan
apa yang diketahui, dipahami dan mampu dikerjakan siswa.
Untuk menentukan ada dan tidaknya kemajuan belajar siswa, maka dalam
PBK dilakukan pengumpulan informasi dengan berbagai cara sehingga kamajuan
belajar siswa dapat terdeteksi secara lengkap. Dengan terdeteksinya kemajuan
belajar siswa, dapat terdeteksi pula perlu tidaknya bantuan yang diberikan pada
siswa berdasarkan bukti yang cukup akurat. Bukti yang dikumpulkan guru tidak
hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga diluar kelas, secara formal dan
informal.
Penilaian berbasis kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui
langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti
yang menunjukan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan penggunaan
informasi tentang hasil belajar siswa. Dalam PBK, siswa dituntut agar dapat
mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk mengerahkan semua potensi dalam
menanggapi, mengatasi masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri. Siswa
dilatih untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri berdasarkan kemampuan dan
pengalaman belajarnya siswa tidak hanya sekedar dilatih untuk memilih jawaban
yang tersedia.
Penilaian Berbasis Kelas harus memperhatikan tiga ranah, yaitu
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik). Ketiga
ranah tersebut sebaiknya dinilai secara proporsional sesuai dengan sifat mata
pelajarannya.
2. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah prosedur yang memungkinkan siswa untuk
menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan ketika dihadapkan dengan situasi

178

masalah nyata yang tidak dapat mereka tunjukan dengan tes pensil dan kertas.
Jadi penilaian kinerja tidak hanya menilai apa yang diketahui siswa tetapi juga
menilai apa yang dilakukan siswa (Jatmiko, 2001).
Penilaian kinerja dilakukan berdasarkan tugas jawaban terbuka (open
ended task) atau kegiatan hands-on untuk mengukur kinerja siswa terhadap
perangkat kriteria tertentu. Hal ini menuntut siswa menggunakan berbagai macam
keterampilan, konsep dan pengetahuan serta menerapkan pengetahuan faktual dan
konsep-konsep ilmiah pada suatu masalah atau suatu tugas realistis. Penilaian
tersebut meminta siswa untuk menjelaskan Mengapa atau Bagaimana dan suatu
konsep atau proses. Dalam penilaian kinerja, siswa merestruktur informasi faktual
tidak sekedar menyatakan ulang informasi tersebut. Penilaian kinerja memberikan
kesempatan siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan-keterampilan proses
mereka, berpikir secara logis. Menerapkan pengetahuan awal ke suatu baru dan
mengidentifikasi pemecahan-pemecahan baru terhadap suatu masalah (Nur,
2002).
3. Keterampilan-Keterampilan Proses
Keterampilan-keterampilan proses adalah keterampilan-keterampilan yang
dipelajari siswa saat mereka melakukan inquiri ilmiah. Pada saat mereka terlibat
aktif dalam penyelidikan ilmiah, mereka menggunakan berbagai macam
keterampilan proses. Keterampilan proses tersebut adalah pengamatan,
pengklasifikasian, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan
hipotesis, pendefinisian secara operasional, dan perumusan model.
C. Instrument Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan jenis penelitian pengembangan yang
pelaksanaannya mengikuti 4-D Models dari Thiagarajan, Semmel and Semmel
(Ibrahim, Muslimin. 2001) yang dimodifikasi, yaitu: define, design, develop, dan
dessiminate. Pada penelitian ini dibatasi sampai tahap pengembangan saja. Dalam
penelitian ini yang dikembangkan adalah Lembar Kegiatan Siswa dan Lembar
Penilaian Kinerja Siswa.
2. Teknik Analisis Data
a. Analisis Validitas Konstruksi dan Isi Instrumen Penilaian Kinerja
% Kriteria = Jumlah Skor Responden x 100%
Jumlah Skor Kriteria
b. Analisis Validasi Keterbacaan Siswa
P = Jumlah skor dari seluruh siswa 100%
Jumlah skor tertinggi
c. Analisis Lembar Angket Respon Guru dan Siswa
P= f x 100%
N
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Tahap Pendefinisian
a. Analisis Ujung Depan
Pada tahap ini dilakukan telaah terhadap Kurikulum Kimia 2004 untuk SMA.
Berdasarkan kurikulum tersebut standar kompetensi untuk materi pokok larutan
elektrolit dan non elektrolit yaitu mendeskripsikan sifat-sifat larutan, metode dan
pengukurannya, sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah menyelidiki
daya hantar listrik berbagai larutan untuk membedakan larutan elektrolit dan non

179

elektrolit. Hasil telaah disimpulkan bahwa materi larutan elektrolit dan non elektrolit
menuntut siswa untuk membangun sendiri konsep-konsep yang akan dipelajari
sehingga pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
praktikum dengan penilaian kinerja siswa.
b. Analisis Siswa
Analisis siswa dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan awal yang
dimiliki oleh siswa dan kemampuan akademik siswa. Pengetahuan awal siswa
sebelum materi pokok larutan elektrolit dan non elektrolit adalah unsur, senyawa dan
campuran yang telah diperoleh siswa pada waktu kelas VIII di SMP. Sedangkan
kemampuan akademik siswa kelas X SMA Negeri 3 Magetan beragam yang terdiri
dari siswa yang memiliki kemampuan yang dikategorikan kelompok atas, kelompok
tengah, dan kelompok bawah. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan penelitian di
lapangan usia kelas X SMA Negeri 3 Magetan berkisar 15-16 tahun.
c. Analisis Konsep
Peta konsep larutan elektolit dan non elektrolit yang diajarkan adalah sebagai
berikut:
LARUTAN

Yang dapat menghantarkan arus listrik

Yang tidak dapat menghantarkan arus listrik

Disebut

Disebut

Larutan Elektrolit

Larutan Elektrolit
Kuat
contoh

NaCI, HCI, NaOH

Larutan Non Elektrolit

Larutan Elektrolit
Lemah

Lar. Gula, Alkohol

contoh

CH3COOH, NH4OH

Gambar 4.1 Peta konsep larutan elektrolit dan non elektrolit

180

d. Analisis Tugas
Tugas kinerja I: Merumuskan Hipotesis
Permasalahan

Penalaran dilakukan berdasarkan


teori
Pernyataan kesimpulan sementara
yang bersifat spesifik

Hipotesis
Gambar 4.2 Analisis tugas merumuskan hipotesis
Tugas Kinerja II: Melakukan pengamatan
Menyiapkan bahan dan alat yang akan
digunakan untuk praktikum

Melakukan praktikum sesuai dengan prosedur kerja

Gambar
4.3 Analisis
tugasdengan
melakukan
pengamatan
Pengamatan
dilakukan
tepat dan
teliti

Menuliskan hasil pengamatan pada tempat


yang telah disediakan

181

Tugas Kinerja III: Membuat pertanyaan


Berdasarkan data hasil pengamatan

Melakukan pemahaman terhadap data


pengamatan

Dianalisis hasilnya

Membuat pertanyaan sesuai dengan data


pengamatan yang diperoleh
Gambar 4.4 Analisis Tugas Membuat pertanyaan
e. Perumusan tujuan
Adapun tujuan dari indikator pertama yaitu siswa mampu
mengidentifikasi keberadaan arus listrik pada contoh larutan yang diberikan,
siswa dapat merumuskan hipotesis mengenai gejala-gejala arus listrik
berdasarkan permasalahan yang diberikan. Tujuan dari indikator kedua yaitu:
Siswa mampu menggunakan alat-alat laboratorium yang digunakan untuk
melaksanakan kegiatan praktikum yang benar, siswa mampu mengelompokkan
larutan ke dalam larutan elektrolit dan non elektrolit, dan siswa mampu membuat
pertanyaan.
2. Tahap Perancangan
a. Penyusunan Butir-butir tes kinerja
Penyusunan butir-butir tes kinerja disesuaikan dengan analisis tugas, analisis
materi, dan indikator yang ingin dicapai. Tugas kinerja disusun dalam bentuk
LKS. Dalam LKS terdapat tugas yang meminta siswa untuk menyimpulkan
gejala-gejala arus listrik dalam berbagai larutan dan mengelompokkan larutan ke
dalam larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan sifat hantaran listriknya.
b. Pemilihan alat dan bahan penunjang pelaksanaan penilaian kinerja
Alat: Rangkaian alat penguji larutan elektrolit dan non elektrolit, gelas ukur 50
ml, gelas kimia 100 ml
Bahan-bahan:Air suling, KOH 2M, HCI 2M, CH3COOH (larutan asam) 2M,
larutan gula, larutan garam dapur (NaCI) 2M, Air sirup, Asam sulfat (H2SO4 )
2M, Air sumur, Alkohol (C2H5OH), NH4OH 2M, KBr 2M, HNO 3 2M, MgCI2
2M, AI(OH)3 2M.
c. Desain awal
Pada tahap ini dilakukan perancangan instrument penilaian kinerja. Hasilnya
berupa tugas kinerja dalam bentuk LKS dan lembar penilaian untuk menilai tugas
kinerja siswa yang disebut sebagai draf 1.
3. Tahap Pengembangan
182

Pada tahap pengembangan data penelitian dan hasil analisisnya disajikan


dengan urut sebagai berikut: Validitas konstruksi, Validitas isi, Validitas keterbacaan.
Selanjutnya disajikan pula data mengenai angket respon guru dan respon siswa yang
pelaksanaannya dilakukan setelah ujicoba.
1. Validitas Konstruksi Instrumen Penilaian Kinerja Siswa
Berdasar hasil analisis data diperoleh fakta bahwa instrumen penilaian
kinerja siswa yang ditulis sudah memenuhi 7 aspek yang dinilai, yaitu aspek:
kesesuaian dengan KBK, menekankan pada penerapan dunia nyata, diwarnai oleh
student centered daripada teacher centered, memberikan kemudahan dalam
mengembangkan salah satu atau lebih keterampilan proses/inquiri/pemecahan
masalah, menunjang terlaksananya KBM yang bervariasi, kesesuaian sebagai alat
evaluasi hasil belajar, dan kemampuan mengundang keingintahuan siswa lebih
lanjut. Berdasarkan hasil rekapitulasi penilaian validitas konstruksi maka
instrumen penilaian kinerja siswa yang dikembangkan termasuk dalam kriteria
memenuhidengan rata-rata persentase sebesar 75,23%.
2. Validitas Isi Instrumen Penilaian Kinerja Siswa
a. Validitas Isi Instrumen Penilaian Kinerja siswa dari Aspek Materi
Penilaian validitas isi materi didasarkan kepada aspek-aspek: kebenaran
konten (isi), kemutakhiran konten, keterkaitan dengan sains, teknologi, dan
masyarakat, serta sistematika dan kesesuaian dengan struktur keilmuan.
Berdasarkan pada hasil penilaian yang diberikan oleh penilai ahli diperoleh fakta
bahwa instrument penilaian kinerja siswa yang ditulis sudah memenuhi empat
aspek dari criteria materi dengan rata-rata persentase sebesar 78,33%.
b. Validitas Isi Instrumen Penilaian Kinerja Siswa dari Aspek Kebahasaan
Berdasarkan pada hasil penilaian yang diberikan oleh penilai ahli
diperoleh fakta bahwa instrument penilaian kinerja yang ditulis sudah memenuhi
empat aspek dari kriteria kebahasaan dengan rata-rata persentase sebesar 80,00%.
Hal ini memberi arti bahwa instrument penilaian kinerja yang ditulis sudah
memenuhi syarat validitas kebahasaan. Instrument penilaian kinerja yang ditulis:
1) telah menggunakan bahasa yang sesuai dengan usia siswa, 2) sudah
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, 3) sudah menggunakan
istilah-istilah yang mudah dan tepat, dan 4) telah menggunakan istilah dan symbol
dengan ajeg.
c. Validitas Isi Instrumen Penilaian Kinerja Siswa dari Aspek Penyajian
Penilaian validitas isi dengan criteria penyajian didasarkan kepada aspekaspek: membangkitkan motivasi/minat/rasa ingin tahu, kesesuaian dengan taraf
berfikir dan kemampuan membaca siswa, mendorong siswa terlibat aktif,
memperhatikan
perbedaan
kemampuan
belajar
siswa,
dan
menarik/menyenangkan. Berdasar kepada hasil penilaian yang diberikan oleh
penilai ahli diperoleh fakta bahwa instrument penilaian kinerja yang ditulis sudah
memenuhi lima aspek dari criteria penyajian dengan rata-rata persentase sebesar
79,83%.
3. Validitas Keterbacaan Instrumen Penilaian Kinerja Siswa Khususnya
Lembar Kegiatan Siswa
Berdasar hasil analisis keterbacaan instrument penilaian kinerja siswa
yang ditulis ditemukan fakta bahwa instrument yang ditulis telah memenuhi
syarat validitas keterbacaan dengan rata-rata persentase sebesar 98,43%. Fakta ini
sejalan dengan komentar-komentar positif yang dituliskan oleh siswa.
4. Angket Respon Guru Terhadap Instrumen Penilaian Kinerja Siswa pada
Praktikum Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit yang telah dikembangkan
183

Berdasar hasil analisis angket respon guru yang diberikan kepada guru
kimia SMA Negeri 3 Magetan diperoleh bahwa guru memberikan respon positif
terhadap instrument penilaian kinerja yang dikembangkan. Secara umum,
instrument penilaian kinerja yang dikembangkan dapat membantu guru dalam
menilai kinerja siswa dalam kegiatan praktikum, relevan untuk kegiatan
praktikum, mendorong pengembangan instrument yang serupa untuk materi
pokok yang lain, membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi yang
sedang disampaikan, memotivasi guru dalam menyampaikan materi kepada
siswa. Rata-rata persentase angket respon guru sebesar 87,5 % yang menunjukkan
bahwa hasil angket respon guru adalah positif menurut skala Likert.
5. Angket Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Penilaian Kinerja Siswa Pada
Praktikum Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit.
Berdasarkan angket respon siswa yang diberikan peneliti setelah
pelaksanaan penilaian kinerja, didapatkan
bahwa respon siswa terhadap
instrument penilaian kinerja adalah positif. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa
hampir keseluruhan pertanyaan angket respon siswa yang diberikan kepada siswa
memberikan respon yang baik. Rata-rata persentase angket respon siswa sebesar
95,62 % yang menunjukkan bahwa hasil angket respon siswa adalah positif
menurut skala Likert.
E. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa
kesipulan sebagai berikut:
1. Instrumen penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non
elektrolit yang telah dikembangkan layak digunakan dengan kriteria
konstruksi memenuhi sebesar 75,23%, Kriteria isi yang meliputi aspek materi
sebesar 78,33%, Aspek kebahasaan sebesar 80,00%, aspek penyajian sebesar
79,83%, dan kriteria keterbacaan sebesar 98,43%.
2. Respon guru terhadap hasil pengembangan instrumen penilaian kinerja siswa
dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit termasuk dalam kategori
positif dengan rata-rata persentase sebasar 87,5%.
3. Respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja siswa dalam praktikum
larutan elektrolit dan non elektrolit termasuk dalam kategori positif dengan
rata-rata persentase sebesar 95,62%.
Daftar Pustaka
Ibrahim, Muslimin. 2001. Model Pengembangan perangkat pembelajaran Menurut
Jerold E. Kemp & Thiagarajan. Surabaya: PSMS-PPS Unesa.
Jatmiko, Budi, Wasis dan Wahono. 2002. Contoh Tes Kinerja. Makalah Pelatihan
Pembelajaran yang Berkaitan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi
pada Para Guru MIPA SMU Negeri I Sidoarjo pada tanggal 13-14 Maret
2002. surabaya: PSMS-PPS Unesa.
Nur, Mohammad. 2002. Assesmen Tradisional, assesmen Kinerja dan Rubrik.
Makalah Disampaikan dalam Latihan Pembelajaran Berkaitan Dengan
KBK Kepada Guru MIPA SMAN Kabupaten Sidoarjo Pada Tanggal 13-14
Maret 2002 di Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca
Sarjana UNESA.

184

IMPLEMENTASI ASESMEN KINERJA SISWA


(PERFORMANCE ASSESMENT) PADA MATERI POKOK
LARUTAN ASAM DAN BASA KELAS XI
Ana Nurmawati dan Bambang Sugiarto*
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi asesmen kinerja
meliputi keterlaksanaan dan hasil kinerja siswa dalam melakukan observasi,
merumuskan pertanyaan, dan membuat kesimpulan, serta respon siswa terhadap
penilaian kinerja.
Penelitian dilakukan di Kelas XI-IA SMA Negeri I Sidayu Gresik. Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pengumpulan datanya dilakukan dengan
metode observasi dan angket. Hasil kinerja siswa dalam melakukan observasi,
merumuskan pertanyaan dan membuat kesimpulan pada eksperimen I dan II bervariasi
pada setiap kelompok. Pada eksperimen I, kemampuan siswa dalam melakukan
observasi sebesar 86,1 %, merumuskan pertanyaan sebesar 81,25 %, dan membuat
kesimpulan sebesar 94,4 %. Pada eksperimen II, kemampuan siswa dalam melakukan
observasi sebesar 100 %, merumuskan pertanyaan sebesar 66,67 %, dan membuat
kesimpulan sebesar 100 %. Angket respon siswa menunjukkan 93,34 % siswa setuju
bahwa dengan menerapkan asesmen kinerja, kondisi belajar siswa yang sebenarnya
dapat diketahui dan semua siswa setuju jika penilaian kinerja terus diterapkan pada
pelajaran kimia.

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan, penilaian memegang peranan penting. Penilaian
dapat dijadikan sebagai masukan baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru penilaian
belajar dapat digunakan untuk melihat sejauh mana kinerja yang telah dilakukan,
sedangkan bagi siswa dapat untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang telah
dicapai sebenarnya (Arikunto, 2001). Sudjana (2002) juga mengemukakan bahwa
salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas proses belajar sebagai bagian dari
peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan sistem penilaian.
Selama ini penerapan evaluasi yang diterapkan di SMA Negeri 1 Sidayu
Gresik sudah memenuhi aspek kognitif dan aspek psikomotor. Akan tetapi
penilaian terhadap proses kinerja siswa pada aspek psikomotor belum dilakukan
secara mendetail. Penilaian hanya dilakukan secara umum misalnya bagaimana
kemampuan dan keterampilan siswa dalam merangkai alat dan bahan,
mengoperasikan alat, mengukur larutan dengan gelas ukur, dan cara memipet
larutan. Sedangkan ketelitian siswa kurang diperhatikan, misalnya:
ketepatan
siswa dalam mengukur dan membaca skala yang ada pada gelas ukur, cara memipet
yang baik dan benar, cara menggunakan dan membaca skala buret pada saat titrasi,
cara mengguncang erlenmeyer larutan saat titrasi, dan sebagainya. Sesuai dengan
kebijakan pemerintah bahwa penilaian harus mengacu pada authentic assesment
(penilaian yang sebenarnya) artinya penilaian tentang kemajuan belajar siswa
*

Jurusan Kimia Unesa

185

diperoleh sepanjang proses pembelajaran (penilaian proses). Oleh karena itu,


penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara
terintregasi dengan kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan belajar dinilai dari
proses bukan semata-mata dari hasil.
Penilaian hasil belajar seharusnya mencakup tiga ranah yaitu: kognitif
(pengetahuan), psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap dan nilai). Penilaian
harus dapat memberikan gambaran yang utuh tentang profil siswa dilihat dari
berbagai sisi, meliputi: kemampuan berbicara, memecahkan masalah, menulis,
membaca, berpikir kritis dan bernalar, serta sejauh mungkin berhubungan dengan
dunia nyata.
Materi pokok larutan asam basa merupakan salah satu materi pokok dalam
mata pelajaran kimia yang mengandung sejumlah indikator yang menuntut siswa
melakukan suatu eksperimen dan pengamatan, seperti : mengukur pH beberapa
larutan asam/basa kuat dan lemah yang konsentrasinya sama dengan indikator
universal, mengamati trayek perubahan warna berbagai indikator asam basa,
memperkirakan pH suatu larutan elektrolit yang tidak dikenal, menentukan
konsentrasi larutan asam atau basa melalui titrasi pada reaksi penetralan asam basa,
dan sebagainya (Depdiknas, 2003). Melalui eksperimen tersebut, banyak
keterampilan-keterampilan proses yang dapat didemonstrasikan siswa, misalnya:
keterampilan dalam melakukan observasi, merumuskan pertanyaan, membuat
kesimpulan, dan sebagainya.
2. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui implementasi asesmen kinerja siswa (Performance Assesment)
meliputi pelaksanaan dan hasilnya pada materi pokok larutan asam dan basa
kelas XI-IA 1 di SMA Negeri 1 Sidayu Gresik.
b. Mengetahui respon siswa terhadap implementasi asesmen kinerja pada materi
pokok larutan asam dan basa.
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Penilaian Dalam Pembelajaran
Menurut Arikunto (2001), menilai mempunyai beberapa makna yaitu :
(1) bagi siswa, dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana telah berhasil
mengikuti pelajaran yang diberikan guru, (2) bagi guru, dapat digunakan untuk
mengetahui siswa-siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya
karena sudah menguasai bahan pelajaran dan siswa mana yang belum,
mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat dan apakah metode yang
digunakan sudah tepat atau belum, (3) bagi sekolah, dapat digunakan untuk
mengetahui kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sesuai harapan atau
belum, mengetahui tepat atau tidaknya kurikulum yang diterapkan sebagai
pertimbangan perencanaan yang akan datang.
Hasil penilaian tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui ketercapaian
tujuan instruksional, dalam hal ini perubahan tingkah laku siswa, tetapi juga
sebagai umpan balik upaya memperbaiki proses belajar mengajar.
2. Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian adalah proses penentuan nilai hasil pengukuran yang sudah
dibandingkan dengan acuan tertentu. Pada pembelajaran berbasis kelas, acuan
yang digunakan adalah kriteria unjuk kerja yang terdapat pada standar
kompetensi.

186

Penilaian berbasis kelas mengacu pada penilaian autentik. Penilaian


autentik adalah penilaian yang berusaha mengukur atau menunjukkan
pengetahuan dan keterampilan siswa dengan cara menerapkan pengetahuan dan
keterampilan itu pada kehidupan nyata (Siswono, 2002). Oleh karena itu,
penilaian berbasis kelas dilakukan secara terpadu dengan kegiatan belajar
mengajar. Prinsip penilaian berbasis kelas antara lain mencakup tiga ranah
(kognitif, psikomotor, dan afektif), proporsional, berkelanjutan, komprehensif,
kerjasama, dan menilai diri sendiri (Depdiknas, 2003).
Ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap
pengetahuan dan informasi serta pengembangan keterampilan intelektual. Ranah
kognitif menurut taksonomi Bloom meliputi : pengetahuan (C1), pemahaman
(C2), penerapan (C3), analisis (C4 ), sintesis (C5), dan evaluasi (C6) (Jarolimek
dan foster dalam Dimyati,1999). Ranah afektif berhubungan dengan sikap,
penghargaan, nilai, perasaan, emosi dan pandangan (Devies dalam Dimyati,
1999). Ranah psikomotor berhubungan dengan keterampilan motorik,
manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi syaraf dan badan
(Devies dalam Dimyati, 1999).
Pelaksanaan penilaian berbasis kelas terintegrasi dalam kegiatan belajar
mengajar sebagai kegiatan refleksi. Informasi hasil belajar diperoleh dari
berbagai jenis penilaian dengan mengembangkan lembar pengamatan belajar
siswa yang bervariasi. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar membuat
keputusan tingkat pencapaian siswa. Bentuk penilaian berbasis kelas ada dua
yaitu tes dan non tes. Bentuk tes meliputi lisan atau tertulis (paper and Pencil),
pilihan ganda, uraian obyektif, uraian bebas, jawaban singkat, menjodohkan.
Sedangkan bentuk non tes meliputi laporan kerja praktek (proyek), ujian
praktek, unjuk kerja (performance), hasil kerja (produk), dan pengumpulan kerja
siswa (portofolio).
3. Penilaian Kinerja (Performance Assesment)
Penilaian kinerja adalah prosedur yang memungkinkan siswa untuk
menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan ketika dihadapkan dengan situasi
masalah nyata yang tidak dapat mereka tunjukkan dengan tes pensil dengan
kertas. Jadi, penilaian kinerja tidak hanya menilai apa yang diketahui siswa tapi
juga menilai apa yang dilakukan siswa (Jatmiko, 2001). Pada penilaian kinerja
memungkinkan guru untuk mengevaluasi siswa bagaimana menerapkan
pengetahuan ilmiah dan keteramplian proses, mengecek perkembangan
keterampilan-keterampilan berpikir kritis, mengakses pembelajaran siswa dalam
situasi yang realistik dengan konteks yang berbeda-beda, mengukur kedalaman
pemahaman dan pengertian siswa serta mengevaluasi bagaimana kegigihan,
keimajinasian dan kekreatifan siswa pada saat menghadapi tugas-tugas (Nur,
2002).
4. Daftar Penilaian Tugas Kinerja (Performance Task Assesment List)
Dalam daftar penilaian tugas kinerja, penilaian-penilaiannya dirumuskan
secara rinci dan mengacu pada indikator hasil belajar untuk tercapainya hasil
pengajaran. Daftar penilaian tugas mengandung sejumlah indikator kategori
tugas spesifik.

187

Kriteria penilaian kinerja menurut Jatmiko (2001) antara lain: (a)


memusatkan pada elemen-elemen pengajaran yang penting, (b)
mengintegrasikan informasi, konsep, keterampilan, dan kebiasaan kerja, (c)
sesuai dengan kuikulum, (d) melibatkan siswa, (e) mengaktifkan kemauan untuk
bekerja, (f) keseimbangan antara kerja kelompok dan perorangan, (g) terstruktur
untuk memudahkan pemahaman, (h) memiliki produk yang autentik, (i)
memiliki proses yang autentik, (j) memasukkan penilaian diri, (k)
memungkinkan umpan balik dari orang lain.
5. Rubrik
Untuk menilai kualitas kerja siswa maka digunakan rubrik. Rubrik adalah
seperangkat kriteria penskoran yang digunakan untuk mengevaluasi kerja siswa
dan mengakses kinerja siswa.. Kriteria penilaian pada rubrik menggunakan skala
kategori 4 (amat baik), 3 (baik), 2 (cukup), 1 (jelek), dan 0 (amat jelek). Kriteria
penilaian disesuaikan dengan materi pokok yang sedang dipelajari oleh siswa,
ciri khas bidang studi dan taraf kemampuan berpikir siswa.
C. METODE PENELITIAN
1. Sasaran Penelitian
Dalam penelitian ini sebagai sasaran penelitian adalah 30 orang siswa kelas XIIA 1 SMA Negeri 1 Sidayu Gresik yang dibagi menjadienam kelompok.
2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mendiskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap kinerja siswa
selama proses pembelajaran.
3. Instrumen Penelitian
a. Tugas kinerja (Performance Task)
Tugas kinerja berisi kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Tugas kinerja ini meliputi pengamatan
siswa terhadap eksperimen, merumuskan pertanyaan, membuat kesimpulan
dan proses atau kegiatan selama praktikum yang diperoleh dari kegiatan
eksperimen sehingga mencakup tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor.
b. Daftar Penilaian Tugas Kinerja (Performance Task and Assesment list)
Daftar penilaian ini mengandung elemen-elemen penilaian yang dirumuskan
secara rinci dan digunakan untuk menilai kinerja siswa dalam melakukan
kegiatan eksperimen, merumuskan pertanyaan, membuat kesimpulan dan
proses atau kegiatan praktikum selama PBM. Instrumen ini diadaptasi dari
Nur (2002).
c. Rubrik Profil Kinerja Siswa
Rubrik merupakan seperangkat kriteria penskoran yang digunakan untuk
mengevaluasi kerja siswa dan mengakses kerja siswa yang dinyatakan dalam
bentuk tindakan atau karakteristik karya yang dapat diamati. Kriteria
penilaian pada rubrik menggunakan skala kategori 4 (Amat Baik), 3 (Baik),
2 (Cukup), 1 (Jelek), dan 0 (Amat Jelek).
d. Angket Respon Siswa

188

Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan


penilaian kinerja sebagai alternatif penilaian lain yang masih baru sehingga
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan terhadap pembelajaran kimia
selanjutnya.
3. Prosedur Pengumpulan Data
Metode observasi dan angket
4. Metode Analisis Data
a. Data mengenai catatan kegiatan pelaksanaan penelitian dianalisis secara
deskriptif.
b. Data mengenai hasil kinerja siswa dianalisis dengan cara:
1). Mengevaluasi hasil kinerja siswa dengan menggunakan rubrik sehingga
diketahui kualitas kinerjanya yang disimbolkan dalam bentuk angka
(data kuantitasi).
2). Menghitung persentase elemen penilaian yang berhasil dikerjakan
maupun tidak dikerjakan serta menghitung rata-rata keberhasilan
kelompok.
Rata-rata munculnya setiap elemen =

poin seluruh kelompok

poin yang mungkin untuk seluruh kelompok

X 100 %

(Hibbard dalam Purnomo, 2004)


Rata-rata keberhasilan kelompok x =

elemen yang muncul pada kelompok " x" X 100 %


elemen
(Hibbard dalam Purnomo, 2004)
Data respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja, disajikan
dalam bentuk persentase dengan rumus =

siswa yang merespon perta nyaan X 100%


siswa keseluruhan

Persentase

(diadaptasi dari Ridwan, 2003)


D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Kinerja Siswa Pada Eksperimen I
Dalam melakukan observasi rata-rata munculnya semua elemen pada
seluruh kelompok sebesar 69,45% sedangkan rata-rata keberhasilan seluruh
kelompok sebesar 86,1 %. Rata-rata munculnya semua elemen pada seluruh
kelompok dalam merumuskan pertanyaan sebesar 48,95 % dan rata-rata
keberhasilan seluruh kelompok adalah 81,25 %. Dalam membuat kesimpulan ratarata munculnya semua elemen pada seluruh kelompok sebesar 77,8 % dan rata-rata
keberhasilan seluruh kelompok sebesar 94,4 % .

189

Dari diagram tampak adanya perbedaan kualitas kinerja siswa pada


masing-masing elemen penilaian di tiap-tiap kelompok. Kemampuan siswa dalam
merumuskan pertanyaan umumnya lebih rendah daripada kemampuan siswa dalam
melakukan observasi maupun membuat kesimpulan.

Siswa

Hasil Kinerja

Nilai Rata-rata

DIAGRAM NILAI RATA-RATA HASIL KINERJA SISWA PADA


EKSPERIM EN I
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

Kemampuan
melakukan
observ asi
kemampuan
merumuskan
pertanyaan
Kemampuan
membuat
kesimpulan

Kelo mpok

Gambar 1. Diagram Nilai Rata-rata Hasil Kinerja Siswa dalam Melakukan Observasi,
Merumuskan Pertanyaan, dan Membuat Kesimpulan Pada Eksperimen I
2. Hasil Kinerja Siswa Pada Eksperimen II
Dalam melakukan observasi rata-rata munculnya semua elemen pada
seluruh kelompok sebesar 68,05 % dan rata-rata keberhasilan seluruh kelompok
sebesar 100 %. Rata-rata munculnya semua elemen pada seluruh kelompok dalam
merumuskan pertanyaan sebesar 59,9 % dan rata-rata keberhasilan seluruh
kelompok adalah 66,67 % . Dalam membuat kesimpulan rata-rata munculnya
semua elemen pada seluruh kelompok sebesar 75 % dan rata-rata keberhasilan
seluruh kelompok adalah 100 %.

Siswa

Hasil Kinerja

Nilai Rata-rata

DIAGRAM NILAI RATA-RATA HASIL KINERJA


SISWA PADA EKSPE RIMEN II
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

Kemampuan
melakukan
observ asi
Kemampuan
merumuskan
pertanyaan
Kemampuan
membuat
kesimpulan

Kelo mpok

Gambar 2. Diagram Nilai Rata-rata Hasil Kinerja Siswa dalam Melakukan Observasi,
Merumuskan Pertanyaan, dan Membuat Kesimpulan Pada Eksperimen II
Darii diagram diatas tampak adanya perbedaan kualitas kinerja siswa pada
masing-masing elemen penilaian (melakukan observasi, merumuskan pertanyaan, dan
membuat kesimpulan) pada tiap-tiap kelompok.

190

3. Respon Siswa
Berdasarkan data respon siswa, diketahui bahwa sebanyak 26,67 %
menyatakan setuju dan 10 % sangat setuju terhadap pernyataan Pembelajaran
dengan menggunakan penilaian kinerja adalah hal baru bagi saya. Bagi siswa
yang tidak setuju ditengarai mereka sudah pernah mendengar tentang penilaian
kinerja tetapi belum diterapkan secara langsung di kelas. Meskipun demikian
seluruh siswa (100%) berpendapat bahwa penilaian kinerja dapat mendorong
siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat dilihat dari 56,67 %
siswa menjawab setuju dan 43,33 % siswa menjawab sangat setuju. Demikian
pula pada pernyataan Pembelajaran dengan menggunakan penilaian kinerja
adalah hal yang sangat menyenangkan dan banyak manfaatnya bagi saya. Hal
ini dapat dilihat dari 76,67 % siswa menjawab setuju dan 23,33 % siswa
menjawab sangat setuju.
Selain itu 83,33 % siswa setuju dan 13,33 % sangat setuju bahwa
penilaian kinerja dapat memotivasi untuk meningkatkan cara belajar saya.
Sebanyak 80 % siswa menjawab setuju dan 13,33 % sangat setuju pada bahwa
penilaian kinerja dapat menunjukkan keterampilan dan kreatifitas. Sebanyak
66,7% menjawab setuju dan 26,67 % menjawab sangat setuju bahwa melalui
penilaian kinerja siswa dapat mengetahui materi mana yang sudah dipahami dan
belum .
Penilaian kinerja dapat memacu semangat siswa untuk berkompetisi di
kelas (86,67 % siswa menjawab setuju dan 6,67 % siswa menjawab sangat
setuju). Siswa juga menyatakan bahwa melalui penilaian kinerja dapat
menghilangkan rasa takut untuk belajar serta mendorong keberanian untuk dapat
berbicara di depan umum. Hal ini didukung oleh 96,67 % siswa menyatakan
bahwa pada saat diskusi siswa dapat menyampaikan ide atau atau pendapatnya.
Dari angket, siswa berpendapat bahwa manfaat penilaian kinerja antara
lain: (1) dapat mendorong siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran, (2)
penilaian kinerja adalah hal yang sangat menyenangkan dan banyak manfaatnya,
(3) dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, (4) siswa dapat
menunjukkan keterampilan dan kreatifitasnya, (5) siswa dapat mengetahui
kondisi belajar yang sesungguhnya, (6) memacu semangat siswa untuk
berkompetisi di kelas, dan (7) menghilangkan rasa takut siswa untuk belajar.
Dari manfaat diatas, seluruh siswa merasa senang apabila penilaian kinerja
terus diterapkan pada pelajaran kimia, hal ini didukung dengan data angket
respon 73,33 % menyatakan setuju, dan 26,67 % menyatakan sangat setuju.
E. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan berikut ini:
a. Implementasi asesmen kinerja secara umum sudah terlaksana dengan baik,
pemberian contoh-contoh sederhana dalam menjelaskan elemen-elemen dan
kriteria penilaian sangat diperlukan serta pembahasan hasil kinerja siswa pada
eksperimen sebelumnya menjadi umpan balik bagi siswa untuk memperbaiki
kinerja pada eksperimen sebelumnya. Hasil kinerja siswa dalam melakukan
observasi, merumuskan pertanyaan, dan membuat kesimpulan pada eksperimen
I dan II bervariasi pada setiap kelompok. Pada eksperimen I, kemampuan siswa
191

dalam melakukan observasi sebesar 86,1 %, merumuskan pertanyaan 81,25 %,


dan membuat kesimpulan 94,4 %. Pada eksperimen II, kemampuan siswa dalam
melakukan observasi sebesar 100 %, merumuskan pertanyaan 66,67 %, dan
membuat kesimpulan 100 %.
b. Dari angket respon siswa dapat diketahui bahwa semua siswa 100 % merasa
sangat senang dan merasakan banyak manfaatnya terhadap penilaian kinerja.
Sebanyak 93,34 % siswa menyatakan bahwa penilaian kinerja juga dapat
digunakan untuk mengetahui kondisi belajar siswa yang sebenarnya (kelebihan
dan kekurangannya). Oleh karena itu, semua siswa 100 % merasa senang jika
penilaian kinerja terus diterapkan pada pembelajaran kimia.
2. Saran
Saran yang dapat disampaikan setelah dilakukan penelitian adalah:
a. Dengan mengetahui hasil kinerja siswa dari tahapan ke tahapan, guru hendaknya
melakukan diagnosis terhadap kelemahan/kekurangan prestasi belajar siswa.
b. Pada penelitian ini tidak dilakukan reformasi terhadap anggota kelompok
sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai pengaruh reformasi
anggota kelompok terhadap hasil kinerja siswa.
c. Pada penelitian ini hanya dilakukan dengan penilaian kinerja sehingga perlu
diadakan penelitian lanjutan mengenai penilaian proyek, portofolio, tugas, dan
tes.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta :
Bumi Aksara.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian Mata Pelajaran Kimia 2003. Jakarta : Direktorat Pendidikan Menengah
Umum
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Jatmiko, B. Wasis Wahono. 2001. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi. Jakarta
: Depdiknas.
Nur, Mohamad. 2002. Asesmen Tradisional, Asesmen Kinerja dan Rubrik. Surabaya :
Unesa.
Purnomo, Heny. 2004. Uji Coba Implementasi Penilaian Kinerja Pada Pokok Bahasan
Larutan Asam Basa Kelas II. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surabaya : Unesa.
Ridwan. 2003. Skala Pengukuran Variabel Penelitian. Jakarta: Alfabeta.
Siswono, E. y, Tatag. 2002. Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Kontekstual.
Surabaya : Unesa.
Sudjana, Nana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja
Rosdakarya.

192

Penerapan Sistem Pembelajaran Bernuansa Kritis, Kreatif, Mandiri dan Terbuka


pada Mata Kuliah Kimia Unsur Untuk Meningkatkan Kualitas Mahasiswa
Jurusan Kimia
Sri Wardhani. Tutik Setianingsih, Darjito

Jurusan Kimia FMIPA Univ. Brawijaya Malang


email wardhani@brawijaya.ac.id
BAB I : PENDAHULUAN
Mata kuliah Kimia Unsur merupakan salah satu mata kuliah wajib pada bidang
minat Kimia Anorganik yang diajarkan pada semester ganjil untuk mahasiswa semester
V dengan penunjang mata kuliah Kimia Dasar, Kimia Struktur Anorganik, dan Reaksi
Kimia Anorganik. Mata kuliah tersebut diajarkan dengan harapan dapat diterapkan
sebagai penunjang mata kuliah pilihan pada bidang minat Kimia Anorganik di semester
lanjut, antara lain Kimia Sintesa Anorganik, Organologam, Kimia Polimer Anorganik,
Mineralogi - Kristalografi, maupun penunjang Tugas Akhir.
Secara garis besar, Kimia Unsur membahas tentang kelimpahan unsur di alam,
sifat fisika, dan sebagian besar sifat kimia yang menyangkut reaktifitasnya dalam
pembentukan dan penguraian senyawa-senyawa anorganik. Alokasi waktu
pembelajaran yang ditetapkan untuk mata kuliah tersebut adalah 16 kali pertemuan,
masing-masing 150 menit (3 sks).
Permasalahan yang dihadapi perkuliahan kimia unsur yaitu daya tarik
penyampaian materi rendah 62,75%; kepuasan mengikuti kuliah rendah 66% ; serta
daya tarik materi kuliah juga rendah, hanya 52,73% . Akar permasalahan telah dicari
melalui pengisian form evaluasi oleh mahasiswa dan diketahui bahwa daya tarik materi
yang rendah terutama karena materi kimia unsur bersifat sangat kompleks/beragam,
sedangkan daya tarik penyampaian materi kuliah rendah akibat penyampaian yang
bersifat pemaparan lebih banyak dibandingkan analisis, kurang terhubungnya materi
dengan aplikasi, serta kurang melibatkan gambar-gambar berwarna yang menarik.
Kepuasan mahasiswa yang rendah terhadap Kimia Unsur terutama karena tidak suka
dengan model pembelajaran yang telah diterapkan, yaitu lebih banyak ceramah
dibandingkan diskusi. Selain itu juga karena soal ujian dirasa sulit sehingga nilai
cenderung jelek. Hal ini didukung oleh data nilai ujian mahasiswa yang memang masih
didominasi nilai C.
Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka dilakukan jajak pendapat
tentang sistim pembelajaran Kimia Unsur yang disukai mahasiswa. Dari jajak pendapat
itu diketahui bahwa untuk menyederhanakan materi kimia unsur yang sangat kompleks,
maka mahasiswa cenderung menginginkan pembahasan kimia unsur dari trend tiap
golongan atau antar golongan saja.
Untuk mengatasi permasalahan daya tarik penyampaian materi sekaligus
kepuasan yang rendah, maka akan dilakukan perubahan sistim pembelajaran dari 2 sks
ceramah aktif + 1 sks diskusi yang dirasakan mahasiswa masih menjemukan menjadi 3

193

sks diskusi dengan pembagian : 1 sks menggali pertanyaan setiap mahasiswa terhadap
suatu topik (melatih sifat kritis) dan 2 sks mendiskusikan jawabannya (melatih sifat
berani, terbuka). Materi diskusi akan dirancang dengan komposisi 75% konsep dasar
(analisis reaktifitas unsur) dan 25% aplikasi. Untuk diskusi aplikasi, topik yang
diangkat adalah lingkungan dan pengolahan mineral alam menjadi produk industri.
Penyertaan gambar-gambar berwarna sebagai pendukung akan ditingkatkan baik dalam
hand out maupun diskusi agar lebih menarik.
Dalam menerapkan metode pembelajaran tersebut, profesionalisme dosen
sangat dituntut untuk selalu memotivasi mahasiswa agar aktif berdiskusi sekaligus
mampu membawa suasana kelas tetap fun agar mahasiswa nyaman dalam belajar.
Penguasaan materi oleh dosen juga sangat dituntut karena dosen di kelas selain sebagai
moderator juga berperan sebagai reviewer dalam setiap diskusi. Fasilitas penunjang
seperti OHP atau LCD akan disediakan sebagai sarana untuk diskusi mahasiswa. Ujian
tidak lagi sekedar menjawab pertanyaan, tetapi ujian dibagi dua, yaitu ujian penggalian
pertanyaan dan ujian menjawab pertanyaan analisis. Nilai ujian yang cenderung kurang
bagus selama 2 tahun terakhir ini terkait dengan ujian menjawab pertanyaan analisis
dan merupakan bukti bahwa mahasiswa kurang daya analisisnya. Oleh karena itu pada
sistim pembelajaran yang baru ini daya analisis mahasiswa akan lebih dipacu melalui
asah diskusi secara terus-menerus.
Kurangnya aktif berbicara mahasiswa diperkirakan terkait dengan penilaian
mahasiswa bahwa dosen kurang memotivasi mahasiswa sekaligus penyediaan waktu
diskusi yang kurang banyak. Oleh karena itu penambahan jumlah waktu diskusi
sangatlah tepat. Hal ini juga sesuai dengan rambu-rambu yang diberikan oleh
kurikulum berbasis kompetensi sebagaimana ditetapkan oleh Depdiknas th 2005,
bahwa lulusan yang berkualitas adalah lulusan yang mampu belajar secara kritis,
kreatif, mandiri serta terbuka (KKMT) terhadap penanganan suatu masalah.
Kekritisan mahasiswa akan diasah melalui forum penggalian pertanyaan, sifat kreatif
diasah melalui pencarian jawaban pertanyaan itu, dan sifat terbuka akan diasah melalui
debat ilmiah dalam forum diskusi tentang jawaban tersebut.
Apabila sifat kritis dan terbuka mahasiswa akan diasah dengan penerapan full
diskusi, maka sifat kreatif dan mandiri akan diasah melalui pengerjaan tugas
terstruktur. Hasil jajak pendapat, diketahui bahwa mahasiswa cenderung menyukai
tugas terstruktur yang berupa hunting informasi dari internet dan membuat
ringkasannya. Untuk pengerjaan tugas terstruktur mahasiswa diwajibkan membuat
daftar pertanyaan terlebih dahulu tentang topik yang diangkat dan dicari jawabannya.
Ringkasan artikel yang diperoleh tidak lagi dituliskan dalam kertas seperti tahun-tahun
sebelumnya, tetapi diwujudkan dalam pembuatan poster yang melibatkan baik
informasi dan gambar-gambar menarik.
Tujuan kegiatan ini adalah : Memperbaiki seluruh perangkat pembelajaran (
sarana, peran dosen, waktu, dan metode)., Merangsang mahasiswa untuk bersikap
KKMT , Meningkatkan daya tarik materi dan cara penyampaian materi , Meningkatkan
kepuasan mahasiswa dalam mengikuti kuliah
Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi institusi dan mahasiswa karena dapat
meningkatkan kualitas mahasiswa ditinjau dari rana kognitif (pemahaman materi Kimia

194

Unsur), afektif (perilaku yang terkait dengan permasalahan dalam Kimia Unsur), dan
motoriknya (ketrampilan).
BAB II : KONSEP DAN PENGEMBANGAN DAN TINJAUAN TEORITIK
a. Lulusan Perguruan Tinggi yang Berkualitas (Djanali, dkk, 2005(a) dan 2005(c)
Sesuai dengan SK Mendiknas No.232/U/2000 dan No.045/U/2002, kurikulum
yang diterapkan di Perguruan Tinggi adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Proses perencanaan pembelajaran berbasis kompetrensi dilakukan dengan
menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang berorientasi pada masiswa untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan. Pada KBK tersebut, persyaratan yang harus
dipenuhi agar lulusan dapat disebut kompeten antara lain: Mempunyai kemampuan
berlandaskan pada kepribadian, Berkemampuan menguasai IPTEKS, Berkemampuan
berkarya, Berkemampuan bersikap mandiri, menilai dan mengambil keputusan dengan
bertanggung jawab, Berkemampuan hidup bermasyarakat dengan bekerjasama,
menghargai perbedaan dan kedamaian.
Kemampuan yang harus digali dari peserta didik agar menjadi lulusan yang
berkualitas antara lain: Minat ternalar terhadap profesi yang dituju, Kemampuan belajar
secara mandiri, Kemampuan mengembangan kreatifitas dan kritis, Kemampuan terbuka
terhadap penanganan masalah
Agar lulusan berkualitas, pembelajaran harus merupakan upaya bersama antara
dosen dan mahasiswa untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar
pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta didik dan menjadi
landasan untuk menciptakan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Subyek kajian
yang harus diberikan agar lulusan berkualitas antara lain: Kemampuan subyek kajian,
Kemampuan metodologi, Kemampuan berkehidupan masyarakat, Kemampuan
berkomunikasi, Kemampuan menguasai teknologi informasi.
b. Strategi Pembelajaran di Perguruan Tinggi (Djanali, dkk, 2005(a) dan 2005(b)
Yang dimaksud dengan pembelajaran di PT adalah kegiatan terprogram dalam
desain FEE (Facilitating, Empowering, Enabling) untuk membnuat mahasiswa belajar
secara aktif. Pembelajaran merupakan proses pengembangan kreativitas berpikir yang
dapat meningkatkan kemampuan pikir mahasiswa serta dapat meningkatkan dan
mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upayah meningkatkan penguasaan dan
pengembangan yang baik terhadap materi perkuliahan.
Proses pembelajaran sudah saatnya bergeser dari sekedar transfer ilmu menjadi
mengkonstruksikan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga problem based learning
menjadi standar pembelajaran yang penting bidang imu-ilmu dasar untuk saat ini. PBL
merupakan salah satu motode pembelajaran jenis SCL (Student Centered Learning),
yaitu pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa bukan hanya pada
aktivitas dosen mengajar.
Peran dosen dalam SCL antara lain : Sebagai fasilitator, Mengkaji kompetensi
mata kuliah yang perlu dikuasai mahasiswa, Merancang strategi dan lingkungan
pembelajaran, Membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya,
Mengidentifikasi dan menentukan pola penialaian belajar mahasiswa
Kemampuan yang harus dimiliki oleh dosen antara lain : memotivasi diri dan
mahasiswa, menguasai materi agar dapat berperan sebagai dinamisator dan fasilitator,
195

merekonstruksikan dasar pengetahuan dan metode pembelajaran,


kurikulum, pedagogi (Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif)

menguasai

c. Evaluasi Pembelajaran (Rohani, 2004 ; Suharjono, 2006; Harjanto, 1997;


Djanali, dkk, 2005(c)
Evaluasi pembelajaran terdiri dari 2 macam, yaitu evaluasi hasil dan evaluasi
proses. Evaluasi hasil terdiri atas assesment berdasarkan test, tanpa test, dan evaluasi
diri. Hal ini sesuai dengan paradigma baru pengelolaan PT, bahwa yang menjadi
sasaran utama adalah kualitas pengelolaan PT yang salah satunya dapat dilihat dari
kualitas lulusannya, bukan hanya dilihat dari kemampuan akademik tetapi juga
karakter sebagai manusia yang unggul seperti tercantum dalam UU Sisdiknas Bab II
Pasal 4. Berdasarkan metode pembelajaran konstruktif (Anonimous, 2005), test/ujian
sebaiknya tidak lagi semata-mata hafalan, tetapi yang merangsang peserta didik untuk
berpikir.
Sedangkan evaluasi proses dapat terdiri dari assesment sejawat dan survey
pendapat mahasiswa. Evaluasi terhadap proses pembelajaran harus tidak terpisahkan
dalam penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran. Penilaian proses bertujuan menilai
efektifitas dan efisiensi kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan
penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Objek dan sasaran penilaian proses
adalah komponen-komponen sistem pembelajaran itu sendiri, baik yang berkenaan
dengan masukan proses maupun dengan keluaran, dengan semua dimensinya.
BAB III : PELAKSANAAN DAN EVALUASI
A. Pelaksanaan
1. Sosialisasi tujuan kuliah dan perencanaan metode kuliah mata kuliah kimia unsur
oleh semua dosen pengasuh serta pembagian kelompok diskusi. (minggu pertama, 1
sks)
2. Presentasi dosen tentang kaitan kimia unsur dengan berbagai aplikasi sekaligus
pemberian contoh pertanyaan analisis dan jawabannya. (Minggu pertama, 2 sks)
3. Pengujian model pembelajaran mata kuliah kimia unsur dengan nuansa KKMT
dengan cara :
a. Kegiatan kelas 1 sks : Tiap kelompok mahasiswa (2 orang) diwajibkan
membuat pertanyaan secara tertulis kemudian dikumpulkan dan mahasiswa
diminta untuk mengemukakan pertanyaan yang ditulisnya. Setelah
pertanyaan terkumpul, dosen membahas kualitas pertanyaan. Pertanyaan
yang terkumpul dikelompokkan oleh dosen kemudian dibagikan kepada
mahasiswa untuk didiskusikan jawabannya di luar kegiatan kelas (PR).
b. Kegiatan kelas 2 sks : Presentasi jawaban pertanyaan oleh tiap kelompok
dan kelompok yang lain diminta untuk menganggapinya. Dosen bertindak
sebagai moderator dan korektor jika ada jawaban yang salah atau kurang
lengkap.
c. Pameran poster : Pameran dibagi menjadi 2 sesi dengan masing-masing
sesi menampilkan pameran separuh dari jumlah kelompok yang ada. Untuk
setiap sesi, anggota kelompok yang tidak sedang bertugas membuat
pameran akan menjadi penonton pameran tersebut .

196

B. Evaluasi
- Evaluasi hasil belajar
Nilai akhir

: 40% ujian, 35% diskusi, dan 25% tugas terstruktur

Nilai ujian

: 50% nilai ujian membuat pertanyaan analisis dan 50% ujian menjawab
pertanyaan analisis.

Nilai diskusi : 50% aktifitas berbicara (individu), 30% kualitas pertanyaan dan
jawaban individu (diskusi 2 sks), dan 20% kualitas jawaban kelompok
(hasil diskusi di luar kelas).
Nilai tugas terstruktur : 50% daya tarik penampilan dan 50% kelengkapan isi poster
(kelompok)
- Evaluasi proses belajar
Evaluasi oleh dosen adalah Evaluasi terhadap kebiasaan belajar mahasiswa,
meliputi : a. Keaktivan bertanya dan menjawab b. Kualitas pertanyaan dan jawaban, c.
Kepatuhan mengerjakan tugas, d. Kehadiran
Evaluasi oleh mahasiswa adalah Evaluasi terhadap perangkat pembelajaran,
meliputi : Profesionalisme dosen (kemampuan sebagai ,motivator, fasilitator,
dinamisator), Metode pembelajaran, Sarana belajar (media belajar, hand out), Waktu.
- Indikator kinerja
Sebagai patokan keberhasilan terhadap setiap parameter KKMT adalah sebagai berikut
:
a. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan kritis apabila minimal
60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk kualitas pertanyaan lisan
dalam forum diskusi 2 sks dan ujian membuat pertanyaan
b. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan kreatif apabila
minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk kualitas
jawaban lisan dalam forum diskusi 2 sks maupun ujian menjawab pertanyaan
c. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan terbuka apabila
minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk aktivitas
berbicara dalam forum diskusi 2 sks
d. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan mandiri apabila
minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk tugas
terstruktur membuat poster
BAB IV : HASIL YANG DICAPAI
Dari Gambar 4.1 diketahui bahwa mahasiswa cukup aktif dalam menyusun
pertanyaan sebagaimana ditunjukkan oleh persen jumlah pertanyaan yang berhasil
dibuat lebih dari 70% dari 10 soal yang ditargetkan. Hal ini dapat terjadi karena
mahasiswa merasa dilatih dan termotivasi untuk bersifat kritis sebagaimana
ditunjukkan pada data evaluasi dari mahasiswa. Tidak tercapainya angka 100%
diperkirakan karena mahasiswa merasa waktu yang disediakan sedikit karena kurang
dari 60% mahasiswa menyatakan baik atau juga karena factor daya nalar mengingat
dengan pencapaian yang tidak 100% tersebut lebih dari 70% mahasiswa sudah merasa
197

aktif Dari segi kualitas, pertanyaan yang mendominasi adalah pertanyaan analisis yang
tidak didasari analisis awal atau dengan nilai B dengan mencapai lebih dari 70%,
sementara pertanyaan analisis yang didasari analisis awal (nilai A) masih sangat kecil.
Kemungkinan hal ini terkait dengan faktor kemampuan nalar yang masih kurang atau
bisa juga karena keterbatasan waktu diskusi yang tersedia.
100
80

jml

60
40
20
0
% jml
% pertany.
pertanyaan analisis A

% pertany.
analisis B

% pertany.
deskripsi

Gambar 4.1 Jumlah dan kualitas pertanyaan pada Latihan bersifat Kritis
Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa kedisiplinan mahasiswa dalam mengerjakan
tugas sangat baik, yaitu mencapai 88%. Sementara kualitas jawaban yang disusun
mahasiswa juga baik karena didominasi oleh jawaban dengan kualitas nilai A dengan
pencapaian > 60%, yaitu jawaban yang lengkap untuk pertanyaan yang diberikan. Hal
ini disebabkan lebih dari 60% mahasiswa menyatakan selalu berdiskusi dalam mencari
jawaban atas soal-soal yang diberikan, dengan kehadiran yang sangat baik (> 80%),
penggunaan referensi terutama internet, serta sangat termotivasi untuk berlatih bersifat
kreatif.
100
80
60
40
20
0
% tepat
%
%
%
waktu jawaban A jawaban B jawaban
C

Gambar 4.2

Kualitas jawaban (bernilai A, B, C) dan ketepatan waktu mengumpulkan jawaban


pada latihan bersifat kreatif

Dari Gambar 4.3 diketahui bahwa mahasiswa yang aktif bertanya atau
menjawab pada tiap sesi diskusi rata-rata masih kurang dari 40%. Sedang dari Gambar
4.4 nampak bahwa secara akumulasi dari 3 X diskusi yang diselenggarakan kebanyakan
mahasiswa berbicara 2 3 X (total hampir 65%) yang berarti kebanyakan mahasiswa
hanya berbicara 1X dalam setiap sesi deskusi. Hal ini diperkirakan karena sebagian

198

mahasiswa masih merasa kurang percaya diri dalam mengemukakan pendapat secara
lisan, bukan karena kurang niat, karena dari hasil evaluasi mahasiswa menunjukkan
bahwa sebenarnya mahasiswa sangat termotivasi untuk berlatih bersikap berani. Selain
itu waktu yang tersedia juga masih terlalu pendek. Hal ini dibuktikan dari evaluasi oleh
mahasiswa bahwa hanya sekitar 60% mahasiswa menyatakan waktunya cukup. Namun
demikian jumlah jawaban yang lebih banyak dari jumlah pertanyaan menunjukkan
adanya proses pembahasan yang cukup interaktif antar mahasiswa untuk soal-soal
tertentu sehingga melibatkan komentar lebih dari satu kali. Selain itu dari evaluasi
diketahui bahwa secara kumulatif dari 3 X diskusi tersebut semua mahasiswa pernah
berbicara dalam forum diskusi untuk kelas A dan 95% untuk kelas B.
60

jumlah

40

20

0
%mhs
bertanya

%mhs
menjawab

Gambar 4.3.

%
mahasiswa
pasif

jml
pertanyaan

jml jawaban

Profil aktivitas bicara dalam forum diskusi 2 sks

Dari Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 diketahui bahwa pertanyaan besifat analisis
maupun jawaban yang bersifat lengkap dalam forum diskusi telah mencapai lebih dari
60%. Hal ini menunjukkan bahwa daya nalar mahasiswa secara rata-rata sudah cukup
bagus selain ditunjang motivasi yang tinggi untuk berlatih bersifat berani dan terbuka.

199

% mahasiswa

40
30
20
10
0
1

jumlah pertanyaan dan jawaban

Gambar 4.5

Kebiasaan mahasiswa ditinjau dari jumlah pertanyaan dan jawaban


secara kumulatif yang dikemukakan selama 3 X diskusi

80

prosentase(%)

70
60
50
40
30
20
10
0
pertany.
analisis

Gambar 4.4

pertany.
paparan

jawaban
lengkap

jawaban
kurang

Profil kualitas bicara dalam forum diskusi 2 sks

% mahasisw a

Kebiasaan belajar mahasiswa ditinjau dari kehadiran di kelas sangat baik


(ditunjukkan pada Gambar 4.6). Hal ini diperkirakan karena pada setiap pertemuan ada
penilaian untuk kegiatan yang sedang berlangsung sehingga mahasiswa cenderung
enggan membolos.

100
99
98
97
96
95
94
93
sosialisasi

diskusi 1
sks
Gambar 4.6

diskusi 2
sks

ujian/quiz

Kehadiran mahasiswa di kelas

Dari

Gambar 4.7 diketahui bahwa menurut penilaian mahasiswa dosen pengasuh


mata kuliah mempunyai profesionalisme yang baik (gabungan sangat baik dan cukup
baik) ditinjau dari peranannya sebagai motivator (nilai baik 96,35%), fasilitator (nilai

200

baik 86,05%), kejelasan penyampaian materi (nilai baik 93,30%), dan penguasaan
materi (nilai baik 90,55%).
80
sgt baik
cukup baik

70

% pe nil aia n

60

kurang baik

50
40
30
20
10
0
motivator

Gambar

fasilitator

4.7.

kejelasan
penyampaian
materi

penguasaan materi

Evaluasi terhadap profesionalisme dosen

Di mata mahasiswa kualitas pembelajaran melalui metode bernuansa KKMT ini


adalah baik (gabungan nilai cukup baik dan sangat baik) berdasarkan evaluasi pada
Gambar 4.8 karena nilai baik untuk daya tarik penyampaian materi, materi, kepuasan
mengikuti kuliah, serta rangsangan bersikap KKMT semuanya > 80%.
Penilaian baik terhadap rangsangan bersikap KKMT ini disebabkan mahasiswa
merasa sangat dilatih dan termotivasi untuk kritis melalui diskusi membuat pertanyaan
1 sks untuk kreatif melalui diskusi menjawab pertanyaan), dan berani melalui diskusi
membahas jawaban 2 sks .
Daya tarik penyampaian materi yang dinilai baik oleh mahasiswa ini
diperkirakan karena profesionalisme dosen yang baik serta penyediaan sarana yang
baik, antara lain penyediaan flash disk oleh dosen dan pemakaian LCD di setiap forum
diskusi 2 sks, serta penyediaan hand out untuk tiap kali diskusi 1 sks.
Daya tarik materi yang baik diduga karena materi kimia unsur tidak bersifat
diskriptif yang menjemukan, namun berpola analisis yang menantang daya pikir. Selain
itu karena kualitas hand out yang juga cukup baik ditinjau dari keringkasan informasi
dan sistimaka penyampaian dalam trend golongan yang memudahkan mahasiswa
mengkritisi permasalahan.
Kepuasan mengikuti kuliah yang baik diperkirakan karena kepuasan mahasiswa
yang juga baik (lebih dari 80% mahasiswa menyatakan puas) dalam bertanya maupun
menjawab di kelas yang diberikan selama latihan berdiskusi Selain itu juga ditunjang
sarana yang cukup baik serta profesionalisme dosen yang sangat baik sebagaimana
dibahas sebelumnya.

201

Kualitas pembelajaran

% penilaian

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

sgt baik
cukup
kurang

rangsangan
bersikap KKMT

Gambar

daya tarik
penyampaian
materi

daya tarik materi

kepuasan
mengikuti kuliah

4.8. Evaluasi kualitas metode pembelajaran bernuansa KKMT

persentase penilaian (%)

120
100
80

awal

60

KKMT

40
20
0
kejelasan penyamp

Gambar 4.9.

daya tarik
penyampaian
materi

daya tarik materi

kepuasan
mengikuti kuliah

Perbandingan kualitas pembelajaran Kimia Unsur sebelum dan setelah


pelaksanaan metode pembelajaran bernuansa KKMT

Hasil yang dicapai berdasarkan evaluasi nilai


Dari Gambar 4.10 diketahui bahwa metode pembelajaran bermuansa KKMT
telah berhasil membuat mahasiswa bersifat kreatif dan kritis karena lebih dari 60%
mahasiswa mendapatkan nilai minimal B untuk parameter-parameter penunjang sifatsifat tersebut. Namun demikian untuk sifat berani/terbuka belum tercapai dan
merupakan PR dari sisa kegiatan yang ada untuk memperbaikinya. Ada beberapa
kemungkinan penyebab mahasiswa pasif bicara, antara lain takut salah (tidak percaya
diri), sulit mengungkapkan pendapat secara lisan, serta masalah kemampuan daya pikir
(kognitif).Penyebab tersebut akan dicari melalui isian kuisioner sebagai upayah
pemecahannya. Selain itu hasil evaluasi sementara yang sudah terjaring juga akan
disosialisasikan kepada mahasiswa agar mahasiswa termotivasi untuk ikut
memperbaikinya.

202

90
80

% jml mhs

70
60
50
40
30
20
10
0
Sifat kritis

Sifat kreatif

Sifat berani dan


terbuka

indikator keberhasilan

Gambar 4.10 Indikator keberhasilan penerapan metode pembelajaran bernuansa KKMT

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Penerapan metode pembelajaran bernuansa KKMT ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan nilai ujian dan komponen diskusi metode pembelajaran bernuansa
KKMT telah berhasil membuat mahasiswa bersikap kritis dan kreatif, namun
belum berhasil membuat mahasiswa bersifat terbuka/berani
2. Penerapan metode pembelajaran bernuansa KKMT menyebabkan
profesionalisme dosen mengalami peningkatan sebesar 21,55%, daya tarik
penyampaian materi sebesar 44,38%, daya tarik substansi/materi sebesar
62.72%, serta kepuasan mahasiswa mengikuti kuliah sebesar 31,36%
Saran
Perlu dilakukan upayah agar sifat berani/terbuka mahasiswa dapat diwujudkan
melalui penerapan metode pembelajaran KKMT dengan lebih memotivasi mahasiswa
untuk berani berbicara dalam forum diskusi.

DAFTAR PUSTAKA
Harjanto, 1997, Perencanaan Pengajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Rohani, A., 2004, Pengelolaan Pengajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Suharjono, 2006, Lokakarya Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran, Program
Hibah Kompetisi A-2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya,
Malang.
Djanali,S., dkk.,2005(a), Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang-bidang Ilmu,
Depdiknas.
Djanali,S., dkk.,2005(b), Tanya Jawab Seputar Unit Pengembangan Materi dan
proses Pembelajaran di PT, Depdiknas.
Djanali,S., dkk.,2005(c), Tanya Jawab Seputar KBK di PT, Depdiknas.

203

Lesson Study Sebagai Alternatif Model Pelatihan Guru Kimia


Oleh
Achmad Lutfi*
lutfi_kimia@unesa.ac.id

ABSTRAK
Lesson Study diangkat sebagai bentuk kegiatan di sekolah-sekolah Jepang
dengan atau tanpa diawali dengan riset. Lesson Study bisa diangkat dari pemikiran, ide,
atau gagasan pembelajaran inovatif dari seseorang (pemikir, dosen, atau guru), individu
ataupun kerja kolektif. Namun pada umumnya merupakan kerja kolaboratif, antara
dosen dengan guru, antara peneliti dengan guru, atau guru dengan guru untuk
menghasilkan pembelajaran inovatif. Pada prinsipnya Lesson Study tidak selalu harus
diset sebagai penelitian, namun ide atau gagasan individual atau kolektif baik dari ahli
pendidikan ataupun guru kebanyakan.
Sejumlah sekolah di Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Pasuruan serta beberapa sekolah di Surabaya telah melakukan Lesson Study,
memperlihatkan bahwa guru: (1) berlatih membuat perencanaan pembelajaran beserta
perangkat-perangkat lainnya, (2) berlatih mengiplementasikan rencana pembelajaran
yang telah dibuat, dan (3) memperoleh masukan atau klarifikasi atas berbagai
kekurangan jelasan, keraguan serta kekeliruan yang terjadi selama pembuatan rencana
pembelajaran dan mengimplementasiannya melalui refleksi dan diskusi bersama-sama
para guru sejawat dan fasilitator.
Atas dasar pengalaman itu maka Lesson Study dapat digunakan sebagai
alternatif pembinaan guru kimia dalam upaya meningkatkan profesionalan dan
kompetensi guru.
Key word: Lesson Study, profesional guru
* Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unesa

204

Pendahuluan
Banyak model perlatihan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat sampai
pemerintah daerah, misal TOT, TOT-Terintegrasi, Pelatihan CTL dan Life skill dan
lain-lainnya. Pelatihan-pelatihan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
kompetensi guru mengimplementasikan kurikulum dan meningkatkan kompetensi guru
yang dinilai belum memadai. Namun pelatihan-pelatihan tersebut masih dirasakan
kurang memberikan dampak yang signifikan bagi peserta. Banyak peserta pelatihan
yang sampai akhir kegiatan pelatihan merasa belum mempunyai kesiapan yang cukup
untuk mencobakan hasil pelatihan itu di kelas mereka. Bahkan ada yang berpendapat
bahwa sekembali dari pelatihan para guru kembali ke kebiasaan semula; tidak
memunculkan
inovasi maupun perubahan-perubahan yang berarti. Hal ini
dimungkinkan akibat kurangnya porsi waktu untuk latihan implementasi. Kemungkinan
lain, pelatihan-pelatihan ini belum maksimal dalam mengagendakan monitoring dan
penjaminan sustainabilitas.
Pemerintah Indonesia sudah berusaha dengan berbagai cara menghasilkan guru
yang bermutu. Lembaga pendidikan guru, ratusan jumlahnya di negeri ini, sayangnya
mutunya sangat bervariasi. Pelatihan guru juga sering kali dilaksanakan oleh berbagai
lembaga. Namun usaha-usaha pemerintah Indonesia tersebut belum mampu
meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) yang tercermin dari hasil study
UNDP 2005 bahwa indek pembangunan manusia Indonesia menempati peringkat 110,
ketinggalan dari negara-negara tetangga kita: Singapura (peringkat 25), Brunei
(peringkat 33), Malaysia (peringkat 61), Thailand (peringkat 73), Pilipina (peringkat
84), dan Vietnam (peringkat 108). Pertanyaan kita adalah, sudah efektifkah pembinaan
guru di Indonesia? Sudah sistematikkah pembinaan guru di Indonesa? Sudah
berkelanjutankah pembinaan guru di Indoesia?
Dalam perkembangannya, Lesson Study diangkat sebagai bentuk kegiatan di sekolahsekolah di Jepang dengan atau tanpa diawali dengan pembelajaran riset. Lesson Study
bisa diangkat dari pemikiran, ide, atau gagasan pembelajaran inovatif dari seseorang
(pemikir, dosen, atau guru), individu ataupun kerja kolektif. Namun pada umumnya
merupakan kerja kolaboratif, antara dosen dengan guru, antara peneliti dengan guru,
atau guru dengan guru untuk menghasilkan pembelajaran inovatif. Pada prinsipnya
Lesson Study tidak selalu harus diset sebagai penelitian, namun ide atau gagasan
individual atau kolektif baik dari ahli pendidikan ataupun guru kebanyakan.
Berikut akan dipaparkan suatu alternatif solusi bagi pembinaan guru di
Indonesia melalui lesson study: apa, mengapa, dan bagaimana?
Apa Lesson Study?
Lesson study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Gambar 1
memperlihatkan tahapan pelaksanaan pengkajian pembelajaran melalui kegiatan lesson
study.
Pelaksanaan pengkajian pembelajaran melalui kegiatan lesson study dilakukan
dalam siklus-siklus kegiatan yang tiap siklusnya terdiri dari 3 tahapan (Plan, Do, See).
Tahap pertama, Plan, membuat perencanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa
secara kolaboratif. Tahap kedua, DO, menerapkan rencana pembelajaran di kelas oleh
seorang guru sementara guru lain mengamati aktifitas siswa dalam pembelajaran.
205

Tahapan ketiga, SEE, diskusi pasca pembelajaran untuk merefleksikan efektifitas


pembelajaran yang dilaksanakan langsung setelah pembelajaran selesai. Hasil refleksi
merupakan masukan untuk perencanaan pada siklus berikutnya agar pembelajaran lebih
baik dari siklus sebelumnya. Setiap tahapan pengkajian pembelajaran harus
dilaksanakan secara kolaboratif dan tidak pernah berakhir melakukan perbaikan
pembelajaran.

PLAN
(merencanakan
pembelajaran
yang berpusat
pada siswa)

DO
(melaksanakan
pembelajaran
dan observasi)

SEE
(merefleksikan efektifitas
pembelajaran untuk
perbaikan)

. Siklus kegiatan lesson study

Konsep lesson study telah puluhan tahun dipraktekan di Jepang sebagai bentuk
pembinaan profesi guru berkelanjutan. Sekarang, negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, German, dan Australia belajar lesson study dari Jepang. Sekarang lesson study
telah berkembang pula di Indonesia. Cikal bakal lesson study di Indonesia
dikembangkan melalui IMSTEP (Indonesia Mathematics and Science Teacher
Education Project), suatu proyek kerjasama teknis JICA, sejak tahun 1998.
Mengapa Lesson Study?
Ilmu pengetahuan dan teknologi cepat sekali berkembang oleh karena itu
pengetahuan dan keterampilan guru pun harus selalu dimutahirkan secara periodik,
sebulan sekali, setahun sekali, atau lima tahun sekali. Walau seorang guru lulus dari
suatu lembaga pendidikan guru terkemuka, apabila yang bersangkutan tidak pernah
diikut sertakan dalam pelatihan maka guru tersebut akan ketinggalan informasi
perkembangan pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya guru tersebut akan menyendiri
melakukan persiapan dan tertutup terhadap inovasi serta saran untuk perbaikan.
Kemungkinan besar guru seperti itu mendominasi kelas dengan ceramahnya, tidak
memberi kesempatan kepada siswa untuk berkreatifitas.
Sementara Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, pasal 19, ayat 1 mengatakan bahwa Proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
206

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan


ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan
perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Bagaimana Melakukan Persiapan Lesson Study?
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa lesson study pada dasarnya meliputi tiga
tahapan kegiatan yakni perencanaan, implementasi, dan refleksi. Untuk mempersiapkan
sebuah lesson study hal pertama yang sangat penting adalah melakukan persiapan.
Tahap awal persiapan dapat dimulai dengan melakukan identifikasi masalah
pembelajaran yang meliputi materi ajar, teaching materials, strategi pembelajaran, dan
siapa yang akan berperan menjadi guru. Materi ajar yang dipilih tentu harus
disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku serta program yang sedang berjalan di
sekolah. Analisis mendalam tentang materi ajar yang dipilih perlu dilakukan secara
bersama-sama untuk memperoleh alternatif terbaik yang dapat mendorong proses
belajar siswa secara optimal. Pada tahapan analisis tersebut perlu dipertimbangkan
kedalaman materi yang akan disajikan ditinjau antara lain dari tuntutan kurikulum, latar
belakang pengetahuan dan kemampuan siswa, kompetensi yang akan dikembangkan,
serta kemungkinan-kemungkinan pengembangan dalam kaitannya dengan materi
terkait. Dalam kaitannya dengan materi ajar yang dikembangkan, juga perlu dikaji
kemungkinan-kemungkinan respon siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Hal ini sangat penting dilakukan terutama untuk mengantisipasi respon siswa yang
tidak terduga. Jika materi ajar yang dirancang ternyata terlalu sulit bagi siswa, maka
kemungkinan alternatif intervensi guru untuk menyesuaikan dengan tingkat
kemampuan siswa perlu dipersiapkan secara matang. Sebaliknya, jika ternyata materi
ajar yang dirancang terlalu mudah bagi siswa maka kemungkinan intervensi yang
bersifat pengembangan perlu juga dipersiapkan. Dengan demikian, sebelum
implementasi pembelajaran berlangsung guru telah memiliki kesiapan yang mantap
sehingga proses pembelajaran yang terjadi pada saat lesson study dilaksanakan mampu
mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan.

Lesson Study
Di Sumedang

Lesson Study sebagai model untuk pelatihan guru


Mencermati makna dan praktik Lesson Study yang menarik tersebut, rasanya
sangat tepat bila kegiatan ini dikembangkan di kalangan sekolah atau di MGMP.
Lesson Study perlu diangkat menjadi wahana berlatih bersama, menjadi wahana belajar
bersama di kalangan guru di suatu sekolah atau kelompok MGMP. Lesson Study dapat
dilaksanakan sebagai kegiatan teragenda atau inisiatif guru, sekolah, atau MGMP.
Namun bisa juga untuk skala yang lebih besar, Lesson Study diangkat menjadi model
pelatihan guru. Pemerintah atau otoritas pendidikan dapat mengundang sejumlah besar
207

guru dan ahli pendidikan untuk berlatih melakukan preparasi atau penyiapan
perencanaan pembelajaran inovasif, pengimplementasikan rencana, dan melakukan
refleksi secara bersama-sama dan berkesinambungan.
Dengan pelatihan menggunakan Lesson Study, memungkinkan seseorang guru
untuk: (1) Berlatih membuat perencanaan pembelajaran beserta perangkat-perangkat,
penyela lainnya, (2) berlatih mengiplementasikan rencana pembelajaran yang telah
dibuat, dan (3) memperoleh masukan atau klarifikasi atas berbagai kekurangan jelasan,
keraguan serta kekeliruan yang terjadi selama pembuatan rencana pembelajaran dan
mengimplementasiannya melalui refleksi dan diskusi bersama-sama para guru sejawat
dan fasilitator.
Kegiatan Lesson Study ini haruslah berujung pada upaya meningkatkan
keprofesionalan dan kompetensi guru. Selanjutnya Lesson Study haruslah mengatrol
kualitas pembelajaran dan kualitas belajar siswa yang pada akhirnya berujung kepada
peningkatan kualitas hasil belajar siswa. Oleh karenanya, mengangkat suatu inovasi
yang benar-benar akan mendatangkan manfaat bagi perbaikan kualitas pembelajaran
dan mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa menjadi fokus perhatian
pengembangan Lesson Study ini.
Secara substansi, sebagian atau bahkan keseluruhan langkah-langkah ini,
mungkin bukanlah hal yang baru, yang sudah banyak dikembangkan dalam pelatihanpelatihan atau kegiatan penelitian. Namun bentuk coopetarive dan collaborative work
yang menonjol dalam berlatih membelajarkan siswa tersebut merencanakan
pembelajaran inovative work yang menonjok dalam berlatih membelajarkan siswa
tersebut rupanya sulit ditemukan pada model-model pelatihan sebelumnya. Latihanlatihan merencanakan pembelajaran inovasive, latihan implementasi dan analisis
performansi, serta refleksi secara bersama-sama merupakan warna khas Lesson Study
yang dapat meningkatkan kesejawatan antar guru, meningkatkan kompetensi dan
keprofesionalan guru. Oleh karenanya memungkinkan dijadikan sebagai alternatif
model pelatihan guru.

Lesson Study di
Yogjakarta

Lesson Study di berbagai lokasi


Beberapa SMP dan SMA di Sumedang kerjasama dengan Pemda Kabupaten
Sumedang dengan UPI, UNY bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Bantul, dan UM
bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Pasuruan serta di Dinas Pendidikan Kota
Surabaya dengan Unesa telah mengadakan Lesson Study.
Dampak atau hasil yang diperoleh setelah Lesson Study, antara lain:

208

a. Kualitas guru meningkat di dalam melaksanakan pembelajaran berbasis


konstruktivisme, baik di dalam mempersiapkan, melaksanakan maupun
pelaksanaan asesmen.
b. Peningkatan performance siswa, baik kognitif, afektif maupun psikomotor.
c. Peningkatan ketrampilan guru dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK).
d. Meningkatkan ketrampilan guru dalam merancang kegiatan demostrasi, praktikum
dan kegiatan pembelajaran di luar kelas.
e. Tumbuhnya rasa percaya diri guru karena melihat siswa meningkat minat dan
motivasi dalam mengikuti pembelajaran.

Lesson Study
Di Malang

f. Semakin banyak media pembelajaran yang dihasilkan untuk materi pembelajaran


MIPA.
g. Guru berani menyampaikan karya ilmiah dalam forum seminar di Perguruan
Tinggi.

Lesson Study
Di Surabaya

Bagaimana Tindak Lanjut dari Kegiatan Lesson Study?

209

Kegiatan lesson study pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu
mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara
konsisten melakukan continuous improvement baik pada level individu, kelompok,
maupun pada sistem yang lebih umum. Pengetahuan yang dibangun melalui lesson
study dapat menjadi modal sangat berharga untuk meningkatkan kualitas kinerja
masing-masing fihak yang terlibat. Sebagai contoh, seorang guru yang terlibat dalam
observasi sebuah lesson study berhasil menemukan sejumlah hal penting berkenaan
dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Menurut pendapatnya, bahan ajar
eksploratif yang digunakan ternyata telah mampu mendorong kreativitas siswa
sehingga mereka mampu menampilkan sebuah strategi baru yang bersifat orisinal.
Berdasarkan pengalaman ini guru akan berusaha mencoba menerapkan pendekatan
tersebut dalam pembelajaran di sekolahnya.
Seorang Kepala Sekolah, setelah mengikuti beberapa kali lesson study secara
intensif, mengajukan pendapatnya bahwa kegiatan tersebut sangat potensial
mendorong banyak fihak untuk melakukan hal yang terbaik. Siswa ternyata
menunjukkan motivasi yang sangat tinggi untuk menunjukkan potensinya masingmasing pada saat lesson study dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut
mampu menjadi dorongan untuk tumbuhnya motivasi berprestasi pada diri siswa. Guruguru lain yang baru melihat aktivitas lesson study banyak yang mulai tertarik untuk
mencobanya. Dengan mencoba melakukan lesson study, berarti guru terdorong untuk
melakukan persiapan yang lebih baik dibanding biasanya sehingga proses pembelajaran
yang dikembangkan kadang-kadang sangat di luar dugaan bahkan sangat inovatif.
Seorang guru kimia yang telah memerankan sebagai guru model berpendapat
bahwa dengan Lesson Study memungkinkan melakukan menilaian aspek psikomotor
dan afektif siswa yang selama ini sulit dilakukan oleh guru. Hal ini dimungkinkan
karena hadirnya observer yang cukup banyak.
Seorang dosen, setelah beberapa kali mengikuti kegiatan lesson study juga
mengaku mulai terpengaruh untuk mencoba memperkenalkan dan menerapkan hal-hal
positif yang dia dapatkan dari aktivitas tersebut pada kelas yang menjadi
tanggungjawabnya. Seorang Dekan juga tidak kalah dengan fihak-fihak lain untuk
mencoba mengambil manfaat dari lesson study bagi mahasiswa calon guru di
fakultasnya. Berdasarkan pengalamannya melakukan lesson study bersama guru-guru
di sekolah, dia akhirnya menetapkan suatu kebijakan bahwa setiap mahasiswa peserta
Program Pengalaman Lapangan diharuskan terlibat secara aktif dalam kegiatan lesson
study. Keterlibatan mahasiswa tersebut tidak hanya terbatas sebagai observer, akan
tetapi juga sebagai pelaku utama yakni sebagai guru pengajarnya.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan lesson study ternyata memiliki dampak
cukup luas bagi munculnya kegiatan-kegiatan lain yang inovatif. Dengan demikian, jika
lesson study yang dilakukan benar-benar dipersiapkan dengan baik sehingga setiap
orang yang mengikuti merasa memperoleh pengetahuan yang sangat berharga, maka
baik disadari atau tidak tindak lanjut dari kegiatan tersebut akan terjadi dengan
sendirinya yang dapat berlangsung pada tataran individu, kelompok, atau sistem
tertentu. Sehingga dapat dijadikan suatu alternatif bagi pembinaan (in service) guru
kimia di berbagai lokasi.

210

Konsep Lesson Study juga perlu disampaikan kepada calon guru yang saat ini
masih berstatus mahasiswa, dengan harapan bila meraka nanti menjadi guru akan bisa
melakukannya.
Daftar Pustaka
Baba,T. and Kojima, M. (2003). Lesson Study, In Japan International Cooperation
Agency (Ed.) Japanese Eductional Experiences. Tokyo: Japan International
Cooperation Agency.
Fernandez, C., and Yoshida, M. (2004). Lesson Study: A Japanese Approach to
Improving Mathematics Teaching and Learning. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
FMIPA Unesa. 2007. Pelaksanaan Lesson Study di FMIPA Unesa (Laporan Pada
Pertemuan Forum MIPA LPTK se Indonesia di UPI Nov 2007). Surabaya:
FMIPA Unesa
Indonesia (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen.
Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Pendidikan Nasional.
Lewis, C., Perry, R., and Hurd, J. (2004). A Deeper Look at Lesson Study. Educational
Leadership.
Lutfi, Achmad. 2005. Model Pelatihan Guru dengan Lesson Study (Makalah Seminar).
Gresik: Unmuh Gresik.
Stevenson., H.W., and Stigler, J.W. (1999). The Learning Gap. New York: Touchstone.
Nonaka (2005). Knowledge Creation. Makalah Presentasi pada Seminar Nasional yang
diselenggarakan Universitas Indonesia.
Stigler, J.W., and Hiebert, J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the Worlds
Teachers for Improving Education in the Classroom. New York: The Free
Press.
Saito, E., Harun, I., Kuboki, I. and Tachibana, H. (2006). Indonesian Lesson Study in
Practice: Case Study of Indonesian Mathematics and Science Teacher
Education Project. Journal of In-service Education. 32 (2): 171-184.
Saito, E., Sumar, H., Harun, I., Ibrohim, Kuboki, I., and Tachibana, H. (2006).
Development of School-Based In-Service Training Under an Indonesian
Mathematics and Science Teacher Education Project. Improving School. 9
(1): 47-59.
Saito, E., Harun. I., Sumar, H. (2006). Affect of Lower Secondary Students Towards
Mathematics and Science Education in Indonesia. Spektra, 6(1): 11-21.
Sumar Hendayana, et.al. (2006). Lesson Study: Pengalaman IMSTEP-JICA. Bandung
UPI Press.

211

PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA PADA MATERI TERMOKIMIA


KELAS XI SEMESTER I SEBAGAI PENUNJANG KURIKULUM 2004
Puji Ariyati, Bambang Sugiarto
ABSTRAK
Buku ajar merupakan sarana efektif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu
perlu dikembangkan perangkat pembelajaran berupa buku ajar kimia khususnya pada
materi Termokimia sebagai penunjang kurikulum 2004 yang layak digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan
buku siswa yang dikembangkan pada materi Termokimia bagi siswa SMA kelas XI
semester I.
Penelitian ini menggunakan metode pengembangan perangkat 4D model yaitu:
pendefinisian (Define), perancangan (Design), pengembangan (Develop), penyebaran
(Disseminate). Sasaran penelitian ini adalah buku ajar kimia untuk SMA kelas XI
semester I pada materi Termokimia dan sebagai sumber data adalah 3 ahli materi (dosen
kimia), 3 guru kimia SMA dan 9 siswa SMA.
Metode pengumpulan data menggunakan angket dan analisis data yang
dilakukan secara deskriptif kuantitatif dari persentase untuk mengetahui kelayakan buku
ajar yang dikembangkan. Sedangkan angket siswa digunakan untuk mengetahui
bagaimana respon siswa terhadap buku ajar yang dikembangkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa buku ajar kimia yang dikembangkan
pada materi Termokimia berdasarkan hasil penilaian rata-rata dari dosen dan guru kimia
dikatakan memenuhi: 1) Kriteria komponen model buku siswa dengan skor rata-rata
3,34 (sangat memenuhi), 2) Kriteria materi dengan skor rata-rata 3,25 (sangat
memenuhi), 3) Kriteria penyajian dengan skor rata-rata 3,53 (sangat memenuhi), 4)
Kriteria kebahasaan dengan skor rata-rata 3,25 (sangat memenuhi), 5) Kriteria penilaian
buku siswa dalam menunjang inovasi dan mendukung kegiatan belajar mengajar dengan
skor rata-rata 3,44 (sangat memenuhi). Hasil uji coba terbatas siswa diperoleh: 1)
Kriteria penyajian fisik 95,06%, 2) Kriteria penyajian materi 92,93% dan 3) Kriteria
bahasa 95,06%. Hasil tahap penyebaran buku ajar pada siswa diperoleh: 1) Kriteria
penyajian fisik 95,06%, 2) Kriteria penyajian materi 94,27% dan 3) Kriteria bahasa
95,06%.
Berdasarkan hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa buku ajar
kimia yang dikembangkan telah layak digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dan
mendapat respon positif dari siswa.

Kata kunci : Pengembangan, Buku Ajar Kimia, Termokimia, Kurikulum 2004

212

A. PENDAHULUAN
Pendidikan selalu menjadi sorotan atau topik pembicaraan bagi pemerintah
maupun masyarakat. Pola pikir masyarakat yang semakin kritis telah melahirkan
kritik dan saran bagi kondisi pendidikan di Indonesia.
Pemerintah berusaha memperbaiki dan meningkatkan pendidikan dengan
melaksanakan kurikulum 2004 yang dapat membekali peserta didik dengan
berbagai kemampuan sesuai dengan tuntutan zaman dan reformasi yang sedang
bergulir, menjawab tantangan dan arus globalisasi, berkontribusi pada
pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur dan adaptif terhadap
berbagai perubahan (Mulyasa, 2003:7).
Kurikulum sains menyediakan berbagai pengalaman belajar yang mencakup
baik konsep atau proses sains dimana ada keseimbangan antara pengetahuan
deklaratif yaitu pengetahuan yang dimiliki pebelajar tentang sesuatu (fakta,
generalisasi, pendapat, aturan permainan) dan pengetahuan prosedural yaitu
pengetahuan yang dimiliki siswa tentang bagaimana melakukan sesuatu
(mendeklamasikan sesuatu, memainkan permainan) (Depdiknas, 2003: 1).
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara
lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru
maupun peserta didik. Aneka ragam sumber belajar dapat didayagunakan dalam
proses pembelajaran. Selain itu sumber belajar juga dapat memberikan kemudahan
kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar sebab pada
hakekatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru (perubahan).
Bahan ajar merupakan sumber belajar dan perangkat pembelajaran yang
sangat penting dalam proses belajar mengajar. Buku dalam proses belajar mengajar
adalah salah satu sumber yang berisi materi utama kurikulum sesuatu bidang studi
atau sub bidang studi. Maka jelaslah bahwa buku merupakan sarana umum yang
dianggap paling efektif, walaupun sekarang peralatan elektronik lebih canggih dan
modern.
Bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum 2004 SMA harus memenuhi tiga
aspek yaitu aspek afektif yang menitik beratkan pada motivasi dan minat belajar,
sikap, kerjasama, kedisiplinan, kehadiran. Aspek kognitif yang menitik beratkan
pada pengetahuan/ teori, misalnya : menghafal, memahami, mengaplikasi,
menganalisa, sintesa dan evaluasi. Aspek psikomotorik yang menitik beratkan pada
keterampilan gerak fisik, contoh : mempraktikkan, melaksanakan tugas,
penguasaan pengetahuan sesuai dengan standar operasional prosedur (Depdiknas,
2003: 1).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terdapat beberapa
kelebihan dan kelemahan dari buku-buku yang beredar khususnya pada materi
pokok Termokimia, diantaranya: Buku 1 (penerbit I) telah menyajikan materi yang
didukung dengan fitur-fitur seperti orbital kimia yang berisi informasi mengenai
tokoh kimia dan topik faktual yang berhubungan dengan ilmu kimia, kimia
interaktif yang menghubungkan kimia dengan lingkungan sekitar, rangkuman dalam
bentuk peta konsep dan soal-soal latihan. Kelemahan dalam buku ini yaitu belum
dilengkapi dengan lab mini yang berisi kegiatan laboratorium sederhana dan belum

213

menganalogikan materi dengan kehidupan sehari-hari. Buku 2 (penerbit II) sudah


menyajikan materi yang didukung dengan fitur-fitur yang menganalogikan materi
dengan hal-hal yang ada dengan lingkungan sekitar, soal-soal latihan, informasi
mengenai tokoh kimia namun buku ajar ini juga belum dilengkapi dengan lab mini.
Buku 3 (penerbit III) telah menyajikan materi yang didukung dengan fitur-fitur
seperti lab mini yang dapat memperkaya pengalaman siswa, kata kunci yang
mempermudah siswa memahami konsep, namun buku ajar ini belum
menganalogikan materi dengan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar.
Berdasarkan hasil observasi buku ajar yang digunakan siswa, peneliti
membuat angket prapenelitian. Berdasarkan hasil angket yang diberikan pada siswa
SMA Negeri Surabaya diketahui bahwa siswa masih tergantung pada penjelasan
guru dalam pembelajaran kimia. Selain itu berdasarkan hasil angket yang telah
diedarkan sebanyak 64,10% siswa mengatakan tertarik pada pembelajaran kimia,
sebanyak 71,79% siswa mengatakan bahwa materi termokimia adalah materi yang
sulit dipelajari, sebanyak 69,23% siswa mengatakan buku penunjang yang dipakai
belum dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, dan sebanyak 53,85% siswa
mengatakan buku penunjang yang dipakai terdapat sedikit gambar yang menunjang
materi.
Buku ajar atau buku penunjang yang beredar saat ini sangat banyak, buku
tersebut dapat memberi kemudahan siswa dalam aktifitas belajar. Buku ajar yang
beredar di lapangan telah banyak sekali menyajikan fitur-fitur yang diharapkan
dapat mempermudah siswa dalam belajar dan memahami materi pelajaran. Pada
kenyataannya buku yang beredar belum sepenuhnya menunjang siswa dalam belajar
khususnya materi yang akan diteliti yaitu termokimia yang diajarkan pada siswa
SMA kelas XI semester 1.
Sebagai penunjang kurikulum 2004, buku ajar yang dikembangkan
diharapkan dapat menunjukkan bagaimana kimia dapat dikaitkan dengan kehidupan
nyata, selain itu siswa diharapkan memperoleh pengetahuan yang lebih luas seperti
yang terdapat pada fitur: ilmuwan kita, info kimia (berupa gambar, analogi, dll), lab
kimia, peneliti cilik, jelajah, berfikir kritis sehingga dapat menerapkan kimia dalam
kehidupan sehari-hari di sekitar kita.
Dengan mengkaji uraian diatas, dilakukan penelitian Pengembangan Buku
Ajar Kimia Pada Materi Termokimia Kelas XI Semester I Sebagai Penunjang
Kurikulum 2004 yang dapat membantu siswa menemukan konsep-konsep kimia
serta sesuai dengan kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi.
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Penelitian
pengembangsan buku ajar kimia SMA pada materi Termokimia yang mengacu pada
model pengembangan perangkat 4-D (Four D Model) yang dikemukakan oleh
Thiagrajan yang terdiri dari 4 tahap, yaitu Define (Pendefinisian), Design (Desain),
Develop (Pengembangan), dan Disseminate (Penyebaran). Rancangan penelitian ini
secara skematis digambarkan pada gambar 1.

214

Deskripsi dari masing-masing tahap adalah sebagai berikut:


1. Tahap Pendefinisian (Define)
Tahap ini bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pembelajaran. Tahap ini terdiri dari 5 langkah pokok, yaitu:
a. Analisis Ujung Depan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis ujung depan adalah
kurikulum yang berlaku, tantangan dan tuntutan masa depan.
b. Analisis Siswa
Analisis siswa dilakukan untuk menelaah karakteristik siswa sebagai acuan
dalam perancangan dan pengembangan bahan pembelajaran. Karakteristik
ini meliputi pengalaman siswa dan kemampuan kognitif. Siswa yang
dijadikan subyek dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas XI yang
sebelumnya sudah memiliki dasar pengetahuan tentang materi termokimia.
Menurut teori perkembangan Piaget, siswa pada usia antara 11- dewasa
berada pada tahap operasional formal yang seharusnya sudah mampu
berfikir abstrak dan menalar.
c. Analisis Tugas
Analisis tugas merupakan kumpulan prosedur untuk menentukan isi satuan
pelajaran, yang dilakukan dengan merinci isi mata pelajaran dalam bentuk
garis besar. Analisis tugas mencakup tentang pemahaman tugas yang akan
dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2004
untuk SMA kelas XI pada materi termokimia
b. Analisis Materi
Analisis materi dilakukan dengan mengidentifikasi materi-materi yang
terkait dengan materi termokimia yang akan digunakan untuk menyusun
bahan ajar secara rinci dan sistematis.
c. Spesifikasi Indikator Pembelajaran
Pada tahap ini dirumuskan indikator-indikator pembelajaran pada materi
pokok termokimia berdasarkan analisis tugas dan analisis konsep tersebut
diatas.
2. Tahap Perancangan (Design)
Tujuan pada tahap ini adalah merancang perangkat pembelajaran berupa buku
ajar kimia. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
penulisan, pengadopsian, pembuatan buku ajar, dan konsultasi dengan dosen
pembimbing. Pemilihan bahan acuan dan format untuk pengembangan
perangkat pembelajaran materi Termokimia diperoleh dengan cara mengkaji
bahan acuan dan format dari Glencole (2000), Raymond Chang (2003) dan
J.G.R Briggs (2000) yang isinya akan diadaptasikan dengan kurikulum 2004
SMA.

215

Model pengembangan pada penelitian ini secara skematis dapat digambarkan


seperti diagram berikut:
ANALISIS UJUNG DEPAN

DEFINE
ANALISIS SISWA

ANALISIS TUGAS

ANALISIS KONSEP

SPESIFIKASI INDIKATOR PEMBELAJARAN

PENYUSUNAN BAHAN AJAR


DESAIN AWAL BAHAN AJAR

DESIGN
DRAFT I

TELAAH OLEH AHLI MATERI


DRAFT II

REVISI I

VALIDASI AHLI MATERI

DEVELOP
DOSEN KIMIA

GURU KIMIA

ANALISA DATA
DRAFT III

REVISI II

UJI COBA TERBATAS PADA 9 SISWA


BUKU AJAR

REVISI III

DISSEMINATE
PENGGUNAAN BUKU AJAR DALAM SKALA LUAS (KELAS)

Gambar 1. Model pengembangan buku ajar kimia SMA model 4D


(diadaptasi dari Ibrahim, 2001).

216

3. Tahap Pengembangan (Develop)


Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang
sudah direvisi berdasarkan masukan para pakar dan siswa. Tahap ini meliputi:
a. Telaah
Buku yang telah di desain awal (draft I) ditelaah oleh 3 ahli materi (validasi
isi dan konstruksi) untuk memberi masukan atas buku tersebut. Telaah ini
hanya untuk memperbaiki susunan awal buku ajar (draft I)
b. Revisi I
Selanjutnya draft I mengalami revisi I sehingga menghasilkan draft II
c. Validasi
Draft II divalidasi (validasi isi dan konstruksi) oleh tim ahli materi yang
terdiri dari 3 orang dosen kimia Universitas Negeri Surabaya dan 3 orang
guru kimia. Dalam memvalidasi ini, penelaah sekaligus memberi masukan
atas buku tersebut. sehingga diperoleh data penilaian tentang buku ajar
kimia yang telah direvisi dengan mengisi lembar instrument penilaian .
d. Analisa data
Hasil penilaian atau validasi oleh penelaah ahli materi dan guru kimia serta
hasil uji-coba terbatas oleh siswa, dianalisis untuk mengetahui respon
terhadap buku ajar yang dikembangkan dan memperbaiki buku ajar yang
dikembangkan sehingga buku ajar tersebut layak dipergunakan dalam
kegiatan belajar mengajar.
e. Revisi II
Hasil analisis data dari validasi dosen dan guru kimia mengalami revisi II
sehingga menghasilkan draft III.
f. Uji Coba
Draft III di uji-cobakan pada 9 orang siswa (uji coba terbatas) SMA kelas
XI. Hasil uji coba terbatas ini adalah untuk mengetahui respon siswa
terhadap buku ajar kimia yang dikembangkan.
g. Revisi III
Hasil uji coba terbatas buku ajar kimia mengalami revisi III sehingga
menghasilkan draft IV, yaitu buku ajar yang layak untuk digunakan.
4. Tahap Penyebaran (Disseminate)
Tahap ini merupakan tahapan penggunaan perangkat yang telah dikembangkan
pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, sekolah lain, oleh guru yang
lain dan sebagainya. Tahap ini bertujuan untuk menguji efektifitas penggunaan
buku ajar dalam kegiatan belajar mengajar.
Data uji coba dikumpulkan dengan menggunakan instrumen pengumpulan data.
Instrumen yang dikembangkan, yaitu :
1. Lembar Validasi Buku
2. Lembar Angket Respon Siswa Terhadap Buku
`Lembar validasi untuk dosen dan guru kimia serta lembar angket respon siswa
diadopsi dan dimodifikasi dari Pusat Perbukuan Nasional (2006) dan Nur (2002).
Lembar validasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang pendapat ahli materi
(dosen kimia), guru kimia, dan siswa terhadap kelayakan buku ajar yang telah
dihasilkan. Langkah yang dilakukan adalah menyiapkan angket dengan persetujuan
dosen pembimbing, menggandakan angket, membagikan angket berturut-turut

217

kepada 3 orang ahli materi (dosen kimia), 3 orang guru kimia, dan 9 orang siswa
SMA kelas XI.
Hasil validasi tersebut digunakan untuk menilai kelayakan dan mengetahui
pendapat mereka tentang buku ajar yang dikembangkan. Selanjutnya dianalisis dan
direvisi II sehingga menghasilkan draft III yang di uji cobakan pada 9 siswa SMA
kelas XI sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dan mengalami revisi III
sehingga menghasilkan master buku ajar (draft IV).
Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan mengelompokkan data yang berasal dari penilaian ahli materi (dosen kimia)
dan penilaian guru kimia, kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan skala likert.
Tabel 1. Skala Likert.
Penilaian
Nilai skala
Sangat baik
4
Baik
3
Cukup
2
Kurang
1
Cara penilaian kelayakan dari tiap kriteria digunakan rumus sebagai berikut :
JumlahSkorYangDicapai
HasilPenilaian
JumlahPeserta
Tabel 2. Kriteria Interpretasi Skor (Memenuhi/ Tidak Memenuhi), yaitu :
Skor
Kriteria
0 0,83 Sangat kurang memenuhi kriteria
0,84 1,63 Kurang memenuhi kriteria
1,64 2,43 Cukup memenuhi kriteria
2,44 3,23 Baik memenuhi kriteria
3,24 4
Sangat baik memenuhi kriteria.
(Riduwan, 2003: 15)
Penilaian respon siswa diperoleh dari angket (lembar observasi) respon
siswa setelah membaca buku panduan siswa, kemudian di analisis dengan
prosentase. Hasil prosentase tersebut disimpulkan dalam kalimat deskriptif.
Cara penilaian :
Jumlah skor dari seluruh siswa
%Hasil penilaian
x100%
JumlahSkorTertinggi
Penilaian menggunakan penilaian :
Ya
:3
Kurang
:2
Tidak
:1

218

Tabel 3. Kriteria Interpretasi Skor (Memenuhi/ Tidak Memenuhi), yaitu :


Skor
Kriteria
0% - 20% Sangat kurang memenuhi kriteria
21% - 40% Kurang memenuhi kriteria
41% - 60% Cukup memenuhi kriteria
61% - 80% Baik memenuhi kriteria
81% - 100% Sangat baik memenuhi kriteria.
(Riduwan, 2003: 15)
Berdasarkan kriteria tersebut, buku ajar sebagai penunjang kurikulum 2004 pada
materi Termokimia kelas XI dalam penilaian ini dikatakan layak apabila persentasinya
61% baik memenuhi kriteria dan sangat layak apabila prosentasenya 81% sangat baik
memenuhi kriteria (Riduwan, 2003).
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4. Data Hasil Penilaian oleh Ahli Materi (Dosen dan Guru kimia)
NILAI
ASPEK
YANG
DINILAI
N
RATANILAI
O
RATA
KATEGORI
1 Komponen Model Buku Siswa
3,34
Sangat memenuhi
2

Komponen Materi
Kriteria Kebahasaan

3,25

Sangat memenuhi

3,44

Sangat memenuhi

3,53

Sangat memenuhi

3,44

Sangat memenuhi

Kriteria Penyajian
4
Kriteria Penilaian buku siswa dalam menunjang inovasi
dan mendukung kegiatan belajar mengajar

Tabel 5. Data Hasil Uji Coba Terbatas


Persen tase rata-rata
No
1

Pertanyaan
Kriteria penyajian fisik

95,06%

Kriteria penyajian konsep

92,93%

Kriteria Bahasa

95,06%

Nilai kategori
Sangat
memenuhi
Sangat
memenuhi
Sangat
memenuhi

Tabel 6. Data Hasil Tahap Penyebaran


Persen tase rata-rata
No
1
2

Pertanyaan
Kriteria penyajian fisik

95,06%

Kriteria penyajian konsep

94,27%

219

Nilai kategori
Sangat
memenuhi
Sangat

Kriteria Bahasa

95,06%

memenuhi
Sangat
memenuhi

Berdasarkan tabel 4, tabel 5 dan tabel 6 dapat disimpulkan bahwa buku ajar kimia
SMA sebagai penunjang kurikulum 2004 pada materi Termokimia yang dikembangkan
layak digunakan dalam proses pembelajaran.
D. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa buku ajar kimia yang
dikembangkan pada materi termokimia telah layak dipergunakan dalam kegiatan
belajar mengajar. Hal ini dilihat dari hasil penilaian rata-rata dari dosen, guru kimia,
uji coba terbatas dan respon siswa pada tahap penyebaran. Kelayakan buku ajar
tersebut ditinjau dari:
1. Hasil penilaian dosen dan guru kimia :
a. Kriteria komponen model buku siswa dengan skor rata 3,34 yang diartikan
sangat memenuhi
b. Kriteria materi dengan skor rata-rata 3,25 yang diartikan sangat memenuhi.
Kriteria penyajian dengan skor rata-rata 3,53 yang diartikan sangat
memenuhi
c. Kriteria kebahasaan dengan skor rata-rata 3,25 yang diartikan sangat
memenuhi
d. kriteria penilaian buku siswa dalam menunjang inovasi dan mendukung
kegiatan belajar mengajar dengan skor rata-rata 3,44 yang diartikan sangat
memenuhi
2. Respon siswa pada data uji coba terbatas:
Kriteria penyajian fisik 95,06%, kriteria penyajian materi 92,93% dan
kriteria bahasa 95,06%. Secara umum siswa mengatakan bahwa buku ajar yang
dikembangkan menarik, memudahkan siswa dalam belajar dan memotivasi
siswa dalam belajar.
3. Respon siswa pada tahap penyebaran :
Kriteria penyajian fisik 95,06%, kriteria penyajian materi 94,27% dan
kriteria bahasa 95,06%. Secara umum siswa mengatakan bahwa buku ajar yang
dikembangkan menarik, memotivasi siswa dan memudahkan siswa dalam
belajar.
E. DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Utiya. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Lamongan : Tim PKM Dosen
FMIPA.
Azizah, Utiya. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning
(CTL)). Surabaya: Kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
Belawati, Tian. 2004. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Universitas Terbuka
Depdiknas, 2003. Kurikulum 2004. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

220

Ibrahim, Muslimin.. 2001. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menurut


Jerold E. Kemp & Thigrajan. Surabaya: Faculty of Mathematics and
Science State University of Surabaya.
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung; Remaja Rosdakarya.
Nur, Mohamad. 2001. Ide-Ide Inovatif Dalam Mengajar, Belajar, dan Asesmen
Mata Pelajaran Matematika dan Sains SMP dan MTs. Samarinda: Dinas
Pendidikan Nasional.
Nur, Mohamad. 2002. Beberapa Karakteristik Perangkat Pembelajaran dan Multi
Media IPA Yang Baru. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Nur, Mohamad. 2003. Kesesuaian Bahan Ajar Contextual Teaching and Learning
Dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Mata Pelajaran MIPA
SLTP. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca
Sarjana UNESA.
Nur, Mohamad. 2003. Pendekatan Pembelajaran dan Asesmen Dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional
UNESA Pusat Pmbinaan dan Pengembangan Pendidikan.
Riduwan. 2003. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Workshop MGMP SMA Jawa Timur. 2004. Pedoman Umum Pengembangan Bahan
Ajar Sekolah Menengah Atas. Surabaya: Dinas Pendidkan dan
Kebudayaan.

221

FENOMENA PEMBELAJARAN IPA SMP TERBUKA DI KOTA


MOJOKERTO
Vonny Septiana dan Suyono

Abstrak:

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui fenomena pembelajaran IPA SMP


Terbuka di Kota Mojokerto. Pelaksanaan penelitian dengan metode triangulasi yaitu mengecek
balik derajat kepercayaan informasi tentang kurikulum, sarana dan prasarana, ketenagaan, dan
peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPA SMP Terbuka di Kota
Mojokerto masih belum maksimal ditandai dengan tidak digunakannya media pembelajaran,
rendahnya kualitas guru pamong, penggunaan kurikulum yang tidak efektif, dan rendahnya
kesadaran siswa untuk menuntut ilmu.
Kata Kunci : Metode Triangulasi, Pembelajaran IPA, SMP Terbuka

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar pada saat ini
terutama dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut Depdiknas melaksanakan wajib belajar 9 tahun
pada pendidikan dasar (SD dan SMP) yang dimulai pada tahun 1993/1994. Salah
satu upaya untuk menuntaskan wajar 9 tahun antara lain menambah daya tampung
SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan membangun Unit Sekolah Baru
(USB) di daerah yang belum memiliki SMP/MTs dan menambah ruang kelas bagi
daerah memiliki SMP/MTs (www.kapanlagi.com).
Selain itu pamerintah juga terus melakukan inovasi untuk dapat
menuntaskan wajar 9 tahun. Salah satu di antaranya adalah dengan membuka
SMP Terbuka karena dengan pertimbangan banyaknya lulusan SD yang tidak
tertampung untuk bersekolah di SMP Reguler. Banyak hal yang menyebabkan
mengapa banyak lulusan SD tidak tertampung pada SMP Reguler, di antaranya:
nilai yang kurang memenuhi persyaratan, faktor ekonomi orang tua, transportasi,
letak geografis, dan harus membantu orang tua untuk bekerja. SMP Terbuka
merupakan salah satu pendidikan jalur formal yang menggunakan prinsip belajar
secara mandiri.
Bahan belajar utama siswa adalah bahan cetak (modul) dan bahan
penunjang lain seperti program radio, kaset audio, OHP, dan televisi. Di Tempat
Kegiatan Belajar (TKB) siswa wajib datang 4-5 hari dalam seminggu dengan
alokasi waktu kurang lebih 4 jam pelajaran. Di TKB siswa dibimbing oleh guru
pamong sebagai fasilitator (tutor) yang diharapkan akan mampu membantu siswa
dalam belajar lebih intensif di TKB (www.dwp.or.id).
Mata pelajaran yang diajarkan di SMP Terbuka sama dengan yang
diajarkan di SMP reguler lainnya termasuk pelajaran IPA. Dalam mempelajari
IPA diperlukan kreativitas yang tinggi dan bercirikan belajar aktif serta lebih
diutamakan peran siswa sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Pembelajaran

222

IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk


menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan
sikap ilmiah (Depdiknas, 2003). Apakah idealisme itu terjadi di SMP Terbuka
yang ada di Indonesia? Bagaimana pula yang terjadi di kota Mojokerto?
SMP Terbuka yang mulai dikembangkan pada tahun 1979 ternyata tidak
sesuai dengan target yang diharapkan. Ini terbukti dengan banyaknya siswa SMP
terbuka yang tidak lulus UAN. Sebagai contoh adalah yang terjadi di Bali pada
tahun 2006 sebanyak tiga SMP terbuka di Bali siswanya tidak lulus 100%
(www.balipost.com). Di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah sebanyak 243
siswa dari 280 siswa SMP Terbuka (86%) dinyatakan tidak lulus UAN pada tahun
2006. Ini membuktikan bahwa SMP Terbuka termasuk ke dalam klasifikasi
sekolah
yang siswanya paling banyak gagal dalam UN 2006
(http://temanggung.us).
SMP Terbuka di Jawa Timur pada saat ini juga terus bertambah jumlahnya
sudah mencapai 429 sekolahan dengan 1.180 TKB dengan jumlah murid
keseluruhan adalah 33.852. Adapun jumlah guru pamongnya adalah 1.870 dan
memiliki 5.044 guru bina. Jumlah tersebut tersebar di 38 kota dan kabupaten di
Jawa Timur (Data Pokok Depdiknas Jawa Timur 2005/2006).
Mojokerto merupakan salah satu daerah di Jawa Timur dengan penuntasan
Wajib Belajar 9 Tahun mencapai Tuntas Utama yaitu 90%-94%. Seperti telah
diketahui bahwa salah satu usaha pemerintah untuk menyukseskan wajib belajar 9
tahun adalah dengan membuka SMP Terbuka. Kota Mojokerto memiliki dua buah
SMP Terbuka dengan TKB yang letaknya pada sekolah induk. Jumlah murid 147
siswa dengan 31 guru bina dan 10 guru pamong (Data Pokok Depdiknas Jawa
Timur 2005/2006).
Prestasi akademik yang dimiliki oleh siswa SMP Terbuka di Kota
Mojokerto bila dibandingkan dengan siswa SMP Reguler dilihat dari nilai ratarata hasil UAN pada tahun 2003/2004 dan 2005/2006 adalah sebagai berikut:
Tahun 2003/2004 untuk SMP Reguler nilai Bahasa Indonesia 6,94; Bahasa
Inggris 6,42; Matematika 6,09; untuk SMP Terbuka nilai Bahasa Indonesia 5,35;
Bahasa Inggris 4,63; Matematika 4,23. Tahun 2005/2006 untuk SMP Reguler
nilai Bahasa Indonesia 7,70; Bahasa Inggris 7,70; Matematika 6,66; untuk SMP
Terbuka nilai Bahasa Indonesia 5,54; Bahasa Inggris 5,54; Matematika 4,45.
Lebih rendahnya prestasi belajar siswa SMP Terbuka dibanding siswa SMP
Reguler menginspirasi peneliti untuk melakukan kajian terhadap fenomena atau
pelaksanaan pembelajaran di SMP Terbuka kota Mojokerto. Sesuai dengan latar
belakang pendidikan peneliti, maka kajian fenomena pembelajaran di SMP
Terbuka diarahkan kepada Mata Pelajaran IPA.
Fenomena yang dikaji di SMP Terbuka ini meliputi beberapa aspek, di
antaranya: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, ketenagaan, dan
peserta didik. Kurikulum dan pembelajaran memegang peranan yang sangat
penting dalam kegiatan belajar dan mengajar, kurikulum dan pembelajaran
memiliki beberapa subkomponen penting yang harus dikaji, diantaranya: silabus,

223

kalender pendidikan, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan remidiasi,


praktikum, buku-buku penunjang, media atau alat peraga yang digunakan dalam
pembelajaran, dan berbagai macam evaluasi yang berperan penting dalam
pembelajaran (BAS Kota Surabaya, 2004). Fenomena lain yang dapat dikaji
adalah tentang sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana memiliki beberapa
komponen penting, di antaranya: ruang kelas, perpustakaan, serta laboratorium
IPA. Bahan kajian lain yaitu tentang ketenagaan, meliputi subkomponen: jumlah
guru, jumlah siswa, dan tenaga praktikan untuk melayani praktikum (BAS Kota
Surabaya, 2004). Fokus kajian lain yang juga sangat penting adalah peserta didik.
Peserta didik memiliki beberapa subkomponen, di antaranya: kualifikasi akademis
siswa dan perlombaan yang diikuti oleh siswa.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui fenomena
pembelajaran IPA SMP Terbuka di Kota Mojokerto, dengan indikator-indikator:
(1) kesesuaian pembelajaran IPA SMP terbuka dengan kurikulum SMP/MTs; (2)
sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran IPA; (3) kualifikasi
ketenagaan; dan (4) kualifikasi peserta didik.

METODE PENELITIAN
1. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian adalah fenomena pembelajaran IPA di SMP Terbuka,
khususnya pada komponen: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana,
ketenagaan, dan peserta didik. Sekolah sasaran adalah SMP Terbuka di Kota
Mojokerto.
2. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan berjenis triangulasi dengan sumber yaitu
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
3. Prosedur Penelitian
Terdiri dari tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan
meliputi: mencari data dan informasi di Depdiknas Provinsi Jawa Timur, mencari
informasi dan data serta meminta surat rekomendasi di Depdiknas Kota
Mojokerto, dan menyusun panduan wawancara dan panduan observasi.Tahap
pelaksanaan penelitian meliputi: pelaksanakan wawancara dan observasi di SMPSMP Terbuka di Kota Mojokerto. Wawancara dan observasi ditujukan untuk
mencocokkan komponen-komponen pembelajaran yang seharusnya ada dengan
komponen-komponen pembelajaran yang ada (kenyataan) di TKB dan sekolah.
4. Instrumen Penelitian
Panduan Wawancara dan observasi dikembangkan oleh peneliti dengan
mengadopsi format Evaluasi Diri untuk SMP yang diterbitkan BAS Kota
Surabaya. Adopsi instrumen lebih diarahkan kepada empat komponen sekolah
yaitu: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, ketenagaan, serta

224

peserta didik. Sebelum digunakan, instrumen tersebut telah divalidasi oleh


beberapa orang yang pernah terlibat sebagai asesor dalam akreditasi sekolah.
5. Analisis Data
Data yang telah tercatat pada instrumen penelitian diperiksa keabsahannya
melalui metode triangulasi dengan sumber, yaitu:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Data yang diperoleh dipresentasekan kesesuaiannya dengan persentase
sebagai berikut:
100%
= sangat sesuai
75% - 99%
= sesuai
51% - 74%
= kurang sesuai
< 50%
= belum sesuai
(Depdiknas, 2005)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kesesuaian Pembelajaran IPA SMP Terbuka di Kota Mojokerto dengan
Kurikulum dan Pembelajaran SMP/MTs
Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian
untuk SMP Terbuka 1 sebagai berikut:
a. Secara umum komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP
Terbuka 1 sudah sesuai yaitu 87,5% dari komponen kurikulum dan
pembelajaran IPA telah terpenuhi.
b. Kalender pendidikan 2007 di SMP Terbuka 1 sama dengan yang dimiliki
oleh SMP induknya yaitu SMP Negeri 1 Kota Mojokerto. Ini terbukti
dengan pembagian kalender pendidikan 2007 kepada setiap siswa SMP
Terbuka 1 Mojokerto yang sama dengan yang ada di ruang kantor SMP
Negeri 1 Mojokerto. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
untuk mata pelajaran IPA juga sama dengan yang dimiliki oleh SMP
induk, ini terbukti dengan dokumen silabus dan RPP untuk mata pelajaran
yang dimiliki oleh guru bina sama dengan silabus dan RPP untuk SMP
Negeri 1 Mojokerto. Guru pamong di SMP Terbuka 1 tidak membuat buku
pendalaman materi esensial dan sulit pada modul untuk diserahkan pada
guru bina. Dengan demikian materi pembelajaran IPA yang dianggap sulit
dan penting oleh siswa tidak dapat diketahui, sehingga guru bina tidak
dapat mengetahui perkembangan pembelajaran IPA.
c. Modul IPA untuk pegangan guru dan untuk siswa sudah ada dan lengkap.
Modul IPA untuk pegangan siswa dipinjami oleh SMP Terbuka 1
Mojokerto. Siswa SMP Terbuka juga membeli LKS untuk latihan soalsoal.

225

d. Evaluasi formatif untuk mata pelajaran IPA menurut siswa jarang


dilakukan atau hampir tidak pernah.
Evaluasi sumatif (ulangan
umum/akhir semester dilakukan bersama-sama dengan SMP induk.
Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil
penelitian untuk SMP Terbuka 2 sebagai berikut:
a. Secara umum komponen kurikulum dan pembelajaran di SMP Terbuka 2
belum sesuai hanya 50% dari komponen kurikulom dan pembelajaran IPA
yang terpenuhi.
b. Guru bina di SMP Terbuka 2 tidak membuat silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran untuk mata pelajaran IPA. Ini tebukti ketika
diwawancarai, guru bina mengatakan tidak pernah membuat silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA. Kalender pendidikan yang
digunakan oleh SMP Terbuka 2 sama dengan SMP Induk yaitu SMP
Negeri 3 Mojokerto. Guru pamong di SMP Terbuka 2 tidak membuat buku
pendalaman materi esensial dan sulit pada modul untuk diserahkan pada
guru bina. Dengan demikian materi pembelajaran IPA yang dianggap sulit
dan penting oleh siswa tidak dapat diketahui, sehingga guru bina tidak
dapat mengetahui perkembangan pembelajaran IPA.
c. Modul IPA untuk pegangan guru sudah ada dan lengkap, sedangkan
modul IPA untuk pegangan siswa kurang lengkap karena satu modul
dipakai untuk 2 orang.
d. Evaluasi formatif untuk mata pelajaran IPA menurut siswa tidak pernah
dilaksanakan. Evaluasi sumatif (ulangan umum/akhir semester) dilakukan
bersama-sama dengan SMP induk.
Dari data yang telah dijabarkan dalam Data Penelitian tentang komponen
kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 dapat diuraikan pembahasan
sebagai berikut:
a. Komponen kurikulum dan pembelajaran dapat dinilai dari: modul, silabus,
kalender pendidikan, rencana pelakasanaan pembelajaran, kegiatan
remidiasi, praktikum, dan berbagai macam evaluasi yang berperan penting
dalam pembelajaran, serta kegiatan tatap muka (BAS Kota Surabaya,
2004). Secara umum komponen kurikulum dan pembelajaran di SMP
Terbuka 1 Kota Mojokerto sudah ada dan lengkap. Komponen kurikulum
dan pembelajaran di SMP Terbuka 1 sudah ada dan lengkap ini terlihat
dari lengkapnya silabus dan rencana pelaksannan pembelajaran IPA yang
dibuat oleh guru bina. Namun demikian, guru pamong di SMP Terbuka 1
tidak membuat buku catatan mengenai materi esensial dan sulit sehingga
guru bina tidak dapat mengetahui kemajuan pembelajaran IPA di SMP
Terbuka. Guru pamong tidak membuat buku catatan mengenai buku
catatan mengenai materi esensial dan sulit karena guru pamong bukan
merupakan lulusan sarjana pendidikan sehingga dimungkinkan guru
pamong tidak memahami pembelajaran IPA di SMP Terbuka, selain itu
dimungkinkan guru bina tidak pernah menanyakan kepada guru pamong
mengenai kesulitan siswa di kelas.

226

b. Evaluasi disusun dan dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi.


Evaluasi
berdasarkan
kompetensi
adalah
suatu
proses
penilaian/perbandingan kompetensi yang dicapai oleh peserta didik dengan
standar kompetensi yang telah ditetapkan. Dari hasil evaluasi akan
diperoleh informasi tentang tingkat ketercapaian kompetensi peserta didik.
Besar kecilnya perbandingan kompetensi nyata yang dicapai peserta didik
dibanding dengan kompetensi standar/baku akan menunjukkan tingkat
efektivitas (Slamet, 2005).
c. Pada kenyataannya dokumen evaluasi formatif untuk mata pelajaran IPA
di SMP Terbuka 1 masih kurang. Kurangnya evaluasi formatif yang
dilakukan dimungkinkan karena sempitnya waktu belajar mengajar yang
di SMP Terbuka Kota Mojokerto sedangkan materi yang diberikan terlalu
banyak, selain itu dimingkinkan karena guru bina menganggap siswasiswa di SMP Terbuka sudah cukup hanya diberikan materi saja dan yang
penting hanya bersekolah saja. Hal demikian harus diperhatikan dalam arti
harus dilengkapi karena dengan adanya evaluasi akan diperoleh informasi
tentang tingkat ketercapaian kompetensi peserta didik. Besar kecilnya
perbandingan kompetensi nyata yang dicapai peserta didik dibanding
dengan kompetensi standar/baku akan menunjukkan tingkat efektivitas.
Dari data yang telah dijabarkan dalam Data Penelitian tentang komponen
kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 2 dapat diuraikan pembahasan
sebagai berikut:
a. Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu
didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan
pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan peserta
didik, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan
demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk
merancang dan menentukan materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran (Depdiknas, 2006).
b. Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,
materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil
belajar (Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 20). Pada kenyataannya di SMP Terbuka 2
tidak membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran IPA
dan silabus. Guru bina tidak membuat silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran dimungkinkan karena guru bina meremehkan pembelajaran
di SMP Terbuka. Bahkan, guru pamong di SMP Terbuka 2 tidak membuat
buku catatan mengenai materi esensial dan sulit sehingga guru bina tidak
dapat mengetahui kemajuan pembelajaran IPA di SMP Terbuka. Guru
pamong tidak membuat buku catatan mengenai buku catatan mengenai
materi esensial dan sulit karena guru pamong bukan merupakan lulusan
sarjana pendidikan sehingga dimungkinkan guru pamong tidak memahami
pembelajaran IPA di SMP Terbuka, selain itu dimungkinkan guru bina
tidak pernah menanyakan kepada guru pamong mengenai kesulitan siswa

227

di kelas. Hal demikian harus diperhatikan dalam arti harus dilengkapi


untuk lebih menentukan arah pembelajaran IPA di SMP Terbuka 2.
c. Sarana utama SMP Terbuka adalah modul. Modul adalah satuan
pembelajaran bagi siswa yang diharapkan mampu merangsang siswa untuk
belajar mandiri tanpa bantuan orang lain (Selayang Pandang SLTP
Terbuka, 2002). Pada kenyataannya di SMP Terbuka 2 penggunaan modul
untuk siswa masih kurang karena siswa hanya dipinjami 1 modul untuk 2
orang. Modul yang kurang dimungkinkan karena pemberian dari
Pemerintah kurang atau tidak disesuaikan dengan jumlah siswa yang ada.
Hal tersebut akan berpengaruh juga pada pembelajaran IPA yang akan
kurang berjalan lancar.
d. Dari hasil evaluasi akan diperoleh informasi tentang tingkat ketercapaian
kompetensi peserta didik. Besar kecilnya perbandingan kompetensi nyata
yang dicapai peserta didik dibanding dengan kompetensi standar/baku
akan menunjukkan tingkat efektivitas (Slamet, 2005). Pada kenyataannya
dokumen evaluasi formatif untuk mata pelajaran IPA di SMP Terbuka 2
tidak ada dan bahkan pembelajaran IPA tidak dilaksanakan di Kelas 3
pada bulan-bulan terakhir dengan alasan tidak ikut mata pelajaran UAN.
Tidak adanya evaluasi formatif yang dilakukan dimungkinkan karena
sempitnya waktu belajar mengajar yang di SMP Terbuka Kota Mojokerto
sedangkan materi yang diberikan terlalu banyak, selain itu dimungkinkan
karena guru bina menganggap siswa-siswa di SMP Terbuka sudah cukup
hanya diberikan materi saja dan yang penting hanya bersekolah saja. Hal
demikian harus diperhatikan dalam arti evaluasi harus dilengkapi karena
dengan adanya evaluasi akan diperoleh informasi tentang tingkat
ketercapaian kompetensi peserta didik untuk mata pelajaran IPA.
Dengan demikian komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP
Terbuka 1 Kota Mojokerto sudah sesuai sesuai dengan kurikulum SMP/MTs
karena di SMP Terbuka 1 komponen kurikulum dan pembelajaran IPA sebesar
87,5% sedangkan komponen kurikulum dan pembelajaran yang dimiliki oleh
SMP Terbuka 2 belum sesuai dengan kurikulum SMP/MTs karena hanya sebesar
50% komponen kurikulum yang terpenuhi. Meskipun komponen kurikulum dan
pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 sudah lengkap namun komponen yang
penting seperti evaluasi formatif dan catatan untuk materi esensial dan sulit masih
belum ada.
2. Sarana dan Prasarana penunjang pembelajaran IPA yang ada di SMP
Terbuka Kota Mojokerto
Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian
untuk SMP Terbuka 1 sebagai berikut:
a. Mengenai penggunaan sarana dan prasarana tidak ditampilkan karena
memang sarana dan prasarana tersebut tidak ada.
b. Mengenai sarana dan prasarana yang ada di sekolah induk tidak
ditampilkan karena hanya ruang kelas milik sekolah induk saja yang

228

boleh digunakan oleh SMP Terbuka. Perlu diketahui bahwa proses


belajar mengajar SMP Terbuka dilaksanakan di SMP Induk.
c. Ruang kelas yang digunakan merupakan ruang kelas milik sekolah
induk, SMP Terbuka 1 dipinjami 3 ruang kelas SMP Induk. Letak
sekolah induk dan TKB adalah sama hanya saja siswa SMP reguler
masuk pagi sedangkan siswa SMP Terbuka masuk siang hari pukul
13.00-17.00 setiap hari Senin-Jumat.
d. SMP Terbuka 1 tidak memiliki OHP, Transparansi OHP, VCD Player,
Komputer /Laptop, LCD, File dalam bentuk power point atau MS
Word, hubungan internet, dan ruang media. SMP Terbuka 1 memiliki
Televisi dan tape recorder tetapi tidak digunakan untuk kegiatan
belajar mengajar. Dengan demikian pembelajaran IPA di SMP
Terbuka 1 Mojokerto tidak didukung oleh penggunaan media
pembelajaran seperti tersebut.
e. SMP Terbuka 1 memiliki alat transportasi berupa sepeda motor yang
dibawa oleh Wakasek dengan alasan tidak ada yang bisa memelihara.
Secara umum sarana prasarana penunjang pembelajaran IPA di SMP
Terbuka 1 belum lengkap karena hanya mencapai 23% dari total
kebutuhan.
Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian
untuk SMP Terbuka 2 sebagai berikut:
a. Mengenai penggunaan sarana dan prasarana tidak ditampilkan karena
sarana dan prasarana tersebut tidak ada.
b. Mengenai sarana dan prasarana yang ada di sekolah induk tidak
ditampilkan karena hanya ruangan milik sekolah induk saja yang boleh
digunakan oleh SMP Terbuka sebagai kelas. Perlu diketahui bahwa
proses belajar mengajar SMP Terbuka 2 dilaksanakan di SMP induk.
c. Ruangan yang digunakan untuk ruang kelas SMP Terbuka 2
Mojokerto merupakan milik SMP Induk yang sehari-hari digunakan
untuk UKS, aula, dan ruang kantor SMP Terbuka 2. Siswa kelas I
SMP Terbuka 2 menempati aula yang luasnya 10 m x 10 m. Siswa
kelas II menempati ruang UKS yang luasnya 2 m x 7 m. Siswa kelas
III menempati ruang kantor SMP Terbuka 2 yang luasnya 4 m x 4 m.
d. SMP Terbuka 2 tidak memiliki OHP, Transparansi OHP, VCD Player,
Komputer/Laptop, LCD, File dalam bentuk power point atau MS
Word, hubungan internet, ruang media, di SMP Terbuka 2 juga tidak
ada televisi dan CD kaset pembelajaran. Dengan demikian
pembelajaran IPA di SMP Terbuka 2 Mojokerto tidak didukung oleh
penggunaan media pembelajaran seperti tersebut.
e. SMP Terbuka 2 memiliki alat transportasi berupa sepeda motor yang
dipakai oleh guru pamong untuk kendaraan saat mengajar.

229

Secara umum sarana prasarana penunjang pembelajaran IPA di SMP


Terbuka 2 belum lengkap karena hanya mencapai 15,3% dari total
kebutuhan.
Pembahasan tentang sarana dan prasarana di SMP Terbuka 1 kota
Mojokerto adalah sbb:
a. Sarana dan prasarana menunjang pembelajaran IPA adalah ruang kelas
yang memadai (cukup untuk kegiatan pembelajaran) dan sebagai bahan
penunjang yaitu berupa program radio, kaset audio, OHP, dan televisi.
Sarana dan prasarana ruang kelas yang digunakan merupakan ruang kelas
milik sekolah induk, SMP Terbuka 1 dipinjami 3 ruang kelas SMP Induk.
SMP terbuka tidak memiliki OHP, Transparansi OHP, VCD Player,
Komputer/Laptop, LCD, File dalam bentuk power point atau MS Word,
hubungan internet, ruang media.
b. SMP Terbuka 1 memiliki Kaset pembelajaran tetapi tidak pernah
digunakan untuk pembelajaran karena menurut pengalaman ketika guru
memutar tape recorder di depan kelas, siswa-siswa membawa kaset musik
sendiri dari rumah digunakan untuk bernyanyi. SMP Terbuka 1 Mojokerto
juga memiliki televisi yang diletakkan di ruang kantor tetapi tidak
digunakan untuk sarana pembelajaran hanya untuk menonton acara televisi
biasa.
c. Dengan demikian pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 tidak didukung
oleh media tersebut. Padahal, agar modul SMP Terbuka mudah dipahami
dan dikuasai siswa kemudian dilengkapi pula dengan program audio
visual/video, program slide dan program transparansi (Selayang Pandang
SLTP Terbuka, 2002).
d. SMP Terbuka 1 memiliki alat transportasi berupa sepeda motor yang
dibawa oleh Wakasek dengan alasan tidak ada yang bisa memelihara.
Keberadaan alat transportasi tidak memiliki kontribusi secara langsung
kepada pembelajaran IPA, karena proses belajar mengajar SMP Terbuka 1
Mojokerto dilaksanakan di SMP Induk.
e. Prasarana yang diperlukan oleh SMP Terbuka yang bisa dipinjam dari
SMP Induk adalah ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, ruang tata
usaha, dan lapangan olah raga (Selayang Pandang SLTP Terbuka, 2002).
SMP Negeri 1 Kota Mojokerto tidak meminjamkan laboratorium,
perpustakaan, dan ruang media kepada SMP Terbuka, dengan demikian
pembelajaran IPA tidak didukung oleh praktikum di laboratorium dan
siswa SMP Terbuka tidak diberi kesempatan untuk memperdalam materi
dengan membaca buku di perpustakaan. SMP Induk tidak meminjamkan
sarana dan prasarana kepada SMP Terbuka 1 karena SMP Induk
menganggap siswa SMP Terbuka tidak bisa merawat sarana dan prasarana
tersebut atau takut jika sarana dan prasarana akan dirusak.
Pembahasan tentang sarana dan prasarana di SMP Terbuka 1 kota
Mojokerto adalah sbb:

230

a. Sarana dan prasarana ruang kelas yang digunakan merupakan ruang kelas
milik sekolah induk, SMP Terbuka dipinjami 3 ruang kelas SMP Induk.
Kelas 1 diletakkan di ruang aula SMP induk, Kelas 2 diletakkan di ruang
UKS yang sempit 2 m x 7 m, sedangkan kelas 3 diletakkan di ruang kantor
SMP Terbuka yang juga sempit 4 m x 4 m. Hal ini seharusnya
diperhatikan karena ruang belajar harus cukup untuk kegiatan
pembelajaran.
b. SMP Terbuka 2 tidak memiliki OHP, Transparansi OHP, VCD Player,
Komputer /Laptop, LCD, File dalam bentuk power point atau MS Word,
hubungan internet, ruang media, di SMP Terbuka 2 juga tidak ada televisi
dan CD kaset pembelajaran. SMP Terbuka 2 juga tidak memiliki televisi
dan tape recorder.
c. Dengan demikian pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 tidak didukung
oleh media tersebut. Padahal, agar modul SMP Terbuka mudah dipahami
dan dikuasai siswa kemudian dilengkapi pula dengan program audio
visual/video, program slide dan program transparansi (Selayang Pandang
SLTP Terbuka, 2002).
d. SMP Terbuka 2 memiliki kendaraan bermotor berupa sepeda motor yang
dipakai oleh guru pamong sebagai alat transportasi. Dengan demikian
kendaraan bermotor memiliki kontribusi secara langsung terhadap
pembelajaran IPA karena guru pamong menggunakan kendaraan bermotor
tersebut sebagai alat transportasi ke sekolah induk untuk mengajar.
e. SMP Negeri 3 Kota Mojokerto tidak meminjamkan laboratorium,
perpustakaan, dan ruang media kepada SMP Terbuka, dengan demikian
pembelajaran IPA tidak didukung oleh praktikum di laboratorium dan
siswa SMP Terbuka tidak diberi kesempatan untuk memperdalam materi
dengan membaca buku di perpustakaan.
f. SMP Induk tidak meminjamkan sarana dan prasarana kepada SMP
Terbuka 2 karena SMP Induk menganggap siswa SMP Terbuka tidak bisa
merawat sarana dan prasarana tersebut atau takut jika sarana dan prasarana
akan dirusak.
Dari hasil penilitian yang diperoleh maka sarana dan prasarana sebagai
penunjang pembelajaran IPA yang ada di SMP Terbuka di Kota Mojokerto
banyak yang tidak dimiliki sedangkan penggunaan sarana prasarana yang dimiliki
masih belum optimal. Sarana dan prasarana yang ada di SMP Terbuka 1 hanya
23% sedangkan di SMP Terbuka 2 hanga 15%.
3. Kualifikasi Ketenagaan SMP Terbuka di Kota Mojokerto Ditinjau dari
Sisi Pembelajaran IPA
Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian
untuk SMP Terbuka 1 sebagai berikut:
a. SMP Terbuka 1 menggunakan sistem pengajaran semi reguler yaitu
pengajaran oleh guru bidang studi masing-masing atau yang disebut guru
bina.

231

b. Guru pamong hanya mendampingi dan mencatat pertanyaan-pertanyaan


yang disampaikan siswa kemudian disampaikan kepada guru bina dan
menjaga siswa jika ada waktu kosong.
c. Kualifikasi untuk guru pamong jika dilihat dari sisi pembelajaran IPA
belum sesuai kerena sekitar 25% yang merupakan lulusan sarjana, tetapi
bukan dalam bidang IPA.
d. Kualifikasi untuk guru bina jika dilihat dari sisi pembelajaran IPA sudah
sangat sesuai karena 100% merupakan lulusan sarjana pendidikan IPA.
Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian
untuk SMP Terbuka 2 sebagai berikut:
a. SMP Terbuka 2 menggunakan sistem pengajaran semi reguler yaitu
pengajaran oleh guru bidang studi masing-masing atau yang disebut guru
bina.
b. Guru pamong hanya mendampingi dan mencatat pertanyaan-pertanyaan
yang disampaikan siswa kemudian disampaikan kepada guru bina dan
menjaga siswa jika ada waktu kosong.
c. Kualifikasi untuk guru pamong jika dilihat dari sisi pembelajaran IPA
masih belum sesuai kerena sekitar 33,34% yang merupakan lulusan
sarjana, tetapi bukan dalam bidang IPA.
d. Kualifikasi untuk guru bina jika dilihat dari sisi pembelajaran IPA sudah
sangat sesuai karena 100% merupakan lulusan sarjana pendidikan IPA.

Pembahasan tentang sarana dan prasarana di SMP Terbuka 1 kota


Mojokerto adalah sbb:
a. Guru pamong pada umumnya adalah guru SD atau anggota masyarakat
yang bertugas membantu guru bina dalam pelaksanaan kegiatan belajar di
TKB serta penyelenggaraan tes. Guru pamong tidak mengajar tetapi
memberikan tuntunan serta dorongan manakala siswa mengalami kesulitan
dengan bahan belajar mereka. Belajar secara tatap muka dilaksanakan di
sekolah induk/SMP reguler bersama-sama guru bina yaitu guru mata
pelajaran selama satu atau dua hari selama seminggu dan 6 jam pelajaran
setiap hari. Melalui tatap muka masalah-masalah yang belum dapat
diselesaikan di TKB dibahas bersama guru bina. Seperti halnya siswa
SMP reguler, siswa SMP terbuka juga harus mengikuti ulangan harian,
ulangan umum, ujian sekolah, dan ujian nasional.
b. SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Kota Mojokerto menggunakan sistem
pengajaran semi reguler yaitu pengajaran oleh guru bidang studi masingmasing atau yang disebut guru bina. Guru pamong hanya mendampingi
dan mencatat pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan siswa kemudian
disampaikan kepada guru bina dan menjaga siswa jika ada waktu kosong.
c. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik secara tatap muka di
SMP Terbuka dengan berbagai alternatif. Alternatif 1: Pola Tatap Muka di
SMP Induk yaitu 4 hari pembelajaran di TKB (16 jam), 2 hari kegiatan
pembelajaran tatap muka (12 jam di sekolah induk), dan kegiatan belajar

232

d.

e.

f.

g.

mandiri (14 jam di tempat yang sesuai. Jumlah tatap muka seluruhnya
adalah 42 jam. Alternatif 2: Pola Tatap Muka Kombinasi di SMP Induk
dan di TKB yaitu 4 hari kegiatan pembelajaran di TKB (16 jam), 2 hari
kegiatan tatap muka (6 jam di sekolah induk), 1 hari pembelajaran tatap
muka (6 jam di TKB oleh Guru bina, dan kegiatan belajar mandiri (14 jam
di tempat yang sesuai). Jumlah tatap muka seluruhnya adalah 42 jam.
Alternatif 3: Pola tatap muka guru kunjung yaitu 4 hari kegiatan
pembelajaran di TKB (16 jam), 2 hari kegiatan tatap muka (12 jam di TKB
oleh guru bina), dan kegiatan belajar mandiri (14 jam di tempat yang
sesuai). Jumlah tatap muka adalah 42 jam. Alternatif 4: Pola Temu Wicara
melalui Radio Komunikasi Dua Arah (RKDA) yaitu 4 hari pembelajaran
di TKB (16 jam), 2 hari kegiatan pembelajaran temu wicara (12 jam oleh
guru bina melalui radio RKDA dari sekolah induk ke TKB dan
sebaliknya), dan kegiatan belajar mandiri (14 jam di tempat yang sesuai).
Jumlah seluruh tatap muka adalah 42 jam.
TKB ada di sekolah induk, siswa SMP reguler masuk pagi sedangkan
siswa SMP Terbuka masuk siang hari pukul 13.00-17.00 setiap hari SeninJumat. TKB dengan SMP induk dalam satu lokasi dikarenakan keinginan
dari siswa sendiri. Sistem TKB dulu pernah dibuat di kantor kelurahan
tetapi lama-kelamaan bubar, karena menurut mereka tidak bersekolah jika
tidak di sekolahan.
Proses pembelajaran di SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto
oleh tenaga pendidik masih kurang, karena hanya 20 jam/minggu dan tidak
termasuk dalam keempat alternatif pola tatap muka di SMP Terbuka.
Pembelajaran yang kurang ini dimungkinkan karena kurangnya jumlah
guru bina dan guru pamong dan kepedulian para pengelola SMP Terbuka
di Kota Mojokerto terhadap pembelajaran di SMP Terbuka serta
kurangnya perhatian terhadap kemajuan SMP Terbuka. Hal tersebut juga
akan mempengaruhi pembelajaran IPA karena materi yang banyak untuk
disampaikan sedangkan waktu untuk proses belajar mengajar kurang.
Guru bina IPA datang setiap 2 hari setiap minggu, yaitu setiap Hari Senin
dan Kamis. Kualifikasi guru bina sudah layak atau sesuai dengan bidang
studi masing-masing tentang pembelajaran IPA karena 100% merupakan
lulusan sarjana. Sebagian besar Guru pamong yang mengajar tidak sesuai
untuk mengajar siswa SMP. Hanya 25% di SMP Terbuka 1 dan 33,34% di
SMP Terbuka 2 yang merupakan lulusan sarjana. Hal ini juga akan
mempengaruhi dalam pembelajaran IPA karena jika ada siswa yang
bertanya tentang pembelajaran IPA mungkin guru pamong tidak bisa
menjawab.
Salah satu tugas guru pamong pada kegiatan belajar di TKB adalah
menyampaikan daftar kesulitan tiap minggu sebelum tatap muka di SMP
Induk (Petunjuk Praktis bagi Guru Pamong, 2005). Guru pamong di SMP
Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 tidak membuat buku cacatan materi
esensial dan sulit, dengan demikian perkembangan siswa dalam
pembelajaran IPA tidak diketahui oleh guru bina. Ini menunjukkan
rendahnya kualitas guru pamong yang bukan merupakan lulusan sarjana

233

pendidikan sehingga dimungkinkan guru pamong tidak memahami tentang


pembelajaran di SMP Terbuka. Selain itu, dimungkinkan guru bina tidak
menanyakan mengenai materi esensial dan sulit kepada guru pamong.

4. Peserta Didik
a. Sebagian besar orang tua siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2
Mojokerto yaitu sebanyak 64,29% dan 66,67% memiliki penghasilan
kurang dari Rp. 250.000.
b. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 yaitu sebanyak 50% merupakan
anak usia 15-16 tahun. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 2 yaitu 52,09%
adalah anak usia 13-14 tahun.
c. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 yaitu sebesar 75% pekerjaan orang
tuanya adalah swasta/ dagang. Sebagian besar orang tua siswa SMP
Terbuka 2 yaitu sebesar 50% pekerjaannya adalah jasa/tukang.
d. Banyak juga di antara siswa SMP Terbuka 1 yang bekerja, ini ditunjukkan
dari keadaan di sekolah pada setiap Hari Jumat hanya sedikit siswa yang
hadir, sekitar 2 orang setiap kelas. Menurut guru pamong mereka bekerja
sebagai pengamen jalanan.
e. Siswa SMP Terbuka 1 Mojokerto umum merupakan lulusan SD. Sebagian
besar siswa SMP Terbuka 1 dan 2 yaitu sebesar 75% dan 68,75% berasal
dari SD Negeri. Ada 2 siswa SMP Terbuka kelas 3 yang sudah pernah
menjadi siswa SMP sebelumnya, mereka berhenti dari SMP Reguler
karena dikeluarkan dan karena tidak ada biaya.
f. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 yaitu sebanyak 60,71% menganggap
kondisi belajar mengajar cukup menyenangkan. Siswa SMP Terbuka 2
sebagian besar yaitu 43,75% menganggap kondisi belajar mengajar sangat
menyenangkan.
g. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 dan 2 yaitu sebesar 64,29% dan
72,92% tidak tahu akan melanjutkan ke SMA/SMK atau tidak. Siswa yang
memilih untuk tidak melanjutkan ke SMA/SMK
dikarenakan tidak ada
biaya untuk melanjutkan sekolah.
h. Seluruh siswa baik dari SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 tidak ada
yang berprestasi dalam bidang IPA.
Pembahasan tentang sarana dan prasarana di SMP Terbuka 1 kota
Mojokerto adalah sbb:
a. Siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Kota Mojokerto pada
umumnya memilih bersekolah ke SMP Terbuka bukan karena letak
geografis, melainkan karena kondisi ekonomi. Jarak rumah mereka tidak
ada yang terlalu jauh. Kondisi ekonomi mereka yang kurang mampu
dilihat dari penghasilan orang tua sebagian besar di bawah Rp. 250.000.
Bahkan, banyak diantara siswa SMP Terbuka 1 yang bekerja sebagai
pengamen dapat diluhat pada setiap Hari Jumat sedikit siswa yang hadir
dengan alasan bekerja.

234

b. Kondisi usia siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto sudah
sesuai dengan usia siswa SMP yaitu tidak ada yang melebih usia 18 tahun,
karena SMP Terbuka dirancang khusus untuk melayani para siswa usia 1315 tahun dan maksimal 18 tahun yang tidak dapat mengikuti pelajaran
secara biasa pada SMP Reguler setempat.
c. Keinginan untuk melanjutkan ke jenjang SMA/SMK dari siswa SMP
Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 juga rendah ini terbukti sebagian besar dari
mereka tidak tahu akan melanjutkan atau tidak ke SMA/SMK dengan
alasan belum ada biaya atau karena ingin bekerja membantu ekonomi
keluarga. Bahkan, ada diantara mereka yang tidak melanjutkan ke
SMA/SMK.
d. Di antara siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto tidak ada
yang pernah berprestasi dalam bidang IPA. Hal demikian menunjukkan
bahwa tingkat pencapaian pembelajaran IPA di SMP Terbuka tidak untuk
mencetak siswa-siswi yang berprestasi tetapi agar siswa mengerti saja
tentang pembelajaran yang diberikan. Kesadaran akan pendidikan oleh
siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Kota Mojokerto juga masih
rendah. Ini terbukti dengan masih banyaknya siswa yang absen sertiap
harinya. Bahkan, setiap ada ulangan umum, guru pamong harus
menjemput sebagian siswa karena tidak mau masuk sekolah dengan alasan
membantu orang tua bekerja. Banyak juga diantara siswa SMP Terbuka 1
yang bekerja menjadi pengamen, dan siswa SMP Terbuka banyak juga
yang bekerja membantu membuat helm atau menjahit sepatu. Hal ini juga
menunjukkan rendahnya kesadaran orang tua tentang pendidikan karena
orang tua menginginkan anaknya untuk bekerja membantu perekonomian
keluarga.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat dituliskan simpulan penelitian
sebagai berikut:
1. Komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 Kota
Mojokerto sudah sesuai dengan kurikulum SMP/MTs karena di SMP
Terbuka 1 komponen kurikulum dan pembelajaran IPA sebesar 87,5%
sedangkan komponen kurikulum dan pembelajaran yang dimiliki oleh SMP
Terbuka 2 belum sesuai dengan kurikulum SMP/MTs karena hanya sebesar
50% komponen kurikulum yang terpenuhi. Meskipun komponen kurikulum
dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 sudah lengkap namun komponen
yang penting seperti evaluasi formatif dan catatan untuk materi esensial dan
sulit masih belum ada.
2. Sarana dan prasarana sebagai penunjang pembelajaran IPA yang ada di
SMP Terbuka di Kota Mojokerto banyak yang tidak dimiliki sedangkan
penggunaan sarana dan prasarana yang dimiliki masih belum optimal.
3. Kualifikasi guru bina sudah layak atau sangat sesuai dengan bidang IPA
karena 100% merupakan lulusan sarjana. Sebagian besar Guru pamong
yang mengajar tidak sesuai untuk mengajar SMP karena guru pamong yang

235

lulusan sarjana hanya 25% di SMP Terbuka 1 dan 33,34% di SMP Terbuka
2 tetapi bukan dalam bidang IPA.
4. Kualifikasi peserta didik SMP Terbuka Kota Mojokerto secara umum sudah
sesuai yaitu menurut usia dan asal sekolah mereka, namun kurangnya
kesadaran dari siswa dan orang tua siswa tentang pendidikan dan kondisi
keadaan ekonomi menyebabkan siswa kurang berprestasi dalam bidang
IPA.
5. Dari 4 simpulan di atas dapat dibuat simpulan umum yaitu pembelajaran
IPA SMP Terbuka di Kota Mojokerto masih belum maksimal.
Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan serta ditemukannya simpulansimpulan, penulis mengajukan saran atau rekomendasi sebagai berukut:
1. Silabus dan RPP untuk mata pelajaran IPA perlu dibuat secara khusus oleh
guru bina untuk SMP Terbuka.
2. SMP Induk perlu meminjamkan sarana dan prasarana seperti: laboratoium
IPA, ruang media, dan perpustakaan kepada SMP Terbuka untuk
menunjang pembelajaran IPA.
3. Perlu segera dilakukan upaya-upaya perbaikan kualitas guru pamong,
perbaikan kurikulum di SMP Terbuka, prebaikan sarana dan prasarana , dan
peningkatan kesadaran belajar siswa dengan memberikan motivasi.
4. Pentingnya catatan kesulitan siswa dan materi yang esensial yang dibuat
oleh guru pamong sehingga memberi masukan atau gambaran kepada guru
bina dalam menetapkan tindakan yang akan dilakukan terhadap
pembelajaran IPA.

DAFTAR PUSTAKA
Slamet, 2005. Pendidikan Berbasis Kompetensi. Makalah disampaikan dalam
seminar Pendidikan Berbasis Kompetensi.
Depdiknas. 2002. Selayang Pandang SLTP Terbuka. Jakarta: Ditjen Pendidikan
Dasar dan Menengah Dierektorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama.
Depdiknas. 2003. Kurikulum SMP Panduan Pengembangan Silabus SMP Mata
Pelajaran IPA. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Depdiknas. 2004. Instrumen Evaluasi Diri SMP. Surabaya: Badan Akreditasi
Sekolah Nasional.
Depdiknas. 2005. Monitoring dan Evaluasi Sekolah Standar Nasional. Jakarta:
Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama.

236

Depdiknas. 2005. SMP Terbuka. Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Depdiknas. 2005. Petunjuk Operasional SMP Terbuka. Jakarta: Ditjen
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama.
Depdiknas. 2005. Petunjuk Praktis Bagi Guru Bina. Jakarta: Ditjen Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama.
Depdiknas. 2005. Petunjuk Praktis Bagi Guru Pamong. Jakarta: Ditjen
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama.
Depdiknas. 2005. Petunjuk Pengelolaan SMP Tebuka. Jakarta: Ditjen Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama.
Depdiknas 2006. Data Pokok Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur
2005/2006. Pemerintah Propinsi Jawa Timur: Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data.
Depdiknas. 2006. Instrumen Pendataan SMP Tebuka Tahun 2006. Jakarta: Ditjen
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama.
Depdiknas. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 17 ayat 2
dan Pasal 20 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Mari Kita Mengenal SMP Terbuka.
http://www.dwp.or.id/prg/pagel.php?utk=590&ctg=INF. 22 September 2006.
Program SMP Terbuka. http://www.pikiran
rakyat.com/cetak/2005/0405/04/1105.htm. 22 September 2006.

237

Anda mungkin juga menyukai