Anda di halaman 1dari 4

'Ali bin Abi Thalib

Pahlawan yang zuhud

Seusai ditandatanganinya perjanjian Hudaibiyyah di bulan Dzulqa'dah tahun


keenam Hijriyah, Rasulullah saw dan kaum muslimin merasa lega karena
musuh yang paling sengit selama ini memerangi kaum muslimin yaitu Quraisy
telah menawarkan perdamaian dan gencatan senjata selama 10 tahun.
Akan tetapi masih ada satu musuh lagi yang selalu menunjukkan
permusuhannya dan melancarkan berbagai jurus makarnya untuk menghabisi
kaum muslimin atau melemahkan kekuatan Islam. Musuh tersebut adalah kaum
Yahudi yang telah berulang kali melakukan pengkhianatan terhadap Rasulullah
saw dan kaum muslimin. Ketika awal mula Rasulullah saw dan kaum muslimin
berhijrah ke Madinah beliau telah membuat suatu perjanjian dengan kaum
Yahudi yang isinya adalah kesepakatan bersama untuk hidup berdampingan
secara damai di kota Madinah dan bersama-sama menjaga keamanan kota
tersebut dari setiap serangan yang datang dari luar. Tetapi perjanjian tersebut
mereka langgar berulang kali, bahkan salah satu suku dari mereka yaitu Bani
Nadzir pernah membuat suatu makar jahat yaitu upaya pembunuhan terhadap
Rasulullah saw.
Kekuatan Yahudi kini terpusat di Khaibar, satu kota yang besar, memiliki
beberapa benteng yang berlapis-lapis dan kebun-kebun kurma yang subur.
Mereka memiliki 8 benteng yang besar di kota tersebut dan mereka sangat
yakin sekali bahwa kekuatan mereka tidak akan mungkin dikalahkan oleh
tentara manapun karena benteng-benteng tersebut sangat kokoh dan berlapislapis. Kota tersebut terletak 60 80 mil di utara Madinah.
Keberadaan mereka di Khaibar sangat membahayakan Islam dan kaum
muslimin. Telah terbukti sebelumnya bahwa kaum Yahudi Khaibar inilah yang
memprovokasi suku Quraisy dan Ghothofan (dua suku besar Arab) untuk
berkoalisi menyerang kaum muslimin dalam suatu peperangan yang dikenal

dengan perang Ahzab (perang Khandaq). Mereka juga yang telah mendesak
suku Quraidhah, suku Yahudi di Madinah yang belum pernah melanggar
perjanjiannya terhadap Nabi saw, untuk melanggar perjanjiannya dan ikut
bergabung dalam pasukan Ahzab (sekutu) memerangi Rasulullah saw dan kaum
muslimin.
Bukti-bukti tersebut cukup kuat bagi Rasulullah saw untuk memberikan
hukuman yang setimpal atas kejahatan-kejahatan mereka. Maka pada akhir
bulan Muharram tahun ketujuh Hijriyah keluarlah Rasulullah saw bersama
1.400 sahabatnya menuju Khaibar. Sementara Yahudi Khaibar memiliki
kekuatan tentara tak kurang dari 10.000 prajurit dan memiliki persenjataan
yang lengkap.
Peperangan yang cukup sengit terjadi di sekitar benteng Naa'im, satu dari
delapan benteng mereka yang terkenal kokoh. Berkali-kali tentara kaum
muslimin mencoba untuk menjebol benteng tersebut tetapi selalu gagal.
Kemudian pada suatu malam Rasulullah saw bersabda kepada para sahabatnya:
"Sungguh aku akan menyerahkan panji perang ini besok kepada seorang lakilaki yang Allah akan memberikan kemenangan lewat kedua tangannya, dia
mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya." Maka
para sahabat sibuk membicarakan tentang siapakah yang akan menerima panji
tersebut. Maka ketika di pagi hari para sahabat mendatangi Rasulullah saw
masing-masing mengharap bahwa dialah yang akan diserahi panji perang
tersebut. Lalu beliau saw bersabda, "Di manakah 'Ali bin Abi Thalib?" Para
sahabat menjawab, "Wahai Rasulullah, dia sedang sakit mata." Beliau bersabda,
"Panggillah dia untuk datang kesini." Ia pun didatangkan lalu Rasulullah saw
meludah pada kedua matanya dan mendo'akannya maka sembuhlah sakitnya
bahkan seolah-olah tidak pernah sakit sebelumnya. Kemudian beliau
menyerahkan panji perang tersebut kepadanya. Lalu 'Ali bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah aku perangi mereka hingga menjadi muslim seperti kami?"
Beliau bersabda, "Berjalanlah dengan perlahan sampai engkau mendatangi
halaman mereka, kemudian serulah mereka untuk masuk Islam dan beritahulah
tentang hak-hak Allah yang wajib atas mereka. Demi Allah! Seandainya Allah
memberi hidayah kepada satu orang saja dengan sebabmu maka itu lebih baik
bagimu daripada engkau memiliki unta yang merah-merah." (HR. Bukhari)

Adapun pengaruh dari tiupan ludah Rasulullah saw kepada 'Ali tersebut
dilukiskan sendiri olehnya sebagai berikut, "Aku tidak pernah sakit mata dan
tidak pernah pusing semenjak Rasulullah saw mengusap wajahku dan meludah
pada kedua mataku pada waktu perang Khaibar yaitu saat beliau menyerahkan
panji perang kepadaku." (HR. Ahmad dan Abu Ya'la, hadits shahih)
Kemudian kaum muslimin menggempur sekali lagi benteng-benteng Yahudi
tersebut dengan semangat yang baru. 'Ali bin Abi Thalib keluar memimpin
kaum muslimin menuju benteng tersebut. Sebelum melakukan penyerangan dia
menyeru orang-orang yang Yahudi terlebih dahulu untuk masuk Islam akan
tetapi mereka menolak seruan tersebut dan mereka menantang kaum muslimin
dengan dipimpin oleh Marhab, raja mereka. Marhab menantang perang tanding
(duel) seraya berkata:
"Medan Khaibar telah tahu bahwa akulah Marhab!
Penyandang senjata pahlawan yang teruji!
Jika peperangan telah berkecamuk dan menyala!"
Amir bin Al Akwa' ra maju untuk menghadapinya, perang tanding berjalan seru
akan tetapi pada akhirnya Amir terbunuh sebagai syahid, maka Nabi saw
bersabda, "Sesungguhnya baginya dua pahala seraya beliau mengisyaratkan
dengan kedua jarinya- sesungguhnya dia telah bersungguh-sungguh dan
mujahid yang sedikit sekali seorang Arab yang berjalan seperti dia." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Kemudian dengan sombongnya Marhab menantang sekali lagi perang tanding
seraya melantunkan bait-bait syair di atas, maka 'Ali bin Abi Thalib maju seraya
berkata:
"Akulah yang diberi nama oleh ibuku dengan Haidar (singa)
Bagaikan singa hutan yang seram tampangnya.
. "
Sekejap saja beliau berhasil memukul kepala Marhab dan menewaskannya saat
itu juga. Kemudian kemenangan kaum muslimin dapat diraih dengan
kepemimpinan 'Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Ishak meriwayatkan dari Abu Rafiq ra bahwa ia berkata, "Ketika
peperangan berkecamuk, 'Ali bin Abi Thalib sempat mengambil salah satu
pintu benteng untuk dijadikan tameng (perisai)nya, pintu tersebut senantiasa

dipegangnya sambil berperang menghadapi lawan sampai Allah memberikan


kemenangan atas kami, setelah itu beliau lemparkan pintu tersebut. Sungguh
aku menyaksikan bahwa delapan orang di antara kami berupaya keras untuk
membalikkannya tetapi kami tak kuasa (karena beratnya)."
Demikianlah 'Ali bin Abi Thalib seorang pahlawan Islam yang pemberani lagi
zuhud terhadap dunia. Dia pernah berkata, "Sesungguhnya sesuatu yang paling
aku takuti adalah hawa nafsu dan panjang angan-angan. Hawa nafsu akan
menghalangi seseorang dari mengikuti kebenaran, sedangkan panjang anganangan akan membuat seorang hamba lupa terhadap akheratnya. Ingatlah
sesungguhnya dunia berlalu ke belakang (meninggalkan kita) sementara
akherat datang menjemput kita. Masing-masing dari keduanya memiliki putra,
maka jadilah kalian putra-putra akherat dan janganlah menjadi putra-putra
dunia. Sungguh hari ini adalah saat beramal dan tidak ada hisab, dan kelak yang
ada hanyalah hisab dan tidak ada lagi kesempatan beramal."
Alangkah butuhnya Islam terhadap pemuda-pemuda seperti beliau yang tulus
mencintai Allah dan Rasul-Nya, lemah lembut terhadap orang yang beriman,
tegas terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah dan tidak takut cercaan
orang-orang yang suka mencerca. Inilah sifat-sifat generasi yang diharapkan
oleh Islam. Inilah kriteria generasi yang akan membawa perubahan (lihat Qs. Al
Maidah{5} :54). Imam Malik rahimahullah- pernah berkata, "Tidak akan
menjadi baik kondisi generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang generasi
awal umat ini menjadi baik dengannya." Ya, benar! Generasi awal umat Islam
tidak melejit menjadi jaya (mulia) kecuali dengan meluruskan aqidah dan
tauhidnya, menjadikan Allah, Rasul dan berjihad di jalan-Nya lebih dicintai
daripada dunia dan seisinya (lihat Qs. At Taubah{9} :24)
Sumber : 1. Ar Rahiiqul Makhtuum, Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri
2. Taariikhul Khulafaa', Al Hafidh Jalaaluddin As Suyuthi

Anda mungkin juga menyukai