dengan perang Ahzab (perang Khandaq). Mereka juga yang telah mendesak
suku Quraidhah, suku Yahudi di Madinah yang belum pernah melanggar
perjanjiannya terhadap Nabi saw, untuk melanggar perjanjiannya dan ikut
bergabung dalam pasukan Ahzab (sekutu) memerangi Rasulullah saw dan kaum
muslimin.
Bukti-bukti tersebut cukup kuat bagi Rasulullah saw untuk memberikan
hukuman yang setimpal atas kejahatan-kejahatan mereka. Maka pada akhir
bulan Muharram tahun ketujuh Hijriyah keluarlah Rasulullah saw bersama
1.400 sahabatnya menuju Khaibar. Sementara Yahudi Khaibar memiliki
kekuatan tentara tak kurang dari 10.000 prajurit dan memiliki persenjataan
yang lengkap.
Peperangan yang cukup sengit terjadi di sekitar benteng Naa'im, satu dari
delapan benteng mereka yang terkenal kokoh. Berkali-kali tentara kaum
muslimin mencoba untuk menjebol benteng tersebut tetapi selalu gagal.
Kemudian pada suatu malam Rasulullah saw bersabda kepada para sahabatnya:
"Sungguh aku akan menyerahkan panji perang ini besok kepada seorang lakilaki yang Allah akan memberikan kemenangan lewat kedua tangannya, dia
mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya." Maka
para sahabat sibuk membicarakan tentang siapakah yang akan menerima panji
tersebut. Maka ketika di pagi hari para sahabat mendatangi Rasulullah saw
masing-masing mengharap bahwa dialah yang akan diserahi panji perang
tersebut. Lalu beliau saw bersabda, "Di manakah 'Ali bin Abi Thalib?" Para
sahabat menjawab, "Wahai Rasulullah, dia sedang sakit mata." Beliau bersabda,
"Panggillah dia untuk datang kesini." Ia pun didatangkan lalu Rasulullah saw
meludah pada kedua matanya dan mendo'akannya maka sembuhlah sakitnya
bahkan seolah-olah tidak pernah sakit sebelumnya. Kemudian beliau
menyerahkan panji perang tersebut kepadanya. Lalu 'Ali bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah aku perangi mereka hingga menjadi muslim seperti kami?"
Beliau bersabda, "Berjalanlah dengan perlahan sampai engkau mendatangi
halaman mereka, kemudian serulah mereka untuk masuk Islam dan beritahulah
tentang hak-hak Allah yang wajib atas mereka. Demi Allah! Seandainya Allah
memberi hidayah kepada satu orang saja dengan sebabmu maka itu lebih baik
bagimu daripada engkau memiliki unta yang merah-merah." (HR. Bukhari)
Adapun pengaruh dari tiupan ludah Rasulullah saw kepada 'Ali tersebut
dilukiskan sendiri olehnya sebagai berikut, "Aku tidak pernah sakit mata dan
tidak pernah pusing semenjak Rasulullah saw mengusap wajahku dan meludah
pada kedua mataku pada waktu perang Khaibar yaitu saat beliau menyerahkan
panji perang kepadaku." (HR. Ahmad dan Abu Ya'la, hadits shahih)
Kemudian kaum muslimin menggempur sekali lagi benteng-benteng Yahudi
tersebut dengan semangat yang baru. 'Ali bin Abi Thalib keluar memimpin
kaum muslimin menuju benteng tersebut. Sebelum melakukan penyerangan dia
menyeru orang-orang yang Yahudi terlebih dahulu untuk masuk Islam akan
tetapi mereka menolak seruan tersebut dan mereka menantang kaum muslimin
dengan dipimpin oleh Marhab, raja mereka. Marhab menantang perang tanding
(duel) seraya berkata:
"Medan Khaibar telah tahu bahwa akulah Marhab!
Penyandang senjata pahlawan yang teruji!
Jika peperangan telah berkecamuk dan menyala!"
Amir bin Al Akwa' ra maju untuk menghadapinya, perang tanding berjalan seru
akan tetapi pada akhirnya Amir terbunuh sebagai syahid, maka Nabi saw
bersabda, "Sesungguhnya baginya dua pahala seraya beliau mengisyaratkan
dengan kedua jarinya- sesungguhnya dia telah bersungguh-sungguh dan
mujahid yang sedikit sekali seorang Arab yang berjalan seperti dia." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Kemudian dengan sombongnya Marhab menantang sekali lagi perang tanding
seraya melantunkan bait-bait syair di atas, maka 'Ali bin Abi Thalib maju seraya
berkata:
"Akulah yang diberi nama oleh ibuku dengan Haidar (singa)
Bagaikan singa hutan yang seram tampangnya.
. "
Sekejap saja beliau berhasil memukul kepala Marhab dan menewaskannya saat
itu juga. Kemudian kemenangan kaum muslimin dapat diraih dengan
kepemimpinan 'Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Ishak meriwayatkan dari Abu Rafiq ra bahwa ia berkata, "Ketika
peperangan berkecamuk, 'Ali bin Abi Thalib sempat mengambil salah satu
pintu benteng untuk dijadikan tameng (perisai)nya, pintu tersebut senantiasa