Anda di halaman 1dari 4

Kaab bin Malik RA

Ayat-ayat Quran turun berkenaan dengan dirinya


(bag. II)

tidak ikut serta dalam perang


Karena
Tabuk tanpa alasan, Rasulullah saw
menghukum Kaab bin Malik dengan
melarang para sahabatnya untuk berbicara
dengan Kaab. Ketika keterasingan telah
semakin memuncak dan kepedihan telah
membuatnya sesak, datanglah kepadanya
satu ujian yang lain.
Ketika ia sedang berkeliling di pasar
tiba-tiba seorang Nasrani datang dari Syam
dan berkata, "Siapakah yang dapat menunjukkan kepadaku Ka'ab bin Malik?" Serentak
orang-orang menunjuk ke Ka'ab lalu ia
mendatanginya serta menyerahkan kepadanya sepucuk surat dari raja Ghassan.
Ka'ab membuka surat tersebut, ternyata isinya:
"Amma badu, wahai Ka'ab bin Malik, saya
telah mendengar bahwa engkau telah di
boikot dan dikucilkan oleh sahabatmu,
engkau tidak pantas berada di negeri kehinaan dan kesia-siaan, maka bergabunglah kepada kami niscaya kami akan menerima dan membantumu."
Setelah selesai membaca isi surat
tersebut, ia berkata, "Innalillaahi peng-

anut kekafiran telah berharap kepadaku.


Ini juga sebagai satu ujian dan keburukan.
Ia segera pergi ke tempat api lalu membakar surat itu.
Hari-hari terus berlalu, sebulan penuh
telah lewat, sementara Ka'ab tetap dalam
keadaan seperti itu. Pengucilan semakin
membuatnya terhimpit, kesempitan terasa
semakin berat Rasulullah saw tidak merubah sikapnya dan wahyu belum turun
untuk memutuskan masalahnya.
Setelah genap empat puluh hari,
utusan dari Rasulullah saw datang kepada
Ka'ab, mengetuk pintu rumahnya. Ka'ab
keluar menemuinya. Ia berfikir boleh jadi
kelapangan telah datang, ternyata utusan
tersebut berkata, "Sesungguhnya Rasulullah
saw menyuruhmu untuk menjauhi istrimu." Ia bertanya, "Apakah saya harus
menceraikannya atau bagaimana?" Utusan
itu berkata, "Tidak, akan tetapi engkau
harus menjauhinya dan tidak boleh
mendekatinya." Lalu Ka'ab menemui istrinya dan berkata, "Pulanglah engkau ke
rumah orang tuamu, tinggallah engkau di

sana sampai Allah memutuskan urusan


ini."
Nabi saw juga memberi perintah yang
sama kepada dua orang teman Ka'ab Hilal
bin Umayyah dan Muroroh bin Rabi.
Mendengar hal tersebut istri Hilal bin
Umayyah datang menemui Rasulullah saw
dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Hilal bin Umayyah adalah seorang
tua yang lemah, apakah engkau izinkan
aku untuk melayaninya?" Jawab Nabi, "Ya,
boleh tetapi ia tidak boleh mendekatimu." Istri Hilal berkata, "Ya Rasulullah,
demi Allah, dia tidak punya semangat lagi,
ia selalu bersedih menangis siang dan
malam sejak ia menerima keputusan itu."
Hari-hari yang dilewati terasa berat
bagi Ka'ab, keterasingan semakin berat
hingga ia bertanya-tanya tentang keimanannya. Ia berbicara kepada kaum muslimin
tetapi tidak seorang pun yang mau menjawabnya, ia mengucapkan salam kepada
Rasulullah saw tetapi beliau tidak menjawabnya, lalu kemana ia akan pergi?
Kepada siapa harus bermusyawarah ?
Ia duduk termenung, membolak-balikkan pandangannya ke sekeliling tembok
rumah tidak ada istri yang duduk menemaninya tidak ada kerabat yang menghiburnya sementara waktu telah berjalan lima puluh malam baginya semenjak
Nabi saw melarang orang-orang berbicara
kepadanya.
Pada malam yang kelima puluh, Allah
menerima taubat mereka melalui Nabi saw
di sepertiga malam.
Selepas shalat subuh Rasulullah saw
mengumumkan kepada kaum muslimin
tentang turunnya ampunan dari Allah

untuk Ka'ab dan kedua orang temannya,


mendengar hal tersebut orang-orang
serentak memberi kabar gembira kepada
mereka
Ka'ab berkata, saat itu saya baru selesai
mengerjakan shalat subuh di atas loteng
rumah, saya terduduk sambil merasakan
kesempitan jiwa bumi yang luas pun terasa
begitu sempit. Saya sangat risau, andai saya
mati lalu Nabi saw tidak menyolatkan
saya atau andai beliau wafat lebih dulu
sementara saya dalam keadaan seperti ini,
maka selamanya tidak ada seorang pun di
antara mereka yang mau menegur saya
dan menyolatkan saya jika saya mati
nanti
Ketika saya duduk seperti itu tibatiba saya mendengar suara teriakan dari
atas gunung Sala' dengan suaranya yang
keras, "Wahai Ka'ab bin Malik! Bergembiralah."... lalu saya tersungkur bersujud
dan saya tahu bahwa telah datang
kelapangan dari Allah
Seorang laki-laki menuju ke arah
rumah saya dengan menunggang kuda,
seorang lagi berteriak dari atas gunung.
Dan ternyata suara sampai lebih dahulu
sebelum penungang kuda.
Aku pun bergegas menemui Rasulullah
saw sementara orang-orang berbondongbondong menyambutku dengan ucapan
selamat atas diterimanya taubat kami dari
Allah. Mereka berkata, "Selamat atasmu
dengan taubat dari Allah untukmu."
Sesampai di masjid, aku mengucapkan
salam kepada Rasulullah saw. Wajah beliau
tampak bersinar karena gembira dan jika
beliau bergembira wajahnya bercahaya
bagaikan sepotong bulan

tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan


kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima
taubat mereka agar mereka tetap dalam
taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. At Taubah [9] : 117-118).

Beliau berkata: "Bergembiralah dengan


hari yang terbaik sejak engkau dilahirkan
oleh ibumu." Saya bertanya, "Apakah dari
sisimu, wahai Rasulullah, ataukah dari sisi
Allah?" Nabi menjawab, "Dari sisi
Allah." Kemudian beliau membacakan
ayat-ayat. Ketika saya telah duduk di
hadapan beliau saya berkata, "Wahai
Rasulullah! Sesungguhnya termasuk dari
taubat saya, saya akan menyedekahkan
semua harta kekayaan saya untuk Allah
dan Rasul-Nya."
Beliau bersabda, "Tahanlah sebagian
hartamu hal itu lebih baik bagimu."
"Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah
telah menyelamatkan saya karena kejujuran saya dan termasuk dari taubat saya,
saya berjanji untuk tidak berbicara kecuali
dengan jujur selama saya hidup."
Benar, Allah telah menerima taubat
Ka'ab dan kedua temannya serta telah
menurunkan berkenaan dengan itu ayatayat Qur'an yang selalu dibaca
"Sesungguhnya Allah telah menerima

Demikianlah, kejujuran telah menyelamatkan Kaab bin Malik ra. Memang


kejujuran itu kadang pahit dan berat di
awalnya namun manis dan menyenangkan
di akhirnya. Jujur, apalagi terhadap Allah,
adalah sikap seorang mukmin. Ibadah
puasa mendidik kita semua untuk jujur
terhadap Allah, karena ia adalah ibadah
rahasia antara kita dengan Allah, tak ada
orang lain yang tahu, oleh karena itu Allah
berkenan menjadikan puasa itu untuk-Nya
dan Dia sendiri yang akan memberikan
balasannya.
Sebaliknya, menipu Allah dengan
membuat-buat alasan adalah sikap seorang
munafiq. Lihatlah pada orang-orang
munafiq yang tidak ikut perang bersama
Rasulullah saw lalu membuat-buat alasan
bohong. Benar, Rasulullah saw menerima
alasan-alasan tersebut dan tidak menghukum mereka sebagaimana menghukum
Kaab bin Malik, mereka bergembira sejenak, akan tetapi kemudian Allah menurunkan wahyu-Nya tentang mereka
yang mengandung seburuk-buruknya celaan bagi mereka. Allah swt berfirman:
Mereka akan bersumpah kepadamu

taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan


orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi
dalam masa kesulitan, setelah hati
segolongan dari mereka hampir berpaling,
kemudian Allah menerima taubat mereka
itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dan
terhadap tiga orang yang ditangguhkan
(penerimaan taubat) kepada mereka (ya'ni:
Ka'ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan
Murarah bin Rabi'), hingga apabila bumi
telah menjadi sempit bagi mereka, padahal
bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah
sempit (pula terasa) oleh mereka, serta
mereka telah mengetahui bahwa tidak ada

dengan nama Allah, apabila kamu kembali


kepada meraka, supaya kamu berpaling
dari mereka. Maka berpalinglah dari
mereka; karena sesungguhnya mereka itu
adalah najis dan tempat tinggal mereka
adalah Jahannam sebagai balasan atas apa

yang telah mereka kerjakan. Mereka akan


bersumpah kepadamu, agar kamu ridha
kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu
ridha terhadap mereka, maka sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang
yang fasik itu. (Qs. At Taubah [9] :95-96).

dari semua dosa-dosa yang pernah kita


lakukan. Ingat! Ramadhan adalah bulan
taubat dan kembali kepada Allah swt..
Kisah ini juga mengajarkan kepada
kita agar kita tidak mengulur-ulur waktu
atau menunda-nunda amal shaleh apapun.
Sebaliknya kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan ( Qs.5 : 48),
dan bersegera menuju ampunan Allah dan
surga-Nya yang seluas langit dan bumi
(Qs. 3 : 133). Saudaraku kaum muslimin,
marilah kita manfaatkan sisa bulan
Ramadhan yang tinggal beberapa hari ini
untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan amal-amal shaleh dan menjauhi
seluruh kemaksiatan. Apalagi kita sedang
berada pada sepuluh hari terakhir dari
bulan Ramadhan, di mana Rasulullah saw
dan para sahabatnya bersungguh-sungguh
pada hari-hari seperti ini lebih dari
biasanya. Beliau menghidupkan malammalam 10 hari terakhir dengan itikaf dan
qiyamul lail karena mengharap lailatul
qodar, beliau mengencangkan sarungnya
dan membangunkan semua keluarganya.
Rahmat dan karunia Allah dicurahkan
pada bulan ini maka siapakah yang mau
menyambutnya?

Demikianlah pengaruh kejujuran dalam


menyelamatkan seseorang di dunia dan
akhirat.
Dalam sikap Kaab yang menolak
tawaran Raja Ghossan untuk bergabung
dengannya terdapat suatu pelajaran, bahwa
begitulah seharusnya sikap seorang mukmin dalam memprioritaskan cinta dan
wala (kesetiaannya) kepada Allah dan
Rasul-Nya. Seorang mukmin akan senantiasa diuji, kadang dengan penderitaan
kadang dengan jabatan dan uang, maka
barang siapa yang dikehendaki kebaikan
oleh Allah ia akan diteguhkan oleh Allah
dengan keimanannya.
Kisah ini juga mengajarkan kepada
kita tentang luasnya kasih sayang Allah
dan bahwa Dia Maha Penerima Taubat.
Dia memaafkan dan mengampuni dosa
hamba-hambaNya jika mereka mau bertaubat kepada-Nya. Maka marilah kita manfaatkan bulan Ramadahan yang penuh berkah ini untuk bertaubat kepada Allah swt

Anda mungkin juga menyukai