Karena Tabuk tanpa alasan, Rasulullah saw menghukum Kaab bin Malik dengan melarang para sahabatnya untuk berbicara dengan Kaab. Ketika keterasingan telah semakin memuncak dan kepedihan telah membuatnya sesak, datanglah kepadanya satu ujian yang lain. Ketika ia sedang berkeliling di pasar tiba-tiba seorang Nasrani datang dari Syam dan berkata, "Siapakah yang dapat menunjukkan kepadaku Ka'ab bin Malik?" Serentak orang-orang menunjuk ke Ka'ab lalu ia mendatanginya serta menyerahkan kepadanya sepucuk surat dari raja Ghassan. Ka'ab membuka surat tersebut, ternyata isinya: "Amma badu, wahai Ka'ab bin Malik, saya telah mendengar bahwa engkau telah di boikot dan dikucilkan oleh sahabatmu, engkau tidak pantas berada di negeri kehinaan dan kesia-siaan, maka bergabunglah kepada kami niscaya kami akan menerima dan membantumu." Setelah selesai membaca isi surat tersebut, ia berkata, "Innalillaahi peng-
anut kekafiran telah berharap kepadaku.
Ini juga sebagai satu ujian dan keburukan. Ia segera pergi ke tempat api lalu membakar surat itu. Hari-hari terus berlalu, sebulan penuh telah lewat, sementara Ka'ab tetap dalam keadaan seperti itu. Pengucilan semakin membuatnya terhimpit, kesempitan terasa semakin berat Rasulullah saw tidak merubah sikapnya dan wahyu belum turun untuk memutuskan masalahnya. Setelah genap empat puluh hari, utusan dari Rasulullah saw datang kepada Ka'ab, mengetuk pintu rumahnya. Ka'ab keluar menemuinya. Ia berfikir boleh jadi kelapangan telah datang, ternyata utusan tersebut berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw menyuruhmu untuk menjauhi istrimu." Ia bertanya, "Apakah saya harus menceraikannya atau bagaimana?" Utusan itu berkata, "Tidak, akan tetapi engkau harus menjauhinya dan tidak boleh mendekatinya." Lalu Ka'ab menemui istrinya dan berkata, "Pulanglah engkau ke rumah orang tuamu, tinggallah engkau di
sana sampai Allah memutuskan urusan
ini." Nabi saw juga memberi perintah yang sama kepada dua orang teman Ka'ab Hilal bin Umayyah dan Muroroh bin Rabi. Mendengar hal tersebut istri Hilal bin Umayyah datang menemui Rasulullah saw dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Hilal bin Umayyah adalah seorang tua yang lemah, apakah engkau izinkan aku untuk melayaninya?" Jawab Nabi, "Ya, boleh tetapi ia tidak boleh mendekatimu." Istri Hilal berkata, "Ya Rasulullah, demi Allah, dia tidak punya semangat lagi, ia selalu bersedih menangis siang dan malam sejak ia menerima keputusan itu." Hari-hari yang dilewati terasa berat bagi Ka'ab, keterasingan semakin berat hingga ia bertanya-tanya tentang keimanannya. Ia berbicara kepada kaum muslimin tetapi tidak seorang pun yang mau menjawabnya, ia mengucapkan salam kepada Rasulullah saw tetapi beliau tidak menjawabnya, lalu kemana ia akan pergi? Kepada siapa harus bermusyawarah ? Ia duduk termenung, membolak-balikkan pandangannya ke sekeliling tembok rumah tidak ada istri yang duduk menemaninya tidak ada kerabat yang menghiburnya sementara waktu telah berjalan lima puluh malam baginya semenjak Nabi saw melarang orang-orang berbicara kepadanya. Pada malam yang kelima puluh, Allah menerima taubat mereka melalui Nabi saw di sepertiga malam. Selepas shalat subuh Rasulullah saw mengumumkan kepada kaum muslimin tentang turunnya ampunan dari Allah
untuk Ka'ab dan kedua orang temannya,
mendengar hal tersebut orang-orang serentak memberi kabar gembira kepada mereka Ka'ab berkata, saat itu saya baru selesai mengerjakan shalat subuh di atas loteng rumah, saya terduduk sambil merasakan kesempitan jiwa bumi yang luas pun terasa begitu sempit. Saya sangat risau, andai saya mati lalu Nabi saw tidak menyolatkan saya atau andai beliau wafat lebih dulu sementara saya dalam keadaan seperti ini, maka selamanya tidak ada seorang pun di antara mereka yang mau menegur saya dan menyolatkan saya jika saya mati nanti Ketika saya duduk seperti itu tibatiba saya mendengar suara teriakan dari atas gunung Sala' dengan suaranya yang keras, "Wahai Ka'ab bin Malik! Bergembiralah."... lalu saya tersungkur bersujud dan saya tahu bahwa telah datang kelapangan dari Allah Seorang laki-laki menuju ke arah rumah saya dengan menunggang kuda, seorang lagi berteriak dari atas gunung. Dan ternyata suara sampai lebih dahulu sebelum penungang kuda. Aku pun bergegas menemui Rasulullah saw sementara orang-orang berbondongbondong menyambutku dengan ucapan selamat atas diterimanya taubat kami dari Allah. Mereka berkata, "Selamat atasmu dengan taubat dari Allah untukmu." Sesampai di masjid, aku mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. Wajah beliau tampak bersinar karena gembira dan jika beliau bergembira wajahnya bercahaya bagaikan sepotong bulan
tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan
kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. At Taubah [9] : 117-118).
Beliau berkata: "Bergembiralah dengan
hari yang terbaik sejak engkau dilahirkan oleh ibumu." Saya bertanya, "Apakah dari sisimu, wahai Rasulullah, ataukah dari sisi Allah?" Nabi menjawab, "Dari sisi Allah." Kemudian beliau membacakan ayat-ayat. Ketika saya telah duduk di hadapan beliau saya berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya termasuk dari taubat saya, saya akan menyedekahkan semua harta kekayaan saya untuk Allah dan Rasul-Nya." Beliau bersabda, "Tahanlah sebagian hartamu hal itu lebih baik bagimu." "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan saya karena kejujuran saya dan termasuk dari taubat saya, saya berjanji untuk tidak berbicara kecuali dengan jujur selama saya hidup." Benar, Allah telah menerima taubat Ka'ab dan kedua temannya serta telah menurunkan berkenaan dengan itu ayatayat Qur'an yang selalu dibaca "Sesungguhnya Allah telah menerima
Demikianlah, kejujuran telah menyelamatkan Kaab bin Malik ra. Memang
kejujuran itu kadang pahit dan berat di awalnya namun manis dan menyenangkan di akhirnya. Jujur, apalagi terhadap Allah, adalah sikap seorang mukmin. Ibadah puasa mendidik kita semua untuk jujur terhadap Allah, karena ia adalah ibadah rahasia antara kita dengan Allah, tak ada orang lain yang tahu, oleh karena itu Allah berkenan menjadikan puasa itu untuk-Nya dan Dia sendiri yang akan memberikan balasannya. Sebaliknya, menipu Allah dengan membuat-buat alasan adalah sikap seorang munafiq. Lihatlah pada orang-orang munafiq yang tidak ikut perang bersama Rasulullah saw lalu membuat-buat alasan bohong. Benar, Rasulullah saw menerima alasan-alasan tersebut dan tidak menghukum mereka sebagaimana menghukum Kaab bin Malik, mereka bergembira sejenak, akan tetapi kemudian Allah menurunkan wahyu-Nya tentang mereka yang mengandung seburuk-buruknya celaan bagi mereka. Allah swt berfirman: Mereka akan bersumpah kepadamu
taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan
orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) kepada mereka (ya'ni: Ka'ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Murarah bin Rabi'), hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada
dengan nama Allah, apabila kamu kembali
kepada meraka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat tinggal mereka adalah Jahannam sebagai balasan atas apa
yang telah mereka kerjakan. Mereka akan
bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha terhadap mereka, maka sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu. (Qs. At Taubah [9] :95-96).
dari semua dosa-dosa yang pernah kita
lakukan. Ingat! Ramadhan adalah bulan taubat dan kembali kepada Allah swt.. Kisah ini juga mengajarkan kepada kita agar kita tidak mengulur-ulur waktu atau menunda-nunda amal shaleh apapun. Sebaliknya kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan ( Qs.5 : 48), dan bersegera menuju ampunan Allah dan surga-Nya yang seluas langit dan bumi (Qs. 3 : 133). Saudaraku kaum muslimin, marilah kita manfaatkan sisa bulan Ramadhan yang tinggal beberapa hari ini untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan amal-amal shaleh dan menjauhi seluruh kemaksiatan. Apalagi kita sedang berada pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, di mana Rasulullah saw dan para sahabatnya bersungguh-sungguh pada hari-hari seperti ini lebih dari biasanya. Beliau menghidupkan malammalam 10 hari terakhir dengan itikaf dan qiyamul lail karena mengharap lailatul qodar, beliau mengencangkan sarungnya dan membangunkan semua keluarganya. Rahmat dan karunia Allah dicurahkan pada bulan ini maka siapakah yang mau menyambutnya?
Demikianlah pengaruh kejujuran dalam
menyelamatkan seseorang di dunia dan akhirat. Dalam sikap Kaab yang menolak tawaran Raja Ghossan untuk bergabung dengannya terdapat suatu pelajaran, bahwa begitulah seharusnya sikap seorang mukmin dalam memprioritaskan cinta dan wala (kesetiaannya) kepada Allah dan Rasul-Nya. Seorang mukmin akan senantiasa diuji, kadang dengan penderitaan kadang dengan jabatan dan uang, maka barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah ia akan diteguhkan oleh Allah dengan keimanannya. Kisah ini juga mengajarkan kepada kita tentang luasnya kasih sayang Allah dan bahwa Dia Maha Penerima Taubat. Dia memaafkan dan mengampuni dosa hamba-hambaNya jika mereka mau bertaubat kepada-Nya. Maka marilah kita manfaatkan bulan Ramadahan yang penuh berkah ini untuk bertaubat kepada Allah swt