Anda di halaman 1dari 14

Gejala Klinis Mumps dan Pecegahannya

Yogie Rinaldi
102011213/ BP-2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
yogie.rinaldi@rocketmail.com
Pendahuluan
Di masa sekarang ini, dokter diwajibkan untuk melakukan anmnesa terhadap setiap
pasien yang datang berobat guna untuk mendapatkan data pribadi yang lengkap dari pasien.
Selain itu, data yang dikumpulkan dapat digunakan oleh para dokter untuk membuat
diagnosis dan prognosis yang tepat dari penyakit yang diderita pasien. Dalam kasus diketahui
terjadinya pembesaran parotitis unilateral pada seorang laki-laki umur 5 tahun. Parotitis
epidemika adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan
pembesaran pada salah satu atau kedua kelenjar liur. Virus gondong terutama menyebabkan
penyakit kanak-kanak ringan, tetapi pada orang dewasa, komplikasi yang meliputi meningitis
dan orkitis umum terjadi.
Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah
mungkin dengan urin.

Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda

sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika dianggap
kurang menular jika dibandingkan dengan varicella, measles, dan sebagainya.

Dalam

makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai anamnesis, pemeriksaan, diagnosis banding,
diagnosis kerja, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, komplikasi, prognosis,
penatalaksanaan, serta preventif dari parotitis epidemika.
Anamnesis
Dalam proses anamnesa dilakukan komunikasi dengan pasien yang berkaitan dengan
kondisi kesehatannya. Misalnya sesuai dengan skenario kita, maka kita menanyakan kepada
pasien apa keluhannya, sejak kapan, bagaimana pola demamnya, apakah ada penyakit
penyerta, dan asal penderita serta riwayat bepergian apakah ada pergi ke daerah endemik. 1
Pada skenario dikatakan demam sejak 3 hari yang lalu. Demam hilang timbul, tidak pergi ke
daerah endemik, tidak adanya kejang, tidak mengkonsumsi obat, tidak ada keluhan lain
seperti diare dan mimisan. Pada pasien keluhannya disertai leher tampak membengkak pada
1

bagian kanan dan berada dibawah telinga sejak 1 hari yang lalu, pada saat menelan tidak
sakit, bengkaknya lumayan besar, dan lunak.
Pemeriksaan Fisik
Dari skenario didapatkan pasien dalam keadaan Compos Mentis (CM), sakitnya sakit
sedang, suhunya 38oC, pernapasan 20x/ menit, nadi 100x/ menit, tekanan darah mmHg.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah lidah tampak normal, leher tidak ada nyeri
tekan, pada kelenjar parotis dextra tampak membesar, pemeriksaan abdomen dan thoraks
normal.

Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus klasik pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Pada keadaan tanpa
parotitis

menyebabkan

kesulitan

mendiagnosis,

sehingga

diperlukan

pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan adalah: 3,4


1. Pemeriksaan laboratorium rutin, yang memberikan hasil tidak spesifik dan sering
menunjukkan adanya leucopenia dengan limfositosis relatif atau kadang normal.
2. Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibody spesifik terhadap parotitis epidemika
seperti complement fixation test (CF), hemagglutionation-inhibition (HI), enzyme linked
immunosorbent eassay (ELISA) dan virus neutralization. Ditemukannya IgM, dapat
membantu menegakkan diagnosis pada kasus sulit yang dapat dideteksi pada minggu
pertama sakit.
3. Isolasi virus penyebab dari saliva dan urin selama masa akut penyakit. Virus masih dapat
ditemukan dari urin 2 minggu setelah onset penyakit. Isolasi virus dilakukan dengan
membuat biakan. Biakan dinyatakan positif bila terdapat hemadsorpsi dalam biakan yang
diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.
4. Peningkatan amylase serum pada parotitis epidemika dan pancreatitis parotitis epidemika
mencapai puncaknya pada minggu pertama dan menurun pada minggu ke dua dan ke
tiga. Peningkatan serum amylase terjadi pada 70% parotitis epidemika dengan parotitis.
Working Diagnosis
Diagnosis parotitis epidemika mudah ditegakkan berdasarkan gejala klinik, namun jika
manifestasi klinik yang kurang lazim ditemukan, maka diagnosis menjadi tidak jelas. Faktorfaktor yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis parotitis epidemika adalah:3

1. Riwayat kontak dengan penderita parotitis epidemika 2-3 minggu sebelum onset
penyakit
2. Adanya parotitis dan keterlibatan kelenjar yang lain
Diagnosis dibuat secara klinis. Peningkatan amylase serum khas dan onsetnya paralel
dengan pembengkakan parotis. Diagnosis spesifik dapat dipastikan dengan isolasi virus dari
saliva, urine, CSS, atau darah melalui biakan virus rutin. Peningkatan antibody serum
terhadap mumps juga bersifat diagnostic. Antibodi serum terhadap antigen S mencapai
puncaknya pada sekitar 75% penderita dan dapat dideteksi pada saat gejala-gejala muncul.
Pemeriksaan serologik kemudian digunakan untuk memastikan diagnosis sementara menjadi
diagnosis kerja yaitu pada anak laki-laki berumur 5 tahun terkena penyakit Mumps atau
gondongan.5,6
Differential Diagnosis
Diagnosis banding parotitis epidemika adalah:3-7
1. Parotitis suppuratif, yaitu infeksi bakteri pada kelenjar parotis dan paling sering
disebabkan Staphylococcus aureus. Nanah dapat dilihat keluar dari duktus Stensoni jika
dilakukan penekanan pada kelenjar dan ditemukan peningkatan polimorfonuklear
leukosit pada pemeriksaan darah rutin. Kulit diatas kelenjar panas, memerah dan nyeri
tekan.
2. Parotitis rekurens / berulang, berupa peradangan pada kelenjar parotis yang sering tidak
diketahui penyebabnya. Ditandai oleh pembengkakan frekuen dari kelenjar parotis.
Infeksi dan hipersensitifitas terhadap iodide dan phenotiazine sering dihubungkan
dengan keadaan ini. Pembengkakan kelenjar sublingual dan submaksila tidak terjadi
pada keadaan ini. Bersifat alergi yang sering berulang.
3. Limfadenitis servikal anterior atau preaurikuler. Adenitis merupakan penyakit yang
disebabkan oleh S. aureus yang dapat menimbulkan pembengkakan unilateral maupun
bilateral limfonodus servikal. Pada pemeriksaan fisik tahap palpasi, didapatkan
pembesaran limfonodus servikalis dan nyeri tekan. Dari palpasi pada bagian leher, dapat
ditentukan konsistensi dari pembengkakan tersebut (apakah padat atau cair, halus atau
berbenjol, berpindah-pindah atau menetap). Penyakit ini 75% terjadi lebih sering pada
laki-laki dibandingkan perempuan. Terdapat gejala demam dan pembengkakan di daerah
leher pada penyakit ini. Kurang lebih 80% penderita merupakan anak-anak di bawah usia
5 tahun.

4. Infeksi HIV pada anak-anak dapat diikuti parotitis. Biasanya terjadi pembengkakan
kelenjar bilateral yang bersifat kronik, berlangsung dalam beberapa bulan atau tahun.
5. Infeksi virus parinfluenza dan coxsakie pernah dilaporkan sebagai penyebab
pembengkakan kelenjar limfe. Hemangioma, limfangioma, mixed tumor, sering sulit
dibedakan dengan parotitis epidemika pada periode akut.
Etiologi
Virus yang menyebabkan parotitis epidemika adalah virus RNA untai-negatif, berukuran
100 sampai 600 nm, dengan panjang 15.000 nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus,
subfamily Paramyxoviridae dan family Paramyxoviridae. Virus ini adalah anggota kelompok
paramiksovirus, yang juga mencakup parainfluenza, campak, dan virus penyakit Newcastle.
Manusia adalah satu-satunya hospes yang diketahui. Virus parotitis epidemika dapat
ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin, darah, jaringan yang terinfeksi dari
penderita parotitis epidemika serta dapat dikultur pada jaringan manusia atau kera. 3-6
Epidemiologi
Parotitis adalah endemik pada kebanyakan populasi perkotaan (urban); virus tersebar dari
reservoir manusia dengan kontak langsung, tetes-tetes yang dibawa udara, benda-benda yang
terkontaminasi dengan ludah, dan kemungkinan dengan urin. Virus ini tersebar ke seluruh
dunia dan mengenai kedua jenis kelamin secara sama; 85% infeksi terjadi pada anak yang
lebih muda dari umur 15 tahun sebelum penyebaran imunisasi. Sekarang penyakit sering
terjadi pada orang dewasa muda, menimbulkan epidemi di perguruan tinggi atau di tempat
bekerja. Epidemi tampaknya terutama terkait dengan tidak adanya imunisasi bukannya pada
menyusutnya imunitas.6
Sebelum era vaksinasi, parotitis epidemika merupakan penyakit endemis hampir di
seluruh daerah di dunia dengan puncak insiden terjadi pada usia 5-9 tahun, namun setelah era
vaksinasi insiden parotitis epidemika bergeser ke usia dewasa muda. Di Amerika Serikat
sebelum era vaksinasi, sekitar 50% anak pernah terinfeksi dan sekitar 1.500 kasus dilaporkan
tiap tahunnya. Setelah era vaksinasi terjadi penurunan sebanyak 99% dari tahun 1969 sampai
1998. Saat ini di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 1.000 kasus tiap tahunnya. Walaupun
terjadi penurunan insiden pada semua kelompok umur tetapi penurunan yang paling tinggi
terjadi pada anak di atas 10 tahun. Kematian karena parotitis epidemika sangat jarang dan
lebih sering terjadi pada anak diatas 19 tahun.3

Di daerah dengan empat musim, parotitis epidemika terutama terjadi pada musim dingin
dan musim semi. Namun penyakit ini tetap dapat ditemukan sepanjang tahun. Virus
menyebar dari reservoir manusia melalui kontak langsung lewat droplet dan masuk ke host
yang baru lewat saluran pernapasan. Penularan agaknya tidak terjadi lebih lama daripada 24
jam sebelum munculnya pembengkakan atau lebih lambat dari 3 hari sesudah menyembuh.
Virus telah diisolasi dari urin dari hari pertama sampai ke 14 sesudah mulainya
pembengkakan kelenjar ludah. Baik infeksi klinis maupun subklinis menyebabkan imunitas
seumur hidup. Bayi sampai umur 6-8 bulan tidak dapat terjangkit penyakit parotitis
epidemika karena dilindungi oleh antibody yang dialirkan secara transplasental dari ibunya.
Virus menyerang kelenjar saliva, testis, ovarium, system saraf pusat, dan pancreas. Epidemi
muncul kembali jika cakupan vaksinasi menurun. 3-7
Patogenesis
Mumps adalah penyakit menular yang ditularkan melalui kontak dengan sekret
pernapasan, seperti air liur dari orang yang terinfeksi. Saat penderitanya batuk atau bersin,
maka dapat menularkan ke orang lain. Mumps atau gondong ini juga dapat menyebar dengan
berbagi makanan dan minuman yang terkontaminasi atau terdedah ke lingkungan sekitar.
Virus paramyxovirus menyebar 1 hari sebelum gejala dan berlanjut menyebar selama 9 hari
setelah gejala parotitis. Masa inkubasi penyakit ini adalah 14-25 hari tetapi biasanya 16-18
hari.3,4
Penderita selalunya berumur 5-15 tahun namun terjadi juga pada penderita yang berumur
bawah 4 tahun dan atas 40 tahun tetapi probabilitasnya jarang sekali. Penyakit gondongan
sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun, hal tersebut karena
umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh anti bodi yang baik. Seseorang yang
pernah menderita penyakit gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.
Patofisiologi
Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa
saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe local dan diikuti viremia umum
setelah 12-25 hari yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus
adalah kelenjar yang paling rentan yaitu kelenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal,
jantung, atau otak. Pada kelenjar parotis terutama pada saluran ludah terdapat kelainan berupa
pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Virus masuk ke system saraf
pusat melalui pleksus koroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Bila testis terkena
5

infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada
pancreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.3,4,6
Berbagai mekanisme patogenesis diperkirakan terjadi pada jaringan yang terinfeksi virus
parotitis epidemika. Parotitis epidemika menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat
terdeteksi dengan ELISA. IgM meningkat pada stadium awal infeksi (hari kedua sakit),
mencapai puncaknya dalam minggu pertama dan bertahan selama 5-6 bulan. Immunoglobulin
G muncul pada akhir minggu pertama, mencapai puncaknya 3 minggu kemudian dan
bertahan seumur hidup. Immunoglobulin A juga meningkat saat infeksi.3
Gejala Klinis
Setelah melewati masa inkubasi selama 14-24 hari, 30-40% penderita tidak menunjukkan
gejala klinik dan sisanya 60-70% akan menunjukkan gejala klinik dengan berbagai tingkatan.
Dimulai dengan stadium prodromal, lamanya 1-2 hari dengan gejala demam, anoreksia, sakit
kepala, muntah dan nyeri otot, malaise, mialgia, dan peradangan kelenjar parotis. Suhu tubuh
biasanya naik sampai 38.5-39oC, kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang
mula-mula unilateral tetapi kemudian dapat menjadi bilateral. Di daerah parotis, kulit tampak
berwarna merah kecoklatan, nyeri pada tekanan. Jika kelenjar liur disentuh, akan timbul
nyeri. Pembengkakan terjadi pada hari kedua. Pembangkakan kelenjar berlangsung 3 -7 hari
tetapi kadang-kadang berakhir lebih lama. Pembesaran kelenjar unilateral terjadi pada 25%
kasus sedangkan pembengkakan kelenjar bilateral terjadi pada 70-80% kasus. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.3,4,6-8

Gambar 1. Anak dengan Parotitis Epidemika.9


Gejala klasik yang timbul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit telinga dan
diperberat jika mengunyah makanan. Pada anak yang lebih besar mengeluh pembengkakan
dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit, terutama saat makan makanan asam seperti jus
lemon atau cuka. Pembengkakan dapat maju dengan sangat cepatnya, mencapai maksimum
dalam beberapa jam, walaupun biasanya berpuncak pada 1-3 hari.sehingga aurikula akan
6

terangkat dan terdorong ke lateral. Selama masa pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyeri
tekan sangatlah hebat. Keluhan akan berkurang saat pembesaran kelenjar mencapai ukuran
maksimum. Daerah yang mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri. Untuk lebih jelas
mengenai pembesaran kelenjar parotis dapat dilihat pada gambar 2.3,6

Gambar 2. Perbandingan Kelenjar Parotis Normal dengan Mumps.9


Bersamaan dengan pembengkakan kelenjar dapat terjadi edema laring dan palatum mole
sehingga mendorong tonsil ke tengah. Tidak terdapat hubungan antara luasnya
pembengkakan dengan derajat demam yang diderita. Demam akan turun dalam 1-6 hari,
dimana suuhu tubuh kembali normal sebelum pembengkakan kelenjar hilang. Pembengkakan
kelenjar menghilang dalam 3-7 hari.3
Pembesaran kelenjar sublingual sering bilateral dan dimulai dari pembengkakan kelenjar
di region submental dan dasar mulut. Dari 3 kelenjar ludah maka keterlibatan kelenjar
sublingual yang paling jarang terjadi.3
Parotitis epidemika yang diderita selama kehamilan menyebabkan peningkatakan
kematian fetus terutama pada trimester pertama. Kematian diduga karena infeksi pada gonad
ibu sehingga terjadi perubahan hormonal. Tidak ada bukti infeksi virus parotitis epidemika
selama kehamilan menyebabkan malformasi pada fetus.3
Pengobatan atau Terapi
Parotitis epidemika adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif
diberikan berupa hidrasi yang adekuat dan nutrisi yang cukup untuk membantu
penyembuhan. Parasetamol dapat digunakan untuk mengurangi nyeri karena pembengkakan
kelenjar. Kompres hangat dapat membantu penyembuhan. Tidak ada antivirus yang tepat
digunakan untuk parotitis epidemika. Terapi cairan intravena diindikasikan untuk penderita
meningoensefalitis dan muntah-muntah yang persisten.5 Orkhitis harus diobati dengan
memberikan dukungan lokal dan istirahat baring.6

Komplikasi
Viremia pada awal penyakit mungkin bertanggung jawab atas manisfestasi-manifestasi
infeksi parotitis epidemika pada organ-organ lain selain kelenjar-kelenjar saliva.6
Meningoensefalitis. Penyakit ini merupakan penyulit yang paling sering ditemukan selama
masa kanak-kanak. Insidens sesungguhnya sukar dipperkirakan, karena infeksi subklinis yang
mengenai susunan saraf pusat yang dibuktikan dengan pleiostosis cairan serebrospinal pada
lebih dari 65% penderita parotitis. Manifestasi-manifestasi klinis dilaporkan terjadi pada
lebih dari 10% penderita. Insidens meningoensefalitis oleh penyakit parotitis epidemika kirakira sebesar 250/100.000 kasus; sebanyak 10% dari semua kasus terjadi pada penderita
berusia lebih dari 20 tahun. Sedangkan mortilitasnya kurang lebih 2%. Laki-laki terserang 3-5
kali lebih sering dari pada perempuan. Penyakit parotitis epidemika merupakan salah satu
penyebab meningitis aseptik tersering.6
Patogenesis meningoensefalitis oleh parotitis epidemika digambarkan sebagai suatu infeksi
primer neuron-neuron oleh virus maupun suatu ensefalitis pasca infeksi disertai demielinisasi.
Pada tipe pertama, parotitis kerap kali akan muncul pada saat yang bersamaan atau menyusul
masa prodormal ensefalitis. Pada tipe kedua, ensefalitis menyusul rata-rata 10 hari setelah
terjadinya parotitits pada penderita.6
Secara khas, meningoensefalitis mulai dengan terjadinya kenaikan suhu, sakit kepala,
muntah-muntah, iritabilitas dan kadang-kandang dijumpai kekejangan. Gambaran klinis
demikian tidak dapat dibedakan dari meningoensefalitis dengan penyebab lainnya. Pada
penderita tampak adanya kekakuan sedang pada kuduk, tetapi pemeriksaan neurologis
lainnya memberikan hasil normal. Kadang-kadang terjadi kelemahan leher, bahu dan tungkai.
Cairan serebrospinal biasanya mengandung kurang dari 500 sel/mm 3 walaupun kadangkadang jumlahnya dapat melebihi 2000 sel. Sel-sel ini hampir secara eksklusif adalah
limfosit; suatu keadaan yang berlawanan dengan apa yang didapatkan pada meningitis
aseptik oleh virus antero di mana pada awal penyakit lekosit polimorfonuklirlah yang paling
menonjol jumlahnya. Kadar glukosa dalam cairan serebrospinal normal. Jumlah protein
sedikit meningkat. Pada awal penyakit ini dapat diisolasi virus parotitis epidemika dari cairan
serebrospinal penderita.6
Orkhitis, Epidedimitis. Lesi-lesi jarang terjadi pada anak laki-laki usia pra pubertas, tetapi
sering ditemukan pada remaja dan dewasa (14-35%). Testis paling sering terkena infeksi
dengan atau tanpa suatu epidedimitis atau epidedimitis terjadi secara tersendiri. Jarang
8

dijumpai adanya hidrokel. Orkhitis biasanya terjadi 8 hari setelah parotitis, tetapi
penampilannya dapat tertunda dan juga terjadi tanda adanya infeksi kelenjar saliva nyata.
Kurang lebih 30% penderita orkhitis, maka kedua testis terserang penyakit tersebut. Masa
prodormal penyakit biasanya terjadi secara mendadak, menggigil, sakit kepala, mual-mual
dan rasa nyeri daerah abdomen bagian bawah; jika testis kanan terlibat didalam proses
penyakit maka apendisitis dapat terlihat sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Testis yang
terserang terasa nyeri, membengkak dan kulit sekitarnya mengalami edema serta berwarna
merah. Lama penyakit rata-rata 4 hari. Dengan meredanya pembengkakan, maka testis akan
kehilangan turgor normalnya; kurang lebih 30-40% testis yang terkena penyakit akan
mengalami atrofi. Gangguan kesuburan timbul dan diperkirakan sebesar kurang lebih 13%,
tetapi kemandulan mutlak mungkin jarang didapatkan sebagai akibat penyakit.6
Pankreatitis. Keterlibatan kelenjar pankreas secara hebat jarang ditemukan, tetapi infeksi
ringan atau subklinis mungkin lebih banyak terjadi. Keadaan ini dapat terjadi tanpa berkaitan
dengan manifestasi-manifestasi pada kelenjar saliva dan didiagnosis secara keliru sebagai
gastroenteritis. Rasa nyeri epigastrium dan nyeri tekan memberikan petunjukan dugaan
penyakit tersebut; keadaan ini dapat disertai demam, menggigil, muntah-muntah dan
kelemahan. Secara khas penderita parotitis epidemika akan dijumpai kenaikan amilase
didalam serum dengan atau tanpa adanya manifestasi-manifestasi klinis suatu pankreatitis.
Penentuan kadar lipase serum dapat menolong untuk menegakkan diagnosis. Kemungkinan
bahwa diabetes melitus dapat merupakan sekuele yang jarang, sedang dalam penyelidikan.6
Nefritis. Seringkali dilaporkan adanya viruria pada penderita. Pada pengkajian pada orang
dewasa, dapat diamati terjadinya fungsi ginjal abnormal pada suatu saat dari masing-masing
penderita dan viruria didapatkan sebanyak 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak
tidak diketahui. Telah dilaporkan pula tentang terjadinya nefritis fatal pada 10-14 hari setelah
terjadinya parotitis.6
Tiroiditis. Walaupun gangguan ini jarang ditemukan pada anak-anak, tetapi pembengkakan
dengan nyeri tekan dapat terjadi kurang lebih 1 minggu setelah masa prodormal parotitis dan
kemudian disusul dengan terjadi serta berkembangnya antibodi-antibodi antitiroid penderita.6
Miokarditis. Manifestasi-manifestasi jantung yang hebat sangat jarang ditemukan, tetapi
infeksi ringan yang menyerang miokardium mungkin lebih sering terjadi dan diabaikan. Pada
satu seri orang dewasa, penelusuran elektrokardiografis telah berhasil mengungkapkan
terjadinya perubahan-perubahan, kebanyakan berupa depresi segmen ST sebagaimana yang
9

didapatkan pada 13% dari seluruh penderita. Keterlibatan demikian dapat menerangkan rasa
nyeri prekordial dan bradikardi serta kelelahan.6
Artritis. Artralgia yang berhubungan dengan pembengkakan dan kemerahan pada persendian
merupakan penyulit-penyulit parotitis epidemika yang jarang ditemukan, terjadinya 12-14
hari setelah masa prodormal parotis. Gangguan ini akan mengalami penyembuhan sempurna.6
Mastitis. Gangguan ini merupakan panyakit yang jarang ditemukan baik di kalangan
penderita laki-laki maupun perempuan.6
Ketulian. Ketulian saraf yang terjadi setelah penderita mengalami parotitis epidemika
mungkin bersifat unilateral atau secara jarang dapat pula bilateral. Meskipun gangguan ini
memperlihatkan insidens yang tendah (1:15.000), tetapi parotitis epidemika dianggap sebagai
penyebab utama ketulian saraf unilateral. Gangguan terjadi secara mendadak atau secara
perlahan-lahan. Kehilangan pendengaran dapat bersifat sementara atau menetap.6
Komplikasi neurologis yang lain adalah mielitis dan neuritis saraf fasialis (demirci).
Komplikasi yang terjadi pasca ensefalitis sangat fatal seperti epilepsi, gangguan motorik,
retardasi mental, iritabel, emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi aneuresis, anak jadi
perusak, tindakan asosial yang lain, stenosis aquaductus dan hidrosefalus.10
Prognosis
Mumps adalah penyakit self-limited yang dapat sembuh sendiri setelah lebih dari satu
minggu dengan rehat yang cukup. Prognosis mumps adalah baik, dapat sembuh spontan dan
komplit serta jarang berlanjut menjadi kronis. Sterilitas karena orkhitis juga jarang terjadi.
Pada umumnya kematian sangat jarang berlaku dan tuli permanen juga sangat sedikit
bilangannya.3,4
Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang sendiri) yang
berlangsung kurang lebih dalam satu minggu.10 Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus
Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif. Berikut
pengobatan untuk penderita rawat jalan, rawat inap, dan komplikasi yang terjadi.4,10,11,12
1. Penderita rawat jalan.
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi, keadaan umum cukup baik.
a. Istirahat yang cukup
10

b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup


c. Medikamentosa (simtomatik):
Metampiron: anak > 6 tahun 250 mg/hari, 500 mg/hari maksimum 2 g/hari,
Parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
2. Penderita rawat inap.
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat, gejala saraf
perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diet lunak, cair dan TKTP (tinggi kalori dan tinggi protein)
b. Analgetik-antipiretik
c. Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya.
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a.

Encephalitis, simptomatik untuk encephalitisnya.

Lumbal pungsi berguna untuk

mengurangi sakit kepala.


b. Orkhitis, istrahat yang cukup, pemberian analgetik, sistemik kortikosteroid
(hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral, selama 2-4 hari dan globulin gama.
c. Pankreatitis dan oovoritis, dengan simtomatik saja.

Preventif atau Pencegahan


Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan
imunisasi aktif. Cara ini merupakan pendekatan terbaik untuk menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas akibat gondong.
Pasif, Antibodi yang didapatkan dari ibu melalui plasenta dapat melindungi bayi dari parotitis
epidemika. Maka dari itu, jarang ditemukan gondong pada bayi kurang dari 6 bulan. Selain
itu, Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam mencegah parotitis atau
mengurangi komplikasi.10,13
Aktif, Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis hidup yang
dilemahkan (Mumpsvax-merck, sharp and dohme). Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau
reaksi lain dan tidak mengekskresi virus dan tidak menular terhadap kelompok yang rentan.
Jarang ditemukan parotis yang dapat berkembang selama 7-10 hari sesudah vaksinasi.
Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan rubella.4

11

Pemberian vaksinasi dengan virus mumps, sangat efektif dalam menimbulkan


peningkatan bermakna dalam antibodi mumps pada sekitar 96% individu yang seronegatif
dan memiliki kemanjuran proteksi 75 sampai 95%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
serokonversi/seronegatif dari vaksinasi adalah umur saat vaksinasi. Jika diberikan vaksinasi
pada usia 6 bulan terjadi serokonversi 70%, pada usia 9-12 bulan terjadi serokonversi 90%.
Serokonversi pada dewasa biasanya lebih rendah dibandingkan anak-anak. Proteksi yang baik
sekurang-kurangnya selama 17 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap rubella, dan
poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.10,12
Kontraindikasi pada bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal; Individu
dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin; demam akut; selama kehamilan;
leukemia; limfoma; atau keganasan yang menyeluruh; pada individu yang mendapat
glukokortikoid, alkilasi dan anti metabolit; sedang mendapat radiasi. Belum diketahui apakah
vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah pemajanan, tetapi tidak ada
kontraindikasi bagi penggunaan vaksin Mumps dalam situasi ini.12
Pada tahun 1967, tahun ketika vaksin gondong diizinkan, terdapat sekitar 200.000 kasus
gondong (dan 900 pasien dengan ensefalitis) di Amerika Serikat. Pada tahun 1999 hanya
terdapat 387 kasus gondong.13
Di Indonesia vaksinasi parotitis epidemika diberikan pada anak berumur 12-18 bulan
dalam bentuk vaksin kombinasi (MMR). Vaksin diberikan secara subkutan dalam atau
intramuskuler dan harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah tercampur dengan pelarutnya.
Vaksin yang digunakan di Indonesia adalah galur Jeryl Lynn dan Urabe Am-9.10
Kesimpulan
Parotitis epidemika merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus
rubulavirus dengan ciri khas terlihat adanya pembengkakan pada kelenjar parotis atau
kelenjar ludah lain. penyebaran virus ini dapat melalui kontak langsung, droplet di udara,
bahan yang terkena saliva yang terinfeksi dan melalui urin. Pada awal infeksi, penderita akan
mengalami lesu, nyeri otot leher, sakit kepala serta demam seiring dengan munculnya
pembengkakan. Parotitis epidemika biasanya akan sembuh sendiri dengan istirahat dan
nutrisi yang cukup, tetapi parasetamol akan membantu mengurangi rasa nyeri. Pencegahan
parotitis epidemika dapat dilakukan secara pasif dengan gamaglobulin hiperimun atau secara

12

aktif dengan vaksin mumps sendiri atau bisa juga digunakan vaksin kombinasi MMR
(mumps, measles, rubella).

Daftar Pustaka
1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. dalam: Buku ajar: ilmu penyakit dalam. Jakarta.
Interna Publishing; 2009. h. 25-7.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 2-6, 8-9, 23.
3. Lubis, CP. Buku ajar ilmu kesehatan anak, infeksi & penyakit tropis. Edisike-1. Jakarta:
EGC; 2002.h. 195-202.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Jakarta:
Infomedika jakarta; 2007.h. 629-33.
5. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatric Nelson. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2010.h.
487-88.
6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson volume 2. Jakarta:
EGC; 2000.h. 1074-77.
7. Isselbacher KJ. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC;
2011.h.935-8.
8. Puspitasari I. Jadi dokter untuk diri sendiri. Yogyakarta: B First; 2010.h. 79-84.
9. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrisons
principles of internal medicine. 18th ed.United states: McGraw-Hill; 2011. p. 3267
10. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi & pediatrik
tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI; 2008. h. 195-202.
11. Hay W. Current diagnosis and treatment pediatrics. 20thed. Newyork: McGraw-Hill
Medical; 2011. h. 817-18.
12. Ray G. Gondongan. dalam: Harrison: Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13.
Jakarta: EGC; 2000. h. 935-8.
13. Brooks G F, Butel J S, Morse S A. Jawetz, Melnick & Adelberg: Mikrobiologi
kedokteran. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2007; 571-2
13

14

Anda mungkin juga menyukai