Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh
adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea, diskontinuitas jaringan
kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
Ulkus kornea e.c jamur adalah ulkus kornea yang disebabkan oleh
jamur, biasanya karena trauma dengan tumbuh-tumbuhan, tanah, atau karena
pemakaian kortikosteroid sembarangan yang menurunkan resistensi epitel
kornea.
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan
mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama
kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat
didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan
stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun
1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak
laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan
peningkatan

penggunaan

kortikosteroid

topikal,

penggunaan

obat

imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun


dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas
tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan
refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA,
laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% lakilaki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki
sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk
trauma kornea.Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000
penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea
antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadangkadang tidak diketahui penyebabnya.
1

1.2. Tujuan Penulisan


Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk mengetahui
defenisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis,
tatalaksana, komplikasi dan prognosis, dihubungkan dengan kasus yang
terjadi.
1.3. Metode Penulisan
Case Report Session ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan
yang merujuk kepada beberapa literature dan dikorelasikan dengan kasus
yang terjadi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kornea
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
2

lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel


konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan
lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea
merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau
kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma
yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.

Gambar 1. Anatomi Mata

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.

2.1.2. Histologi
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Lapisan epitel tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal
dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan
macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren. Epitel
berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Membran bowman terletak dibawah membrana basal epitel
kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai
daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Jaringan stroma terdiri atas lamel yang merupakan sususnan
kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement
Membran

descement

merupakan

membrana

aselular

dan

merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan


merupakan membrane basalnya. Membran descement bersifat sangat
elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
5. Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,
besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.

Gambar 2. Histologi Kornea


2.2. Ulkus Kornea
2.2.1.
Defenisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang
dapat terjadi dari epitel sampai stroma.

2.2.2.

Epidemiologi

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya.


Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui
penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada
tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan
dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat
imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun
dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas
tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan
refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA,
laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% lakilaki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki
sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk
trauma kornea.
2.2.3.

Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi ulkus kornea adalah
1. Infeksi
Infeksi terbagi sebagai berikut.
a. Infeksi Bakteri
Infeksi

bakteri

disebabkan

oleh

P.

aeraginosa,

Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella merupakan


penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral.
Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar
bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P
aeruginosa.
b. Infeksi Jamur
Infeksi Jamur disebabkan oleh sebagai berikut.
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler
dengan cabang-cabang hifa.
6

a. Jamur bersepta : Fusarium sp, Acremonium sp,


Aspergilus sp, Clodosporium sp, Penicillium sp,
Paecilomyces

sp, Phialophora

sp, Curvularia sp,

Altenaria sp.
b. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia
sp.
2. Jamur ragi (yeast)
Jamur uniselular dengan pseudohifa dan tunas: Candida
albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
3. Jamur difasik
Pada jaringan hidup membentuk ragi, sedangkan pada
media perbiakan membentuk misellium : Blastomices sp,
Coccididies sp, Histoplasma sp, Sporothrix sp.
Tampaknya di Asia Tenggara penyebabnya yang terbanyak
adalah Aspergllus sp dan Fusarium sp.
c. Infeksi Virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel
kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.
Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
d. Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat
didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi
organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi
yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak,
khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi

juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang


terpapar air atau tanah yang tercemar.
2. Non Infeksi
Penyebab non infeksi adalah sebagai berikut.
a. Bahan Kimia
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama
bahan anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan
asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak
tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan
hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara
lain

amonia,

cairan

pembersih

yang

mengandung

kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan


terjadi penghancuran kolagen kornea.
b. Radiasi atau Suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap
sinar matahari yang akan merusak epitel kornea.
c. Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai
keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan
mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan
palpebra

atau

kelainan

epitel

yang

menyebabkan

timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan


lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
d. Defisiensi Vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi
karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan

absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh


tubuh.
e. Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun,
misalnya; kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine),
anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
f. Kelainan dari Membrane Basal, seperti karena trauma.
g. Pajanan
h. Neurotropik
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Penyebab karena system imun misalnya pada penyakit
granulomatosa wagener dan rheumathoid arthritis.
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua,
yaitu sebagai berikut.
1. Faktor Okular
a. Trauma
Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas,
Iatrogenic

trauma

ocular,

seperti

Keratoplasty

dan

Keratorefractive surgery.
b. Abnormalitas pada permukaan mata
Misdirection of lashes, Incomplete lid closure
c. Infeksi pada adneksa
Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye, Dacryocystitis
d. Nutrisi
Defisiensi vitamin A
e. Lensa kontak
Kebersihan

lensa

kontak,

penggunaan

solusi

yang

terkontaminasi
f. Compromised cornea
2. Faktor Sistemik
9

Faktor sistemik diantaranya Diabetes mellitus, StevensJohnson Syndrome, Blepharoconjunctivitis, Infeksi Gonococcal
dengan konjungtivitis, Immunocompromised status.

2.2.4.

Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral


a.

Ulkus kornea bakterialis


Ulkus kornea bakterialis terbagi atas sebagai berikut.
1)

Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabuabuan

berbentuk

menggaung.

Ulkus

cakram
cepat

dengan
menjalar

tepi
ke

ulkus
dalam

yang
dan

menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang


dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
2) Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah
defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan
terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
3) Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu
jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang
disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang
menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus
ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya

10

sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa


lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
4) Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam
kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan
perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa
ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk
ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat
terlihat hipopion yang banyak.

Gambar 3. Ulkus Kornea Pseudomonas


b.

Ulkus kornea fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari
sampai

beberapa

minggu

sesudah

trauma

yang

dapat

menimbulkan infeksi jamur ini. Pada permukaan lesi terlihat


bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi
lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang
disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong
dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat
rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

11

Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi

c.

Ulkus kornea virus


Ulkus kornea virus terbagi atas sebagai berikut.
1) Ulkus Kornea Herpes Zoster
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum
timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit
dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh
akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan
dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abuabu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi
tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
2) Ulkus Kornea Herpes Simplex
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes
simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala
dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea
disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian
menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel.

12

Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas


diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

Gambar 5 Ulkus Kornea Herpetik

d.

Ulkus kornea acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan
kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah
ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba

2.

Ulkus kornea perifer


a.

Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk
simpel berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan
terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi dan
gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau
multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita
leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

13

Gambar 7. Ulkus Marginal

b.

Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)


Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer
kornea kearah sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia
lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak
teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas
tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang
satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang
sehat pada bagian yang sentral.

Gambar 8. Mooren's Ulcer

c.

Ulkus cincin (ring ulcer)


Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea
terdapat ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di
dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul
perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang

14

sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.


Perjalanan penyakitnya menahun.

2.2.5.

Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui

cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,


sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah.
Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil
apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat
terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan
tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi
dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN),
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.

15

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan


parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.
Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus
yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah
infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang
akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5

2.2.6.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada ulkus kornea secara umum dapat berupa.
1. Gejala Subyektif, dapat berupa.
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan
lapisan epitel kornea.
2. Gejala Objektif, dapat berupa.
a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
c. Hipopion
Manifestasi klinis ulkus karena investasi jamur pada kornea yang

memproduksi mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga


terjadi nekrosis kornea dan reaksi radang yang cukup berat adalah
sebagai berikut.

16

a. Riwayat trauma terutama tumbuhan, tanah, dan pemakaian


streoid topikal lama.
b. Kurang nyeri dibandingkan dengan ulkus bakteri
c. Ulkus luas, tepi ulkus sedikit menonjol, kering dan irregular,
putih abu-abu, atau coklat sesuai koloni jamur. Tonjolan seperti
hifa di bawah endotel utuh.
d. Lesi satelit
e. Plak endotel
f. Hipopion, kadang-kadang rekuren
g. Formasi cincin sekeliling ulkus
h. Lesi kornea yang indolen
2.2.7.

Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan


pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit
kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing,
abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,
fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan,
selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa
adanya injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan
kornea. Pada kasus berat

dapat terjadi iritis yang disertai dengan

hipopion.
2.2.8.

Diagnosa Banding
Karatomalasia, tukak hipersensitif stafilokok, dan infiltrar sisa

benda asing.

17

2.2.9.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat berupa.
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Tes air mata
d. Pemeriksaan slit-lamp
e. Keratometri (pengukuran kornea)
f. Respon reflek pupil
g. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 9 . Kornea ulcer dengan fluoresensi


h. Biopsi jaringan kornea
Diwarnai dengan periodic acid Schiff atau methenamine
silver.
i. Nomarski differential interference contrast microscope
Untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode
nomarski

j. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi

18

jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff.


Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.

Gambar 10. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 11Pewarnaan gram ulkus kornea


herpes simplex

Gambar 13. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri


bakteri

2.2.10.

Gambar 12 Pewarnaan gram ulkus kornea


herpes zoster

Gambar 14.Pewarnaan gram ulkus kornea


akantamoeba

Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani

oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik
19

dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila


mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
Pengobatan ulkus kornea dapat berupa sebagai berikut.
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan
keadaan umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya
harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik,
lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung
vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan
pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc
susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik.
Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai
melebihi 39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan local
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan
diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati
dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi
atau tempat lain harus segera dihilangkan.

Infeksi pada mata harus diberikan sebagai berikut.


a. Sulfas atropine sebagai salap atau larutan
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama
1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine :

20

Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor


pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai

daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan


lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
b. Skopolamin sebagai midriatika
c. Analgetik
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes
pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
d. Antibiotic
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau
yang berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau
injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak
diberikan

salap

mata

karena

dapat

memperlambat

penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea


kembali.
e. Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis
keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi sebagai berikut.
1.

Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya


: topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10
mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole

2.

Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,


thiomerosal, Natamicin, Imidazol

21

3.

Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4.

Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan


sulfa, berbagai jenis anti biotik

f. Antiviral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik,
anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila
terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan
IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada

lesi infeksi

supuratif karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi


tersebut

dan

memberikan

perkembangbiakan

kuman

media

yang

penyebabnya.

baik

terhadap

Perban

memang

diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi


rangsangan. Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan
sebagai berikut.
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik,
larutan murni trikloralasetat
b) Dengan

panas

(heat

cauterisasion)

memakai

elektrokauter atau termophore. Dengan instrumen ini


dengan

ujung

alatnya

yang

mengandung

panas

disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputihputihan.


2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat
tidak menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti
cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak
22

mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.


Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan
konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan
nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi
spontan berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat.
Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila
perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka
dapat dilakukan :

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat


Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah

berlangsung lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas


irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

23

Gambar 15.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan


menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti

adalah

jalan

terakhir

jika

urutan

penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti


terjadi

jaringan

parut

yang

mengganggu

penglihatan,

kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam


penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas


penderita

Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 16. Keratoplasti

2.2.11.

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:


a. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
b. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
c. Prolaps iris
d. Sikatrik kornea
e. Katarak
f. Glaukoma sekunder
24

2.2.12.

Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera

berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali
luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus
dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
1. Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk
kedalam mata
2. Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak
bisa menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu
dalam keadaan basah
3. Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara
memakai dan merawat lensa tersebut.
2.2.13.

Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan


ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan
waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.
Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan
serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan
obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi
pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus

kornea

harus

membaik

setiap

harinya

dan

harus

disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat


sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan
dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva.
Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode
yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar

25

leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian


sikatrik.

BAB III
ILUSTRASI KASUS

Seorang laki-laki berusia 51 tahun dirujuk ke bangsal Mata RS.Dr. M.


Djamil Padang tanggal 21 Juni 2012 dengan:

Keluhan Utama:
Penurunan tajam penglihatan pada mata kiri sejak 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit

26

Riwayat Penyakit Sekarang:

Penurunan tajam penglihatan pada mata kiri sejak 3 minggu sebelum


masuk rumah sakit. Awalnya mata kiri pasien kemasukan tanah sejak 1
bulan sebelum masuk rumah sakit, namun tidak diobati. Kemudian mata
kiri pasien mulai berkurang tajam penglihatan sejak 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya tajam penglihatan sedikit berkurang, pasien
masih bisa melihat jauh, makin lama penurunan tajam penglihatan makin
bertambah, dan saat ini pasien hanya bisa melihat cahaya dalam radius 1
meter.

Mata kiri pasien terasa nyeri sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasakan bertambah jika pasien
menderita sakit pada gigi, dan berkurang jika sakit pada gigi hilang. Nyeri
juga dirasakan jika pasien mengucek mata kiri dengan tangan.

Mata kiri merah sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Mata kiri mengeluarkan cairan berwarna putih sejak 3 minggu sebelum


masuk rumah sakit.

Mata kiri terasa silau jika melihat cahaya sejak 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit.

Mata kiri tidak berair, tidak terasa gatal

Mata kanan pasien tidak terdapat keluhan.

Pasien pernah mengobati keluhan pada mata kiri ke praktek dr.Sp.M,


kemudian pasien mendapat obat yang diinjeksi pada sudut mata kiri
sebanyak 3 kali selama 3 hari berturut-turut dan mendapat obat makan
berbentuk tablet sebanyak 3 macam. Pasien tidak mengetahui nama
obatnya. Nyeri pada mata sedikit berkurang sesaat setelah menggunakan
obat, namun keluhan muncul kembali kemudian.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


27

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya atau

mengalami keluhan lainnya pada mata.


Pasien tidak menggunakan kacamata sebelumnya, hanya kadang-kadang

menggunakan kaca pembesar untuk membaca


Pasien menjalani perawatan di Bangsal Ilmu Penyakit Dalam RSUP
Dr.M.Djamil Padang sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dengan

indikasi penurunan kesadaran dengan penyebab hipertensi urgensi.


Pasien tidak mempunyai riwayat alergi.
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat jangka lama.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti ini atau keluhan
lainnya pada mata sebelumnya

PEMERIKSAA FISIK
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis Cooperatif

Tekanan Darah

: 150/90

Suhu

: 370 C

Frekuensi Nadi

: 86 x/menit

Frekuensi Nafas

: 20 x/menit

Status Generalis

: tidak ditemukan kelainan

Status Ophtalmikus
Status Ophtalmikus

OD

OS

28

Visus tanpa koreksi


Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia

Palpebra superior

5/5

1/

+
Poliosis (-),Trikiasis (-),

Poliosis (- ),Trikiasis (-),

madarosis (-),

madarosis (-),

districhiasis(- ), Krusta(-)

districhiasis(-), Krusta(-)

Squama (- )

Squama (- ) sekret (+)

Ptosis (- ), Epicantus ( -),

warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),

Hordeolum ( -), Kalazion

Hordeolum (- ), Kalazion

( -),Xantelasma (- ),

( -), Xantelasma ( -),

Entropion ( -), Ekstropion Entropion (- ), Ekstropion


(- ), Lagoftalmus (- ),

(- ), Lagoftalmus (-),

Blefaritis ( -),Udem (-),

Blefaritis ( -),Udem (-),

Abses ( -), Tumor (- )


Hordeolum ( -), Kalazion

Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion

( -), Abses ( -),Tumor (- ),

(-), Abses ( -), Tumor (- ),

Enteropion ( -),

Enteropion ( -),

Margo Palpebra

Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis

Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis

Aparat lakrimalis

(- )
Epifora (- ),

(- )
Epifora (- ),

Konjungtiva tarsalis

Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),

Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai

Palpebra inferior

Litiasis ( -),Hiperemis (-),


Konjungtiva fornik
Konjungtiva bulbi

Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),

Sclera
Kornea

Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening

Injeksi Siliar (+)


Putih
Ulkus (+) sentral, ukuran

Kamera okuli anterior

Cukup dalam

4x4mm, sekret (+)


Cukup dalam, hipopion

Iris
Pupil

Warna coklat, rugae (+)


Bulat, reflex cahaya

(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai

langsung (+), reflek

29

cahaya tidak langsung


tidak dapat dinilai,
Lensa
Korpus Vitreus
Fundus:

ukuran 3mm
Bening
bening

media

bening

papil

warna jingga,Bulat, batas

Tidak dapat dinilai


Tidak dapat dinilai

Tidak dilakukan

tegas, c/d=0,3
-

pembuluh darah

aa:vv= 2:3

retina

perdarahan (-),eksudat (-)

- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli

fovea (+)
N(Palpasi)
Ortoforia
Bebas

N (palpasi)
Ortoforia
Bebas

Pemeriksaan Laboratorium
Gram

: PMN > MN

Giemsa

: PMN > MN

KOH

: Hifa tidak ditemukan

Diagnosis Kerja: Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur


Terapi:

Floxa ED OS tiap jam


Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg

30

Follow up tanggal 21 Juni 2012


Status Ophtalmikus
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia

Palpebra superior

OD
5/5

OS
1/

+
Poliosis (-),Trikiasis (-),

Poliosis (- ),Trikiasis (-),

madarosis (-),

madarosis (-),

districhiasis(- ), Krusta(-)

districhiasis(-), Krusta(-)

Squama (- )

Squama (- ) sekret (+)

Ptosis (- ), Epicantus ( -),

warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),

Hordeolum ( -), Kalazion

Hordeolum (- ), Kalazion

( -),Xantelasma (- ),

( -), Xantelasma ( -),

Entropion ( -), Ekstropion Entropion (- ), Ekstropion


(- ), Lagoftalmus (- ),

(- ), Lagoftalmus (-),

Blefaritis ( -),Udem (-),

Blefaritis ( -),Udem (-),

Abses ( -), Tumor (- )


Hordeolum ( -), Kalazion

Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion

( -), Abses ( -),Tumor (- ),

(-), Abses ( -), Tumor (- ),

Enteropion ( -),

Enteropion ( -),

Margo Palpebra

Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis

Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis

Aparat lakrimalis

(- )
Epifora (- ),

(- )
Epifora (- ),

Konjungtiva tarsalis

Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),

Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai

Palpebra inferior

Litiasis ( -),Hiperemis (-),

31

Konjungtiva fornik
Konjungtiva bulbi

Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),

Sclera
Kornea

Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening

Injeksi Siliar (+)


Putih
Ulkus (+) sentral, ukuran
4x4mm, maserasi (+),

Kamera okuli anterior


Iris
Pupil

Cukup dalam

sekret (+) pinggir tinggi


Cukup dalam, hipopion

Warna coklat, rugae (+)


Bulat, reflex cahaya

(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai

langsung (+), reflek


cahaya tidak langsung
tidak dapat dinilai,
Lensa
Korpus Vitreus
Fundus:

ukuran 3mm
Bening
bening

media

bening

papil

warna jingga,Bulat, batas

Tidak dapat dinilai


Tidak dapat dinilai

Tidak dilakukan

tegas, c/d=0,3
-

pembuluh darah

aa:vv= 2:3

retina

perdarahan (-),eksudat (-)

- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan Lainnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Terapi

fovea (+)
N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Spooling betadine tiap hari

32

Follow up tanggal 22 Juni 2012


Status Ophtalmikus
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia

Palpebra superior

OD
5/5

OS
1/

+
Poliosis (-),Trikiasis (-),

Poliosis (- ),Trikiasis (-),

madarosis (-),

madarosis (-),

districhiasis(- ), Krusta(-)

districhiasis(-), Krusta(-)

Squama (- )

Squama (- ) sekret (+)

Ptosis (- ), Epicantus ( -),

warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),

Hordeolum ( -), Kalazion

Hordeolum (- ), Kalazion

( -),Xantelasma (- ),

( -), Xantelasma ( -),

Entropion ( -), Ekstropion Entropion (- ), Ekstropion


(- ), Lagoftalmus (- ),

(- ), Lagoftalmus (-),

Blefaritis ( -),Udem (-),

Blefaritis ( -),Udem (-),

Abses ( -), Tumor (- )


Hordeolum ( -), Kalazion

Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion

( -), Abses ( -),Tumor (- ),

(-), Abses ( -), Tumor (- ),

Enteropion ( -),

Enteropion ( -),

Margo Palpebra

Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis

Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis

Aparat lakrimalis

(- )
Epifora (- ),

(- )
Epifora (- ),

Konjungtiva tarsalis

Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),

Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai

Palpebra inferior

Litiasis ( -),Hiperemis (-),


Konjungtiva fornik
Konjungtiva bulbi

Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),

Sclera
Kornea

Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening

Injeksi Siliar (+)


Putih
Ulkus (+) sentral, ukuran
4x4mm, maserasi (+),
33

Kamera okuli anterior


Iris
Pupil

Cukup dalam

sekret (+) pinggir tinggi


Cukup dalam, hipopion

Warna coklat, rugae (+)


Bulat, reflex cahaya

(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai

langsung (+), reflek


cahaya tidak langsung
tidak dapat dinilai,
Lensa
Korpus Vitreus
Fundus:

ukuran 3mm
Bening
Bening

media

bening

papil

warna jingga,Bulat, batas

Tidak dapat dinilai


Tidak dapat dinilai

Tidak dilakukan

tegas, c/d=0,3
-

pembuluh darah

aa:vv= 2:3

retina

perdarahan (-),eksudat (-)

- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan Lainnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Terapi

fovea (+)
N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg

Follow up tanggal 23 Juni 2012


Status Ophtalmikus
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia

OD
5/5
+
Poliosis (-),Trikiasis (-),

OS
1/
Poliosis (- ),Trikiasis (-),

34

Palpebra superior

madarosis (-),

madarosis (-),

districhiasis(- ), Krusta(-)

districhiasis(-), Krusta(-)

Squama (- )

Squama (- ) sekret (+)

Ptosis (- ), Epicantus ( -),

warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),

Hordeolum ( -), Kalazion

Hordeolum (- ), Kalazion

( -),Xantelasma (- ),

( -), Xantelasma ( -),

Entropion ( -), Ekstropion Entropion (- ), Ekstropion


(- ), Lagoftalmus (- ),

(- ), Lagoftalmus (-),

Blefaritis ( -),Udem (-),

Blefaritis ( -),Udem (+),

Abses ( -), Tumor (- )


Hordeolum ( -), Kalazion

Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion

( -), Abses ( -),Tumor (- ),

(-), Abses ( -), Tumor (- ),

Enteropion ( -),

Enteropion ( -),

Margo Palpebra

Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis

Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis

Aparat lakrimalis

(- )
Epifora (- ),

(- )
Epifora (- ),

Konjungtiva tarsalis

Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),

Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai

Palpebra inferior

Litiasis ( -),Hiperemis (-),


Konjungtiva fornik
Konjungtiva bulbi

Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),

Sclera
Kornea

Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening

Injeksi Siliar (+)


Putih
Ulkus (+) sentral, ukuran
4x4mm, maserasi (+),

Kamera okuli anterior


Iris
Pupil

Cukup dalam

sekret (+) pinggir tinggi


Cukup dalam, hipopion

Warna coklat, rugae (+)


Bulat, reflex cahaya

(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai

langsung (+), reflek


cahaya tidak langsung
tidak dapat dinilai,

35

Lensa
Korpus Vitreus
Fundus:

ukuran 3mm
Bening
bening

media

bening

papil

warna jingga,Bulat, batas

Tidak dapat dinilai


Tidak dapat dinilai

Tidak dilakukan

tegas, c/d=0,3
-

pembuluh darah

aa:vv= 2:3

retina

perdarahan (-),eksudat (-)

- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan Lainnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Terapi

fovea (+)
N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Methydroline 50 mg 2x1
Amlodipine 5 mg 1x1
Canderin 8 mg 1x1
Glaucon 4x1
Aspark 2x1
Spooling betadine
Efrisel 10% 3x1

Follow up tanggal 24 Juni 2012


Status Ophtalmikus
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia

OD
5/5

OS
1/

+
Poliosis (-),Trikiasis (-),

Poliosis (- ),Trikiasis (-),

madarosis (-),

madarosis (-),

districhiasis(- ), Krusta(-)

districhiasis(-), Krusta(-)

36

Palpebra superior

Squama (- )

Squama (- ) sekret (+)

Ptosis (- ), Epicantus ( -),

warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),

Hordeolum ( -), Kalazion

Hordeolum (- ), Kalazion

( -),Xantelasma (- ),

( -), Xantelasma ( -),

Entropion ( -), Ekstropion Entropion (- ), Ekstropion


(- ), Lagoftalmus (- ),

(- ), Lagoftalmus (-),

Blefaritis ( -),Udem (-),

Blefaritis ( -),Udem (+),

Abses ( -), Tumor (- )


Hordeolum ( -), Kalazion

Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion

( -), Abses ( -),Tumor (- ),

(-), Abses ( -), Tumor (- ),

Enteropion ( -),

Enteropion ( -),

Margo Palpebra

Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis

Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis

Aparat lakrimalis

(- )
Epifora (- ),

(- )
Epifora (- ),

Konjungtiva tarsalis

Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),

Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai

Palpebra inferior

Litiasis ( -),Hiperemis (-),


Konjungtiva fornik
Konjungtiva bulbi

Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),

Sclera
Kornea

Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening

Injeksi Siliar (+)


Putih
Ulkus (+) sentral, ukuran
4x4mm, maserasi (+),

Kamera okuli anterior

Cukup dalam

sekret (+) pinggir tinggi


Cukup dalam, hipopion

Iris
Pupil

Warna coklat, rugae (+)


Bulat, reflex cahaya

(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai

langsung (+), reflek


cahaya tidak langsung
tidak dapat dinilai,
Lensa
Korpus Vitreus

ukuran 3mm
Bening
bening

Tidak dapat dinilai


Tidak dapat dinilai
37

Fundus:
-

media

bening

papil

warna jingga,Bulat, batas

Tidak dilakukan

tegas, c/d=0,3
-

pembuluh darah

aa:vv= 2:3

retina

perdarahan (-),eksudat (-)

- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan Lainnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Terapi

fovea (+)
N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Glaucon 4x1
Aspark 2x1
Spooling betadine
Follow up tanggal 25 Juni 2012
Status Ophtalmikus
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia

Palpebra superior

OD
5/5

OS
1/

+
Poliosis (-),Trikiasis (-),

Poliosis (- ),Trikiasis (-),

madarosis (-),

madarosis (-),

districhiasis(- ), Krusta(-)

districhiasis(-), Krusta(-)

Squama (- )

Squama (- ) sekret (+)

Ptosis (- ), Epicantus ( -),

warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),

Hordeolum ( -), Kalazion

Hordeolum (- ), Kalazion

( -),Xantelasma (- ),

( -), Xantelasma ( -),

Entropion ( -), Ekstropion Entropion (- ), Ekstropion


(- ), Lagoftalmus (- ),

(- ), Lagoftalmus (-),

38

Blefaritis ( -),Udem (-),

Blefaritis ( -),Udem (+),

Abses ( -), Tumor (- )


Hordeolum ( -), Kalazion

Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion

( -), Abses ( -),Tumor (- ),

(-), Abses ( -), Tumor (- ),

Enteropion ( -),

Enteropion ( -),

Margo Palpebra

Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis

Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis

Aparat lakrimalis

(- )
Epifora (- ),

(- )
Epifora (- ),

Konjungtiva tarsalis

Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),

Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai

Palpebra inferior

Litiasis ( -),Hiperemis (-),


Konjungtiva fornik
Konjungtiva bulbi

Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),

Sclera
Kornea

Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening

Injeksi Siliar (+)


Putih
Ulkus (+) sentral, ukuran
4x4mm, maserasi (+),

Kamera okuli anterior


Iris
Pupil

Cukup dalam

sekret (+) pinggir tinggi


Cukup dalam, hipopion

Warna coklat, rugae (+)


Bulat, reflex cahaya

(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai

langsung (+), reflek


cahaya tidak langsung
tidak dapat dinilai,
Lensa
Korpus Vitreus
Fundus:

ukuran 3mm
Bening
bening

media

bening

papil

warna jingga,Bulat, batas

Tidak dapat dinilai


Tidak dapat dinilai

Tidak dilakukan

tegas, c/d=0,3
-

pembuluh darah

aa:vv= 2:3

retina

perdarahan (-),eksudat (-)

macula

fovea (+)
39

Tekanan bulbus okuli


Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan Lainnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Terapi

N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Glaucon 4x1
Aspark 2x1
Spooling betadine

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 51 tahun dirujuk ke


bangsal mata RS Dr. M Djamil Padang tanggal 21 Juni 2012 dengan diagnosis
ulkus kornea sentralis OS ec susp jamur. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan penurunan tajam penglihatan pada mata kiri
sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya mata kiri pasien kemasukan
tanah sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, namun tidak diobati. Kemudian
mata kiri pasien mulai berkurang tajam penglihatan sejak 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya tajam penglihatan sedikit berkurang, pasien masih
bisa melihat jauh, makin lama penurunan tajam penglihatan makin bertambah, dan
saat ini pasien hanya bisa melihat cahaya dalam radius 1 meter. Mata kiri pasien
terasa nyeri sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang
timbul. Nyeri dirasakan bertambah jika pasien menderita sakit pada gigi, dan
berkurang jika sakit pada gigi hilang. Nyeri juga dirasakan jika pasien mengucek
mata kiri dengan tangan. Mata kiri merah sejak 3 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Mata kiri mengeluarkan cairan berwarna putih sejak 3 minggu sebelum

40

masuk rumah sakit. Mata kiri terasa silau jika melihat cahaya sejak 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit.
Pasien pernah mengobati keluhan pada mata kiri ke praktek dr.Sp.M,
kemudian pasien mendapat obat yang diinjeksi pada sudut mata kiri sebanyak 3
kali selama 3 hari berturut-turut dan mendapat obat makan berbentuk tablet
sebanyak 3 macam. Pasien tidak mengetahui nama obatnya. Nyeri pada mata
sedikit berkurang sesaat setelah menggunakan obat, namun keluhan muncul
kembali kemudian.
Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri ditemukan visus 1/ , injeksi
konjungtiva (+) injeksi siliar (+), pada kornea terdapat ulkus (+) sentral dengan
ukuran 4x4 mm, tepi irregular dan hipopion (+) pada COA dengan permukaan
agak mencembung.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien adalah ulkus
kornea sentralis e.c suspek jamur dikarenakan gejala tadi timbul setelah mata
pasien kemasukan tanah. Untuk memastikan diagnosis pasien ini dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan pewarnaan KOH dan gram dari kerokan dasar dan tepi
ulkus kornea. Adapun pemeriksaan lain yang dianjurkan untuk pasien ini adalah
kultur dan sensitivity test.
Untuk saat ini diberikan pengobatan anti jamur untuk mengobati dan
mencegah terjadinya infeksi yang meluas.Pemberian antibiotic spectrum luas juga
di lakukan karena mungkin saja infeksi di sebabkan oleh bakteri dan mencegah
infeksi sekunder
Terapi yang telah adalah diberikan

SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Methydroline 50 mg 2x1
Amlodipine 5 mg 1x1

41

Canderin 8 mg 1x1
Glaucon 4x1
Aspark 2x1
Spooling betadine
Efrisel 10% 3x1
Prognosis pasien ini, quo ad vitam adalah bonam, karena tanda-tanda

vitalnya masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam adalah dubia ad
malam karena walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat
sembuh, namun meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan
gangguan tajam penglihatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, et al. Kornea dalam Opthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000, hal. 129-40
2. Ilyas, Sidarta. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2006. Hal. 159-67
3. James, Bruce, Chew, Chris, Bron Anthony. Lecture Notes. Oftalmologi.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006. Hal 5.
4. American Academy of Ophtalmology . External Disease and Cornea. Basic
and Clinical Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San
Fransisco. 2008-2009.
5. Soehardjo, Widodo F, Dewi UM. Tingkat keparahan ulkus kornea di RS Dr.
Sardjito sebagai tempat pelayanan matatertier. Yogyakarta, Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM/SMF Penyakit Mata RS Dr.Sardjito. 2001
6. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2,
Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
7. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989

42

Anda mungkin juga menyukai