Ulkus Kornea
Ulkus Kornea
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh
adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea, diskontinuitas jaringan
kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
Ulkus kornea e.c jamur adalah ulkus kornea yang disebabkan oleh
jamur, biasanya karena trauma dengan tumbuh-tumbuhan, tanah, atau karena
pemakaian kortikosteroid sembarangan yang menurunkan resistensi epitel
kornea.
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan
mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama
kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat
didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan
stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun
1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak
laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan
peningkatan
penggunaan
kortikosteroid
topikal,
penggunaan
obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kornea
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
2
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.
2.1.2. Histologi
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Lapisan epitel tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal
dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan
macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren. Epitel
berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Membran bowman terletak dibawah membrana basal epitel
kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai
daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Jaringan stroma terdiri atas lamel yang merupakan sususnan
kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Membran
descement
merupakan
membrana
aselular
dan
2.2.2.
Epidemiologi
bakteri
disebabkan
oleh
P.
aeraginosa,
sp, Phialophora
Altenaria sp.
b. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia
sp.
2. Jamur ragi (yeast)
Jamur uniselular dengan pseudohifa dan tunas: Candida
albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
3. Jamur difasik
Pada jaringan hidup membentuk ragi, sedangkan pada
media perbiakan membentuk misellium : Blastomices sp,
Coccididies sp, Histoplasma sp, Sporothrix sp.
Tampaknya di Asia Tenggara penyebabnya yang terbanyak
adalah Aspergllus sp dan Fusarium sp.
c. Infeksi Virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel
kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.
Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
d. Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat
didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi
organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi
yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak,
khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi
amonia,
cairan
pembersih
yang
mengandung
atau
kelainan
epitel
yang
menyebabkan
trauma
ocular,
seperti
Keratoplasty
dan
Keratorefractive surgery.
b. Abnormalitas pada permukaan mata
Misdirection of lashes, Incomplete lid closure
c. Infeksi pada adneksa
Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye, Dacryocystitis
d. Nutrisi
Defisiensi vitamin A
e. Lensa kontak
Kebersihan
lensa
kontak,
penggunaan
solusi
yang
terkontaminasi
f. Compromised cornea
2. Faktor Sistemik
9
Faktor sistemik diantaranya Diabetes mellitus, StevensJohnson Syndrome, Blepharoconjunctivitis, Infeksi Gonococcal
dengan konjungtivitis, Immunocompromised status.
2.2.4.
Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabuabuan
berbentuk
menggaung.
Ulkus
cakram
cepat
dengan
menjalar
tepi
ke
ulkus
dalam
yang
dan
10
beberapa
minggu
sesudah
trauma
yang
dapat
11
c.
12
d.
2.
Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk
simpel berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan
terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi dan
gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau
multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita
leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
13
b.
c.
14
2.2.5.
Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui
15
2.2.6.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada ulkus kornea secara umum dapat berupa.
1. Gejala Subyektif, dapat berupa.
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan
lapisan epitel kornea.
2. Gejala Objektif, dapat berupa.
a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
c. Hipopion
Manifestasi klinis ulkus karena investasi jamur pada kornea yang
16
Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
hipopion.
2.2.8.
Diagnosa Banding
Karatomalasia, tukak hipersensitif stafilokok, dan infiltrar sisa
benda asing.
17
2.2.9.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat berupa.
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Tes air mata
d. Pemeriksaan slit-lamp
e. Keratometri (pengukuran kornea)
f. Respon reflek pupil
g. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
j. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
18
2.2.10.
Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani
oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik
19
20
salap
mata
karena
dapat
memperlambat
2.
21
3.
4.
f. Antiviral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik,
anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila
terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan
IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
lesi infeksi
dan
memberikan
perkembangbiakan
kuman
media
yang
penyebabnya.
baik
terhadap
Perban
memang
panas
(heat
cauterisasion)
memakai
ujung
alatnya
yang
mengandung
panas
Iris reposisi
23
adalah
jalan
terakhir
jika
urutan
jaringan
parut
yang
mengganggu
penglihatan,
2.2.11.
Komplikasi
2.2.12.
Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera
berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali
luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus
dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
1. Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk
kedalam mata
2. Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak
bisa menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu
dalam keadaan basah
3. Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara
memakai dan merawat lensa tersebut.
2.2.13.
Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
kornea
harus
membaik
setiap
harinya
dan
harus
25
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Keluhan Utama:
Penurunan tajam penglihatan pada mata kiri sejak 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit
26
Mata kiri pasien terasa nyeri sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasakan bertambah jika pasien
menderita sakit pada gigi, dan berkurang jika sakit pada gigi hilang. Nyeri
juga dirasakan jika pasien mengucek mata kiri dengan tangan.
Mata kiri terasa silau jika melihat cahaya sejak 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit.
PEMERIKSAA FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan Darah
: 150/90
Suhu
: 370 C
Frekuensi Nadi
: 86 x/menit
Frekuensi Nafas
: 20 x/menit
Status Generalis
Status Ophtalmikus
Status Ophtalmikus
OD
OS
28
Palpebra superior
5/5
1/
+
Poliosis (-),Trikiasis (-),
madarosis (-),
madarosis (-),
districhiasis(- ), Krusta(-)
districhiasis(-), Krusta(-)
Squama (- )
warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),
Hordeolum (- ), Kalazion
( -),Xantelasma (- ),
(- ), Lagoftalmus (-),
Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion
Enteropion ( -),
Enteropion ( -),
Margo Palpebra
Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis
Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis
Aparat lakrimalis
(- )
Epifora (- ),
(- )
Epifora (- ),
Konjungtiva tarsalis
Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),
Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai
Palpebra inferior
Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),
Sclera
Kornea
Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening
Cukup dalam
Iris
Pupil
(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
29
ukuran 3mm
Bening
bening
media
bening
papil
Tidak dilakukan
tegas, c/d=0,3
-
pembuluh darah
aa:vv= 2:3
retina
- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
fovea (+)
N(Palpasi)
Ortoforia
Bebas
N (palpasi)
Ortoforia
Bebas
Pemeriksaan Laboratorium
Gram
: PMN > MN
Giemsa
: PMN > MN
KOH
30
Palpebra superior
OD
5/5
OS
1/
+
Poliosis (-),Trikiasis (-),
madarosis (-),
madarosis (-),
districhiasis(- ), Krusta(-)
districhiasis(-), Krusta(-)
Squama (- )
warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),
Hordeolum (- ), Kalazion
( -),Xantelasma (- ),
(- ), Lagoftalmus (-),
Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion
Enteropion ( -),
Enteropion ( -),
Margo Palpebra
Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis
Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis
Aparat lakrimalis
(- )
Epifora (- ),
(- )
Epifora (- ),
Konjungtiva tarsalis
Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),
Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai
Palpebra inferior
31
Konjungtiva fornik
Konjungtiva bulbi
Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),
Sclera
Kornea
Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening
Cukup dalam
(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
ukuran 3mm
Bening
bening
media
bening
papil
Tidak dilakukan
tegas, c/d=0,3
-
pembuluh darah
aa:vv= 2:3
retina
- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan Lainnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Terapi
fovea (+)
N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Spooling betadine tiap hari
32
Palpebra superior
OD
5/5
OS
1/
+
Poliosis (-),Trikiasis (-),
madarosis (-),
madarosis (-),
districhiasis(- ), Krusta(-)
districhiasis(-), Krusta(-)
Squama (- )
warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),
Hordeolum (- ), Kalazion
( -),Xantelasma (- ),
(- ), Lagoftalmus (-),
Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion
Enteropion ( -),
Enteropion ( -),
Margo Palpebra
Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis
Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis
Aparat lakrimalis
(- )
Epifora (- ),
(- )
Epifora (- ),
Konjungtiva tarsalis
Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),
Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai
Palpebra inferior
Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),
Sclera
Kornea
Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening
Cukup dalam
(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
ukuran 3mm
Bening
Bening
media
bening
papil
Tidak dilakukan
tegas, c/d=0,3
-
pembuluh darah
aa:vv= 2:3
retina
- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan Lainnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Terapi
fovea (+)
N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
OD
5/5
+
Poliosis (-),Trikiasis (-),
OS
1/
Poliosis (- ),Trikiasis (-),
34
Palpebra superior
madarosis (-),
madarosis (-),
districhiasis(- ), Krusta(-)
districhiasis(-), Krusta(-)
Squama (- )
warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),
Hordeolum (- ), Kalazion
( -),Xantelasma (- ),
(- ), Lagoftalmus (-),
Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion
Enteropion ( -),
Enteropion ( -),
Margo Palpebra
Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis
Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis
Aparat lakrimalis
(- )
Epifora (- ),
(- )
Epifora (- ),
Konjungtiva tarsalis
Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),
Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai
Palpebra inferior
Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),
Sclera
Kornea
Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening
Cukup dalam
(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
35
Lensa
Korpus Vitreus
Fundus:
ukuran 3mm
Bening
bening
media
bening
papil
Tidak dilakukan
tegas, c/d=0,3
-
pembuluh darah
aa:vv= 2:3
retina
- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan Lainnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Terapi
fovea (+)
N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Methydroline 50 mg 2x1
Amlodipine 5 mg 1x1
Canderin 8 mg 1x1
Glaucon 4x1
Aspark 2x1
Spooling betadine
Efrisel 10% 3x1
OD
5/5
OS
1/
+
Poliosis (-),Trikiasis (-),
madarosis (-),
madarosis (-),
districhiasis(- ), Krusta(-)
districhiasis(-), Krusta(-)
36
Palpebra superior
Squama (- )
warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),
Hordeolum (- ), Kalazion
( -),Xantelasma (- ),
(- ), Lagoftalmus (-),
Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion
Enteropion ( -),
Enteropion ( -),
Margo Palpebra
Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis
Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis
Aparat lakrimalis
(- )
Epifora (- ),
(- )
Epifora (- ),
Konjungtiva tarsalis
Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),
Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai
Palpebra inferior
Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),
Sclera
Kornea
Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening
Cukup dalam
Iris
Pupil
(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
ukuran 3mm
Bening
bening
Fundus:
-
media
bening
papil
Tidak dilakukan
tegas, c/d=0,3
-
pembuluh darah
aa:vv= 2:3
retina
- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan Lainnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Terapi
fovea (+)
N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Glaucon 4x1
Aspark 2x1
Spooling betadine
Follow up tanggal 25 Juni 2012
Status Ophtalmikus
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia
Palpebra superior
OD
5/5
OS
1/
+
Poliosis (-),Trikiasis (-),
madarosis (-),
madarosis (-),
districhiasis(- ), Krusta(-)
districhiasis(-), Krusta(-)
Squama (- )
warna putih
Ptosis (- ), Epicantus (- ),
Hordeolum (- ), Kalazion
( -),Xantelasma (- ),
(- ), Lagoftalmus (-),
38
Abses (- ), Tumor ( -)
Hordeolum (-), Kalazion
Enteropion ( -),
Enteropion ( -),
Margo Palpebra
Ektropion (- )
Blefaritis (- ), Meibomitis
Ektropion ( -)
Blefaritis ( -), Meibomitis
Aparat lakrimalis
(- )
Epifora (- ),
(- )
Epifora (- ),
Konjungtiva tarsalis
Hiperlakrimasi (- )
Folikel ( -), Papil ( -),
Hiperlakrimasi (- )
Tidak dapat dinilai
Palpebra inferior
Sikatrik (-)
Litiasis (- ), Hiperemis(- ) Litiasis ( -), Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva ( -),
Injeksi Konjungtiva ( +),
Sclera
Kornea
Injeksi Siliar (- )
Putih
Bening
Cukup dalam
(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
ukuran 3mm
Bening
bening
media
bening
papil
Tidak dilakukan
tegas, c/d=0,3
-
pembuluh darah
aa:vv= 2:3
retina
macula
fovea (+)
39
N(Palpasi)
N (palpasi)
Ortoforia
Ortoforia
Bebas
Bebas
Laboratorium:Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur
Ulkus Korne sentralis OS ec. Susp bakteri
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Glaucon 4x1
Aspark 2x1
Spooling betadine
DISKUSI
40
masuk rumah sakit. Mata kiri terasa silau jika melihat cahaya sejak 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit.
Pasien pernah mengobati keluhan pada mata kiri ke praktek dr.Sp.M,
kemudian pasien mendapat obat yang diinjeksi pada sudut mata kiri sebanyak 3
kali selama 3 hari berturut-turut dan mendapat obat makan berbentuk tablet
sebanyak 3 macam. Pasien tidak mengetahui nama obatnya. Nyeri pada mata
sedikit berkurang sesaat setelah menggunakan obat, namun keluhan muncul
kembali kemudian.
Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri ditemukan visus 1/ , injeksi
konjungtiva (+) injeksi siliar (+), pada kornea terdapat ulkus (+) sentral dengan
ukuran 4x4 mm, tepi irregular dan hipopion (+) pada COA dengan permukaan
agak mencembung.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien adalah ulkus
kornea sentralis e.c suspek jamur dikarenakan gejala tadi timbul setelah mata
pasien kemasukan tanah. Untuk memastikan diagnosis pasien ini dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan pewarnaan KOH dan gram dari kerokan dasar dan tepi
ulkus kornea. Adapun pemeriksaan lain yang dianjurkan untuk pasien ini adalah
kultur dan sensitivity test.
Untuk saat ini diberikan pengobatan anti jamur untuk mengobati dan
mencegah terjadinya infeksi yang meluas.Pemberian antibiotic spectrum luas juga
di lakukan karena mungkin saja infeksi di sebabkan oleh bakteri dan mencegah
infeksi sekunder
Terapi yang telah adalah diberikan
SA ED 2x1 OS
Floxa ED OS tiap jam
Solnazole ED OS tiap jam
EDTA ED OS 4x1
Itrakonazol 1x200 mg
Ciprofloxacin 2x500 mg
Tetrasiklin 3x500 mg
Methydroline 50 mg 2x1
Amlodipine 5 mg 1x1
41
Canderin 8 mg 1x1
Glaucon 4x1
Aspark 2x1
Spooling betadine
Efrisel 10% 3x1
Prognosis pasien ini, quo ad vitam adalah bonam, karena tanda-tanda
vitalnya masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam adalah dubia ad
malam karena walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat
sembuh, namun meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan
gangguan tajam penglihatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, et al. Kornea dalam Opthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000, hal. 129-40
2. Ilyas, Sidarta. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2006. Hal. 159-67
3. James, Bruce, Chew, Chris, Bron Anthony. Lecture Notes. Oftalmologi.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006. Hal 5.
4. American Academy of Ophtalmology . External Disease and Cornea. Basic
and Clinical Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San
Fransisco. 2008-2009.
5. Soehardjo, Widodo F, Dewi UM. Tingkat keparahan ulkus kornea di RS Dr.
Sardjito sebagai tempat pelayanan matatertier. Yogyakarta, Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM/SMF Penyakit Mata RS Dr.Sardjito. 2001
6. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2,
Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
7. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
42