Oleh:
Nyimas Nursyarifah, S.Ked
04054821517109
04054821517127
Pembimbing:
dr. Nova Kurniati, SpPD, K-AI
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Judul
Lupus Eritematosa Sistemik
Oleh:
Nyimas Nursyarifah, S.Ked
Hendy Wijaya, S.Ked
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Junior di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang, Periode 21 November 2016 29 Januari 2017.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Lupus Eritematosa Sistemik. Laporan kasus ini merupakan salah satu
syarat mengikuti ujian pada Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Nova Kurniati,
SpPD, K-AI selaku pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini, serta kepada
semua pihak yang telah membantu hingga tulisan ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan
demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan tulisan ini dapat
memberi ilmu dan manfaat bagi yang membacanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................................. 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 4
BAB II LAPORAN KASUS.................................................................................... 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................14
BAB IV ANALISIS KASUS.....................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN
Sistemic Lupus Eritematosus (LES) adalah penyakit autoimun yang ditandai
dengan terjadinya kerusakan jaringan dan sel-sel oleh auto antibodi patogen dan
kompleks imun. Penyakit ini merupakan penyakit multisistem yang bermanifestasi
sebagai lesi kulit seperti kupu-kupu di wajah, perikarditis, kelainan ginjal, artritis,
anemia, dan gejala-gejala susunan saraf pusat.1
Insiden tahunan LES di Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk,
sementara prevalensi LES di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk,
dengan rasio jender wanita dan laki-laki antara 9-14:13. Belum terdapat data
epidemiologi LES yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di
RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus LES dari total
kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan
Sadikin Bandung terdapat 291 pasien LES atau 10.5% dari total pasien yang berobat
ke poliklinik reumatologi selama 2010.
Manifestasi klinik dari LES beragam tergantung organ yang terlibat, dimana
dapat melibatkan banyak organ dalam tubuh manusia dengan perjalanan. 2 klinis yang
kompleks dan sangat bervariasi dapat ditandai oleh serangan akut, periode aktif,
terkendali, ataupun remisi.
Morbititas dan mortalitas pasien LES masih cukup tinggi, berdasarkan data
yang diperoleh dari RSCM dari tahun 1990-2002 diperoleh angka kematian pasien
dengan LES hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Pada tahuntahun pertama mortalitas LES berkaitan dengan aktivitas penyakit dan infeksi
(termasuk infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan protozoa, sedangkan dalam
jangka panjang berkaitan dengan penyakit vaskular aterosklerosis.5
Mengingat manifestasi klinis, perjalanan penyakit LES sangat beragam, dan
risiko kematian yang tinggi maka diperlukan upaya pengenalan dini serta
penatalaksanaan yang tepat.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTIFIKASI
Nama
Tanggal Lahir
Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Kewarganegaraan
Agama
Alamat
Tanggal MRS
Nomor MR
2.2 ANAMNESIS
(Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 29 November 2016, pukul 15:00 WIB)
a. Keluhan Utama:
Sesak yang bertambah hebat sejak 1 minggu SMRS
b. Keluhan Tambahan:
Lemas dan nyeri pada seluruh tungkai atas dan bawah
c. Riwayat Perjalanan Penyakit:
7 bulan SMRS, penderita mengeluh timbul bercak merah pada kedua pipi
berbentuk seperti kupu-kupu. Gatal (-). Bercak timbul setelah penderita terpapar
sinar matahari selama 6 jam dan kelelahan. Penderita mengeluh sering demam,
tidak terlalu tinggi, hilang dengan sendirinya. Demam timbul terutama ketika
penderita merasa lelah. Nyeri sendi di kedua kaki, tangan, pinggang dan
punggung. Nyeri dirasakan sepanjang hari, terutama saat berjalan, nyeri
mengganggu aktivitas, sendi kemerahan (-), sendi terasa panas (-), kaku pada
sendi (-). Penderita juga mengeluh badan terasa lemas, rambut rontok (+), pucat
(+), kuning (-) gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik-bintik merah dan lebam (-),
perut membesar (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan
menurun (+). BAK berkurang ada, nyeri saat berkemih (+), BAK berbusa (+),
BAK seperti cucian daging (-). BAB tidak ada keluhan. Kaki dan mata bengkak
ada, sesak (-). Penderita berobat ke dokter Spesialis Penyakit Dalam dan
e. Riwayat Pengobatan
Semenjak 7 bulan yang lalu rutin mengonsumsi obat metil-prednisolon 3x4
tablet, dan 3 obat tablet lainnya (pasien dan ibu pasien lupa nama obat)
f. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
g. Riwayat makanan
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
Tinggi Badan
Berat Badan
IMT
: Compos mentis
: 100/70 mmHg
: 74 kali/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
: 26 kali/menit, reguler
: 36,6oC
: 155 cm
: 39 kg
: 16.25 kg/m2 (underweight)
b. Keadaan Spesifik
Kepala : Normosefali, ekspresi wajar, rambut mudah rontok (-), warna hitam,
tipis, lurus, distribusi merata, alopesia (+) di frontal, deformitas (-),
Mata
Hidung
Telinga
3mm/3mm.
: Deviasi septum nasal (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
: MAE lapang, selaput pendengaran tidak ada kelainan, pendengaran
Mulut
baik
: Bibir kering (-), bibir pucat (+), sianosis (-), atrofi papil lidah (-),
Leher
lidah tremor (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, oral ulcer (+)
: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB aurikula (-), submandibular (-),
Jantung
Inspeksi:
Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi:
Iktus kordis tidak teraba
Perkusi:
Batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan ICS V linea
parasternalis kanan, batas jantng kiri sulit dinilai
Auskultasi:
HR : 74 kali/menit, BJ I-II (+) normal, regular, murmur (-), gallop
(-)
Inspeksi:
Datar, striae (-), skar (-)
Palpasi :
Lemas, nyeri tekan (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
Nyeri tekan supra pubik (+)
Perkusi:
Timfani, shifting dullness (-)
Auskultasi:
Bising usus (+) normal, 3 kali/menit
Kulit
: Tidak ada kelainan
Genitalia
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat (+) Palmar pucat (+/+), discoid lession (-), edema
Abdomen
Hasil
Rujukan
8,6
3.400.000
3.700
28%
175.000
80,9
25
31
45
11,4 15,0
4,0 5,7
4,73 10,89
35 45
189 436
85 95
28 32
33 35
< 20
01
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Retikulosit
Kimia Klinik
Hati
1
75
21
3
1,5
16
50 70
20 40
28
0,5 1,5
Protein total
Albumin
Globulin
AST/SGOT
ALT/SGPT
LDH
Imunoserologi
ANA Test
Anti ds-DNA
Ginjal
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
Elektrolit
Kalsium
Natrium
Kalium
Urinalisis
Urine Lengkap
Warna
Kejernihan
Berat Jenis
pH (Urine Rutin)
Protein
Glukosa
Keton
Darah
Bilirubin
Urobilinogen
Nitrit
Leukosit esterase
5,8
1,9
3,9
22
9
577
6,4-8,3
3,5-5,0
2,6-3,9
0 32
0 31
240-480
Sedimen urine
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Hasil Menyusul
Hasil Menyusul
75
1,32
10,9
16,6 48,5
0,5 0,9
<5,7
7,4
135
5
9,2 11,0
135 155
2,5 5,5
Kuning
Agak keruh
1,015
6,0
Positif ++
Negatif
Negatif
Positif +++
Negatif
1
Negatif
Negatif
Kuning
Jernih
1,003 1,030
5-9
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0,1-1,8
Negatif
Negatif
Positif ++
15-20
15-21
Silinder granular ++
Negatif
0-5
0-1
Negatif
10
Kristal
Bakteri
Mukus
Jamur
Negatif
Positif ++
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Leukosit
Trombosit
Kesan
normal
o Anemia mikrositik hipokrom suspek hemolitik dd/
defisiensi Fe disertai tersangka proses
Saran
inflamasi/infeksi
o Bisitopenia
LDH, bilirubin, Fe, TIBC, Ferritin, CRP
11
Paracetamol 3x500 mg
Metilprednisolon 1gr IV (3 hari)
Metilprednisolon 20 mg/ hari (2 2 1)
Mikofenolat mofetil 2 g/ hari
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Asam folat 3 x 1 mg
CaCO3 3 x 500 mg
Vit. D 25 mikrogram/hari
Human Albumin 20%
Allopurinol 1 x 30 mg
12
ANA test
Antids-DNA
Profil besi
Pemeriksaan Lab berkala
Biopsi ginjal
2.10 PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: dubia ad malam
: malam
: malam
2.11 FOLLOW UP
Tanggal
S
O
Sensorium
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
A
suprapubik (+)
Akral hangat (+), Pucat (+), Edema pretibial (-)
LES dengan manifestasi lupus nefritis + ISK + Anemia
sekunder ec penyakit kronis + Pleuritis dengan efusi pleura
13
Farmakologi:
Tanggal
S
O
Sensorium
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala
Leher
Thoraks
Paracetamol 3x500 mg
Metilprednisolon 1gr IV
Metilprednisolon 20 mg/ hari (2 2 1)
Mikofenolat mofetil 2 g/ hari
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Asam folat 3 x 1 mg
CaCO3 3 x 500 mg
Vit. D 25 mikrogram/hari
Human Albumin 20%
Allopurinol 1 x 30 mg
Tunggu hasil lab ANA test dan Anti ds-DNA
Abdomen
Ekstremitas
suprapubik (+)
Akral hangat (+), Pucat (+), Edema pretibial (-)
14
Paracetamol 3x500 mg
Metilprednisolon 1gr IV
Metilprednisolon 20 mg/ hari (2 2 1)
Mikofenolat mofetil 2 g/ hari
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Asam folat 3 x 1 mg
CaCO3 3 x 500 mg
Vit. D 25 mikrogram/hari
Human Albumin 20%
Allopurinol 1 x 30 mg
Tunggu hasil lab ANA test dan Anti ds-DNA
15
Tanggal
S
O
Sensorium
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
A
suprapubik (+)
Akral hangat (+), Pucat (+), Edema pretibial (-)
LES dengan manifestasi lupus nefritis + ISK + Anemia
sekunder ec penyakit kronis + Pleuritis dengan efusi pleura
Paracetamol 3x500 mg
Metilprednisolon 1gr IV
Metilprednisolon 20 mg/ hari (2 2 1)
Mikofenolat mofetil 2 g/ hari
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Asam folat 3 x 1 mg
CaCO3 3 x 500 mg
16
Vit. D 25 mikrogram/hari
Human Albumin 20%
Allopurinol 1 x 30 mg
Hasil anti ds-DNA 1.876,79
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Lupus Eritematosus Sistemik (LES ) adalah penyakit reumatik autoimun
yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ
atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi
dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.1
Sistemik lupus eritematosus adalah penyakit autoimun sistemik yang
17
18
19
Penelitian yang luas tentang genetik pada populasi Eropa Utara mencari
hubungan antara kecenderungan LES dengan gen yang berkaitan dengan pengiriman
sinyal jalur reseptor sel B, sebagaimana telah dikonfirmasi hubungan antara LES
dengan gen pada faktor regulator interferon lokus 5 (IRF5)-TNPO3. Peneliti juga
meyakinkan bahwa lokus lain berhubungan dengan LES (TNFAIP3, FAM167ABLK, BANK1 and KIAA1542). Meskipun demikian, diketahui bahwa lokus ini
memiliki tingkat signifikansi yang lebih rendah dan berkontribusi rendah sebagai
risiko seseorang menderita LES.
Penelitian mengenai human leukocyte antigens (HLAs) menunjukkan
bahwa HLA-A1, HLA-B8, dan HLA-DR3 lebih dominan untuk seseorang dengan
LES dibandingkan populsi umum. Adanya alel tambahan dan defisiensi kongenital
tambahan (terutama C4, C2, dan komponen-komponen awal lainnya) juga
berhubungan
dengan
peningkatan
risiko
LES.
Banyak
penelitian
telah
20
genetik, faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun. Faktor
genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang
meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot.
Mekanisme patogenik dari LES digambarkan pada gambar 2. Interaksi
antara genetik yang dan faktor lingkungan menghasilkan respon imun yang
abnormal dan bervariasi antar pasien. Respon tersebut antara lain (1) aktivasi sel
imun non spesifik (sel dendritik, monosit/ makrofag) oleh CpG DNA, DNA pada
komplek imun, DNA atau RNA virus, dan RNA pada RNA/ antigen protein
sendiri; (2) penurunan ambang aktivasi dan jalur aktivasi abnormal pada sel
imunitas spesifik (limfosit T dan B matur); (3) pengaturan tidak efektif pada
CD4+ dan CD8+, sel B, dan sel sel supresor yang berasal dari mieloid; dan (4)
penurunan bersihan komplek imun dan sel-sel apoptosis. Antigen sendiri (DNA
nukleosomal/ protein; RNA/ protein pada Sm, Ro, dan La; fosfolipid) dikenali
ole sistem imum dalam permukaan sel apoptosis; sehingga autoantigen,
autoantibodi, dan komplek imun terbentuk untuk waktu yang lama,
memungkinkan proses inflamasi dan penyakit berkembang. Aktivasi sel imun
diikuti peningkatan sekresi proinflamasi tipe 1 dan 2 interferons (IFNs), tumor
necrosis faktor (TNF-), interleukin (IL) 17 dan sel B-matur/ stimulator
limfosit B sitokin survival (BlyS/BADD), dan IL-10. Peningkatan regulasi gene
diinduksi oleh IFN adalah tanda genetik pada sel-sel darah perifer pada 5060% pasien LES.
Gambar 2. Patogenesis LES4
21
22
23
berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan
C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang
mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin.6
Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan
dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen
MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi
spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen
komplemen, seperti C2, C4, atau C1q14-15. Kekurangan komplemen dapat
merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear
sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan
sel fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga komponen nuklear akan
menimbulkan respon imun.6
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti
radiasi ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada selfimmunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit.
Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita
lupus, dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara langsung
mengubah sel DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal
membantu menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit. Faktor lingkungan
lainnya yaitu kebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki
resiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung dalam
tembakau yaitu amino lipogenik aromatik. Pengaruh obat juga memberikan
gambaran bervariasi pada penderita lupus. Pengaruh obat salah satunya yaitu
dapat meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lainnya yaitu
peranan agen infeksius terutama virus dapat ditemukan pada penderita lupus.
Virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan
apoptosis.6
Faktor lain yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor hormonal.
Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian
menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormon estrogen
dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga
24
mengakibatkan
produksi
autoantibodi
berlebihan
pada
pasien
LES 7.
25
gastrointestinal.
Demam sebagai salah satu gejala konstitusional sulit dibedakan dari
sebab lain seperti infeksi, karena suhu tubuh dapat lebih dari 40 0C tanpa
adanya bukti infeksi lain seperti leukositosis, demam akibat LES biasanya
tidak disertai menggigil.
2. Manifestasi Muskuloskeletal1
Keluhan muskuloskeletal merupakan manifesasi klinik yang paling
sering terjadi pada penderita LES, lebih dari 90%. Keluhan dapat terjadi
berupa nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (atralgia) atau merupakan suatu
artitis dimana tampak jelas bukti inflamasi sendi. Keluhan ini sering kali
dianggap sebagai manifestasi Artritis Rematoid karena keterlibatan sendi
yang banyak dan simetris. Pada LES tidak ditemukan adanya deformitas ,
kaku sendi yang berlangsung beberapa menit dan sebagainya. Osteoporosis
juga ditemukan dan berhubungan dengan aktifitas penyakit dan terapi
steroid.
3. Manifestasi Kulit9
Kelainan
kulit
yang
sering
didapatkan
pada
LES
adalah
26
27
28
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kriteria
lesi minimal mesangial nefritis lupus
glomeruli normal dengan mikroskop cahaya tetapi bila dilihat dengan imunofluorosensi adanya deposit
kompleks imun di mesangial.
lesi proliferatif mesangial nefritis lupus
murni hiperselularitas mesangial dengan berbagai derajat atau adanya ekspansi matrik mesangial,
dengan mikroskop cahaya didapat deposit
kompleks imun pada mesangial, mungkin adanya sedikit terisolasi deposit kompleks imun di sub epitel
atau sub endotel yang dapat terlihat dengan imunofluorosensi atau elektron mikroskop dan tak
terlihat dengan mikroskop cahaya
lesi fokal nefritis lupus
aktif atau inaktif fokal, segmental atau global endo kapiler atau ekstra kapiler glomerulonefritis yang
melibatkan kurang dari 50% dari seluruh glomeruli, khususnya didapat deposit komplek imun di sub
endotelial yang bersifat fokal dengan atau tidak perubahan mesangial.
Klas lll (A)
lesi aktif bersifat proliferatif fokal nefritis lupus
Klas lll (A/C)
lesi aktif dan kronik proliferatif fokal dan sklerosis nefritis lupus
Klas lll (C)
lesi kronik tidak aktif dengan glomerulus yang meng-alami sikatrik (jaringan parut), sklerosis fokal
nefritis lupus
29
Kelas V
Kelas VI
8. Manifestasi Hemopoetik9
Pada LES, terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai
dengan anemia normositik normokrom yang terjadi akibat anemia akibat
penyakit kronik, penyakit ginjal kronik, gastritis erosif dengan perdarahan
dan anemia hemolitik autoimun.
Selain itu, ditemukan juga lekopenia dan limfopenia pada 50-80%
kasus.
Adanya
leukositosis
harus
dicurigai
kemungkinan
infeksi.
Trombositopenia pada LES ditemukan pada 20% kasus. Pasien yang mulamula menunjukkan gambaran trombositopenia idiopatik (ITP), seringkali
kemudian berkembang menjadi LES setelah ditemukan gambaran LES yang
lain.
9. Manifestasi Susunan Saraf9
Keterlibatan Neuropsikiatri LES sangat bervariasi, dapat berupa
migrain, neuropati perifer, sampai kejang dan psikosis. Kelainan
tromboembolik dengan antibodi anti-fosfolipid dapat merupakan penyebab
terbanyak kelainan serebrovaskular pada LES. Neuropati perifer, terutama
tipe sensorik ditemukan pada 10% kasus.
Keterlibatan saraf otak, jarang ditemukan. Kelainan psikiatrik sering
ditemukan, mulai dari anxietas, depresi sampai psikosis. Kelainan psikiatrik
juga dapat dipicu oleh terapi steroid. Analisis cairan serebrospinal seringkali
tidak memberikan gambaran yang spesifik, kecuali untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi. Elektroensefalografi (EEG) juga tidak memberikan
gambaran yang spesifik. CT scan otak kadang-kadang diperlukan untuk
membedakan adanya infark atau perdarahan.
30
3.6.
Penegakan Diagnosis
Kecurigaan akan penyakit LES perlu dipikirkan bila dijumpai 2 (dua) atau
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Neuropsikiatri:
psikosis,
kejang,
sindroma
otak
organik,
Kriteria
Ruam malar
2.
Ruam diskoid
3.
fotosensitivitas
4.
Ulkus mulut
Batasan
Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah
malar dan Cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial.
Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan
folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut atrofik
Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar
matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh
dokter pemeriksa.
Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan
dilihat oleh dokter pemeriksa.
31
5.
Artitritis
6.
Serositis
a. Pleuritis
b. Karditis
7.
Gangguan renal
8.
Gangguan
Neurologi
9.
Gangguan
hematologi
10
.
Gangguan
imunologik
32
11.
Antibodi
Anti nuklear
positif (ANA)
Bila didapatkan 4 kriteria dari 11 kriteria, maka bisa ditegakkan LES yang
memiiki sensitifitas 85% dan spesiisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria
dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin LES dan diagnosis
bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka
kemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis
lain tidak ada maka belum tentu LES, dan observasi jangka panjang diperlukan.
3.7
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Rutin dan Urin Rutin
Pemeriksaan
penunjang
yang
dilakukan
pada
penyakit
Lupus
Pemeriksaan imunologik
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis LES
adalah tes ANA generik.(ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA
33
34
menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan
pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya
yang dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah
dengan ditetapkannya gambaran tingkat keparahan LES.
Penyakit LES dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam
nyawa
11
b.
b.
c.
Serositis mayor
Jantung:
endokarditis
Libman-Sacks,
vaskulitis
arteri
35
12
Edukasi
36
Lupus Kutaneus
37
38
LES, demikian juga penurunan berat badan dan demam. Kelelahan juga
dapat timbul akibat terapi glukokortikoid, sedangkan penurunan berat
badan dan demam dapat juga diakibatkan oleh pemberian quinakrin.
Dokter harus bersikap simpati dalam mengatasi masalah ini. Seringkali
hal ini tidak memerlukan terapi spesifik, cukup menambah waktu
istirahat dan mengatur jam kerja. Pada keadaan yang berat dapat
menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit LES dan pemberian
glukokortikoid sistemik dapat dipertimbangkan.
d)
Serositis
Nyeri dada dan nyeri abdomen pada penderita LES dapat merupakan
tanda serositis. Pada beberapa penderita, keadaan ini dapat diatasi dengan
salisilat, obat antiinflamasi non-steroid, antimalaria atau glukokortikoid
dosis rendah (15 mg/hari). Pada keadaan yang berat, harus diberikan
glukokortikoid sistemik untuk mengontrol penyakitnya.
4. Terapi Agresif
a)
Kortikosteroid
12
39
tinggi
Terapi pulse
b)
40
41
42
Keterangan :
TR
: Tidak respon
CYC : Siklofosfamid
RS
: Respon sebagian
AZA : Azatioprin
RP
: Respon penuh
MP
OAINS
KS
: Metilprednisolon
43
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini dapat ditegakan diagnosis dari identifikasi pasien,
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari identifikasi
pasien, pasien berjenis kelamin wanita dengan usia 18 tahun, dimana
epidemiologi dari systemic lupus eritematous (LES) itu sendiri sering ditemukan
pada wanita pada usia paling banyak 15-40 tahun yaitu pada masa reproduksi.
Frekuensi pada wanita dibanding dengan laki-laki berkisar antara 5,5-9 : 1. Jadi
jika dilihat dari jenis kelamin dan usia pasien dapat menjadi faktor risiko untuk
kejadian penyakit
2. Kriteria Sistemik
-
Arthritis (+)
3. Kriteria Laboratorium
-
manifestasi lupus nefritis. Hal ini terutama karena terdapat penurunan fungsi
ginjal dilihat dari peningkatan ureum dan kreatinin, hematuria >8 sel/lpb, dan
adanya proteinuria (++) serta kencing berbusa , dan ditemukan silinder (granular
++) pada pemeriksaan sidemen urine sehingga dapat ditegakkan diagnosis LES
dengan manifestasi lupus nefritis. Untuk menentukan klasifikasi lupus nefritis
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa biopsi ginjal.
Pada pasien ini, dalam algoritma penatalaksanaan LES maka tergolong
LES derajat sedang dengan klinis nefritis dan ada serositis mayor. Oleh karena itu,
pasien ini diberikan terapi induksi dengan metilprednisolon 1 gram intravena per
hari selama 3 hari diikuti mikofenolat mofetil 2 gram per hari + metilprednisolon
(0,5x39) 20 mg per hari selama 4-6 minggu lalu diturunkan bertahap. Pemantauan
aktivitas ginjal melalui pemeriksaan urin terutama sedimen, kadar kreatinin,
tekanan darah, albumin serum, C3 komplemen, anti-ds DNA, proteinuria dan
bersihan
kreatinin.
Pasien
juga
diberikan
kalsium
karena
pemakaian
serta
konsumsi
kortikosteroid
jangka
panjang.
Untuk
adanya
anemia.
Tidak
ada
organomegali
dan
ikterik
karena keganasan. Tidak ada adanya manifestasi perdarahan seperti mimisan, gusi
berdarah, lebam-lebam atau bintik-bintik merah menguatkan bahwa anemia bukan
karena keganasan. Pada pemeriksaan apusan darah tepi ditemukan adanya
gambaran mikrositik hipokrom. Hal ini dapat mengindikasikan penyakit anemia
karena penyakit kronis, anemia defisiensi besi dan thalasemia. Tidak ada
hepatosplenomegali menyingkirkan thalasemia. Pada pasien terdapat penyakit
ginjal yang mengganggu sintesis eritropoetin sehingga produksi sel darah merah
menurun. Tetapi belum menyingkirkan adanya anemia defisiensi besi mengingat
gizi dan asupan makanan pasien yang kurang. Untuk itu perlu dilakukan
pemeriksan kadar besi. Pada pasien ini belum terdapat indikasi untuk transfusi
darah, mengingat Hb hanya menurun sedikit (8,6). Pemberian asam folat 3 x 1 mg
dapat diberikan untuk mengkompensasi anemia yang terjadi.
Penderita mengeluh sesak napas dan nyeri dada kiri terutama saat menarik
napas. Pada saat auskultasi terdapat pleural friction rub pada basal paru kiri
sehingga mengindikasikan suatu pleuritis. Pleuritis memiliki manifestasi yang
hampir sama dengan perikarditis berupa nyeri dada terutama saat menarik nafas
sehingga perikarditis belum dapat disingkirkan. Perikarditis dan pleuritis
merupakan salah satu manifestasi dari LES. Pada pemeriksaan fisik juga
ditemukan dada kiri tertinggal saat inspeksi pergerakan dinding dada dinamis,
Stem fremitus kiri lebih lemah daripada kanan, redup pada paru kiri ICS IV,
vesikuler kiri (+) menurun dan menghilang pada basal paru kiri setinggi ICS IV
yang mengindikasikan adanya efusi pleura didukung oleh hasil foto toraks yang
positif. Kesimpulannya pada pasien ini menderita serositis dengan efusi pleura.
Tatalaksana yang dapat diberikan berupa analgetik PCT 3 x 500 mg dan antibiotik
Ceftriaxone 2x 1 selain untuk pengobatan ISK.
Pada pemeriksan laboratorium juga ditemukan penurunan elektrolit
kalsium dan albumin sehingga menyimpulkan adanya hipokalsemi dan
hipoalbuminemia. Akibat, proteinuri dan asupan gizi yang kurang, albumin dapat
menurun sehingga diperlukan pemberian human albumin 20%. Untuk tatalaksana
hipolaksemia dapat diberikan CaCo3 3x500 mg.
Penderita juga mengalami peningkatan asam urat. Asam urat yang
meningkat dapat terjadi pada penderita LES karena destruksi sel-sel tubuh yang
luas sehingga DNA sel yang rusak banyak yang dimetabolisme menjadi purin
dengan hasil akhir asam urat. Lupus nefritis yang mengganggu fungsi ginjal
46
sehingga ekskresi asam urat juga terganggu. Untuk itu pada pasien diberikan
allopurinol 1 x 300 mg.
Jadi berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, masalah yang ada pada pasien antara lain lupus nefritis,
ISK, anemia sekunder e.c. penyakit kronis, serositis, hipoalbuminemia, dan
hipokalsemia.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al. 2015. Lupus Eritematosus Sistemik.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi keenam. Jakarta: Interna Publishing; 2565-2579.
2. NN. 2009. Kehamilan dengan Lupus Eritematosus Sistemik. Dikutip dari :
http://digilib.unsri.ac.id/download/Lupus%20eritematosus.pdf
3. Danchenko N, Satia JA, Anthony MS. 2006. Epidemiology of systemic lupus
rythematosus: a comparison of worldwide disease burden. Lupus; 308-318.
4. NN. Lupus dan Penatalaksanaannya. 2010. Dikutip dari :
http://www.research.ui.ac.id/v1/images/stories/lupus/Lupus%20dan%20penat
alaksanaannya.pdf
5. Urowitz MB, Bookman AAM, Koehler BE, Gordon DA, Smythe HA,
Ogryzlo MA. 1976. The Bimodal Mortality Pattern of Systemic Lupus
Erythematosus. Am J Med;60:221-225.
6. Mok CC, Lau CS. 2003. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus
page. J Clin Pathol; 481-490.
7. McMurry RW, May W . 2003. Sex hormones and systemic
lupus erythematosus. Arthritis Rheum; 2100-2110
8. Kanda N, Tamaki K. 1999. Estrogen enhances immunoglobulin
production by human peripheral blood mononuclear cells. J Allergy Clin
Immunol; 282-288
9. DCruz D, Espinoza G, Cervera R. 2010. Systemic lupus erythematosus:
pathogenesis, clinical manifestations, and diagnosis. [cited 2011 Dec 7].
Available from
http://www.eular.org/myuploaddata/files/Compendium_sample_chapter.pdf
10. Tan EM, Cohen AS, Fries JF, Masi AT, McShane DJ, Rothield NF, et al.
1982. The 1982 revised criteria for the classification of systemic lupus
erythematosus. Arthritis Rheum; 1271-1277
11. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on systemic lupus
erythematosus guidelines. Arthritis Rheum 1999;42(9):1785-96
12. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Jakarta
48