Pembimbing :
Disusun oleh:
Avissa Mada Vashti
BAB I
STATUS NEUROLOGIK
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. AK
No Rekamedik
:01337020
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 24 th 1 bl
TTL
: Bogor, 18/10/1990
Agama
: Islam
Alamat
: Jl H Maksum
RT/RW
002/03
Sawangan baru
sawangan kabupaten Depok Jawa
Barat
Status Pernikahan
Pekerjaan
Pendidikan
II.
: Belum Kawin
: Lain-lain
: Tamat SMA
ANAMNESIS
Dilakukan auto dan allo-anamnesis tanggal 10 Desember 2014
a. Keluhan Utama
Riwayat penurunan kesadaran 2 jam SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dirujuk ke RSUP Fatmawati akibat riwayat penurunan kesadaran
selama 10 menit setelah kecelakaan lalu lintas. Sekitar 2 jam SMRS pasien
jatuh dari motor akibat mengenai lubang dengan kecepatan yang kencang
sehingga terpental kurang lebih 2 meter dan kepala sebelah kiri terbentur.
Kemudian pasien tidak sadarkan diri dan tidak ingat kejadian setelah
kecelakaan. pasien dibawa ke klinik dan muntah darah sebanyak satu gelas
belimbing.. Dari hidung pasien juga keluar darah kental. Pasien juga merasa
nyeri kepala. Telinga kiri pasien terasa sakit dan penuh
Tidak ada kelemahan atau baal sesisi. Pandangan pasien setelah
kecelakaan masih sama seperti sebelumnya dan tidak ada penglihatan ganda
ataupun luas pandang yang menyempit. Tidak ada pelo dan mulut mencong.
Tidak ada kesulitan menelan. Pasien sadar dan bicara lancar. Tidak ada sesak
nafas. Pasien masih bisa mengingat dan tidak ada perbedaan setelah kejadian
dan sebelum kejadian
c.Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluar cairan dari telinga sebelumnya disangkal. Riwayat trauma
sebelumnya disangkal. Hipertensi, diabetes mellitus, asthma, penyakit paru
disangkal. Alergi obat disangkal.
d. Riwayat penyakit keluarga
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), stroke, penyakit paru (-), penyakit jantung
(-), alergi (-).
e.Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok 4-5 batang perhari, riwayat penggunaan alckhol disangkal oleh
pasien.
III.
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Lidah
: kotor (-)
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Palpasi
linea
midclavicula sinistra
Perkusi
linea
parasternalis
sinistra
Auskultasi
Pemeriksaan Paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Abdomen:
Inspeksi
: Datar
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: BU (+) normal.
Pemeriksaan Ekstremitas:
o atas: akral hangat (+), edema (-)
o bawah: akral hangat (+), edema (-)
IV.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Kanan
Kiri
Kaku Kuduk
belum dilakukan
Laseque
> 70
> 70
Kernig
> 135
> 135
Brudzinski I
belum dilakukan
Brudzinski II
(-)
(-)
: (-)
: (-)
Papil edema
C. Saraf-saraf Kranialis
N. I
N.II
Kanan
Kiri
Acies Visus
Kesan baik
Kesan baik
Visus campus
Baik
Baik
Melihat Warna
Baik
Baik
Funduskopi
Tidak dilakukan
N. III, IV, VI
Kedudukan Bola Mata
Kanan
Kiri
Ortoposisi
Ortoposisi
Ke Nasal
Baik
Baik
Ke Temporal
Baik
Baik
Ke Nasal Atas
Baik
Baik
Ke Nasal Bawah
Baik
Baik
Ke Temporal Atas
Baik
Baik
Ke Temporal Bawah
Baik
Baik
Eksopthalmus
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
Pupil
Isokhor
Isokhor
Bentuk
Bulat, 3mm
Bulat, 3mm
(+)
(+)
(+)
(+)
Akomodasi
Baik
Baik
Konvergensi
: `
Baik
Baik
Kanan
Kiri
Baik
Baik
Optahalmik
Baik
Baik
Maxilla
Baik
Baik
Mandibularis
Baik
Baik
Kanan
Kiri
N. V
Cabang Motorik
Cabang Sensorik
N. VII
Somatomotorik
-Kesimetrisan wajah
: simetris
-Orbitofrontal
Baik
Baik
-Orbikularis
Baik
Baik
Viserosensorik
Tidak dilakukan
N. VIII
Kesan baik (pasien masih mendengar detik arloji dari jarak 1 meter)
Vestibular
Cochlear
N. IX, X
Motorik
Sensorik
: Baik
N. XI
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
Baik
Baik
Menoleh
Baik
Baik
N. XII
Pergerakan Lidah
Atrofi
: (-)
Fasikulasi
: (-)
Tremor
: (-)
D. Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal Distal
: 5555
5555
: 5555
5555
E. Gerakan Involunter
Tremor
: (-)
Chorea
: (-)
Atetose
: (-)
Mioklonik
: (-)
Tics
: (-)
F. Trofik
: Normotrofik
G. Tonus
: Normotonus
H. Sistem Sensorik
Proprioseptif
: Baik
Eksteroseptif
: Baik
: Tidak dinilai
Tes Rhomberg
: Tidak dinilai
Disdiadokinesia
: Baik
Jari-Jari
: Baik
Jari-Hidung
: Baik
Tumit-Lutut
: Baik
Rebound Pheomenon
: (-)
Hipotoni
: (-)
J. Fungsi Luhur
Astereognosia
: (-)
Apraksia
: (-)
Afasia
: (-)
K. Fungsi Otonom
Miksi
: Baik
Defekasi
: Baik
Sekresi Keringat
: Baik
Ereksi
: Baik
L. Refleks-refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Kornea
(+)
(+)
Berbangkis
(+)
(+)
Faring
(+)
(+)
Bisep
(+2)
(+2)
Trisep
(+2)
(+2)
Radius
(+2)
(+2)
Dinding Perut
(+)
(+)
Otot Perut
(+)
(+)
Sfingter Ani
: Tidak diperiksa
M. Refleks-refleks Patologis
Kanan
Kiri
Hoffman Tromner
(-)
(-)
Babinsky
(-)
(-)
Chaddock
(-)
(-)
Gordon
(-)
(-)
Gonda
(-)
(-)
Schaeffer
(-)
(-)
Klonus Lutut
(-)
(-)
Klonus Tumit
(-)
(-)
N. Keadaan Psikis
Intelegensia
: Baik
Tanda regresi
: (-)
10
Demensi
V.
: (-)
PEMERIKSAAN LAB
09.12.2014
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
VER/HER/K
HER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Hemostasis
APTT
Kontrol
APTT
PT
Kontrol PT
Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum darah
Kreatinin
darah
Diabetes
Hasil
14 g/dl
44 %
10.000/ul
176.000/ul
4.95
Nilai Rujukan
11,7 15,5 g/dl
33 45 %
5.000 10.000
150 440 ribu/ul
3.80 5.20 juta/uL
Interpretasi
DBN
DBN
Meningkat
DBN
DBN
75,7 fl
25,7 pg
33,9 g/dl
15,1 %
80 100
26 34
32 36
11,5 14,5
DBN
DBN
DBN
DBN
14 g/dl
44 %
10.000/ul
176.000/ul
4.95
DBN
DBN
Meningkat
DBN
DBN
36,4
31,5
27,4-39,3 detik
DBN
DBN
13,1
13,5
11,3-14,7 detik
DBN
DBN
17
12
0-34
0-40
DBN
Meningkat
15
0,6
20-40
0.6-1.5
DBN
75,7 fl
80 100
DBN
11
Gula
VI.
darah 102
10-140
DBN
Sewaktu
Elektrolit
33,9 g/dl
32 36
DBN
darah
Natrium
140
135-147
DBN
darah
Kalium
Klorida
3.18
106
3.10-5.10
95-108
DBN
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
12
13
tampak
lesi
hipodens
ekstracerebri, intracranii
-Ventrikel IV, III, dan lateralis baik
-Struktur media tak tampak deviasi
-Cerebellum dan pons baik
maupun
hiperdens
intracerebri,
14
Kesan :
-
VII.
RESUME
-
15
Diagnosis kerja
Diagnosis klinis
IX.
Diagnosis topis
Sinus maksila
TATA LAKSANA
Medikamentosa :
Ceftriaxone 1 gr 1x
Extrace 1 amp 1 x
Ondansentron 1 amp 2x
Ranitidin 1 tab 2 x
Metilprednisolon 500 mg 3x po
Non medikamentosa :
Airway, breathing, circulation
Eksplorasi luka
Tirah baring
16
X.
RENCANA LANJUTAN
Konsul THT
XI.
PROGNOSA
Ad vitam
: bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi trauma kapitis
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung
ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen
Anatomi
18
e. Perikranium.
Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di bagian temporal tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal.
Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu :
fosa anterior, fosa media, dan fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus
frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah
ruang bagian bawah batang otak dan serebelum.
Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu : duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan
araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
19
paling seringmengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada
fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari
meningen, yang tipis dan tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan
ketiga adalah piamater yang melekat erat permukaan korteks serebri. Cairan
serebrospinal bersirkulasi dalam ruang subaraknoid.
Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri
atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan
20
duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri
terdapat pusat
bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut
sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi
motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses
penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis
dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan
medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.
Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui
foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju
ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam
ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis.
CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.
Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial
(terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior).
Fisiologi
Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :
1. Tekanan Intra Kranial
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan
21
suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 20 mmH2O atau 4 sampai
15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh
aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang
jauh lebih tinggi dari normal. Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang
terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu :
otak ( 1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml).
Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan
desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra
kranial
2. Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila
salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus
mengkompensasi dengan mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ).
Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural
dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari
meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi
otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme
kompensasi yang mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak
dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua
mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila
peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan
peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal .
Patofisiologi Trauma Kapitis
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai
akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung
kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi
gerakan kepala Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa
perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa
kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah
area benturan disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak
terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi
22
23
perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya
kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel
fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang
konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera
metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan
sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan
iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.
Klasifikasi Trauma Kapitis
Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek.
Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme,
beratnya cedera, dan morfologi.
1. Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
2. Beratnya Cedera Kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara
spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar
15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan
tidak tara membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal
atau sama
Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak
berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13
dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15
dikategorikan sebagai cedera otak ringan.
Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari
Traumatic Brain Injury yaitu :
Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury
Klasifikasi Cedera Kepala Ringan
1. Kehilangan kesadaran < 10 menit
24
25
Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal sampai kondisi
yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan
mungkin mengalami amnesia retro/anterograd. Cedera otak difus yang berat
biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena syok yang berkepanjangan
atau periode apnoe yang terjadi segera setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT
scan sering menunjukkan gambaran normal, atau gambaran edema dengan batas
area putih dan abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal istilah. Cedera Aksonal
Difus (CAD) untuk mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang
buruk. Penelitian secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan pada akson
dan terlihat pada manifestasi klinisnya.
2. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan
gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering
terletak di area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh
robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.
3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan
ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak.
Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk
dibandingkan perdarahan epidural.
26
pengulangan
dalam
penilaian
dapat
dinilai
apakah
terjadi
27
Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap
cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah
abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan
terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya
bisa merupakan akibat dari cedera kepala.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer.
Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua
hasilnya harus dicatat
Saraf Kranial
.Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman
leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak
dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri,
pembengkakan,
dan memar.
Prosedur Imaging dalam Diagnosa Trauma Kapitis
Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar
tengkorak atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi
fraktur karena CT scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau
perdarahan. X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada
28
CT-Scan
Penemuan awal computed tomography scanner ( CT Scan ) penting dalam
memperkirakan prognosa cedera kepala berat. Suatu CT scan yang normal pada
waktu masuk dirawat pada penderita-penderita cedera kepala berat berhubungan
dengan mortalitas yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik
bila dibandingkan dengan penderita-penderita yang mempunyai CT scan
abnormal. Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua penderita dengan CT scan
yang relatif normal akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin terjadi
peningkata TIK dan dapat berkembang lesi baru pada 40% dari penderita
Di samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk lesi di batang
otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur tersebut
dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering berhubungan dengan outcome
yang buruk.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai
prognosa.MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang
sering luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi
yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI,
mempunyai prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun hasil
pemeriksaan CT Scan awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol baik
Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) menambah
dimensi baru pada MRI dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk
mendeteksi Cedera Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera
kepala ringan sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala yang lebih
berat, pada pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum dan
substantia alba. Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa
cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya sampai saat ini dapat
menolong menjelaskanberlangsungnya defisit neurologik dan gangguan kognitif
pada penderita cedera kepala ringan
PROGNOSA
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah.
Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta
2. Derricson, Bryan and Gerrald J tortora.2009. Principles of Anatomy and
Physiology. John Wiley & Sons, Inc.Philadelpia
3. American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport.
United States of America: Firs Impression
4. Bernath David, 2009, Head Injury, www.e-medicine.com
5. Boies adam., 2002, Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6, Jakarta: EGC.
6. Hafid A, 2007, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta:
penerbit buku kedokteran EGC
7. Ghazali Malueka, 2007, Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka
Cendekia.
8. Japardi iskandar, 2004, Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif.
Sumatra Utara: USU Press.
9. Kluwer wolters, 2009, Trauma and acute care surgery, Philadelphia:
Lippicott Williams and Wilkins