Anda di halaman 1dari 29

1

PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN


TRAUMA

Pembimbing :

Dr. Maysam Irawati

Disusun oleh:
Avissa Mada Vashti

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

BAB I

STATUS NEUROLOGIK
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. AK
No Rekamedik
:01337020
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 24 th 1 bl
TTL
: Bogor, 18/10/1990
Agama
: Islam
Alamat
: Jl H Maksum

RT/RW

002/03

Sawangan baru
sawangan kabupaten Depok Jawa
Barat
Status Pernikahan
Pekerjaan
Pendidikan

II.

: Belum Kawin
: Lain-lain
: Tamat SMA

ANAMNESIS
Dilakukan auto dan allo-anamnesis tanggal 10 Desember 2014
a. Keluhan Utama
Riwayat penurunan kesadaran 2 jam SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dirujuk ke RSUP Fatmawati akibat riwayat penurunan kesadaran
selama 10 menit setelah kecelakaan lalu lintas. Sekitar 2 jam SMRS pasien
jatuh dari motor akibat mengenai lubang dengan kecepatan yang kencang
sehingga terpental kurang lebih 2 meter dan kepala sebelah kiri terbentur.
Kemudian pasien tidak sadarkan diri dan tidak ingat kejadian setelah
kecelakaan. pasien dibawa ke klinik dan muntah darah sebanyak satu gelas
belimbing.. Dari hidung pasien juga keluar darah kental. Pasien juga merasa
nyeri kepala. Telinga kiri pasien terasa sakit dan penuh
Tidak ada kelemahan atau baal sesisi. Pandangan pasien setelah
kecelakaan masih sama seperti sebelumnya dan tidak ada penglihatan ganda
ataupun luas pandang yang menyempit. Tidak ada pelo dan mulut mencong.

Tidak ada kesulitan menelan. Pasien sadar dan bicara lancar. Tidak ada sesak
nafas. Pasien masih bisa mengingat dan tidak ada perbedaan setelah kejadian
dan sebelum kejadian
c.Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluar cairan dari telinga sebelumnya disangkal. Riwayat trauma
sebelumnya disangkal. Hipertensi, diabetes mellitus, asthma, penyakit paru
disangkal. Alergi obat disangkal.
d. Riwayat penyakit keluarga
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), stroke, penyakit paru (-), penyakit jantung
(-), alergi (-).
e.Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok 4-5 batang perhari, riwayat penggunaan alckhol disangkal oleh
pasien.
III.

PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 10 Desember 2014)


Keadaan Umum: tampak sakit sedang
a. Kesadaran: compos mentis/ GCS:E4M6V5= 15
b. Sikap : berbaring
c. Koperasi: kooperatif
d. Keadaan gizi: baik (BB 56kg, TB 165cm)
e. Tekanan darah: 110/70 mmHg
f. Nadi: 78x/menit
g. Suhu: 36,7oC
h. Pernapasan: 18 x/menit
Keadaan Lokal
a. Pulsasi arteri carotis: reguler, equal kanan-kiri

b. Perdarahan perifer: capillary refill time < 2 detik


c. KGB: tidak teraba pembesaran
d. Columna vertebralis: Lurus di tengah

Kulit

: Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)

Kepala

: Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, terdapat VE


pada daerah cranial

Mata

:Konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil


bulat isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+, racoon eye (-),
subconjungtiva bleeding (-)

Telinga

:Normotia +/+, battle sign (-)


Kiri : Liang telinga lapang, Serumen (+), membran timpani
belum dapat dinilai
Kanan : Liang telinga lapang, sekret (-), membran timpani
intak

Hidung

: Deviasi septum (-), sekret -/-

Mulut

: Pucat (-), sianosis (-)

Lidah

: kotor (-)

Tenggorok :Faring hiperemis (-), uvula di tengah, tonsil T2-T2 tenang


Leher

: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba


pembesaran KGB dan kelenjar tiroid

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi

: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V

linea

midclavicula sinistra
Perkusi

: Batas kanan : ICS IV linea sternalis dekstra.


Batas kiri

: ICS V linea midclavicula sinistra

Pinggang jantung: ICS III

linea

parasternalis

sinistra
Auskultasi

: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Paru :
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, jejas (-)

Palpasi

: fremitus sama di kedua lapang paru

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi

: Suara napas vesicular ; Ronki -/-; Wheezing -/-.

Pemeriksaan Abdomen:
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)

Perkusi

: Timpani di seluruh lapangan abdomen

Auskultasi

: BU (+) normal.

Pemeriksaan Ekstremitas:
o atas: akral hangat (+), edema (-)
o bawah: akral hangat (+), edema (-)

IV.

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

A. Rangsang Selaput Otak

Kanan

Kiri

Kaku Kuduk

belum dilakukan

Laseque

> 70

> 70

Kernig

> 135

> 135

Brudzinski I

belum dilakukan

Brudzinski II

(-)

(-)

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah proyektil

: (-)

Sakit kepala hebat

: (-)

Papil edema

: tidak dilakukan pemeriksaan

C. Saraf-saraf Kranialis
N. I

: Normosmia kanan dan kiri

N.II

Kanan

Kiri

Acies Visus

Kesan baik

Kesan baik

Visus campus

Baik

Baik

Melihat Warna

Baik

Baik

Funduskopi

Tidak dilakukan

N. III, IV, VI
Kedudukan Bola Mata

Kanan

Kiri

Ortoposisi

Ortoposisi

Ke Nasal

Baik

Baik

Ke Temporal

Baik

Baik

Ke Nasal Atas

Baik

Baik

Ke Nasal Bawah

Baik

Baik

Ke Temporal Atas

Baik

Baik

Ke Temporal Bawah

Baik

Baik

Pergerakan Bola Mata

Eksopthalmus

(-)

(-)

Nistagmus

(-)

(-)

Pupil

Isokhor

Isokhor

Bentuk

Bulat, 3mm

Bulat, 3mm

Refleks Cahaya Langsung :

(+)

(+)

Refleks Cahaya Konsensual:

(+)

(+)

Akomodasi

Baik

Baik

Konvergensi

: `

Baik

Baik

Kanan

Kiri

Baik

Baik

Optahalmik

Baik

Baik

Maxilla

Baik

Baik

Mandibularis

Baik

Baik

Kanan

Kiri

N. V
Cabang Motorik
Cabang Sensorik

N. VII
Somatomotorik
-Kesimetrisan wajah

: simetris

-Orbitofrontal

Baik

Baik

-Orbikularis

Baik

Baik

Viserosensorik

Tidak dilakukan

N. VIII
Kesan baik (pasien masih mendengar detik arloji dari jarak 1 meter)
Vestibular

: Tidak dilakukan pemeriksaan untuk vertigo

Cochlear

: Kesan tidak ada tuli pada pasien

N. IX, X
Motorik

: Baik (uvula ditengah, arcus faring tampak simetris)

Sensorik

: Baik

N. XI

Kanan

Kiri

Mengangkat bahu

Baik

Baik

Menoleh

Baik

Baik

N. XII
Pergerakan Lidah

: Tidak ada deviasi

Atrofi

: (-)

Fasikulasi

: (-)

Tremor

: (-)

D. Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal Distal

: 5555

5555

Ekstremitas Bawah Proksimal Distal

: 5555

5555

E. Gerakan Involunter
Tremor

: (-)

Chorea

: (-)

Atetose

: (-)

Mioklonik

: (-)

Tics

: (-)

F. Trofik

: Normotrofik

G. Tonus

: Normotonus

H. Sistem Sensorik
Proprioseptif

: Baik

Eksteroseptif

: Baik

I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi


Ataxia

: Tidak dinilai

Tes Rhomberg

: Tidak dinilai

Disdiadokinesia

: Baik

Jari-Jari

: Baik

Jari-Hidung

: Baik

Tumit-Lutut

: Baik

Rebound Pheomenon

: (-)

Hipotoni

: (-)

J. Fungsi Luhur
Astereognosia

: (-)

Apraksia

: (-)

Afasia

: (-)

K. Fungsi Otonom
Miksi

: Baik

Defekasi

: Baik

Sekresi Keringat

: Baik

Ereksi

: Baik

L. Refleks-refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Kornea

(+)

(+)

Berbangkis

(+)

(+)

Faring

(+)

(+)

Bisep

(+2)

(+2)

Trisep

(+2)

(+2)

Radius

(+2)

(+2)

Dinding Perut

(+)

(+)

Otot Perut

(+)

(+)

Sfingter Ani

: Tidak diperiksa

M. Refleks-refleks Patologis

Kanan

Kiri

Hoffman Tromner

(-)

(-)

Babinsky

(-)

(-)

Chaddock

(-)

(-)

Gordon

(-)

(-)

Gonda

(-)

(-)

Schaeffer

(-)

(-)

Klonus Lutut

(-)

(-)

Klonus Tumit

(-)

(-)

N. Keadaan Psikis
Intelegensia

: Baik

Tanda regresi

: (-)

10

Demensi
V.

: (-)

PEMERIKSAAN LAB
09.12.2014
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
VER/HER/K
HER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Hemostasis
APTT
Kontrol
APTT
PT
Kontrol PT
Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum darah
Kreatinin
darah
Diabetes

Hasil
14 g/dl
44 %
10.000/ul
176.000/ul
4.95

Nilai Rujukan
11,7 15,5 g/dl
33 45 %
5.000 10.000
150 440 ribu/ul
3.80 5.20 juta/uL

Interpretasi
DBN
DBN
Meningkat
DBN
DBN

75,7 fl
25,7 pg
33,9 g/dl
15,1 %

80 100
26 34
32 36
11,5 14,5

DBN
DBN
DBN
DBN

14 g/dl
44 %
10.000/ul
176.000/ul
4.95

11,7 15,5 g/dl


33 45 %
5.000 10.000
150 440 ribu/ul
3.80 5.20 juta/uL

DBN
DBN
Meningkat
DBN
DBN

36,4
31,5

27,4-39,3 detik

DBN
DBN

13,1
13,5

11,3-14,7 detik

DBN
DBN

17
12

0-34
0-40

DBN
Meningkat

15
0,6

20-40
0.6-1.5

DBN

75,7 fl

80 100

DBN

11

Gula

VI.

darah 102

10-140

DBN

Sewaktu
Elektrolit

33,9 g/dl

32 36

DBN

darah
Natrium

140

135-147

DBN

darah
Kalium
Klorida

3.18
106

3.10-5.10
95-108

DBN

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Jantung dan paru dalam batas normal


CT Scan kepala tanpa kontras 09 Desember 2014

12

CT scan bone window

13

potongan axial, interval 3 mm, 10 mm, dengan hasil :


-Sulci cerebri dan gyri fissura sylvii baik
-Tak

tampak

lesi

hipodens

ekstracerebri, intracranii
-Ventrikel IV, III, dan lateralis baik
-Struktur media tak tampak deviasi
-Cerebellum dan pons baik

maupun

hiperdens

intracerebri,

14

- tak tampak perdarahan intraparenkimal, sub/ epidural hematom


ataupun perdarah subarachnoid
- fraktur dinding anterior, dinding superior, dan dinding anterolateral
sinus maksila kiri disertai hematosinus macula
- soft tissue swelling region zigoma kiri

Kesan :
-

fraktur dinding anterior, dinding superior, dan dinding anterolateral


sinus maksila kiri disertai hematosinus macula

cephal hematom region zigoma kiri

tak tampak perdarahan intraparenkin, sub/ epidural hematom ataupun


perdarah subarachnoid.

VII.

RESUME
-

Pasien dirujuk ke RSUP Fatmawati dengan keluhan utama riwayat


penurunan kesadaran selama 10 menit setelah kecelakaan lalu lintas.
Sekitar 2 jam SMRS pasien jatuh dari motor akibat mengenai lubang
dengan kecepatan yang kencang sehingga terpental kurang lebih 2
meter dan kepala sebelah kiri terbentur. Kemudian pasien tidak
sadarkan diri dan tidak ingat kejadian setelah kecelakaan. pasien
dibawa ke klinik dan muntah darah sebanyak satu gelas belimbing..
Dari hidung pasien juga keluar darah kental. Pasien juga merasa
nyeri kepala. Telinga kiri pasien terasa sakit dan penuh

Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya vulnus excavatum pada


daerah cranial. Pada CT Scan didapatkan fraktur dinding anterior,
dinding superior, dan dinding anterolateral sinus maksila kiri disertai
hematosinus macula

15

VIII. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis kerja

: Cedera kepala ringan

Diagnosis klinis

: riwayat penurunan kesadaran, fraktur dinding

anterior, superior, dan dinding anterolateral sinus maksila kiri


pasca trauma, fraktur os parietal dan mastoid kiri, perdarahana liang
telinga kiri

IX.

Diagnosis etiologis : trauma kapitis

Diagnosis topis

Sinus maksila

TATA LAKSANA
Medikamentosa :

IVFD NaCl 0,9% 500 ml/12 jam

Ceftriaxone 1 gr 1x

Extrace 1 amp 1 x

Ondansentron 1 amp 2x

Asam Mefenamat 500 mg 3x po

Ranitidin 1 tab 2 x

Metilprednisolon 500 mg 3x po
Non medikamentosa :
Airway, breathing, circulation
Eksplorasi luka

Tirah baring

16

Elevasi kepala 30o

Observasi keadaan umum, vital pasien, dan kemungkinan


perubahan status neurologis pasien

X.

RENCANA LANJUTAN
Konsul THT

XI.

PROGNOSA
Ad vitam

: bonam

Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi trauma kapitis
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung
ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen

Anatomi

Kulit Kepala (Scalp)


a.Skin atau kulit
b. Connective Tissue atau jaringan penyambung
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

18

e. Perikranium.

Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di bagian temporal tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal.
Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu :
fosa anterior, fosa media, dan fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus
frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah
ruang bagian bawah batang otak dan serebelum.

Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu : duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan
araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.

19

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada


permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.
Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang

paling seringmengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada
fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari
meningen, yang tipis dan tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan
ketiga adalah piamater yang melekat erat permukaan korteks serebri. Cairan
serebrospinal bersirkulasi dalam ruang subaraknoid.
Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri
atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan

20

duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri
terdapat pusat
bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut
sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi
motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses
penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis
dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan
medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.
Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui
foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju
ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam
ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis.
CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.
Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial
(terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior).
Fisiologi
Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :
1. Tekanan Intra Kranial
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan

21

suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 20 mmH2O atau 4 sampai
15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh
aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang
jauh lebih tinggi dari normal. Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang
terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu :
otak ( 1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml).
Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan
desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra
kranial
2. Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila
salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus
mengkompensasi dengan mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ).
Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural
dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari
meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi
otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme
kompensasi yang mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak
dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua
mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila
peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan
peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal .
Patofisiologi Trauma Kapitis
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai
akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung
kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi
gerakan kepala Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa
perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa
kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah
area benturan disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak
terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi

22

tersebut dinamakan lesi kontusio countercoup. Kepala tidak selalu mengalami


akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma
kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi
rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa
akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan
intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di
antara lesi kontusio coup dan countrecoup.
Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara
mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan
tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi
dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada
tempat yang berlawanan dari benturan(countrecoup).

Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan


dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya
merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam
setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini
berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya
kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya
glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan

23

perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya
kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel
fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang
konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera
metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan
sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan
iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.
Klasifikasi Trauma Kapitis
Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek.
Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme,
beratnya cedera, dan morfologi.
1. Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
2. Beratnya Cedera Kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara
spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar
15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan
tidak tara membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal
atau sama
Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak
berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13
dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15
dikategorikan sebagai cedera otak ringan.
Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari
Traumatic Brain Injury yaitu :
Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury
Klasifikasi Cedera Kepala Ringan
1. Kehilangan kesadaran < 10 menit

24

2. Amnesia post traumatik < 1 jam


3. GCS = 13 15

Klasifikasi Cedera Kepala Sedang


1. Kehilangan kesadaran 10 menit 6 jam
2. Amnesia post traumatik 1-24 Jam
3. GCS = 9 - 12
Klasifikasi Cedera Kepala Berat
1.

Kehilangan kesadaran > 6 jam

2. Amnesia post traumatik > 24 Jam


3. GCS = 3 8
Morfologi
a. Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk
garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup.
Frakturdasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik
bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis
fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan
pemeriksaan lebih rinci. Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya
hubungan antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya
selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena
menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup berat. Menurut Japardi (2004),
klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut;
1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :
a. Linier
b. Diastase
c. . Comminuted
d. Depressed
Cedera otak difus

25

Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal sampai kondisi
yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan
mungkin mengalami amnesia retro/anterograd. Cedera otak difus yang berat
biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena syok yang berkepanjangan
atau periode apnoe yang terjadi segera setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT
scan sering menunjukkan gambaran normal, atau gambaran edema dengan batas
area putih dan abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal istilah. Cedera Aksonal
Difus (CAD) untuk mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang
buruk. Penelitian secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan pada akson
dan terlihat pada manifestasi klinisnya.
2. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan
gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering
terletak di area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh
robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.
3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan
ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak.
Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk
dibandingkan perdarahan epidural.

26

4. Kontusio dan perdarahan intraserebral


Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan
lobus,temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak.
Kontusio serebri dapat, dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi
perdarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan operasi.
Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis
Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002) antara
lain:
Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga
pengukuran, yaitu : pembukaan mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor
dari masing-masing komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS.
Nilai terendah adalah 3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15. Fungsi utama dari
GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali pengukuran, tetapi
skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat kesadaran dan dengan
melakukan

pengulangan

dalam

penilaian

dapat

perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.

dinilai

apakah

terjadi

27

Glasgow Coma Scale

Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap
cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah
abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan
terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya
bisa merupakan akibat dari cedera kepala.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer.
Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua
hasilnya harus dicatat
Saraf Kranial
.Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman
leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak
dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri,
pembengkakan,
dan memar.
Prosedur Imaging dalam Diagnosa Trauma Kapitis
Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar
tengkorak atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi
fraktur karena CT scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau
perdarahan. X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada

28

CT-Scan
Penemuan awal computed tomography scanner ( CT Scan ) penting dalam
memperkirakan prognosa cedera kepala berat. Suatu CT scan yang normal pada
waktu masuk dirawat pada penderita-penderita cedera kepala berat berhubungan
dengan mortalitas yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik
bila dibandingkan dengan penderita-penderita yang mempunyai CT scan
abnormal. Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua penderita dengan CT scan
yang relatif normal akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin terjadi
peningkata TIK dan dapat berkembang lesi baru pada 40% dari penderita
Di samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk lesi di batang
otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur tersebut
dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering berhubungan dengan outcome
yang buruk.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai
prognosa.MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang
sering luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi
yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI,
mempunyai prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun hasil
pemeriksaan CT Scan awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol baik
Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) menambah
dimensi baru pada MRI dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk
mendeteksi Cedera Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera
kepala ringan sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala yang lebih
berat, pada pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum dan
substantia alba. Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa
cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya sampai saat ini dapat
menolong menjelaskanberlangsungnya defisit neurologik dan gangguan kognitif
pada penderita cedera kepala ringan
PROGNOSA

29

Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah


mendapat terapi yang agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki
daya pemulihan yang baik. Penderita yang berusia lanjut biasanya
mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk pemulihan dari cedera
kepala (American college of surgeon,1997).
Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma juga
sangat mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah.
Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta
2. Derricson, Bryan and Gerrald J tortora.2009. Principles of Anatomy and
Physiology. John Wiley & Sons, Inc.Philadelpia
3. American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport.
United States of America: Firs Impression
4. Bernath David, 2009, Head Injury, www.e-medicine.com
5. Boies adam., 2002, Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6, Jakarta: EGC.
6. Hafid A, 2007, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta:
penerbit buku kedokteran EGC
7. Ghazali Malueka, 2007, Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka
Cendekia.
8. Japardi iskandar, 2004, Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif.
Sumatra Utara: USU Press.
9. Kluwer wolters, 2009, Trauma and acute care surgery, Philadelphia:
Lippicott Williams and Wilkins

Anda mungkin juga menyukai