Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO mengklasifikasikan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) sebagai salah
satu dari 6 “building blocks” Sistem Kesehatan. Hal ini menunjukkan betapa
pentingnya peran SIK di dalam suatu sistem kesehatan. Namun untuk SIK di
Indonesia, sering terdengar masih belum memadai sehingga tidak bisa memberikan
data yang akurat. Akibatnya adalah pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan –
para kepala Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan dan petugas di Kementerian
Kesehatan, menjadi sulit untuk mendapatkan data yang akurat dalam waktu yang tepat
untuk membantu dalam melakukan tugas harian
Pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No.511 tentang “Kebijakan & Strategi Sistem Informasi Kesehatan
Nasional (SIKNAS)”dan Kepmenkes No.932 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA)”.Sistem Informasi Kesehatan
Daerah (SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sebagai bagian sub sistem SIKDA yang
ada di provinsi, sedangkan SIKDA yang ada di provinsi adalah bagian sub sistem
Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).
Melihat berbagai kondisi, maka dibutuhkan suatu aplikasi sistem informasi
kesehatan yang “berstandar nasional” dengan format input maupun output data yang
diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan dari tingkat pelayanan kesehatan,
kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat. Untuk itu awal tahun 2012, Kementerian
Kesehatan melalui Pusat data dan Informasi akan meluncurkan aplikasi ”SIKDA
Generik”
Aplikasi SIKDA Generik adalah aplikasi sistem informasi kesehatan daerah
yang berlaku secara nasional yang menghubungkan secara online dan terintegrasi
seluruh puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehatan lainnya, baik itu milik
pemerintah maupun swasta, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan
provinsi, dan Kementerian Kesehatan.
Aplikasi SIKDA Generik dikembangkan dalam rangka meningkatkan
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan ketersediaan
dan kualitas data dan informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan teknologi
informasi komunikasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana efektifitas penggunaan aplikasi SIKDA dalam pelayanan di Puskesmas
Pasir Jaya ?

1.3 Tujuan
 Menilai efektifitas penggunaan aplikasi SIKDA pada pelayanan di Puskesmas
Pasir Jaya
 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas aplikasi SIKDA pada
pelayanan di Puskesmas Pasir Jaya.

1.4 Manfaat
 Menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan pelayanan di Puskesmas Pasir Jaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Aplikasi SIKDA Generik adalah aplikasi sistem informasi kesehatan daerah yang
berlaku secara nasional yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh
puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehatan lainnya, baik itu milik pemerintah maupun
swasta, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian
Kesehatan.

2.2 Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA)


Aplikasi SIKDA Generik dikembangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas data
dan informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi komunikasi.
Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi di lingkungan Kementerian Kesehatan
sudah dimulai sejak dekade delapan puluhan. Pada masa itu Departemen Kesehatan RI
melalui Pusat Data Kesehatan (PUSDAKES) memanfaatkan teknologi informasi dengan
sistem Electronic Data Processing (EDP) namun hal ini baru diterapkan di tingkat pusat.
komitmen bersama antar pemimpin birokrasi bidang kesehatan untuk mendayagunakan
teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, baik di
kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, namun karena berbagai kendala dan hambatan termasuk
kurangnya dana dan tidak adanya payung hukum (PP) membuat SIK kurang optimal dan
belum berdayaguna.
Pada era sembilan puluhan Departemen Kesehatan telah mengembangkan Sistem
Informasi Puskesmas (SP2TP), Sistem Informasi Rumah Sakit, Sistem Surveilans Penyakit
bahkan Sistem Informasi Penelitian & Pengembangan Kesehatan. Namun masing-masing
sistem tersebut belum terintegrasi dengan baik dan sempurna.
Pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.511 tentang “Kebijakan & Strategi Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)” dan
Kepmenkes No.932 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Daerah
(SIKDA)”. Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sebagai
bagian sub sistem SIKDA yang ada di provinsi, sedangkan SIKDA yang ada di provinsi
adalah bagian sub sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).
SIKDA seharusnya bertujuan untuk mendukung SIKNAS, namun dengan terjadinya
desentralisasi sektor kesehatan ternyata mempunyai dampak negatif. Terjadi kemunduran
dalam pelaksanaan sistem informasi kesehatan secara nasional, seperti menurunnya
kelengkapan dan ketepatan waktu penyampaian data SP2TP/SIMPUS, SP2RS dan profil
kesehatan. Dengan desentralisasi, pengembangan sistem informasi kesehatan daerah
merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun belum adanya kebijakan tentang
standar pelayanan bidang kesehatan (termasuk mengenai data dan informasi) mengakibatkan
persepsi masing-masing pemerintah daerah berbeda-beda. Hal ini menyebabkan sistem
informasi kesehatan yang dibangun tidak standar juga. Variabel maupun format input/output
yang berbeda, sistem dan aplikasi yang dibangun tidak dapat saling berkomunikasi. Selain di
daerah, di lingkungan Kementerian Kesehatan pun belum tersusun satu sistem informasi yang
standar sehingga masing-masing program membangun sistem informasinya masing-masing
dengan sumber data dari kabupaten/kota/provinsi.
Akibat keadaan di atas, data yang dihasilkan dari masingmasingdaerah tidak seragam,
ada yang tidak lengkap dan ada data variabel yang sama dalam sistem informasi satu program
kesehatan berbeda dengan di sistem informasi program kesehatan lainnya. Maka validitas dan
akurasi data diragukan, apalagi jika verifikasi data tidak terlaksana. Ditambah dengan
lambatnya pengiriman data, baik ke Dinas Kesehatan maupun ke Kementerian Kesehatan,
mengakibatkan informasi yang diterima sudah tidak up to date lagi dan proses pengolahan
dan analisis data terhambat. Pada akhirnya para pengambil keputusan/ pemangku
kepentingan mengambil keputusan dan kebijakan kesehatan tidak berdasarkan data yang
akurat.
Melihat berbagai kondisi di atas maka dibutuhkan suatu aplikasi sistem informasi
kesehatan yang “berstandar nasional” dengan format input maupun output data yang
diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan dari tingkat pelayanan kesehatan,
kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat. Untuk itu awal tahun 2012, Kementerian Kesehatan
melalui Pusat data dan Informasi akan meluncurkan aplikasi ”SIKDA Generik”. Seluruh unit
pelayanan kesehatan yang meliputi puskesmas dan rumah sakit, baik pemerintah maupun
swasta, dapat terhubung jejaring kerjasamanya melalui aplikasi SIKDA Generik.
Selain itu aplikasi “SIKDA Generik” dirancang dan dibuatuntuk memudahkan
petugas puskesmas saat melakukan pelaporan ke berbagai program di lingkungan
Kementerian Kesehatan.Dengan demikian diharapkan aliran data dari level paling bawah
sampai ke tingkat pusat dapat berjalan lancar, terstandar,tepat waktu, dan akurat sesuai
dengan yang diharapkan.
Diharapkan aplikasi tersebut dapat berguna secara efektif sebagai alat komunikasi pengelola
data/informasi di daerah, dapat saling tukar menukar data dan informasi, serta membantu
pengelola data/informasi agar selalu siap memberikan data atau gambaran kondisi kesehatan
secara utuh dan berdasarkan bukti.
Aplikasi “SIKDA Generik” merupakan penerapan standarisasi Sistem Informasi
Kesehatan, sehingga diharapkan dapat tersedia data dan informasi kesehatan yang cepat, tepat
dan akurat dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan
keputusan/kebijakan dalam bidang kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan Daerah Sistem
kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut:
 Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan
dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota,
rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya.
 Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi,
dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya.
 Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan
Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnya.
Pada saat ini di Indonesia terdapat 3 (tiga) model pengelolaan SIK, yaitu :
 Pengelolaan SIK manual, dimana pengelolaan informasi di fasilitas pelayanan
kesehatan dilakukan secara manual atau paper based melalui proses pencatatan pada
buku register, kartu, formulir-formulir khusus, mulai dari proses pendaftaran sampai
dengan pembuatan laporan. Hal ini terjadi oleh karena adanya keterbatasan
infrastruktur, dana, dan lokasi tempat pelayanan kesehatan itu berada. Pengelolaan
secara manual selain tidak efisien juga menghambat dalam proses pengambilan
keputusan manajemen dan proses pelaporan.
 Pengelolaan SIK komputerisasi offline, pada jenis ini pengelolaan informasi di
pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan
menggunakan perangkat komputer, baik itu dengan menggunakan aplikasi Sistem
Informasi Manajemen (SIM) maupun dengan aplikasi perkantoran elektronik biasa,
namun masih belum didukung oleh jaringan internet online ke dinas kesehatan
kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional.
 Pengelolaan SIK komputerisasi online, pada jenis ini pengelolaan informasi di
pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan
menggunakan perangkat komputer, dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Manajemen dan sudah terhubung secara online melalui jaringan internet ke dinas
kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional untuk
memudahkan dalam komunikasi dan sinkronisasi data.
Dalam proses pengelolaan data/informasi kesehatan di Indonesia, standar-standar
yang dibutuhkan, baik standar proses pengelolaan informasi kesehatan maupun teknologi
yang digunakan, belum memadai. Akses dan sumber daya kesehatan juga tidak merata, lebih
banyak dimiliki oleh daerah-daerah tertentu, terutama di pulau Jawa. Akibatnya setiap
institusi kesehatan mulai dari puskesmas, rumah sakit, hingga ke dinas kesehatan
kabupaten/kota dan provinsi menerapkan sistem informasi menurut kebutuhan masing-
masing. Hal ini menjadikan sistem yang digunakan berbeda-beda dan sulit untuk disatukan.
Selain itu, kepemilikan dan keamanan data yang dipertukarkan menjadi penghalang untuk
menyediakan data yang bisa diakses oleh pihak yang membutuhkan. Penyebab sulitnya
mewujudkan pertukaran data kesehatan di Indonesia yaitu:
 Penggunaan platform perangkat keras dan perangkat lunak yang berbeda-beda di
setiap daerah.
 Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang berbeda-beda
 Kultur kepemilikan data yang kuat dan possessive
 Kekhawatiran akan masalah keamanan data

2.3 Konsep SIKDA Generik


Ketersediaan informasi kesehatan sangat diperlukandalam penyelenggaraan upaya
kesehatan yang efektif dan efisien. Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
dijelaskan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam ketersediaan akses terhadap
informasi,
edukasi & fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Informasi kesehatan ini dapat diperoleh melalui Sistem
Informasi Kesehatan atau SIK. Dengan berlakunya sistem otonomi daerah, maka pengelolaan
SIK merupakan tanggung jawab dan wewenang masing-masing pemerintah daerah.
 Pemerintah pusat/Kementerian Kesehatan, bertanggung jawab dalam pengembangan
sistem informasi kesehatan skala nasional dan fasilitasi pengembangan sistem
informasi kesehatan daerah.
 Pemerintah daerah provinsi/dinas kesehatan provinsi, bertanggung jawab dalam
pengelolaan sistem informasi kesehatan skala provinsi.
 Pemerintah daerah kabupaten/kota / dinas kesehatan kab/kota, bertanggung jawab
dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan skala kabupaten/kota.
Dampak dari otonomi daerah tersebut, setiap pemerintah daerah melakukan
pengelolaan dan pengembangan SIK berbasis teknologi informasi yang berbeda-beda sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Sehingga saat ini terdapat berbagai jenis SIK yang
berbeda-beda di tiap daerah, baik itu berbeda dari sisi sistem operasi, bahasa pemrograman
maupun data basenya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa :
 SIK di Indonesia belum terintegrasi satu dengan lainnya. Informasi kesehatan masih
terfragmentasi dan belum mampu mendukung penetapan kebijakan serta kebutuhan
pemangku kebijakan.
 Menindaklanjuti permasalahan tersebut maka Pemerintah wajib mengembangkan
sistem informasi kesehatan yang dapat mengintegrasikan dan memfasilitasi proses
pengumpulan dan pengolahan data, serta komunikasi data antar pelaksana pelayanan
kesehatan mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan sampai dengan tingkat pusat,
sehingga dapat meningkatkan kualitas informasi yang diperoleh. Pada saat bersamaan
juga memperbaiki proses pengolahan informasi yang terjadi di daerah, yang pada
akhirnya dapat mendukung pemerintah dalam penguatan sistem kesehatan di
Indonesia.
SIKDA Generik merupakan Sistem Informasi Kesehatan Daerah yang dirancang
untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan minimum yang dibutuhkan dalam pengelolaan
informasi kesehatan daerah, dari proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, sampai
dengan diseminasi informasi kesehatan. SIKDA Generik dirancang untuk menjadi standar
bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan informasi kesehatan di wilayahnya. SIKDA
Generik hadir melalui proses inventarisasi berbagai SIKDA elektronik yang saat ini berjalan
dan digunakan di daerah, memilih yang terbaik, kemudian dianalisis sehingga dihasilkan satu
set deskripsi kebutuhan SIKDA Generik, yang mewakili kebutuhan seluruh komponen dalam
sistem kesehatan Indonesia dan disesuaikan dengan standar yang diatur dalam Pedoman
Nasional SIK.
Langkah selanjutnya dari pengembangan SIKDA Generik ini adalah mendistribusikan
aplikasi SIKDA Generik kepada pemerintah daerah yang belum memiliki/menggunakan.
Untuk pemerintah daerah yang telah memiliki/menggunakan SIKDA elektronik dapat tetap
menggunakannya dengan beberapa penyesuaian terhadap Pedoman Nasional SIK atau beralih
ke SIKDA Generik.
2.4 Komunikasi data
Sesuai dengan tujuan dikembangkannya SIKDA Generik, yaitu untuk membangun
suatu data base kesehatan Indonesia yang komprehensif, SIKDA Generik harus mampu
menghimpun, mengolah dan mendistribusikan semua data kesehatan dari berbagai pelaksana
kesehatan di Indonesia, baik pelaksana kesehatan yang telah memiliki sistem informasi
elektronik maupun masih paper based. Dengan berbagai sistem pengelolaan informasi yang
berbeda-beda, maka SIKDA Generik dituntut untuk dapat berkomunikasi secara interaktif,
memiliki kemampuan interoperabilitas yang tinggi, sehingga dapat berkomunikasi dan
melakukan pertukaran data kesehatan dengan sistem lainnya yang sudah berjalan.
Kemampuan interoperabilitas adalah kemampuan sistem untuk saling tukar menukar
data atau informasi dan saling dapat mempergunakan data atau informasi tersebut.
Interoperabilitas bukan berarti penentuan atau penyamaan penggunaan platform perangkat
keras, atau perangkat lunak semisal operating system tertentu, bukan pula berarti penentuan
atau penyeragaman data base. Namun berupa penyamaan format pertukaran data yang
digunakan, misalnya dengan menggunakan format data dalam bentuk data base SQL, Access,
Excell, maupun dalam format XML.

2.5 Tahap pelaksanaan SIKDA Generik


SIKDA Generik mulai dipikirkan pengembangannya pada saat dirasakan adanya
kebutuhan suatu sistem yang memenuhi kebutuhan pengelolaan data dan informasi yang
standar, dapat terintegrasi secara nasional dan dapat diterapkan di wilayah dengan sumber
daya yang terbatas. Hal ini terealisasi dengan adanya bantuan teknis dari GIZ (The Deutsche
Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit) untuk Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan.
Pengembangan SIKDA Generik mulai terlihat hasilnya dengan selesainya SIKDA Generik
versi 1 modul Puskesmas berupa prototype testing di Pusdatin dan prototype testing untuk
puskesmas per tanggal 31 Agustus 2011. Pada tahun 2013 SIKDA Generik versi 1 telah
memiliki versi update. Versi update dari SIKDA Generik ini memiliki konten yang telah
disempurnakan dengan beberapa fungsionalitas pendukung untuk pendataan kesehatan
daerah. Versi update dari SIKDA Generik ini dihadirkan guna menyempurnakan aplikasi
SIKDA yang lalu. SIKDA Generik versi update ini dikenalkan dengan nama SIKDA Generik
versi 1.2 atau sebut saja dengan SIKDA Generik 1.2.
Untuk mendukung pengoptimalan penggunaan SIKDA Generik versi 1.2 maka
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengadakan pelatihan instalasi dan penggunaan
SIKDA Generik 1.2 di berbagai layanan kesehatan terkait atau bisa disebut Training of
Trainer (TOT) yang dilaksanakan pada Mei – Juli 2013 dengan melibatkan seluruh pengelola
data di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Kegiatan TOT ini meliputi penjelasan
dan praktik instalasi sampai pada penggunaan SIKDA Generik. Selain itu pelatihan ini dalam
rangka mewujudkan terintegrasinya data yang sinkron dan valid di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Provinsi, serta Kementerian Kesehatan RI.
Dalam penerapan SIKDA Generik ada beberapa hal yang harus ada dan dipersiapkan
yaitu pelatihan, pendampingan, dan perubahan budaya kerja. Dari ketiga hal tersebut, dua
yang pertama yaitu pelatihan dan pendampingan sudah diakomodir oleh Pusdatin Kemenkes
dan sudah disiapkan anggarannya. Sedangkan yang nomor tiga yaitu kesiapan dan kemauan
para pengguna sendiri, merupakan tantangan tersendiri bagi terlaksananya penerapan SIKDA
Generik, akan tetapi ini pun pasti bisa diintervensi mungkin dengan berbagai cara seperti
pelatihan, workshop dan pendampingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan data, publikasi
pemanfaatan data, pemberian penghargaan dan publikasi bagi daerah dengan pengelolaan
SIKDA terbaik. Tantangan dalam penerapan SIKDA Generik Di Indonesia terdapat 138
kabupaten/kota (kondisi tahun 2009/2010) yang termasuk daerah bermasalah kesehatan
(DBK) dan/atau daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) yang pada umumnya
merupakan daerah yang masih kurang dalam ketersediaan infrastrukur dan SDM. Hal ini
menjadi suatu tantangan dan perlu persiapan dan perencanaan khusus dalam penerapan
SIKDA Generik di daerah-daerah tersebut.
Perlu dipikirkan pula adanya kabupaten/kota atau puskesmas yang sudah menerapkan
SIK komputerisasi online dan telah memiliki bank data yang telah terisi data. Untuk daerah
tersebut harus terus diberikan dorongan dan monitoring, serta disediakan koneksi agar data
yang ada dapat masuk ke bank data nasional. Untuk program kesehatan yang selama ini telah
memiliki sistem informasi yang terpisah-pisah, perlu dilakukan advokasi agar sejalan dengan
penerapan SIKDA Generik, sistem informasi program-program yang terpisah mulai diakhiri.
Dengan demikian akan mengurangi fragmentasi.
BAB III
PROFIL PUSKESMAS

3.1. Situasi Keadaan Umum


Puskesmas Pasir Jaya merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kecamatan
Cikupa wilayah Kabupaten Tangerang.
Wilayah kerja Puskesmas Pasir Jaya:
a. Desa Pasir Jaya
b. Desa Sukadamai
c. Kelurahan Bunder
d. Desa Pasir Gadung
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pasir Jaya tahun 2014 berjumlah ± 85.806
jiwa, terdiri dari laki-laki ± 44.768 jiwa dan perempuan ± 41.038 jiwa/ Kantor Statistik
Kabupaten Tangerang tahun 2014.

3.2. Faktor yang mempengaruhi kesehatan


a. Pendidikan
b. Lingkungan
c. Genetik/keturunan
d. Sosial budaya
BAB IV
Evaluasi Program

4.1 Pengertian Evaluasi Program.


Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada
aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah
evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran, pemberian angka (ratting) dan penilaian
(assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti
satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi
informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataan
mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran,
dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang
bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi
Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan dari
suatu program, oleh karena itu pengertian evaluasi sering digunakan untuk menunjukan
tahapan siklus pengelolahan program yang mencakup:
1. Evaluasi pada tahap perencanaan (EX-ANTE/ formative evaluation).
Pada tahap perencanaan, evaluasi sering digunakan untuk memilih dan
menentukan prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai
tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan (ON-GOING/ promotive evaluation).
Pada tahap pelaksanaan, evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat
kemajuan pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.
3. Evaluasi pada tahap Pasca Pelaksanaan (EX-POST/ summative
evaluation.
Pada tahap pasca pelaksanaan evaluasi ini diarahkan untuk melihat apakah
pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah
pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program
berakhir untuk menilai relevansi (dampak dibandingkan masukan), efektivitas
(hasil dibandingkan keluaran), manfaat (dampak dibandingkan hasil), dan
kontinuitas (dampak dibandingkan dengan hasil dan keluaran) dari suatu
program.
Secara umum, langkah-langkah membuat evaluasi program meliputi (1) penetapan
indikator dari unsur keluaran, (2) penetapan tolak ukur dari tiap indikator keluaran, (3)
perbandingan pencapaian masing-masing indikator keluaran program dengan tolak ukurnya,
(4) penetapan prioritas masalah, (5) pembuatan kerangka konsep dari masalah yang
diprioritaskan, (6) pengidentifikasian penyebab masalah, (7) pembuatan alternatif pemecahan
masalah, (8) penentuan prioritas cara pemecahan masalah yang dirangkum dalam kesimpulan
dan saran.

4.2 Pengertian Program.


Program dapat diartikan menjadi dua istilah yaitu program dalam arti khusus dan
program dalam arti umum. Pengertian secara umum dapat diartikan bahwa program adalah
sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. Apabila program dikaitkan langsung dengan
evaluasi program maka program didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang
merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu
singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu
kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif
lama. Pelaksanaan program selalu terjadi dalam sebuah organisasi yang artinya harus
melibatkan sekelompok orang.

4.5 Pengumpulan Data


Kami mengumpulkan data yang berasal dari diskusi kami dengan para petugas
Puskesmas Pasir Jaya. Kami melakukan wawancara non formal kepada beberapa petugas
yang melakukan input data di Puskesmas sebagai pelaksana dalam kegiatan SIKDA ini. Kami
juga melakukan wawancara terhadap petugas admin dalam bagian tata usaha dan kepala
Puskesmas itu sendiri.

4.6 Pengolahan Data

Data yang kami dapatkan sebagai bagian dari evaluasi program kami, kami gunakan
sebagai permasalahan dan indikator penilaian dari pelaksanaan program SIKDA ini. Kami
memantau apa saja kendala dan target yang akan dicapai oleh Puskesmas dalam program
SIKDA ini.
Data yang kami dapatkan kami rangkum dalam beberapa poin, berikut adalah poin tersebut :
1. Semua kegiatan external dan internal Puskesmas harus diinput dalam SIKDA
2. Setiap bagian poli dapat menjalankan program SIKDA dan menginput data yang
terkait dalam pelayanan
3. Bagian administrasi Puskesmas dapat memantau pelayanan dalam Puskesmas
4. Puskesmas dapat memberikan evaluasi dalam bentuk laporan bulanan
5. Petugas pemegang program terkait penyakit dapat mengambil data dari SIKDA
6. Puskesmas dapat menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung
program SIKDA
7. Hasil input data dari Puskesmas dapat masuk ke dalah server Kabupaten dan Dinas
Kesehatan
BAB V
EVALUASI PROGRAM PENGGUNAAN APLIKASI SISTEM INFORMASI
KESEHATAN DAERAH DI PUSKESMAS PASIR JAYA

Kurang efektifitas
program SIKDA pada
pelayanan di Puskesmas
Pasir Jaya

>

-Tidak terdapatnya komputer atau laptop pada - Petugas input data bukan seorang dokter
tiap ruangannya. - tidak terdapat penanggung jawab
-Koneksi internet dan listrik yang kurang stabil program terlatih

Tidak adanya pelatihan formal terkait Penggunaan bahasa inggris sebagai


SIKDA dari puskes atau dinkes diagnosis ICD X mempersulit petugas

- kurangnya pengetahuan petugas dalam Kurangnya pengawasan/monitoring


penggunaan aplikasi SIKDA penggunaan SIKDA dari Pusat (dinkes)
-Kurangnya pengetahuan petugas tentang
diagnosis berdasarkan ICD X

Terdapat perbedaan antara penguunaan


diagnosis sebelumnya dengan kode SIMPUS Tools pada aplikasi SIKDA yang cukup
dan SIKDA kompleks
Prioritas Penyebab Masalah

NO Penyebab Masalah Kontribusi Iptek Sumber daya Jumlah


1 Kurangnya pengetahuan 5 4 5 100
petugas dalam penggunaan
aplikasi SIKDA

2 Kurangnya pengetahuan 5 3 5 75
petugas tentang diagnosis
berdasarkan ICD X

3 Petugas input data bukan 5 1 3 15


seorang dokter

4 Penggunaan bahasa inggris 5 1 5 25


sebagai diagnosis ICD X
mempersulit petugas

5 Tidak terdapatnya computer 5 2 1 10


pada setiap ruangan

6 Kurangnya daya listrik dan 5 3 2 30


koneksi internet yang kurang
stabil

7 Tidak adanya pelatihan formal 5 4 5 75


terkait SIKDA dari puskes atau
dinkes
8 Kurangnya pengawasan 5 2 5 50
penggunaan SIKDA dari Pusat
(dinkes)
Prioritas Penyelesaian Masalah

NO Penyebab Masalah Penyelesaian masalah M I V C Jumlah


1 Kurangnya pengetahuan Pembekalan mengenai 4 3 3 2 18
petugas dalam penggunaan SIKDA
aplikasi SIKDA

2 Kurangnya pengetahuan Mengadakan pelatihan 5 4 4 3 26,7


petugas tentang diagnosis tetang kode ICD X
berdasarkan ICD X

3 Petugas input data bukan Minimal terdapat 1 2 3 3 5 3,6


seorang dokter orang yang terlatih
dalam input data
4 Penggunaan bahasa inggris 4 5 5 5 20
sebagai diagnosis ICD X
mempersulit petugas

5 Tidak terdapatnya computer Menambahkan 1 4 4 4 3 21


pada setiap ruangan komputer atau laptop
disetiap ruangannya
6 Kurangnya daya listrik dan Membuat anggaran 3 2 2 1 12
koneksi internet yang kurang untuk menambahkan
stabil daya listrik dan internet

7 Tidak adanya pelatihan formal Membuat pelatihan 5 5 5 1 125


terkait SIKDA dari puskes atau tentang Sikda di
dinkes puskesmas untuk
semua staf puskesmas
8 Kurangnya pengawasan Membuat evaluasi 5 5 5 5 25
penggunaan SIKDA dari Pusat mingguan dalam
(dinkes) penggunaan SIKDA
Plan Of Action

 Judul
o Evaluasi Program Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah di
Puskesmas Pasir Jaya
 Rumusan Masalah
o Bagaimana efektifitas penggunaan aplikasi SIKDA dalam pelayanan di
Puskesmas Pasir Jaya ?
 Rumusan Penyebab
o Petugas Puskesmas
 Tidak ada penanggung jawab program yang terlatih
 Kurangnya pengetahuan petugas dalam penggunaan aplikasi SIKDA
 Kurang pemahaman petugan mengenai kode diagnosis ICD X
 Petugas yang menginput data belum terlatih
o Sarana dan Prasarana
 Sarana dan prasarana yang masih kurang
 Rumusan Tujuan
o Menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan pelayanan di Puskesmas Pasir
Jaya.
 Kegiatan
o Memberikan pelatihan dalam penggunaan aplikasi SIKDA
o Memberikan pelatihan mengenai Diagnosis ICD X
o Mengadakan evaluasi tentang SIKDA
o Membuat anggaran untuk penabahan uang listrik dan koneksi internet

Rencana Kegiatan

Kegiatan Waktu
Memberikan pelatihan dalam penggunaan Minimal 1 bulan sekali
aplikasi SIKDA

Memberikan pelatihan mengenai Diagnosis Minimal 1 bulan sekali


ICD X

Mengadakan evaluasi tentang SIKDA Satu bulan sekali

Membuat struktural dan penanggungjawab 1 kali


BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Program Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) merupakan suatu sistem
meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan
ketersediaan dan kualitas data dan informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan
teknologi informasi komunikasi. Penggunaan Aplikasi SIKDA sudah banyak digunakan oleh
puskesmas puskesmas lainnya. Untuk kedepannya Dinas Kesehatan Tangerang akan
mewajibkan seluruh puskesmas wilayah Tangerang agar menggunakan aplikasi SIKDA ini.
Pada penggunaan Aplikasi SIKDA ini masih terdapat beberapa kendala dalam
pelaksanaannya. Dari evaluasi yang telah dilakukan, terdapat beberapa pokok masalah
diantaranya tidak ada penanggung jawab program yang terlatih, Kurangnya pengetahuan
petugas dalam penggunaan aplikasi SIKDA, Kurang pemahaman petugan mengenai kode
diagnosis ICD X, Petugas yang menginput data belum terlatih, sarana dan prasana yang
kurang mendukung seperti tidak adanya komputer atau laptop di tiap ruangan, dan tidak
stabilnya koneksi internet dan listrik. Sehingga berdasarkan hasil penentuan prioritas masalah
untuk dilakukan adalah dengan mengadakan pelatihan kepada petugas puskesmas mengenai
aplikasi SIKDA.

6.2 Saran
Program yang ada di puskesmas sudah cukup baik, hanya saja kami menyarakan
kepada pihak puskesmas pasir jaya untuk mengadakan pelatihan kepada petugas puskesmas
mengenai aplikasi penggunaan SIKDA ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sistem Informasi Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan, Indonesia, 2016 Diunduh dari
http://sikda.depkes.go.id/?p=67 pada tanggal 01 November 2016 pukul 10.00 WIB
2. Sistem Informasi Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan, Indonesia, 2016 Diunduh dari
http://sikda.depkes.go.id/download/user_manual_sikda_1.3.pdf
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kesehatan dalam Kerangka Sustainable
Development Goals (SDGs). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2015.
4. Hasanbasri, mubasysyir. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol 10, Pendekatan
Sistem dalam Perencanaan Program Daerah.Yogyakarta: 2007.

Anda mungkin juga menyukai