Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Pengampunan Pajak di Indonesia


Disusun untuk memenuhi tugas suatu matakuliah :
Ekonomi Indonesia
Yang dibina oleh Dosen :
Suprianik SE. M,Si

Disusun oleh :
Marifatul Iza (E20152129)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
Oktober 2016

KATA PENGANTAR
Segenap puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT. karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Makalah ini disusun
salah satunya untuk memenuhi tugas Ekonomi Indonesia yang dibimbing oleh Dosen
Suprianik SE. M,Si.
Kesuksesan ini dapat kami dapatkan tentunya karena bantuan banyak pihak. Kami
ucapkan banyak terimakasih kepada Dosen kami yang sudah membimbing kami dan segenap
Mahasiswa IAIN jember yang juga membantu penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan yang ada dalam makalah
ini. Kami akan menampung segala kritik dan saran dari pembaca untuk selanjutnya akan
kami jadikan bahan pertimbangan untuk menyempurnakan makalah kami.
Akhirnya kami selaku penyusun makalah berharap semoga makalah ini dapat menjadi
tambahan ilmu dan bermanfaat bagi pembaca.

Jember , 17 Oktober 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada
wajib pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi
perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam
ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan telah dilakukan beberapa kali
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.Tercatat Dalam sejarahnya Indonesia sudah 3 kali mengeluarkan
kebijakan pengampunan Pajak , yaitu pada tahun 1964, 1984 dan 2008.
Dalam transisi pemberlakuan Undang-Undang perpajakan, yaitu Undang-Undang
Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat
keringanan yang diberikan bagi Wajib Pajak, adapun bentuk keringanan pajak tersebut
adalah semacam bentuk pengampunan pajak, bentuk pengampunan pajak tersebut
tercantum/termuat dalam Pasal 37 A, yang isinya sebagai berikut:
1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih
harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu
1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas
keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah
berlakunya Undang-Undang ini diberikan Penghapusan sanksi administrasi atas
pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali
terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang
disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
Ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 37 A memberikan fasilitas pengampunan
pajak kepada Wajib Pajak, yaitu dengan Kebijakan yang dikenal sebagai "Sunset Policy".
Tujuan utama Sunset Policy adalah peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan
kepatuhan pajak. Dengan program ini diharapkan dapat menghasilkan tambahan bagi
penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar untuk mendongkrak tax

ratio(perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dengan jumlah Produk Domestic


Bruto) yang pada tahun 2007 selevel di kisaran 13,5%.
Disamping itu, pelaksanaan program Sunset Policy ini juga diharapkan dapat
menaikkan kepatuhan pajak. Wajib Pajak terdaftar sebagai salah satu indikator kepatuhan
pajak, menunjukkan jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan jumblah penduduk. Di
Indonesia, Pemegang NPWP hingga pada Juli 2008 baru 6 juta dari sekitar 225 juta
penduduk (2,7%).
B. Rumusan masalah
1. Apakah yang di maksud dengan pajak ?
2. Apakah yang dimaksud dengan pengampunan pajak?
3. Bagaimana sistem pengampunan pajak di Indonesia?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk memberi informasi kepada pembaca tentang teori
pengampunan pajak di Indonesia. Dalam makalah ini terdapat banyak informasi tentang pajak
pengampunan pajak yang akan menambah pengetahuan pembaca.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH:

pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan
2.

3.

barang).
Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual

4.

oleh pemerintah.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran

yang bermanfaat bagi masyarakat luas.1


B. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu:
1. Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi
minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi
gaya hidup konsumtif.
c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di
pasaran dunia.
C. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan

atau perlawanan, maka

pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:


1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum , yakni mencapai keadilan, undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak
bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
1

Dr. Mardiasmo, MBA, Ak., PERPAJAKAN, Yogyakarta: Andi Yogyakarta, hlm.1-2.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)


Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan , baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak menggangguperekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih rendah
dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
6. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undangundang perpajakan yang baru.
D. Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Atas dasar apakah negara mempunyaihak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa
teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk
memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah:
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh
karena itu rakyat harus membayar pajak yang diberatkan sebagai suatu premi asuransi
karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya
perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harussama beratnya, artinya pajak harus dibayar
sesuai dengan daya pikul masing-masingorang. Untuk mengukur daya pikul dapat
digunakan 2 pendekatan, yaitu:
a. Unsur objektif, dengan melihat besarnyapenghasilan atau kekayaan yang
dimiliki seseorang

b. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang


harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak padahubungan rakyat dengan negaranya .
sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran
pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak
berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.
Selanjutnyanegara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.2
E. Pengelompokan Pajak
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dibebankan oleh mdilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : pajak penghasilan
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang oada akhirnya dapat dibedakan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Penghasilan
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
2

Ibid, hlm. 3-4

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oelh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
a) Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi), contoh: Pajak Kendaran Bermotor dan
Bea Baik Nama Kendaraan Bermotor.
b) Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), contoh: Pajak Hotel dan
Restoran (pengganti Pajak Pembangunan I), Pajak Hiburan, Pajak Reklame,
dan Pajak Penerangan Jalan.
F. Tata Cara Pemungutan Pajak
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan
atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan
lebih relistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada
akhir periode(setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.
Misalnya, penghasilan suatu tahun yang dianggap sama dengan tahun sebelumnya,

sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkam besarnya pajak yang
terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat
dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada
awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada
akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila
besarnya pajak manurut kenyataan lebih besar dari pajak menurut anggapan maka
Wajib Pajak harus menambah. Sebaiknya, jika lebih kecil, kelebihannya dapat
diminta kembali.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun
dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya
tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak
bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan
Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wjaib Pajak
luar negeri.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang membri wewenang kepada pemerintah


(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib
Pajak untun menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri,
2) Wajib Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang,
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Adalah suatu sisten pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak
ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
G. Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.


b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan
kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak:
Bentuknya antara lain:
a. Tax avoidance,usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undangundang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undangundang (menggelapkan pajak).
H. Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif pajak :
1. Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang
dikenai pajak.
2. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
3. Tarif progresif
Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
4. Tarif degresif

Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
I. Pengertian Pengampunan Pajak
Sebagaimana diberitakan, demi menarik pulang sebagian dari sekitar Rp 3.000 triliun
lebih uang masyarakat Indonesia yang tersimpan di perbankan Singapura, pemerintah
berniat menawarkan pengampunan pajak atau dikenal juga dengan Tax Amnesty. Seperti
yang kita ketahui Tax amnesty merupakan bentuk pengurangan atau penghapusan Sanksi
Pajak dari Wajib Pajak (WP). Tax amnesty sendiri terbagi dalam 2 jenis, yaitu: 1) Soft Tax
Amnesty atau lebih dikenal dengan Sunset Policy; dan 2) Hard Tax Amnesty.
a. Soft Tax Amnesty (Sunset Policy)
Soft Tax Amnesty merupakan pengurangan atau penghapusan Sanksi Adminsitratif
pajak dari Wajib Pajak. Sanksi Administratif ini dapat berupa:
1) Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang
berkaitan dengan kewajiban pelaporan.
2) Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang
berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.
3) Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus
dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam
ketentuan material.
Dasar Hukum Soft tax amnesty ada pada Pasal 37 A UU KUP, yang berbunyi:
1)

Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan


Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang
masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan
pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2)

Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah
berlakunya Undang-Undang ini diberikan Penghapusan sanksi administrasi atas
pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau

keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib


Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
Pasal 37A hanya berlaku satu tahun, yaitu mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2008
saja. Karena berlakunya hanya dalam jangka waktu sangat singkat, yaitu di tahun pertama,
maka kebijakan ini disebut Sunset Policy. Sunset sendiri berarti matahari yang hampir
tenggelam. Sama dengan matahari yang hampir tenggelam (sunset), ketentuan (policy)
yang ada dalam Pasal 37A UU KUP berakhir (tenggelam) pada 31 Desember 2008.
Tujuan utama Sunset Policy adalah peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan
kepatuhan pajak. Dengan program ini diharapkan dapat menghasilkan tambahan bagi
penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar untuk mendongkrak tax
ratio (perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dengan jumlah Produk Domestic
Bruto) yang pada tahun 2007 belum beranjak dari kisaran 13,5% (Versi Bisnis Indonesia).
Disamping itu, pelaksanaan program Sunset Policy ini juga diharapkan
dapatmenaikkan kepatuhan pajak yang memprihatinkan. Wajib Pajak terdaftar sebagai
salah satu indikator kepatuhan pajak, menunjukkan jumlah yang sangat kecil dibandingkan
dengan jumblah penduduk. Di Indonesia, Pemegang NPWP pada Juli 2008 baru 6 juta dari
sekitar 225 juta penduduk atau sekitar 2,7%
alasan yang melatarbelakangi dirilisnyakebijakan Sunset Policy adalah Sistem Self
Assessment, dan tuntutan mengenai transparansi pengelolaan pajak di Indonesia, Hal ini
terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan masa lalu yang dicurigai tidak
cukup transparan.
b. Hard Tax Amnesty
Hard Tax Amnesty merupakan pengurangan atau penghapusan sanksi Pidana pajak
dari Wajib pajak. perbedaan Hard Tax Amnesty dengan Soft Tax Amnesty adalah sanksi
nya, jika soft tax amnesty mengurangi atau menghapuskan sanksi "administratif"
perpajakan, Hard tax amnesty mengurangi atau menghapuskan sanksi "pidanana"-nya.
Indonesia sendiri masih belum ada dasar hukum untuk penghapusan sanksi pidana
perpajakan, begitu pula dalam prakteknya. Namun, dalam Rancangan Undang-Undang
Pengampunan Nasional tahun 2015 termuat dalam ketentuan umum bahwa "Pengampunan
Nasional adalah penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi
PIDANA di bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang
tebusan, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang ini". Jadi dapat diasumsikan

bahwa akan ada Penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan yang saat ini masih
dirancang di badan legislatif.
J. Syarat-syarat Pengampunan Pajak
Agar Wajib Pajak (WP) berhak mendapat pengampunan ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi. Dasar hukum Syarat-syarat ini diatur dalam pasal 2 Keputusan Presiden
Nomor 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak dan Pasal 4 UU KUP, yaitu:
a.

Mendaftarkan diri pada Kantor Inspeksi Pajak dalam wilayah Wajib Pajak
bertempat tinggal atau berkedudukan, bagi yang belum mempunyai nomor pokok
wajib pajak;

b.

Menyampaikan pernyataan tertulis mengenai jenis pajak dan tahun pajak yang
dimintakan pengampunan;

c.

Menyampaikan daftar kekayaan benar bagi Wajib Pajak orang pribadi yang
menyelenggarakan pembukuan;

d.

Menyampaikan Neraca yang benar bagi Wajib Pajak orang pribadi dan
menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak badan;

e.

Mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) benar, lengkap, dan


jelas.
Syarat-syarat ini merupakan syarat Kumulatif, yaitu harus dipenuhi seluruhnya.

Apabila ada salah satu syarat yang tidak dipenuhi, maka pengampunan Pajak dengan
sendirinya gugur. yang dimaksud dengan pengisian SPPT benar, lengkap dan jelas adalah:
1)

Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan


ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya;

2)

Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek


pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan; dan

3)

Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsurunsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan

SPT yang telah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke
kantor pelayanan pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh DJP.
K. Hambatan dalam Pelaksanaan Pengampunan Pajak

Di setiap negara pada umumnya masyarakat memiliki kecenderungan untuk


meloloskan diri dari pembayaran pajak. Membayar pajak adalah suatu aktivitas yang
tidak dapat lepas dari kondisi behavior Wajib Pajak. Faktor yang bersifat emosional akan
selalu menyertai pemenuhan kewajiban perpajakan. Permasalahan tersebut berakar pada
kondisi membayar pajak adalah suatu pengorbanan yang dilakukan warga negara dengan
menyerahkan sebagian hartanya kepada negara dengan sukarela, tentunya ini menjadi
suatu hal yang memerlukan kesukarelaan yang luar biasa dari masyarakat dalam usahanya
rnemenuhi kewajiban perpajakannya.
Usaha yang dilakukan Wajib Pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha
yang disebut perlawanan terhadap pajak. Usaha tidak membayar pajak atau memanipulasi
jumlah pajak maupun meminimalisasikan jumlah pajak yang harus dibayar tentunya
menjadi hambatan dalam pemungutan pajak.
Perlawanan terhadap pajak akan memengaruhi jumlah penerimaan negara dari sektor
pajak. Berbagai bentuk perlawanan sebagai bentuk reaksi ketidakcocokan ataupun
ketidakpuasan terhadap diberlakukannya pajak. sering kali diwujudkan dalam bentuk
perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
a) Perlawanan pasif, merupakan kondisi yang mempersulit pemungutan pajak yang
timbul dari kondisi struktur perekonomian, kondisi sosial masyarakat,
perkembangan intelektual penduduk, moral warga masyarakat, dan tentunya
sistem pemungutan pajak itu sendiri.
b) Perlawanan

aktif,

meliputi

usaha

masyarakan

untuk

menghindari,

menyelundupkan, memanipulasi, melalaikan, dan meloloskan pajak yang


langsung ditujukan kepada fiskus.
Merupakan suatu kenyataan dan pengalaman di beberapa negara bahwa perlawanan
pasif tidak begitu kuat terhadap pajak tidak langsung daripada terhadap pajak langsung.
Itulah sebabnya mengapa pada umumnya kebanyakan negara cenderung untuk
mengadakan pajak tak langsung. Sebaliknya suatu kecerdasan, suatu pengertian yang jelas
mengenai tugas kewajiban terhadap negara dan keharusan membayar pajak, juga perasaan
mendalam mengenai solidaritas nasional pada penduduk, akan mengurangi perlawanan
pasif. Pada Negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Perlawanan Aktif lah yang lebih
dominan terjadi.
Perlawanan Aktif ini dilakukan mulai dari menghindari, menyelundupkan,
memanipulasi, melalaikan, dan meloloskan pajak. Menghindari membayar pajak
dilakukan dengan tidak melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pengenaan pajak.

Penghindaran pajak ini menyebabkan permintaan akan barang yang dikenakan pajak
berkurang, yang berakibat meningkatnya penabungan, atau bertambahnya permintaan
akan barang lain dan sekaligus terjadi penambahan dalam produksi barang terakhir dan
berkurangnya barang-barang yang dikenakan pajak berat.
Penyeludupan pajak adalah usaha aktif Wajib Pajak dalam hal mengurangi,
menghapus, manipulasi ilegal terhadap utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak
membayar pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundangundangan.
Melalaikan pajak menurut R. Santoso Brotodihardjo merupakan upaya menolak untuk
membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang
harus dipenuhinya.
Dalam Pelaksanaan Pengampunan Pajak di Indonesia sendiri masih banyak
hambatan-hambatan yang terjadi. ada tiga faktor utama yang menghambat pelaksanaan
pengampunan pajak di Indonesia, yaitu:
a) Masih Awamnya pengetahuan WP terhadap perundang-undangan Perpajakan.
Ketidaktahuan mengenai perundang-undangan perpajakan merupakan suatu
hambatan yang sering dihadapi oleh fiskus, sebagai aparat pelaksanan
Pengampunan Pajak, hal ini disebabkan oleh masih tidak pro aktifnya Wajib Pajak
atau masih kurangnya kesadaran Wajib Pajak untuk mencari tahu mengenai
perkembangan hukum pajak yang berlaku di Indonesia, yang pada akhirnya dapat
memberikan dampak negatif terhadap pelaksanaan Pengampunan Pajak.
b) Kurangnya sosialisasi dari fiskus juga merupakan penghambat yang sangat
mendasar. pada pelaksanaan Pengampunan Pajak tahun 2008, DJP baru mulai
melakukan sosialisasi pada bulan Juli 2008, padahal

seharusnya sosialisasi

dilakukan segera pada saat Kebijakan Pengampunan Pajak diterbitkan, yaitu pada
bulan Januari 2008.
c) WP cenderung memanfaatkan kebijakan pengampunan pada hari-hari terakhir
Pengampunan Pajak. masih berkaca pada tahun 2008, WP membeludak pada harihari terakhir pengampunan pajak, hal ini tentu menjadi salah satu penghambat
dalam pelaksanaan pengampnan Pajak, karena jumlah fiskus yang melayani WP
tidak sebanding dengan jumlah WP yang sangat banyak.
L. Upaya-upaya untuk Mengatasi Hambatan dalam Pelaksanaan Pengampunan Pajak

Dari hambatan-hambatan yang timbul selama pelaksanaan program Pengampunan


Pajak di atas, maka fiskus diharuskan memberikan jalan keluar terhadap hambatanhambatan tersebut, karena fiskus merupakan aparatur pemerintah yang terdepan dalam
pemberian pelayanan kepada Wajib Pajak terhadap pelaksanaan program Pengampunan
Pajak, dari beberapa hambatan-hambatan yang telah disebutkan diatas Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Polonia memiliki upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan
tersebut. Jika berkaca dari pelaksanaan Pengampunan Pajak tahun 2008 silam, ada
beberapa hal yang dapat dilakukan fiskus, yaitu:
a) Memberikan himbauan (tertulis) kepada Wajib Pajak untuk memanfaatkan
kebijakan Pengampunan Pajak. hal ini dapat berupa selebaran-selebaran, Short
Message Service (SMS) maupun baliho-baliho yang menjelaskan kebijakan
Pengampunan Pajak, atau yang paling modern adalah iklan pada siaran televisi
yang terbukti sangat efektif untuk memberi informasi kepada masyarakat.
b) Memberikan pelayanan yang cepat agar menarik Wajib Pajak. Siapa yang suka
berlama-lama menunggu? Pelayanan yang cepat merupakan magnet untuk
menarik WP. hal ini merupakan titik vital dalam pelaksanaan birokrasi Indonesia
yang sering dianggap lambat oleh masyarakat. Fiskus harus mengubah imej
tersebut dan menarik sebanyak-banyaknya WP untuk mendaftar.

Anda mungkin juga menyukai