Anda di halaman 1dari 19

PILIHAN Apakah Status Badan Layanan Umum bagi Rumah Sakit Khusus dan Balai Kesehatan

Sebuah Keputusan yang Tepat!!! 18 Juni 2014 18:58:54 Diperbarui: 20 Juni 2015 03:14:57
Dibaca : 236 Komentar : 0 Nilai : 0 1403065152640126339 Undang-Undang Nomer 1 tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara telah memberikan koridor bagi institusi pemerintah yang
tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk dapat menerapkan
pola keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efesiensi, dan efektivitas
dengan sebutan umum sebagai satuan kerja Badan Layanan Umum (Satker BLU). Peluang ini
diberikan kepada instasi pemerintah yang melaksanakan tugas melayani masyarakat / publik
(seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan dan pengelolaan dana khusus)
untuk mengelola kegiatannya dengan ala bisnis (Business like) sehingga pemberian layanan
masyarakat dapat lebih efesien dan efektif. Pada tanggal 27 Januari 2014 dilaksanakan Rapat
Dengar Pendapat antara DPR RI komisi IX dengan Kementrian Kesehatan dimana salah satu
yang dipertanyakan menyangkut Tunjangan Kinerja dari Jalur APBN terhadap 11 Satker BLU
yang belum mereka terima. Jawaban dari pihak Kemenkes, kenapa dari 11 Satker tersebut tidak
menerima Tunjangan Kinerja dari jalur APBN karena berbenturan dengan Perpres no 81 tahun
2013 yang tidak mengakomodir Status Badan Layanan Umum (BLU) menerima Tunjangan
Kinerja dari APBN. Permasalahan yang timbul karena dari 11 Satker tersebut Pegawai yang
bekerja tidak mendapatkan kesejahteraan yang sesuai dengan tabel Tunjangan Kinerjai jalur
APBN. Untuk memberikan kesejahteraan yang sesuai Pihak RS Khusus dan Balai Kesehatan
tersebut tidak mampu karena tingkat pendapatan yang dikelola tidak cukup. Pendapatan yang
tidak bisa sebesar Rumah Sakit Umum dikarenakan 11 Satker tersebut merupakan Rumah Sakit
Khusus seperti Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit
Infeksi dan Balai Kesehatan yang menangani pasien / kasus yang khusus dan paradigma
masyarakat yang negatif menyangkut nama rumah sakit. 1403066324190923609 Persyaratan
Teknis Menjadi Satker BLU Adapun persyaratan teknis menjadi satker BLU dari buku "Manual
Pengelolaan Satker BLU Bidang Layanan Kesehatan" 1. Mempunyai kinerja layanan dibidang
tugas pokok dan fungsinya yang layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU di
rekomendasikan oleh menteri / pimpinan lembaga. Hal ini dicirikan dari pengaruh (impact)
layanan terhadap masyarakat yang cukup besar atau layanannya mempengaruhi pencapaian
sasaran program K/L. 2. Mempunyai kinerja keuangan satker yang sehat dan memenuhi batasan
treshold tertentu, yaitu ----Mempunyai pendapatan PNBP yang signifikan paling sedikit Rp.15
milyar. ----Memenuhi treshold BLU dihitung dari penilaian jumlah nominal pendapatan PNBP,
rasio pendapatan PNBP terhadap total biaya operasional, rasio jumlah gaji terhadap total biaya
operasional, dan jumlah nominal aset. Dari persyaratan tekhnis apabila calon satker BLU yang
tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan maka tidak dapat dijadikan Satker BLU. Yang terjadi
akan seperti 11 satker BLU, dimana tidak mampu mensejahterakan pegawainya dari
pendapatannya sendiri. Dampaknya adalah kepada masyarakat dimana akhirnya akan berujung

meningkatkan pendapatan dengan menaikkan tarif layanan kesehatan. 14030672821012550865


Kapan Status Satker BLU Berakhir Kapan Status Satker BLU Berakhir ? Bukan sesuatu yang
tabu / haram bagi Kementrian yang terkait untuk mencabut status BLU karena dalam buku
manual "Pengelolaan Satker BLU Bidang Layanan Kesehatan" apabila satker BLU sudah tidak
lagi memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif, antara lain diakibatkan
perubahan orientasi layanan sehingga tidak menghasilkan PNBP, tidak terpenuhinya target
kinerja, dan hal-hal lainnya yang mengganggu kontunuitas penerapan pola PK BLU. Perubahan
menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan antara lain apabila BLU bidang
layanan kesehatan berubah status menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Status satker
BLU akan berakhir apabila : Dicabut oleh Menteri Keuanagan sesuai dengan kewenangannya
Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul dari menteri/pimpinan lembaga sesuai dengan
kewenangannya, atau Berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang
dipisahkan. Bila kita menilai dari tingkat kemampuan pendapatan dan berujung pada kualitas
pelayanan kepada masyarakat, lebih baik mana Status BLU atau Tidak bersatus BLU pada RS
dan Balai berpendapatan rendah ????
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/rakyatjelata/apakah-status-badan-layanan-umumbagi-rumah-sakit-khusus-dan-balai-kesehatan-sebuah-keputusan-yangtepat_54f6f5d5a333119c098b458f
ANDRI MASTIYANTO
Menyampaikan Pendapat Tidak Perlu Menganggu Aktivitas Publik 10 Januari 2015 20:21:58
Diperbarui: 17 Juni 2015 13:25:02 Dibaca : 102 Komentar : 0 Nilai : 0 1420870243370709766
Hampir setiap bulan pasti ada kumpulan orang yang berdemo / unjuk rasa disekitar area jalan
protokol DKI Jakarta yang menganggu aktivitas publik. Jakarta dipilih oleh banyak pendemo
karena merupakan pusat pemerintah negara INDONESIA dengan maksud pesan mereka mudah
didengar dan sampai kepada target yang dituju yaitu pihak pengambil kebijakan pemerintah.
Tetapi apakah dengan berdemo dijalan dan menganggu aktivitas publik, pesannya akan
tersampaikan !!!!!....malah yang terjadi adalah barekade polisi, bentrok fisik dan penangkapan.
Banyak orang yang ingin melakukan unjuk rasa untuk memperjuangkan hak'nya tidak
menggunakan cara yang cerdas, ada baik'nya pendemo untuk melakukan aksi unjuk rasa saat
ini dipikirkan'lah menggunakan cara unjuk rasa damai karena cendrung lebih efektif dalam
komunikasi dengan pihak terkait. Saya akan menceritakan sebuah kisah nyata bagaimana unjuk
rasa damai dan cerdas dapat mendekatkan kepada pengambil kebijakan. Walaupun apa yang
dituntut belum tentu tercapai, tetapi tujuan dari penyampaian pendapat sudah tercapai yaitu
bagaimana pesan dapat diterima dan diketahui oleh target penerima pesan tersebut dan
mungkin saja dapat bertemu langsung dan berdialog. Inti dari komunikasi adalah menstransfer
pesan dari individu ke individu lain sehingga dapat dimengerti dan kemudian diolah. Contoh
berita bahwa dialog lebih disenangi pemerintah bisa dilihat dengan mengklik di link / tautan
dibawah ini yg berwarna biru Ternyata pemerintah terbuka untuk berdialog Kisah nyata yang

saya alami ini berada di ujung timur jakarta yaitu Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), ini
berawal dari unjuk rasa tanggal 31 desember 2013 menuntut pencabutan Status Badan Layanan
Umum (BLU) bagi RSKO kepada pimpinan RSKO yang masih menggunakan cara unjuk rasa
tradisonal (memampangkan spanduk + banner, berteriak, membunyikan sesuatu) dimana diikuti
oleh sebagian kecil pegawai RSKO belum seluruh komponen pegawai RSKO termasuk saya .
Kenapa mereka menuntut pencabutan BLU !!!!, ...alasannya bisa dilihat dengan mengklik di link /
tautan dibawah ini yg berwarna biru Badan Layanan Umum dapat dicabut statusnya Dari
pengalaman tanggal 31 desember 2013 yang tidak berhasil menyampaikan pesan tersebut
sampai ke pengambil kebijakan yang lebih tinggi, maka lahirlah aksi tanggal 15 Januari 2014
yang menggunakan tehnik komunikasi massa yang lebih cerdas dan efektif yaitu : tehnik perang
Tsun Zhu, Viral Online, Operasi Intelijen Sederhana. Konsep perang Tsun Zhu yaitu dengan
apabila ingin memenangi peperangan maka gunakan tehnik komunikasi dimana kita tidak perlu
berperang dengan kapten apabila kita bisa menyampaikan pesan kepada Jendral dangan
berujung berdialog. Viral Online adalah sebuah tehnik penyebaran informasi yang menyebar
dengan sendiri'nya diluar kotak sehingga menimbulkan efek bom informasi melalui social media
dan blog. Tehnik Operasi Intelijen sederhana yaitu pada saat proses pelaksanaan aksi yaitu
dengan metode sunyi-senyap, sabotase, pemantauan, bahasa sandi, dan mengejutkan.
Penyampaian Tuntutan Remunerasi RSKO Aksi 15 januari 2014 walaupun menggunakan 3 (tiga)
metode tersebut tetapi dengan cara yang damai, tidak melanggar hukum dan tidak merugikan
kepentingan publik. Sasaran aksi tersebut adalah Presiden, DPR, Kemenkes dan Kemenkeu.
Walaupun sebelumnya ada pengumpulan tanda-tangan yang sudah terkumpul sejumlah 150'an
tanda-tangan dari 272 PNS RSKO tetapi akhirnya itu tidak digunakan karena inti dari aksi ini
targetnya bukan manajemen RSKO karena apabila kumpulan tanda-tangan itu disertakan di
upload ke Unit Kerja Presiden (UKP4), dan DPR bisa berdampak terhadap karir pejabat dan itu
menjadi melenceng dari tujuannya. Akhirnya dokumen tersebut masih tersimpan rapih hanya
sebagai koleksi pribadi..."Jangan Pernah menjahati / berbuat dzolim kepada orang lain karena
akan ada cara ALLOH untuk membalasnya dengan cara yg hanya ALLOH yang tau" Kisah aksi
15 januari 2014 bisa dilihat dengan mengklik di link / tautan dibawah ini yg berwarna biru Aksi
menuntut remunerasi APBN RSKO dengan cara Damai Aksi 15 januari 2014 tersebut memang
dirancang untuk menimbulkan efek bola salju yang akhir memancing 10 (sepuluh) satker BLU
lain yang berpandapatan rendah yang memiliki nasib yang sama untuk berkerjasama dalam
memperjuangkan hal yang sama REMUNERASI APBN, dimana sebelumnya melakukan aksi
sendiri-sendiri tidak dalam satu jaringan. Awalnya adalah Rumah Sakit Kusta Palembang yang
mengontak RSKO untuk mencoba meniru bentuk aksi yang sama, kemudian Rumah Sakit
Penyakit Infeksius (RSPI) mengajak dialog tanggal 18 Januari 2014 yang memberikan informasi
bahwa RSPI siap dibantu oleh ibu Ribka Tjiptaning (Ketua Komisi IX) yang berasal dari fraksi
PDI-P untuk mempertanyakan Remunerasi APBN untuk 11 Satker kepada Kemenkes pada
Rapat Dengar Pendapat Umum tanggal 27 Januari 2014 dan beberapa hari kumudian RSPI
melakukan aksi SMS 9949 dan layanan pengaduan DPR sama seperti RSKO dan Rumah Sakit
Kusta Palembang. Dengan sebuah jaringan yang berisi 11 (sebelas) Satker BLU Kemenkes

akhirnya kami dapat berdialog dengan kasubdit evaluasi BLU Kementrian Keuangan yang
diwakili oleh RSPI dan RSKO beberapa hari sebelum Rapat Dengar Pendapat Umum dengan
anggota DPR dan Kemenkes. Pada tanggal 27 Januari 2014 dilaksanakannya Rapat Dengar
Pendapat Umum (RDPU) antara DPR komisi IX dengan Kemenkes dimana salahsatunya
dibahas mengenai Remunerasi 11 Satker BLU yang bermasalah yang disampaikan oleh ibu
Ribka Tjiptaning (Ketua Komisi IX). 2 (dua) jam sebelum RDPU kami 11 satker berdialog dengan
anggota DPR Fraksi PKS komisi IX yaitu ibu wirianingsih + perangkatnya dan secara terpisah
ada beberapa anggota yang hadir menghubungi secara personal ibu Ribka tjiptaning dan salah
satu anggota DPR dari fraksi Golkar. Selain tanggal 27 Januari 2014, pada tanggal 16 dan 17
februari 2014 jaringan 11 (sebelas) satker BLU juga berdialog dan tukar pikiran dengan anggota
DPR komisi IX yaitu ibu Rieke Dyah Pitaloka dari Fraksi PDI-P yang diwakili oleh RSKO dan
RS.Kusta Palembang dan diruangan lain ibu Wirianingsih dari Fraksi PKS berdialog dengan
RSPI. RSKO,RSPI dan RS.Kusta Palembang mewakili 8 Satker lain yang lokasinya jauh dari
Jakarta. Hasil dialog tersebut kemudian disampaikan oleh kedua wakil rakyat (Rieke Dyah
Pitaloka dan Wirianingsih) kepada Kemenkes pada acara Rapat Dengar Pendapat tanggal 17
februari 2014. Selain menggunakan komunikasi langsung dengan anggota DPR dan Kemenkeu,
11 Satker ini melakukan komunikasi online dengan Unit Kerja Presiden (UKP4) melalui suratsurat elektronik yang dua arah, bahkan surat elektronik ini acapkali diteruskan ke pihak terkait
dan ditembuskan ke pengirim surat elektonik. Ini membuktikan bahwa Unit Kerja Presiden
(UKP4) juga memfasilitasi dan merespon keluhan warga negara INDONESIA. Bahkan penulis
pernah berkomunikasi verbal dengan salah satu staff UKP4 diacara Indonesia Youth Forum 2014
yang ternyata staff tersebut sudah mengetahui masalah 11 satker BLU Kemenkes dan
menginformasikan pula ada beberapa satker BLU kementrian lain yang memiliki kasus yang
sama dan menjadi perhatian pejabat UKP4. Staff tersebut menyampaikan akan ada
pembahasaan menyangkut pembinaan satker BLU oleh Kemenkeu Rapat Koordinasi satker BLU
bisa dilihat dengan mengklik di link / tautan dibawah ini yg berwarna biru Rapat Koordinasi satker
BLU Berujung pada bulan Januari 2015, pihak Kemenkeu melakukan Audit Kinerja RSKO
Jakarta untuk menilai kinerja keuangan dan kelembagaan. Kami masih menunggu bola ini akan
bergulir kemana lagi, yang terpenting bagi kami Proses sudah berhasil. Dari kisah ini bisa
menjadi gambaran untuk teman-teman yang menuntut hak untuk tidak perlu berlaku anarkis dan
menganggu aktivitas publik, ada cara lain untuk menyampaikan keluh kesah dan aspirasi. Inti
dari kalian para pengunjuk rasa adalah supaya keluhan kalian didengar. Dengan cara yang
cerdas maka keluhan itu bisa didengar dan dinegosiasikan. Memang banyak hal menyangkut
birokrasi kita yang njelimet karena acapkali saling tumpang-tindih maka kita lebih baik
berkomunikasi dan berdialog. Keputusan atas kebijakan publik acapkali membutuhkan waktu
dan kadang kita perlu bersabar.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/rakyatjelata/menyampaikan-pendapat-tidak-perlumenganggu-aktivitas-publik_54f37968745513902b6c76c4

ANDRI MASTIYANTO
Batal Remunerasi Kemenkes, PNS RSKO menyerbu Layanan Pengaduan Presiden dan DPR 15
Januari 2014 10:59:00 Diperbarui: 24 Juni 2015 02:49:28 Dibaca : 4,091 Komentar : 0 Nilai : 1
1389756996254657597 Tanggal 15 januari 2014 pastinya akan selalu diingat oleh Pegawai
RSKO sebagai hari bersejarah karena layanan pengaduan masyarakat sms 9949 (Presiden) dan
0811 9 44 33 44 (DPR RI) diserbu pesan singkat (SMS) terorganisir yg dikirimkan dalam satu
waktu yaitu pada pukul 9 pagi lewat 23 menit. Dimana isi pesan berupa keluhan Pegawai RSKO
yang batal mendapatkan Tunjangan Kinerja Remunerasi Kemenkes dikarenakan Perpres no 81
tahun 2013 tidak mengakomodir Rumah Sakit dengan Status Badan Layanan Umum (BLU). Aksi
pengiriman pesan pendek (SMS) kemudian dilanjutkan dengan aksi lain yaitu dengan
menyebarkan foto aksi dengan Tehnik Social Media Promotion / Digital Promotion via internet
dan pengiriman surat aspirasi kelayanan Pengaduan Online DPR RI. RSKO Cibubur-Jakarta
Renumerasi adalah pemberian take home pay / pendapatan kepada pegawai didasarkan
kepada jabatan dan kelas jabatan. Nilai dan kelas suatu jabatan digunakan untuk menentukan
besaran pendapatan yang adil dan layak selaras dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab
jabatan tersebut yang diperoleh atau ditetapkan melalui proses yang disebut Evaluasi Jabatan.
Remunerasi terdiri dari Gaji, Tunjangan Kinerja, Reward berupa pengembangan SDM, dll.
Berdasarkan keterangan koordinator aksi dr.Tjahjani Natriana, Sp.S "Aksi ini adalah bentuk
kekecewaan pegawai RSKO karena selama ini tuntutan mengenai remunerasi untuk
mendapatkan Tunjangan Kinerja Kemenkes dari alokasi dana APBN sepertinya tidak direspon
positif, padahal sudah jelas di Permenkes no.83 Tahun 2013. Yang menambah kekecewaan
pegawai RSKO diberi nya angin segar sampai dengan tanggal 31 desember 2013 akan
menerima Tunjangan Kinerja Kemenkes tetapi beberapa hari kemudian dibatalkan karena
terbentur aturan Perpres no.81 tahun 2013. " Para Pegawai RSKO yang ikut andil dalam aksi
berpendapat "Kejadian ini timbul karena kekecewaan dan ketidakjelasan informasi mengenai
turunnya Tunjangan Kinerja Kemenkes, berdasarkan Permenkes no.83 tahun 2013 dalam
lampiran nama-nama UPT penerima Tunjangan Kinerja ternyata RSKO masuk dalam daftar,
tetapi kenyataannya RSKO dibatalkan menerima Tunjangan Kinerja dengan alasan terbentur
Perpres no 81 tahun 2013 yang bahasanya masih ambigu menyangkut BLU. Untuk itu kami
menyampaikan keluh kesah kepada Presiden sebagai bapak kami karena sepemahaman kami
Presiden berniat mensejahterakan PNS Kemenkes dan beliau mungkin tidak mengetahui bahwa
tidak semua RS BLU mampu membiayai tunjangan kinerja dari pendapatan'nya sendiri sesuai
tabel Tunjangan Kinerja Kemenkes. Bila perlu cabut saja status Badan Layanan Umum RSKO".
Pegawai RSKO melaksanakan aksi ini karena jasa pelayanan yang mereka dapatkan tiap bulan
sangat jauh dari tabel standar Tunjangan Kinerja Kemenkes yang tercantum dalam Lampiran
Perpres no.81 tahun 2013, bahkan lebih tinggi grade terendah Tunjangan Kinerja Kementrian
Kesehatan (Grade 1) dengan rata-rata jasa pelayanan pegawai RSKO . RSKO sebagai Rumah
Sakit dengan Status BLU memang belum mampu membiayai kesejahteraan pegawainya sesuai
dengan Tunjangan Kinerja Kemenkes dari pendapatannya sendiri. Stigma negatif yang muncul

dari nama Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang membuat beberapa layanan untuk
masyarakat umum tidak mendongkrak pendapatan Rumah Sakit yang akhirnya harus diakui oleh
seluruh Pegawai RSKO bahwa RSKO merupakan Rumah Sakit Berpendapatan Rendah. Aksi ini
dilakukan meniru Serangan Umum 1 Maret 1949 yaitu dengan metode kerahasian, persiapan
yang cepat, mengejutkan dan membuka mata sang target dan dunia luar. Dalam pemanggilan
seluruh pegawai, tim aksi mengkode dengan layanan informasi pemberitahuan bagi pemilik
kendaraan Avanza putih dengan nomer polisi B.9949.INA harap memindahkan kendaraannya
kemudian dilanjutkan dengan kode memulai pengiriman pesan secara serentak Pejing-Pejingtest pejing error 1-2-3. Setelah itu pegawai RSKO dikumpulkan dilobby untuk foto bersama yang
nantinya foto ini akan di upload ke social media facebook dan dilaksanakan Bom Social media
melalui tehnik digital promotion. Tidak hanya itu Tim IT melanjutkan dengan memberikan surat
aspirasi kepada Pengaduan Online DPR RI. Aksi ini dilakukan secara damai, tidak melanggar
hukum karena Presiden dan DPR RI memberikan sarananya. Aksi dilaksanakan tanpa memakan
waktu yaitu sekitar 30 menit dan diikuti oleh semua unsur pegawai, mulai dari pelayanan, sarana
prasarana, penunjang, dari administrasi, perawat, rekam medis, farmasi. Meski begitu,
pelayanan rumah sakit tidak terganggu dan berjalan seperti biasa walaupun ada aksi.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/rakyatjelata/batal-remunerasi-kemenkes-pns-rskomenyerbu-layanan-pengaduan-presiden-dan-dpr_552869236ea834b91f8b45ac\

Focus Group Discussion Badan Layanan Umum Satuan Kerja


Penerima/Pengguna PNBP
13 March 2015
Liputan
Comments

antor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi

Baratmengadakan focus group discussion Badan Layanan Umum dengan satuan


kerja penerima/pengguna PNBP yang dianggap berpotensi untuk menjadi satuan
kerja Badan Layanan Umum, Kamis (12/3/2015) di ruang mini TLC Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Barat. Satuan kerja tersebut yaitu Universitas
Sulawesi Barat dan Politeknik Kesehatan Mamuju. Hadir dari Universitas Sulawesi
Barat, Pembantu Rektor II beserta 4 orang staf, sementara dari Politeknik Kesehatan
Mamuju, Direktur II beserta 3 orang staf.

Dalam sambutannya, Plt. Kepala Kantor


Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Barat, Catur Ariyanto Widodo
mengemukakan bahwa kegiatan ini merupakan sharing discussion dalam rangka
peningkatan kinerja pada satuan kerja yang semula sebagai penerima/pengguna
PNBP menjadi satker Badan Layanan Umum. Catur Ariyanto Widodo juga
menegaskan bahwa satuan kerja penerima/pengguna PNBP tidak wajib untuk
menjadi satker BLU, namun satuan kerja penerima PNBP perlu didorong untuk
menjadi satker BLU guna meningkatkan kemandirian dan mengurangi
ketergantungan terhadap Rupiah Murni, yang dengan sendirinya akan menciptakan
ruang fiskal bagi pemerintah.

Sebagai pembicara pada FGD ini, Patland


Patara Landawi, Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran (PPA) I C dan
Hasanuddin Jamal, Pelaksana pada Seksi PPA I A. Dalam pemaparannya, Patland
Patara Landawi menjelaskan konsep dasar BLU, di antaranya pengertian BLU yaitu
instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola pengelolaan Keuangan BLU
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa.
Dalam kesempatan ini juga, Patland Patara Landawi mengemukakan bahwa asas
BLU yaitu beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah
daerah untuk tujuan layanan umum berdasarkan delegasi instansi induk, BLU

merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan K/L/pemda dan BLU tidak terpisah,
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas
pelayanan yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat, Pejabat BLU
bertanggung jawab kepada menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota,
BLU menyelenggarakan kegiatan tanpa mengutamakan pencarian keuntungan, RKA
serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari K/L/SKPD/Pemda, praktik bisnis yang sehat.
Dalam pemaparannya, Patland Patara Landawi juga menjelaskan mengenai tata
kelola BLU yang Baik (good corporate governance), rencana strategis bisnis, alur
Penetapan BLU, status BLU dan konsekuensinya, susunan dan struktur organisasi,
mekanisme penetapan organisasi, remunerasi, pengadaan barang dan jasa BLU,
pembinaan dan pengawasan, dan pembentukan dewan pengawas.
Pada sesi kedua, materi yang disampaikan adalah pelaksanaan anggaran BLU yang
dibawakan oleh Hasanuddin Jamal. Pada sesi ini, narasumber menjelaskan tentang
pendapatan BLU, RBA, Pembiayaan BLU dan DIPA BLU. Narasumber juga
menyampaikan bahwa Belanja Pegawai merupakan belanja pegawai yang berasal
dari APBN (RM), sedangkan belanja pegawai yang didanai dari PNBP BLU
dimasukkan ke dalam Belanja Barang BLU, Belanja Barang terdiri atas Belanja
Barang yang berasal dari APBN (Rupiah Murni) dan Belanja Barang yang didanai
dari PNBP BLU, Belanja Barang yang didanai dari PNBP BLU terdiri atas Belanja
Gaji dan Tunjangan, Belanja Barang, Belanja Jasa, Belanja Pemeliharaan, Belanja

Perjalanan, dan Belanja


Penyediaan
Barang dan Jasa BLU Lainnya yang berasal dari PNBP BLU, termasuk Belanja
Pengembangan SDM.
Pada sesi berikutnya, perwakilan satuan kerja menyampaikan gambaran satuan
kerja mereka, potensi-potensinya dan kendala-kendala yang dihadapi. Pada sesi ini
juga, Plt. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Barat, Catur
Ariyanto Widodo memberikan kiat-kiat kepada satuan kerja yang hadir dalam rangka
peningkatan kinerjanya untuk menjadi satuan kerja BLU dan solusi-solusi atas
kendala-kendala yang dihadapi. (M. Zulfiar)

(Visited 57 time, 1 visit today


http://perbendaharaansulbar.org/focus-group-discussion-badan-layanan-umumsatuan-kerja-penerimapengguna-pnbp/

RSUD sebagai BLUD: Isu-isu Penting


JANUARI 14, 2010

tags: apbd, BLUD, kebijakan daerah, pemda, RSUD


by syukriy

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) adalah unit kerja atau SKPD
pemerintah daerah yang paling banyak diubah statusnya menjadi
BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Karakter RSUD memang
sangat cocok dengan status BLUD, misalnya (1) memberikan
pelayanan langsung kepada masyarakat; (2) menarik bayaran
atas jasa yang diberikannya; (3) memiliki lingkungan
persaingan yang berbeda dengan SKPD biasa; (4) pendapatan
yang diperoleh dari jasa yang diberikannya cukup signifikan; dan
(5)adanya spesialisasi dalam hal keahlian karyawannya.
Pengangkatan RSUD menjadi BLUD dapat dimaknai sebagai
sebuah bentuk keprofesional pelayanan publik di pemerintahan
daerah. Namun, sebagai pihak mengkritik ini karena sebenarnya
menunjukkan bahwa Pemda belum mampu mengelola dan
memberdayakan dana berlimpah yang dimilikinya untuk
menyediakan pelayanan publik yang berkualitas. Bahkan ada
yang pesimis bahwa BLUD tidak akan berhasil kecuali hanya
menjadi sumber penghasilan bagi para pengelolanya.
Isu-isu Penting
Ada beberapa isu penting terkait penetapan RSUD sebagai BLUD,
di antaranya:
1.

Penganggaran. Berbeda dengan SKPD yang menyusun


dokumen RKA-SKPD, BLUD membuat RBA.

2.

Pengelolaan keuangan. Fleksibilitas merupakan salah


satu alasan mengapa pengelolaan keuangan BLUD
menggunakan pola yang berbeda. BLUD dapat menggunakan

pendapatan yang diperoleh dari pelayanan yang diberikannya


(charges) untuk membiayai operasional BLUD.
3.

Penatausahaan dan akuntansi. Penatausahaan dan


akuntansi BLUD didasarkan pada prinsip efektifitas, efisiensi,
dan profesionalitas, dan mengikuti apa yang berlaku di bisnis.
Standar akuntansi yang diikuti adalah Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI).

4.

Pertanggungjawaban. Pengelola BLUD menyampaikan


pertanggungjawaban kepada kepala daerah dan laporan
keuangan BLUD akan diintegrasikan dengan laporan
keuangan SKPD Pemda lainnya. Oleh karena ada perbedaan
antara SAK dengan SAP, maka harus dilakukan penyesuaian
atau konversi dari SAK ke SAP.

5.

Kerja sama. Sebagai entitas ekonomi yang diberi


keleluasaan untuk memperoleh pendapatan sendiri, BLUD
dapat melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, sesuai
dengan fungsi dan bidang bisnisnya. Namun, karena BLUD
bukanlah merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, maka
kerja sama yang dilakukan masih dalam kerangka atau
lingkup kekuasaan kepala daerah.

6.

Pengadaan barang dan jasa. Bagi RSUD yang


berstatus BLUD penuh, sistem pengadaan barang dan jasa
tidak mengikuti Keppres 80/2003. Untuk RSUD, Menteri
Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan yang
menyatakan bahwa RSUD yang berstatus BLUD penuh tidak
mempedomani Keppres 80.

Peraturan Perundangan tentang BLUD


Pemerintah telah menerbitkan banyak regulasi terkait dengan
pengelolaan keuangan BLU dan BLUD. Berikut disajikan
beberapa Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri
Keuangan (PMK), dan Keputusan Menteri Kesehatan terkait
dengan BLU dan BLUD.
1.

Peraturan Pemerintah No.23/2005 tentang Pengelolan


Keuangan Badan Layanan Umum. (Silahkan unduh di sini)

2.

Permendagri No.61/2007 tentang Pedoman Teknis


Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

3.

Peraturan Menteri Keuangan No.


07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif dalam
Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi
Pemerintah untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.

4.

Peraturan Menteri Keuangan


No.08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan
Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum.

5.

Peraturan Menteri Keuangan No.


66/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan,
Pengajuan, Penetapan, dan Perubahan Rencana Bisnis dan
Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan
Layanan Umum.

6.

Peraturan Menteri Keuangan


No.10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan
Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan
Pegawai Badan Layanan Umum.

7.

Peraturan Menteri Keuangan No.


73/PMK.05/2007 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan No.10/PMK.02/2006 Tentang Pedoman
Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan
Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum.

8.

Peraturan Menteri Keuangan


No.109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan
Layanan Umum.

9.

Peraturan Menteri Keuangan No.


119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif
Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja
Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.

10. Peraturan Menteri Keuangan


No.44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis dan
Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan
Umum.

11. Peraturan Menteri Keuangan


No.119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan
Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan
dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun
Anggaran 2010.
12. Peraturan Menteri Keuangan
No.217/PMK.05/2009 tentang Pedoman Pemberian Bonus
atas Prestasi Bagi Rumah Sakit Eks-Perjan yang Menerapkan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
13. Keputusan Menteri Kesehatan No.
703/MENKES/SK/IX/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa pada Instansi Pemerintah Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum di Lingkungan
Departemen Kesehatan.
14. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER08/PB/2008 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Dewan
Pengawas Badan Layanan Umum di Lingkungan Pemerintah
Pusat.
Diskusi tentang pengelolaan keuangan BLUD, khususnya RSUD
akan tetap hangat dalam beberapa tahun ke depan, sepanjang
peraturan yang dibuat oleh Pemerintah belum sepenuhnya
dipahami atau dapat diimplementasikan oleh Daerah.
Semoga blog ini bisa menjadi tempat berdiskusi yang baik terkait
dengan pengelolaan keuangan BLU dan BLUD.
Terima kasih
https://syukriy.wordpress.com/2010/01/14/rsud-sebagai-blud-isu-isu-penting/
Home Tentang Rumah Sakit Penetapan Dan Pencabutan Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU)

Penetapan Dan Pencabutan Rumah Sakit


Badan Layanan Umum (BLU)
Penetapan Dan Pencabutan Rumah Sakit
Badan Layanan Umumditulis oleh : Fery K Indrawanto, SE, SH,
M.H
Akhir-akhir ini mulai banyak
menjadi

rumah

sakit umum

di daerah

yang

berubah

Badan Layanan Umum. Fenomena ini menarik dan patut

didukung, karena mungkin saja dengan BLU pengelolaan rumah sakit menjadi lebih
baik, kualitas pelayanan meningkat dan pasien akan terpuaskan. Namun harus hatihati merubah rumah sakit umum daerah menjadi BLU. sebab penerapan BLU di
rumah sakit jika tidak diikuti dengan penjaminan kesehatan bagi masyarakatnya,
akan berdampak pada semakin tidak mampunya masyarakat menjangkau pelayanan
di rumah sakit. Sebab rumah sakit BLU rata-rata menaikkan tarifnya melalui
perhitungan tarif berdasarkan prinsip-prinsip bisnis, unit cost, dan lain-lain untuk
mengejar cost recovery diatas 60% seperti yang dipersyaratkan untuk menjadi BLU.
Memang

diakui

bahwa

pengelolaan rumah sakit sebagai

satuan kerja perangkat daerah dirasakan memperlambat arus kas rumah sakit,
terutama untuk memenuhi kebutuhan operasional, mulai penyediaan obat dan
bahan habis pakai medis hingga jasa medis yang terlambat, yang pada akhirnya
menurunkan kualitas pelayanan. Kelambatan tersebut karena rumah sakit harus
menyetor keseluruhan dari pendapatannya ke kas daerah dalam waktu 1 x 24 jam.
Untuk kebutuhan rumah sakit harus mengajukan tagihan sesuai mekanisme yang
berlaku bagi SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan harus tercantum DPA SKPD
rumah sakit yang disahkan melalui APBD, dalam hal ini sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Pasal 10 ayat 4 dimana RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan
kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan
lain, dan APBN/APBD.
Sifat pelayanan kesehatan yang uncertainty (ketidakpastian) membuat rumah sakit
kesulitan memprediksi berapa seharusnya anggaran real rumah sakit. Tidak heran
jika banyak rumah sakit yang harus berhutang kepada perusahaan obat dan jasa
medis yang tidak terbayarkan. Beberapa rumah sakit bahkan para tenaga medisnya
melakukan unjuk rasa.

Pengertian BLU itu

sendiri menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23

tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Pasal 1 angka 1
yaitu Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan instansi
dilingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memeberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan


Layanan Umum Daerah yang dimaksud dengan BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat
Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan
pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan prodiktivitas.
Sedangkan

tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang

diamanatkan dalam Pasal 2 yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum (BLU)
dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prisip ekonomi
dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Pada PPK-BLUD
bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat untuk mewujudkan
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah daerah dalam memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kemudian ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
sebagai peraturan pelaksanaan dari pasal 69 ayat (7) Undang-undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa BLU
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi
dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Dengan BLU maka
rumah sakit bisa menggunakan langsung pendapatan yang diterimanya.
Walaupun

rumah sakit BLU tidak ditujukan untuk mencari keuntungan

namun penerapan praktek bisnis yang sehat mengharuskan manajemen harus bisa
memenuhi pencapaian cost recovery yang lebih produktif. Salah satu cara yang
dilakukan adalah dengan menaikkan tarif dengan menghitungnya berdasarkan biaya
satuan perpelayanan. Kenaikan ini yang akan memberatkan masyarakat pengguna
rumah sakit umum daerah yang notabene adalah masyarakat menengah kebawah.
Di sisi lain tidak semua masyarakat yang ada di daerah menjadi peserta jamkesmas,
belum meratanya kepesertaan dalam asuransi sosial yang sebagian besar hanya
diikuti oleh pegawai negeri (ASKES PNS), Jamsostek dan asuransi komersial lainnya.
Kebanyakan masyarakat jadi miskin jika sakit (the law of medical money).
Terhadap permasalahan tersebut maka daerah harus mengikutinya dengan
memberikan penjaminan kesehatan, baik premi yang sepenuhnya berasal dari APBD
maupun iuran premi dengan peserta. Jika ini dilakukan maka berapapun tarif yang
diterapkan oleh RSU BLU tidak menjadi masalah, karena masyarakat telah
memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan.
Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025
berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional disebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusia
diarahkan untuk terwujudnya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif dan
masyarakat yang semakin sejahtera (Bappenas 2005). Melalui Program Indonesia
Sehat 2010, gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai

adalah masyarakat yang antara lain hidup dalam lingkungan yang sehat dan
mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes 2003). Lingkungan yang
sehat termasuk di dalamnya bebas dari wabah penyakit menular. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJM) 2004-2009, salah satu program di
bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit, termasuk
wabah penyakit menular (Bappenas 2004c). Penanganan secara cepat terhadap
wabah penyakit juga merupakan bagian dari peningkatan pelayanan kesehatan
dasar yang menjadi satu dari tiga prioritas program 100 hari pertama Kabinet
Indonesia Bersatu 2004-2009 di bidang kesehatan (Bappenas 2004a; Depkes 2005a).

Rumah sakit pemerintah yang

layak untuk dirubah menjadi

Rumah Sakit Badan Layanan Umum (RSBLU) sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
menurut Pasal 3 adalah BLU yang beroperasi sebagai unit kerja kemeterian
Negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang
pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk
yang bersangkutan, disamping itu BLU merupakan bagian perangkat pencapaian
tujuan kementerian Negara/lembaga/pemerintah daearah dan karenanya status
badan hukum BLU tidak terpisah dari kementerian Negara/lembaga/pemerintah
daerah sebagai instansi induk. Sedangkan yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya
kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan adalah Menteri/pemimpin
lembaga/gubernur/bupati/walikota. Untuk pejabat yang ditunjuk mengelaola BLU
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang
didelegasikan kepadanya oleh menteri/pemimpin lembaga/gubernur/bupati/walikota.
Untuk

persyaratan dan penetapan ijin satuan

kerja

instansi pemerintah menjadi sebuah BLU yang pengelolaan keuangannya melalui


PPK-BLU menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum sesuai dengan Pasal 4 dan 5 adalah harus
memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif meliputi:

a. Persyaratan substantif yaitu

apabila instansi pemerintah

yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:


1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum; dan/atau
3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.

b. Persyaratan teknis meliputi:


1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh
menteri/pimpinan lembaga/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai
dengan kewenangannya; dan

2. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat


sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

c.

Persyaratan

administratif yaitu

apabila

instansi

pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen sebagai berikut:


1. Pernyatan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan
manfaat bagi masyarakat;
2. Pola tata kelola;
3. Rencana strategis bisnis;
4. Laporan keuangan pokok;
5. Standar pelayanan minimum;
6. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Apabila

semua

persyaratan

tersebut

diatas

maka

pelaksanaan

penetapnnyadilakukan dengan cara sebagai berikut:


a. Menteri / pimpinan lembaga/kepala SKPD mengusulkan kepada Menteri
Keuangan / gubernur / bupati / walikota atas instansi pemerintah yang telah
memenuhi semua persyaratan untuk menerapkan PPK-BLU sesuai kewenagannya.
b. Penerapan PPK-BLU dapat berupa:
1. Pemberian status BLU secara penuh yaitu apabila seluruh persyaratan substantif,
teknis, dan administratif telah terpenuhi dengan memuaskan.
2. Pemberian stasus BLU bertahap apabila hanya terpenuhi persyaratan substantif
dan persyaratan teknis saja dan persyaratan administratifnya belum terpenuhi
secara memuaskan. Dalam status BLU bertahap ini berlaku paling lama 3 (tiga)
tahun.
Mengenai
penetapan
atau
penolakan
maka
Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, maka sesuai dengan kewenangannya memberi
keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling
lambat 3 (tiga) bulan sejak diterima dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.
Berakhirnya
PPK-BLU
yaitu
dengan
dicabutnya
BLU
oleh
Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya, melalui Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota
dengan
mendasarkan
usul
dari
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya dapat
mencabut status BLU, dan berubahnya status menjadi badan hukum dengan
kekayaan Negara yang dipisahkan. Pencabutan ini dilakukan karena BLU ynag
bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan subtantif, teknis, dan/atau
administratif. Dalam usulan usulan penetapan dan pencabutan PPK-BLU Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota dengan kewenagannya menunjuk suatu tim
penilai.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah menurut ketentuan dalam
Peraturan Menteri pada Pasal 2 disebutkan bahwa BLUD beroperasi sebagai
perangkat kerja pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum secara
lebih efektif dan efisien sejalan dengan praktek bisnis yang sehat, yang
pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala
daerah. BLUD juga bagian dari perangkat pemerintah daerah yang dibentuk untuk
membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah, dengan status hukum tidak
terpisahkan dari pemerintah daerah, kepala daerah selaku penanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didilegasikan
kepada kepala BLUD khususnya pada aspek manfaat yang dihasilkan dan juga
mengutamakan efektivitas dan efisiensi serta kualitas pelayanan umum kepada
masyarakat tanpa mengutamakan mencari keuntungan (not for profit) dengan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Pertanggung jawaban pejabat
pengelola BLUD langsung kepada kepala daerah selaku stakeholder dari BLUD
tersebut, oleh karena itu rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan
kinerja BLUD disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja pemerintah daerah.
Seperti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum untuk persyaratan dan penetapan PPK-BLUD pada
SKPD atau Unit Kerja juga harus memenuhi persyaratan subtantif, teknis, dan
administratif. Untuk penerapan PPK-BLUD sebagaimana pada Pasal 9 harus
memenuhi:

a. Kinerja pelayanan di bidang tugas dan


fungsinya layak dikelola (dengan kriteria: memilikipotensi
untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efisien, dan
produktif. Dan memiliki spesifikasi teknis yang terkait lansung dengan layanan
umumkepada masyarakat) dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD atas
rekomendasi sekretaris daerah untuk SKPD atau kepala SKPD untuk Unit Kerja;

b. Kondisi kinerja keuangan SKPD atau Unit


Kerja yang sehat(dalam hal ini ditunjukkan dengan tingkat
kemampuan pendapatan dari layanan yang cenderung meningkat dan efisien dalam
membiayai pengeluarannya).
Khusus pelayanan kesehatan diatur dalam pada Pasal 6 ayat 1 yaitu: penyediaan
barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan masyarakat diutamakan untuk pelayanan kesehatan. Penetapan PPKBLUD untuk pelayanan kesehatan diatur dala Pasal 18 dimana SKPD atau Unut Kerja
mengajukan permohonan kepada kepala daerah melalui sekeretaris daerah dengan
dilampiri dokumen

persyaratan administratif, meliputi:

a. Surat pernyatan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,


dan manfaat bagi masyarakat;
b. Pola tata kelola;

c. Rencana strategis bisnis;


d. Standar pelayanan minimum;
e. Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan;
f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik
(good corporate governance) dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan
berkesinambungan merupakan salah satu dari aktualisasi praktek bisnis yang sehat..
Good corporate governance (GCG) adalah konsep untuk meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas dengan tujuan untuk menjamin agar tujuan rumah sakit tercapai
dengan penggunaan sumberdaya se-efisien mungkin.
GCG secara definitive merupakan system yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder.

Konsep GCG dapat juga diartikan sebagai konsep pengelolaan

perusahaan yang baik. Ada dua hal yang perlu ditekankan dalam konsep GCG ini
yaitu:
a. Pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar
(akurat) dan tepat waktunya.
b. Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara
akurat, tepat waktu dan trasnparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan dan stakeholder.
Penerapan

prinsip GCG dalam

dunia usaha saat ini merupakan suatu

tuntutan agar perusahaan-perusahaan besar, kuhususnya sebuah instiusi seperti


ruamah sakit yang sarat atau padat modal, padat karya dan peralatan-peralatan
yang
mahal
harganya
dapat
tetap
eksis
dalam
persaingan
global.

Penerapan GCG dalam

suatu perusahaan sendiri mempunyai

tujuan-tujuan strategis. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:


a. Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan;
b. Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien;
c. Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ perusahaan
demi menjaga kepentingan para shareholder dan stakeholder perusahaan;
d. Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-perusahaan
pemerintah) terhadap perekonomian nasional;
e. Meningkatkan investasi nasional; dan
f. Mensukseskan program privat-isasi perusahaan-perusahaan pemerintah.
Adapun rinsip-prinsip
ini meliputi:

good corporate governance dalam hal

a. Transparansi (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses


pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil
dan relevan mengenai perusahaan.
b. Kemandirian (Independecy), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
c. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif.
d. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi yang sehat.
e. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang
berlaku.

http://prasko17.blogspot.co.id/2012/04/penetapan-dan-pencabutan-rumahsakit.html

Anda mungkin juga menyukai